- Beranda
- Stories from the Heart
Tanah Pemakaman (Zombie Apocalypse Survival)
...
TS
irazz1234
Tanah Pemakaman (Zombie Apocalypse Survival)
Met pagi momodku tercinta dan met pagi juga kaskuser semua.
Kali ini gw mau bikin cerita yang bertema Horror Survival Zombie Apocalypse.
Tema cerita yang cukup jarang ada di Kaskus SFTH
Oh iya, gw juga sempet bikin cerita yang bertema sama di sini (masih on going). Jadi sambil nunggu apdetan, kalian bisa juga ikut baca thread gw yang lain
Dunia Para Monster (Zombie Apocalypse Story)
Bagi mereka yang bosan dengan tema cinta-cintaan, boleh mantengin thread gw yang satu ini
Anyway, selamat membaca
Chapter 0 : Prologue
Chapter 1 : A Brave New World
Chapter 2 : Hard Road Ahead
Chapter 3 : Old Friend
Chapter 4 : A Bargain
Chapter 5 : Family Ties
Chqpter 6 : Carry Me Home
Chapter 7 : See No Evil
Chapter 8 : Crossing Over
Chapter 9 : Unto Himself
Chapter 10 : The Doctor Is Out
Chapter 11 : Home Sweet Home
Chapter 12 : Mindless Over Matter
Chapter 13 : Awakening
Chapter 14 : Home, Sweet Home
Chapter 15 : This Is My Country
Chapter 16 : A Small World
Chapter 17 : A Moving Day
Kali ini gw mau bikin cerita yang bertema Horror Survival Zombie Apocalypse.
Tema cerita yang cukup jarang ada di Kaskus SFTH
Oh iya, gw juga sempet bikin cerita yang bertema sama di sini (masih on going). Jadi sambil nunggu apdetan, kalian bisa juga ikut baca thread gw yang lain

Dunia Para Monster (Zombie Apocalypse Story)
Bagi mereka yang bosan dengan tema cinta-cintaan, boleh mantengin thread gw yang satu ini

Anyway, selamat membaca

Spoiler for INDEX STORY:
Chapter 0 : Prologue
Chapter 1 : A Brave New World
Chapter 2 : Hard Road Ahead
Chapter 3 : Old Friend
Chapter 4 : A Bargain
Chapter 5 : Family Ties
Chqpter 6 : Carry Me Home
Chapter 7 : See No Evil
Chapter 8 : Crossing Over
Chapter 9 : Unto Himself
Chapter 10 : The Doctor Is Out
Chapter 11 : Home Sweet Home
Chapter 12 : Mindless Over Matter
Chapter 13 : Awakening
Chapter 14 : Home, Sweet Home
Chapter 15 : This Is My Country
Chapter 16 : A Small World
Chapter 17 : A Moving Day
Diubah oleh irazz1234 16-06-2019 09:37
nomorelies dan 12 lainnya memberi reputasi
13
6.7K
Kutip
46
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
irazz1234
#6
Chapter 5 : Family Ties
Spoiler for :
"John Kasada, Michael Rayanson, Ron Birm, Marie Hinelli," ucap Matthew Erickson, menunjuk ke arah empat sosok lain berbaju pelindung di dalam bis.
Matthew mengerenyit dan mengusap rahangnya. Sesaat setelah melepas topeng yang ia kenakan, Jake meninjunya dengan cukup kuat, 'itu balasan untuk Greg.' katanya.
"Jadi, kita sekarang adalah satu keluarga besar, kita dapat memutuskan kemana kita akan membawa kotak makan siang beroda ini kemanapun." Matthew berkata, seolah-olah mereka sedang berlibur.
"Apa yang ada diluar sana?" Tanya James Cater, sembari menenggak sebotol brandy, dari dalam lemari penyimpanan.
"Di area ini, tidak banyak apa-apa." Jawab Ron, pria kurus berusia enam puluh tahun yang bersuara berat dan dalam, seperti seorang detektif bagian pembunuhan. "Aku tinggal di Illinois dan sedang berusaha membawa putra ku keluar dari Boston. Bukan tempat yang bagus, disana ataupun disini."
Para mantan reporter itu hanya bisa menatap satu sama lain. Fakta bahwa Massachusetts telah bermandikan darah bukanlah hal yang baru. Tapi fakta bahwa wabah ini telah menyebar sampai sejauh itu mengejutkan semuanya. "Bagaimana semua ini terjadi?" Tanya James.
