- Beranda
- Stories from the Heart
[Fantasy] Fragments of Power
...
TS
aisenian
[Fantasy] Fragments of Power
Genre: Fantasi/Fiksi
Tema: Medieval/Kerajaan
Everyone 13+ ~ Mengandung kekerasan, pembunuhan dan hal mistis/magic. Mohon kebijaksanaan pembaca untuk tidak ditiru, dan jika merasa tidak nyaman tolong jangan dilanjutkan
Cerita ini ane hentikan dulu, dilanjut kapan-kapan ya.
cek fiksi ane yang ongoing di storial.co
Sepatah Kata: Penulis hanyalah orang yg hobi buat cerita, jujur penulis masih pemula dalam dunia tulis-menulis. Cerita ini buatan penulis -aisenian-, jika ada kesamaan nama tokoh, tempat, dll, penulis mohon maaf karena itu tidak disengaja. Kritik, Saran, Pertanyaan, atau mau say hi dipersilahkan. Selamat membaca!
Beberapa chapter diwarnai
Fragmented Power
Abstrak:
Backstory:
Pertarungan itu sangat hebat sampai-sampai tempat mereka bertarung porak-poranda. Tempat ini seharusnya adalah sebuah hutan yang lebat. Sekarang, bahkan rerumputan yang semestinya tumbuh di atas tanah pun lenyap.
Berbagai lubang bekas ledakkan menghiasi permukaan tanah yang gersang ini.
Di salah satu lubang yang dalamnya sekitar satu meter dan diameternya sekitar lima meter itu, seorang pria berambut merah berlutut lemah didepan lawannya.
Pria itulah yang bernama Power, sang kekuatan yang rumornya mampu menghancurkan sebuah kota dalam sekali serangan.
“Power, aku mengagumi kegigihanmu untuk bertahan hingga saat-saat terakhirmu.”
Lawan Poweradalah seorang pria yang mengenakan jubah hitam. Tangan kanannya menggenggam sebuah tombak setinggi tubuhnya yang berlumuran darah.
“Mungkin kau membunuhku, Sealer, tapi aku akan tetap hidup!”, gertak sang kekuatan, Power.
“Kau kira aku tak mengetahui usaha busukmu itu, Power?”, tanya si Sealer itu.
“Kau membagi dirimu menjadi sepuluh bagian—sampai-sampai kau yang sekarang melemah. Bahkan, lebih lemah dari seekor singa!”, lanjutnya.
Ucapan orang itu benar. Power, pada masa kejayaannya, berkali-kali lipat lebih kuat dari kondisi saat ini. Kalau bukan karena ia telah membagi dirinya, dia pasti sudah menang.
“Hufford, aku ini tidak akan menyuruh mereka membalasmu, tapi, aku akan menyuruh mereka untuk mengubah-mu.”, jelas Power sambil mencoba untuk berdiri.
“Mereka?”, ucap Hufford dengan nada yang membuat Power kesal. “Hmph kau lupa? Mereka itu sepersepuluh dari kekuatanmu, aku jelas akan membunuh mereka bahkan sebelum mereka bisa tumbuh.”, ancam Hufford.
Sambil memegangi luka di tubuhnya, Power yang berhasil berdiri mengatakan hal ini:
“Makanya, Hufford kawan lamaku, aku ada disini, untuk mencegah hal itu.”, jawab Power ‘singkat’.
Hufford terkejut karena Power masih bisa menggunakan kemampuannya. Sang kekuatan itu mencoba menyeretnya ke Void—sebuah ruang hampa yang sangat kosong.
Power menunjuk Hufford, namun, seolah tak terjadi apa-apa, Hufford hanya terdiam sambil mencoba memahami situasi ini.
“Sampai jumpa, kawan lama!”, ujar Power.
Void-style : Exilation
‘Serangan’ itu sisa-sisa tenaga terakhir sang kekuatan.
Saat ia-Power- sekarat dan perlahan mati, Hufford terdampar di sebuah ruang hitam kelam yang tidak terbatas—penuh dengan kekosongan.
Tadi itu adalah sebuah teleportasi.