"Tidak ada yang mengetahui kebenarannya." John merespon. "Kudengar semuanya dimulai di Maine. Ada seorang petani yang digigit oleh seorang pendaki, kurang lebih seperti itu. Mungkin sebuah kebocoran dari pabrik kimia, atau mungkin dari pembangkit listrik nuklir."
"Mungkin juga sebuah senjata kimia." Matthew menimpali. "Atau mungkin seseorang memang menginginkan semua ini terjadi."
"Tidak, tidak mungkin." Kata Kaitlin Comeau, menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak ada orang yang sejahat itu. Tidak ada yang mungkin melakukannya."
"Kenapa tidak?" Matthew bertanya. "Aku melihat sendiri berita di televisi sesaat sebelum listrik padam. Tidak ada negara lain yang terkena wabah ini. Hanya negara kita. Kalian tahu apa yang dikatakan para reporter sialan itu tentang negara kita? Tanah pemakaman. Mereka menyebutnya begitu. Memang kejam, tapi itu cocok."
"Tapi kenapa?" Tanya Sarah Kern.
Matthew sekali lagi merespon. "Kenapa tidak?"
"Masih tidak dapat menjawab kemana kita akan pergi." Ucap Ron sambil melinting rokoknya.
"Kami harus dapatkan anak-anak kami kembali." Kata Sarah. "Kami menitipkan mereka dengan orang tua kami di Plymouth, kita harus mendapatkan mereka."
"Tidak. Akan. Pernah." Kata Matthew. "Pertama, anak-anak kalian mungkin sudah jadi santapan. Kedua, kami bukanlah team penyelamat."
"Kalian datang dan menyelamatkan kita. Kalian pun pasti bisa menyelamatkan anak-anak kami." Ucap Sarah dengan nada panik. "Dengan bis ini dan senjata yang kalian miliki, semuanya akan menjadi mudah."
"Satu-satunya alasan kenapa kami menghampiri kalian adalah kami hanya sedang lewat jalan itu, dan kami mendengar suara teriakan." Kata Michael sambil mengasah pisau goloknya. "Dari situ kami tahu bahwa kalian masih hidup."
"Kami yakin anak-anak kami masih hidup," ucap Jake. "Yang aku minta hanyalah kalian menuju kesana dengan bis ini."
"Oh tentu saja, kenapa tidak? Lalu disana kita akan naik kapal ferry menuju kebun anggur Martha." Balas Matthew dengan nada mengejek. "Satu-satunya tempat yang akan kita tuju adalah Utara. Lebih banyak lahan terbuka dan lebih sedikit orang untuk dijumpai."
Sudah cukup. Sarah lalu berjalan cepat dan menghantam Matthew ke sisi bis. "Apa yang salah denganmu?!" Ia berteriak. "Mereka hanya anak-anak!"
Suara besi yang berdesing menyadarkan wanita itu. Meskipun tidak terlihat, namun ia dapat merasakan sensasi benda tajam yang menyentuh lehernya. Sarah lalu membalikkan badan, dan mendapati ada dua buah kapak, dan tiga buah pisau belati yang di arahkan padanya, senjata api tetap berada di tempatnya.
Matthew merapikan baju pelindungnya, lalu dengan santai melangkah menuju kawan-kawannya. "Kau benar, mereka hanya anak-anak. Kau tahu apalagi sebutan untuk mereka? Bukan masalah kami. Kecuali kalian dapat meyakinkan kami untuk membuat anak-anak kalian menjadi masalah kami juga."
"Apa maksud ucapanmu?" Tanya Jake sambil memeluk istrinya yang sedang menangis sesegukan, mencoba untuk membuatnya tenang.
"Bayar kami." Kata Michael, dengan kapan yang masih mengarah kepada enam orang jurnalis itu.
"Membayar kalian?" Tanya Jake, dengan rasa terkejut.
"Tepat sekali. Benar, kami akan menyelamatkan orang-orang yang kami inginkan, untuk menyelamatkan spesies kita dari kepunahan, tapi kami bukanlah orang bodoh. Kami tidak akan membahayakan nyawa kami untuk menyelamatkan bocah kecil ingusan hanya karena kalian meminta kami untuk melakukannya. Kami tidak peduli dengan tetek bengek yang disebut rasa kemanusiaan. Jika kau menginginkan jasa kami, ada harga yang harus ditebus."
"Maaf, aku meninggalkan kartu kredit dam dompetku di kantor." Ucap Jake ketus.
Michael mengangguk saat melihat jarinya. "Cincin pernikahan di jarimu itu rasanya cukup sebagai bayaran. Milikmu dan juga milik wanita itu."
Jake baru saja akan membuka mulut, ketika sarah melangkah maju, dan tanpa keraguan menyerahkan cincin pernikahan yang ia kenakan, lalu menyerahkannya kepada Michael dengan tangannya yang sudah menengadah. Dengan mulut yang terkunci rapat, Jake pun melakukan hal yang sama.
Michael memeriksa kedua cincin itu lekat-lekat dengan kedua matanya. Setelah dirasa puas, ia lalu melemparkan kedua cincin itu kedalam kotak besi yang sudah berkarat. "Baiklah kalau begitu, mari kita selamatkan anak-anak kalian."
Dengan populasi lebih dari enam puluh lima ribu jiwa, Plymouth kini memiliki tentaranya sendiri. Masalahnya adalah, mereka pasukan yang tidak memiliki pemimpin, tidak memiliki bendera untuk dihormati, dan tidak memiliki negara sebagai rumah untuk pulang. Mereka adalah tentara kematian.
Dengan memiliki lusinan perahu, daerah itu merupakan wilayah utama yang dituju oleh para pengungsi. Beberapa kapal kecil masih terlihat disana. Tetapi jalan menuju pelabuhan masih panjang dan sulit untuk dilalui. Para undead dari kota sekitar telah mengikuti para pengungsi yang ingin pergi melalui perairan. Sekarang mereka terlihat memenuhi jalanan, khususnya jalan tol, dimana bis yang sedang mereka naiki tuju. Bahkan tank pun akan sulit melewati gerombolan zombie-zombie itu.
John menghentikan bis yang ia kendarai lalu mengumpat di sela-sela nafasnya. "Dasar sial! Bagaimana kita akan melewati gerombolan zombie itu?"
"Kita tidak akan kesana." Hanya itu yang dapat Matthew katakan. Ia melihat kearah belakang, arah mereka datang. Jalanan dibelakang mereka bersih, para zombie yang mengikuti mereka entah berada dimana. Saat zombie kehilangan penglihatan atas korbannya cukup lama, mereka akan berhenti mengejar korbannya. "Putar balik kemudi. Kita akan pergi keluar dari sini."
Sarah menahan roda kemudinya. "Tunggu dulu, kita tidak bisa menyerah begitu saja."
"Tentu saja bisa, faktanya kami akan melakukannya sekarang." Kata Matthew.
"Tapi kita bahkan belum memeriksa rumahnya." Ucap Jake.
Matthew menunjuk kearah jalanan lalu berkata degan ketus. "Kalian berdua ini buta atau bodoh?! Tidak mungkin kalau mereka masih hidup. Kita juga tidak akan selamat kalau harus melewati jalan ini. Percayalah padaku, mereka pasti sudah menjadi santapan siang para makhluk sialan itu."
Air mata kekecewaan berlinang dari mata Sarah, lalu kemudian ia tersenyum setelah teringat sesuatu. "Aku tahu caranya bagaimana kita dapat masuk."
Sosok berbaju pelindung itu berbalik dan menatapnya, dengan keraguan yang terpancar di wajahnya.
"Kita bisa melewati jalan belakang, disana pasti tidak banyak zombie." Kata Sarah.
Matthew dan yang lainnya membelakangi para jurnalis itu dan berdiskusi sambil berbisik pelan. Ketika mereka selesai berdiskusi, Sarah dan Jake dapat melihat jawaban dari wajah mereka.
Sebelum dapat berbicara, Jake sudah melangkah maju. "Hey, kami sudah membayar kalian untuk menyelamatkan anak-anak kami. Setidaknya buatlah uang yang kami bayarkan berguna."
"Aku tidak percaya kita melakukan hal ini," Kata John, saat bis merayap melalui jalan belakang menuju Plymouth.
Apa yang Sarah katakan benar adanya, hanya terlihat sedikit zombie di jalan ini. Sarah meyakini bahwa para zombie mengejar mereka yang ingin pergi menuju pelabuhan dan berdiam disana, sehingga tidak banyak zombie yang tersisa disini.
Dengan listrik yang padam, jalur pemukiman yang kini mereka sedang lalui terlihat seperti pemakaman. Banyak jendela yang pecah, bahkan rumah-rumah juga terlihat seperti mayat. Lebih dari sekali, mereka menemui rumah yang habis dilalap api, dan hanya tersisa puing-puingnya saja. Pakaian dan benda lain terhampar di tanah. Orang-orang sepertinya pergi dengan tergesa-gesa, dan dengan adanya onggokan tulang disana, beberapa dari mereka dapat dipastikan tidak bisa pergi dengan selamat.