Di Void itu, ia melihat kesepuluh fragmen dari Power, seolah sang kekuatan memang sengaja memperlihatkan mereka padanya. Fragmen demi fragmen ia perhatikan. Jumlahnya sepuluh. Mereka semua terlihat seperti simbol-simbol penuh makna, yang masing-masing mewakili satu ‘bagian inti’ dari Power.
Background Void yang tadinya berwarna hitam kelam tiba-tiba berubah menjadi keabu-abuan.
‘Ini… masa depan?’, gumam Hufford.
Dilihatnya, simbol-simbol itu perlahan tumbuh menjadi anak kecil, yang kemudian beranjak dewasa. Hufford melihat semua itu seolah itulah yang ia yakini akan terjadi di masa depan.
Salah satu dari sepuluh itu bernama Time, sang waktu.
Ia-lah yang terlihat paling tua diantara saudara-saudarinya yang lain. Di usia belianya, ia mewarisi kerajaan yang dulu milik ‘ayah’-nya. Dia mengubah nama kerajaannya menjadi namanya, Kingdom of Time. Dia mampu menggunakan waktu untuk apa saja – sesuai keinginannya – namun, tak pernah sekalipun ia berbuat kejahatan dengannya. Dia-lah yang membuat dirinya dan sembilan saudara-saudarinya ‘abadi’.
Berikutnya, seseorang yang sangat serius dalam segala hal. Dia membangun kerajaannya sendiri, setelah belajar dari Time, kakak laki-lakinya. Ia mampu menembus jarak jauh dengan waktu singkat, tapi gerakannya hanya seperti orang biasa pada umumnya. Ia berpindah menembus ruang dan waktu, menembus dimensi itu sendiri. Dialah sang penguasa dimensi, Dimen.
Selanjutnya Hufford melihat penguasa dari Void yang ditinggalinya, dan mengejutkan, nama yang ia miliki juga Void. Dia sangat dekat dengan saudara kembarnya Fate, sang nasib. Mereka memang serasi, Void yang penuh kekosongan dalam hatinya, dan Fate, seorang yang selalu optimis akan masa depan.
Dari sepuluh orang, Hufford hanya mengenali ada 3 orang perempuan - dan mereka masing-masing bernama Energy, Materia, dan Space. Energy sangat penuh dengan semangat dan energetik, sepertinya nama mereka berarti sangat dalam bagi sifat mereka juga. Space lah yang paling pintar diantara saudara-saudarinya, ia sering ditanya bila ada sesuatu yang 'aneh' dan tidak dimengerti oleh yang lain. Materia, dia sangat kuat. Sifatnya mencerminkan materi-materi yang ada di dunia, tapi ia sepertinya lebih menyukai elemen api diantara elemen lainnya.
Dua orang yang tidak menarik perhatian Hufford untuk diselidiki lebih lanjut ialah Memory dan Speed. Sepertinya dengan melihat namanya saja, Hufford sudah tahu siapa mereka itu.
Perhatiannya teralihkan oleh orang kesepuluh, sekaligus yang paling kuat diantara mereka. Orang ini dari sifatnya paling mirip dengan kawan lamanya, Power. Ia mulai teringat kenangannya dengan Power waktu mereka masih kecil. Selain wajahnya yang mirip, sifatnya dan kekuatannya juga. Hufford merasa bernostalgia melihat anak kecil itu tumbuh, namun, berbeda dengan masa kecil Power, tidak ada Hufford di masa kecil anak itu.
Sesaat, ia menyesali perbuatannya telah membunuh teman terdekatnya, Power. Tapi, nasi telah menjadi bubur sekarang. Ia memutuskan untuk membiarkan kesepuluh anaknya itu untuk hidup dengan tenang.
Tema: Medieval/Kerajaan
Everyone 13+ ~ Mengandung kekerasan, pembunuhan dan hal mistis/magic. Mohon kebijaksanaan pembaca untuk tidak ditiru, dan jika merasa tidak nyaman tolong jangan dilanjutkan
Cerita ini ane hentikan dulu, dilanjut kapan-kapan ya.
cek fiksi ane yang ongoing di storial.co
Sepatah Kata: Penulis hanyalah orang yg hobi buat cerita, jujur penulis masih pemula dalam dunia tulis-menulis. Cerita ini buatan penulis -aisenian-, jika ada kesamaan nama tokoh, tempat, dll, penulis mohon maaf karena itu tidak disengaja. Kritik, Saran, Pertanyaan, atau mau say hi dipersilahkan. Selamat membaca!