"Tenanglah. Jika keadaan benar-benar tidak memungkinkan, kita bisa kembali dan pergi dari sini." Ucap Matthew, matanya memeriksa zombie yang ada sepanjang jalan.
"Mereka tidak akan membiarkan kita pergi semudah itu." Kata John, melihat beberapa rumah yang telah hancur porak-poranda.
"Kita bisa meninggalkan mereka disini." Ucap Matthew. "Lebih banyak orang diluar sana. Lagipula, aku memiliki ide."
Ron dan yang lain menatap kearahnya, namun Matthew tidak mengatakan apapun. Matanya hanya tertuju ke jalanan.
Sarah, Jake, dan lainnya menyaksikan pemandangan yang menyedihkan. Daerah ini merupakan tempat tinggal mereka. Banyak dari rumah yang telah hancur karena dibakar atau dijarah habis, yang dulunya merupakan milik teman dan tetangga mereka. Sarah membalikkan badan, dengan air mata berlinang dipipinya. Tidak sanggup lagi menyaksikan keadaan ini. Jake lalu memeluk bahu istrinya untuk menenangkannya. "Kita pasti membawa mereka pergi dari sini. Jangan khawatir, mereka adalah anak-anak yang pintar."
Sarah hanya menjawab dengan anggukan, tubuhnya masih bergetar karena menangis. Di dekatnya, James, Kaitlin, dan Marcus melihat kesekitar. Bukan melihat rumah, tetapi pada makhluk yang terlihat di jalanan.
Meskipun hanya terlihat sedikit, namun satu zombie saja dapat membuat mereka merinding ketakutan. Beberapa terlihat sebagai ibu rumah tangga, sebagian lainnya terlihat cukup mencolok, walaupun tidak terlihat mahal, dengan bekas lumuran darah pada pakaian mereka yang berwarna putih. Ada satu yang terlihat, seorang gadis kecil kurang lebih enam tahun, sedang menggeram dan berusaha meraih bis, dan sebuah boneka masih tergenggam erat di tangannya yang mungil. Ketika kendaraan itu menghilang di tikungan, gadis kecil itu berhenti dan melanjutkan santapannya, sebuah kucing gemuk berwarna orange.
"Rasanya aneh melihat jumlah zombie yang sedikit ini." Bisik James, seolah takut menghilangkan keberuntungan yang mereka dapat kali ini setelah sekian lama.
"Mungkin ada orang lain disekitar sini." Kata Marcus.
"Itu, disana." Kata Matthew.
Tidak jauh di depan sana terlihat sebuah perumahan, yang terdiri dari tiga sampai empat rumah tiap bloknya. Salah satu blok perumahan ini dikerumuni oleh ratusan zombie.
"Ya, Tuhan" Ucap Sarah sambil menangis.
Pada sebuah atap rumah terdapat dua orang anak perempuan, yang pertama berusia empat belas tahun, dan yang kedua berusia delapan tahun. Mereka dikelilingi oleh banyak sekali zombie, dengan tangan-tangan mereka yang telah membusuk, berusaha menggapai kedua gadis malang tersebut. Kedua gadis itu melihat kedatangan bis, lalu melambai-lambaikan tangan mereka dengan cepat kearah bis itu. Bahkan dari jauh pun dapat terlihat para undead sedang menggapai jendela untuk dapat naik. Jika mereka tidak melakukan sesuatu sekarang juga, kedua gadis itu akan tewas mengenaskan dengan cepat.
Sarah bergerak cepat bagai kilat, jika saja Jake tidak mencegahnya, dia akan segera membuka pintu depan bis, lalu berlari secara membabi-buta menuju rumahnya. Matthew yang melihat hal itu langsung dengan cepat mengunci pintu bis tersebut. "Lepaskan aku, brengsek! Biarkan aku pergi!" Sarah berteriak histeris, memberontak dengan sekuat tenaga untuk dapat lepas dari cengkraman suaminya.
"Tidak, kau akan segera terbunuh jika kau pergi kesana." Kata Jake. Meskipun ia lebih kuat dari istrinya, tapi Jake merasa kewalahan menahan istrinya yang tetap terus berontak untuk melepaskan diri.
"Biarkan aku pergi! Biarkan aku pergi kesana!" seru Sarah, dengan tetap berteriak histeris.
Sarah tiba-tiba tersentak, lalu rubuh ke lantai tanpa suara. Jake melihat Michael yang sedang memegang Taser gun di tangannya. "Astaga, wanita itu berisik sekali." Kata Michael sambil mengusap-usap telinganya. "Seharusnya kau biarkan saja dia pergi keluar sana. Aku suka tempat ini tenang dan sepi."
John mengamati pasukan kanibal disana, lalu kedua gadis itu. "Sepertinya makhluk-makhluk itu belum menyadari kehadiran kita."
"Ya, terlalu sibuk dengan happy meal McDonald di atas sana." Ucap Matthew.
"Tidak ada jalan untuk kita pergi kesana selama zombie itu tetap berkerumun." Kata Ron.
"Kita butuh rencana." James menimpali.
John lalu tersenyum simpul. "Aku punya rencana." Senyum masih tersungging di bibirnya.
Bis itu dengan cepat melaju ke depan, dan menabrak zombie yang ada sepanjang jalan. Sering kali roda bis tersangkut tubuh zombie, dan berpotensi menyebabkan roda bis tidak dapat berputar.
"Apakah ini yang kau sebut rencana brilian?" Tanya James yang sedang berpegangan erat pada kursinya.
"Oh, kau ingin rencana yang brilian?" Jawab John yang seolah sedang bermain GTA bersama zombie. "Harusnya kau bilang sedari awal."
Michael dan Marie mencoba memusnahkan zombie sebanyak yang mereka bisa melalui jendela, dengan senjata shotgun di tangan mereka. Saat bis mulai mendekati rumah kecil itu, Matthew dan Ron telah menggunakan helm pelindung, lalu memanjat melalui lubang kecil di atas bis yang telah di desain khusus. Ketika bis itu sudah sampai merapat, mereka berdua langsung melompat ke atap rumah. Marie dan Michael mengikuti di belakang mereka, dengan tetap berdiri di atap bis dan menghabisi zombie-zombie yang ada.
Dari bawah, para undead dengan segera mengepung bis itu. Tangan mereka memukul-mukul dinding bis dan juga pintunya, suara mengerikan dari mereka yang lapar dengan cepat memenuhi udara. Bis itu akhirnya mulai bergoyang kesana kemari, saat zombie-zombie itu berusaha untuk menggulingkan bis nya.
"Cepat habisi zombie sialan itu!" Teriak John dari dalam.
Mereka yang lain dengan sigap mengambil pistol dan senapan yang ada. Para jurnalis itu membuka jendela, lalu menembakkan senjatanya ke arah kerumunan zombie. Meskipun tidak ada seorang pun yang memiliki pengalaman dengan senjata api, tapi mereka mampu belajar dengan cepat. Satu demi satu makhluk kanibal tumbang ke tanah, dengan peluru yang bersarang di kepala mereka.
Bis itu masih tetap bergoyang, meskipun sudah lusinan zombie yang berhasil mereka jatuhkan. Karena kehilangan pijakan, Marie terpeleset dari atap bis yang licin, dengan berteriak ia melepaskan senjatanya lalu menggapai pintu atap bis agar tidak jatuh.
Michael tidak seberuntung itu. Senapannya terlepas dan ia jatuh ke tanah menuju kerumunan zombie, lalu ia pun lenyap seolah sedang terjun ke lautan. Zombie-zombie itu pun dengan cepat mengerumuni korbannya yang baru saja terjatuh, dan untuk sesaat tidak ada suara dari Michael, hanya terdengar ruangan kejam dari para undead yang lapar. Sesaat kemudian, suara dentingan logam yang sedang memotong tulang, menambah irama kematian dari bawah sana. Michael berdiri, dengan sebelah pedang di tangannya, menebas dan membelah zombie-zombie yang ada, memotong leher, dan satu demi satu zombie pun tumbang.
Zombie-zombie itu masih mengerumuni Michael, tangan-tangan mereka berusaha menggapai daging segar dibalik baju pelindung yang berbahan kevlar. Gigitan mereka pun tidak mampu menembusnya, tapi semua tahu bahwa hal itu hanya sementara. Baju pelindung Michael sudah digigit ratusan kali dalam semenit, dan nyatanya baju itu mulai rusak.