Beberapa chapter diwarnai
Fragmented Power
Abstrak:
Spoiler for Abstrak:
Kekuatan, 'inti' dari segala kekuatan di dunia. Sang kekuatan telah lama mati, namun ia meninggalkan warisan yang sangat berharga: fragmen dari dirinya. Sesaat sebelum ia mati, sang kekuatan membelah dirinya menjadi sepuluh bagian. Kesepuluh bagian itu mewarisi sebagian dari 'inti' sang kekuatan. Sang kekuatan telah tiada, namun kesepuluh 'anak-anak'nya masih tetap hidup. Inilah kisah dari sepuluh fragmen sang kekuatan - yang dikisahkan secara turun-temurun.
Backstory:
Spoiler for Backstory:
Pertarungan itu sangat hebat sampai-sampai tempat mereka bertarung porak-poranda. Tempat ini seharusnya adalah sebuah hutan yang lebat. Sekarang, bahkan rerumputan yang semestinya tumbuh di atas tanah pun lenyap.
Berbagai lubang bekas ledakkan menghiasi permukaan tanah yang gersang ini.
Di salah satu lubang yang dalamnya sekitar satu meter dan diameternya sekitar lima meter itu, seorang pria berambut merah berlutut lemah didepan lawannya.
Pria itulah yang bernama Power, sang kekuatan yang rumornya mampu menghancurkan sebuah kota dalam sekali serangan.
“Power, aku mengagumi kegigihanmu untuk bertahan hingga saat-saat terakhirmu.”
Lawan Poweradalah seorang pria yang mengenakan jubah hitam. Tangan kanannya menggenggam sebuah tombak setinggi tubuhnya yang berlumuran darah.
“Mungkin kau membunuhku, Sealer, tapi aku akan tetap hidup!”, gertak sang kekuatan, Power.
“Kau kira aku tak mengetahui usaha busukmu itu, Power?”, tanya si Sealer itu.
“Kau membagi dirimu menjadi sepuluh bagian—sampai-sampai kau yang sekarang melemah. Bahkan, lebih lemah dari seekor singa!”, lanjutnya.
Ucapan orang itu benar. Power, pada masa kejayaannya, berkali-kali lipat lebih kuat dari kondisi saat ini. Kalau bukan karena ia telah membagi dirinya, dia pasti sudah menang.
“Hufford, aku ini tidak akan menyuruh mereka membalasmu, tapi, aku akan menyuruh mereka untuk mengubah-mu.”, jelas Power sambil mencoba untuk berdiri.
“Mereka?”, ucap Hufford dengan nada yang membuat Power kesal. “Hmph kau lupa? Mereka itu sepersepuluh dari kekuatanmu, aku jelas akan membunuh mereka bahkan sebelum mereka bisa tumbuh.”, ancam Hufford.
Sambil memegangi luka di tubuhnya, Power yang berhasil berdiri mengatakan hal ini:
“Makanya, Hufford kawan lamaku, aku ada disini, untuk mencegah hal itu.”, jawab Power ‘singkat’.
Hufford terkejut karena Power masih bisa menggunakan kemampuannya. Sang kekuatan itu mencoba menyeretnya ke Void—sebuah ruang hampa yang sangat kosong.
Power menunjuk Hufford, namun, seolah tak terjadi apa-apa, Hufford hanya terdiam sambil mencoba memahami situasi ini.
“Sampai jumpa, kawan lama!”, ujar Power.
Void-style : Exilation
‘Serangan’ itu sisa-sisa tenaga terakhir sang kekuatan.
Saat ia-Power- sekarat dan perlahan mati, Hufford terdampar di sebuah ruang hitam kelam yang tidak terbatas—penuh dengan kekosongan.
Tadi itu adalah sebuah teleportasi.
Di Void itu, ia melihat kesepuluh fragmen dari Power, seolah sang kekuatan memang sengaja memperlihatkan mereka padanya. Fragmen demi fragmen ia perhatikan. Jumlahnya sepuluh. Mereka semua terlihat seperti simbol-simbol penuh makna, yang masing-masing mewakili satu ‘bagian inti’ dari Power.