Matthew tidak ingin sampai hal itu terjadi. Segera setelah kedua gadis itu masuk kedalam bis, ia mengeluarkan kapaknya, lalu lompat kebawah menuju kerumunan zombie, beberapa zombie pun tumbang karenanya. Setelah mampu berdiri kembali, Matthew dengan cepat menebaskan kapaknya kesana kemari untuk menyelamatkan temannya. Baju pelindung yang berwarna hitam berubah menjadi berwarna merah gelap, dengan potongan daging, organ dalam, dan juga tulang menghiasinya. Membuatnya terlihat seperti sebuah otopsi berjalan.
John memanfaatkan pengalihan ini, lalu menginjak pedal gas dan membawa bis itu menjauhi rumah. Roda bis menyatu dengan darah dan otak zombie yang berserakan di aspal. Saat bis itu telah mendekati kedua kawannya, mereka berdua langsung melompat dan berpegangan pada bagian belakang bis itu, meninggalkan kerumunan zombie di belakang.
Matthew mengelap kaca helmnya, lalu tertawa dengan kencang. "Aku tidak akan pernah bosan melakukannya."
"Yeah, bukan sebuah pekerjaan jika kau melakukannya dengan senang hati." Balas Michael sambil membersihkan sisa gigi busuk dari bajunya.
Sungguh sebuah reuni yang menyedihkan saat Sarah dan Jake bergantian memeluk anak-anaknya. Kakek dan nenek mereka telah terbunuh beberapa hari yang lalu, saat para undead berhasil membobol pintu masuk. Meskipun diliputi rasa bahagia, Sarah tetap menangis saat mendengar kedua orangtuanya telah tiada.
"Kami ingin tetap tinggal dan melawan zombie-zombie itu, tapi mereka menyuruh kami untuk pergi." Kata Tina, anak perempuan yang paling besar.
"Bu, dimana kakek dan nenek?" Tanya anak gadis yang termuda, Kristin, yang pada umur delapan tahun, masih belum dapat mengerti tentang realita kematian.
Sarah menyibakkan senyum terbaik yang ia bisa, sambil merapikan rambut anak gadisnya yang paling kecil yang terlihat kusut. "Ibu yakin kita akan dapat menemui mereka lagi nanti, sayang."
Anak itu merasa senang dengan apa yang dikatakan ibunya, Marie membalikkan badan agar tidak ada seorang pun yang dapat melihatnya menangis. Matthew melangkah mendekat, tidak ingin merusak momen keluarga ini, dan juga tak ingin menghadapi bahaya yang mengancam. "Baiklah, baiklah, sudah cukup dengan reuni keluarganya. Kita harus memeriksa kedua gadis kecil ini."
"Memeriksa? Apa kau berpikir..." Kata Jake muram.
"Ya, aku bersungguh-sungguh. Mereka berdua telah dikerumuni oleh makhluk itu, plus mereka hampir di makan hidup-hidup. Kita periksa, atau kita tinggalkan mereka berdua disini." Ucap Matthew sambil menatap Marie. "Hanya butuh beberapa menit saja."
Sarah terlihat enggan, namun ia mengangguk. "Tidak apa-apa. Mereka hanya ingin memastikan kalian berdua tidak sedang sakit."
Marie menggandeng tangan mereka dan membawanya menuju ke bagian belakang bis. Sarah dan Jake hanya bisa mengawasi hingga tirainya ditutup. Mereka berdua kembali menatap Matthew dan yang lainnya. "Aku tidak tahu harus berkata apa. Tapi jika tidak ada kalian, bayi-bayi kecilku mungkin akan tewas disana." Kata Sarah.
Matthew mengangkat tangannya untuk menyuruhnya diam. "Mari kita luruskan hal ini. Aku tidak melakukannya agar keluarga kecil kalian dapat bersatu kembali. Kalian telah membayar kami untuk melakukan pekerjaan, dan kami telah melakukannya. Semudah itu, dan hingga Marie mengatakan yang sebaliknya, mereka hanyalah sebuah ancaman."
Semua orang berbalik badan saat mendengar suara tirai yang terbuka. Anak-anak itu berlari menuju orang tua mereka dengan tangan terbuka, dan Marie melangkah pelan mendekati Matthew, dengan raut wajah ketakutan. "Kita punya masalah." Hanya itu yang ia keluar dari mulutnya.
"Masalah apa?" Tanya Matthew, meskipun sebenarnya ia sudah tahu jawabannya.
"Mereka telah terinfeksi. Dua-duanya." Jawab Marie.
kudo.vicious dan 3 lainnya memberi reputasi
4
Kutip
Balas