Background Void yang tadinya berwarna hitam kelam tiba-tiba berubah menjadi keabu-abuan.
‘Ini… masa depan?’, gumam Hufford.
Dilihatnya, simbol-simbol itu perlahan tumbuh menjadi anak kecil, yang kemudian beranjak dewasa. Hufford melihat semua itu seolah itulah yang ia yakini akan terjadi di masa depan.
Salah satu dari sepuluh itu bernama Time, sang waktu.
Ia-lah yang terlihat paling tua diantara saudara-saudarinya yang lain. Di usia belianya, ia mewarisi kerajaan yang dulu milik ‘ayah’-nya. Dia mengubah nama kerajaannya menjadi namanya, Kingdom of Time. Dia mampu menggunakan waktu untuk apa saja – sesuai keinginannya – namun, tak pernah sekalipun ia berbuat kejahatan dengannya. Dia-lah yang membuat dirinya dan sembilan saudara-saudarinya ‘abadi’.
Berikutnya, seseorang yang sangat serius dalam segala hal. Dia membangun kerajaannya sendiri, setelah belajar dari Time, kakak laki-lakinya. Ia mampu menembus jarak jauh dengan waktu singkat, tapi gerakannya hanya seperti orang biasa pada umumnya. Ia berpindah menembus ruang dan waktu, menembus dimensi itu sendiri. Dialah sang penguasa dimensi, Dimen.
Selanjutnya Hufford melihat penguasa dari Void yang ditinggalinya, dan mengejutkan, nama yang ia miliki juga Void. Dia sangat dekat dengan saudara kembarnya Fate, sang nasib. Mereka memang serasi, Void yang penuh kekosongan dalam hatinya, dan Fate, seorang yang selalu optimis akan masa depan.
Dari sepuluh orang, Hufford hanya mengenali ada 3 orang perempuan - dan mereka masing-masing bernama Energy, Materia, dan Space. Energy sangat penuh dengan semangat dan energetik, sepertinya nama mereka berarti sangat dalam bagi sifat mereka juga. Space lah yang paling pintar diantara saudara-saudarinya, ia sering ditanya bila ada sesuatu yang 'aneh' dan tidak dimengerti oleh yang lain. Materia, dia sangat kuat. Sifatnya mencerminkan materi-materi yang ada di dunia, tapi ia sepertinya lebih menyukai elemen api diantara elemen lainnya.
Dua orang yang tidak menarik perhatian Hufford untuk diselidiki lebih lanjut ialah Memory dan Speed. Sepertinya dengan melihat namanya saja, Hufford sudah tahu siapa mereka itu.
Perhatiannya teralihkan oleh orang kesepuluh, sekaligus yang paling kuat diantara mereka. Orang ini dari sifatnya paling mirip dengan kawan lamanya, Power. Ia mulai teringat kenangannya dengan Power waktu mereka masih kecil. Selain wajahnya yang mirip, sifatnya dan kekuatannya juga. Hufford merasa bernostalgia melihat anak kecil itu tumbuh, namun, berbeda dengan masa kecil Power, tidak ada Hufford di masa kecil anak itu.
Sesaat, ia menyesali perbuatannya telah membunuh teman terdekatnya, Power. Tapi, nasi telah menjadi bubur sekarang. Ia memutuskan untuk membiarkan kesepuluh anaknya itu untuk hidup dengan tenang.
Diubah oleh aisenian 20-06-2019 13:03
tantarareview dan 16 lainnya memberi reputasi
17
9.4K
Kutip
78
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.6KThread•43KAnggota
Tampilkan semua post
TS
aisenian
#1
Index
Prologue - Post Ini
Spoiler for Ch. 1 - Legacy of the Past :
Spoiler for Chapter 1.5 - The Past that I Remember:
Spoiler for Prologue:
"Kak Time! Kakak baik-baik saja?", tanya Space. "Ughh, sa-sakit sekali...", jawab Time. Dia terluka benar-benar parah. "Bertahanlah, kak, aku punya ide!", ujar Space. Space kemudian membisikkan idenya ke Time. "Apa? Aku tidak akan menyetujuinya!", tolak Time. "Lakukan hal itu, tapi kali ini bawa kami semua!", potong Fate. "Aku melihat masa depan yang 'lebih baik' bila kau melakukan itu, bro!", lanjutnya. "Baiklah, akan ku lakukan. Aku tidak ingin kita mati disini. Dan, aku mempercayaimu, kawan terbaikku.", ucap Void.
"Lebih baik kau cepat, Materia tidak akan bisa bertahan lebih lama dengan musuh sebanyak itu.", ujar Speed. "Jangan bawa aku. Akanku beri kalian waktu. Hiduplah, dan...""Tidak bisa begitu!", bentak Void. "Akulah yang memutuskan siapa yang akan tinggal.", lanjutnya. "A-apa? Tidak! Void! Kau..!", ucap Fate. "Semoga kalian selamat, para saudara-saudariku!", ucap Void sambil melambaikan tangannya, tanda perpisahan. "Ja-janga...!"
Semuanya kemudian hitam, bahkan Fate belum menyelesaikan kalimatnya.
"ugh.. sakit sekali", keluh Time. "si-siapa.. itu?", lanjutnya. Time terbaring lemah di atas padang rumput hijau yang luas. Sekelompok orang yang sedang lewat menghampirinya. Tanpa bisa melihat siapa yang menghampirinya, Time semakin lemah dan kehilangan kesadarannya."Hei lihat, ada orang!", ujar salah seorang lelaki yang mendekati Time. "Dia terluka parah! Lisa! Cepat tolong orang ini!", lanjutnya. "Huh kau yakin kak?", jawab seorang perempuan bernama Lisa. "Iya. Kita akan membawanya ke kota.", jawab lelaki tadi. "Tapi, tuan, bagaimana kalau orang ini musuh kita?", jawab lelaki yang lain. "Haha, Fred, kau selalu skeptis. Tapi aku setuju. Amankan senjatanya sebelum kita bawa!", jawab lelaki tadi. "Itu demi keselamatan anda, tuan Ree", jawab Fred.
Time siuman. Dilihatnya, luka-luka di sekujur tubuhnya sudah dirawat dengan baik. Ia pun kini berada di sebuah kamar yang sangat nyaman. "Aku.. aku lupa apa yang terjadi tadi.", ucap Time. "Oh, kau sudah bangun?", ucap Ree, yang baru saja masuk ke kamar bersama dua orang temannya. "Kalian yang menolongku?", tanya Time. "Aku sangat berterima kasih. Akan kuingat selalu hutang budi ini", lanjutnya. "Sebenarnya yang mengobatimu itu Lisa.. Oh iya, namaku Ree, ini Lisa, dan itu Fred", jawab Ree. "Senang bertemu denganmu !", ujar Lisa dengan semangat. "Siapa anda?", tanya Fred dengan sinis."Perkenalkan, namaku Ti-- maksudku Aeon", ucap Time. "Tunggu, Ti- apa?", tanya Fred. "Ma-maksudku -", jawab Time ( Aeon ) bingung. "Ah itu tidak penting. Senang mengenalmu, Aeon", ujar Ree.
Tiba-tiba, seseorang masuk dengan menggebrak pintu. "Tuan Ree, aku membawa berita penting!", ucap orang yang baru masuk itu. "Tolong, lihatlah ke jendela! arah barat!", lanjutnya. Ree mengikuti apa yang dia katakan. Dilihatnya, asap hitam membumbung tinggi dari arah barat. "Disana, ada sebuah desa, kan?", tanya Ree. "Benar! Tuan, tolong bantu mereka!", pinta orang itu. "Baiklah. kalian! Ayo bergerak!", perintah Ree. "Boleh aku ikut?", tanya Aeon. Ree meng-iya-kan. "Tapi, tuan Ree..", ucap Fred. "Tidak masalah, Fred. Aku minta kau menjaganya.", ujar Ree. "Baiklah.."
Tanpa waktu lama, mereka berlima sampai di desa itu. Asap hitam itu berasal dari rumah-rumah warga yang dibakar, Ree mengatakan bahwa para Bandit lah yang melakukan semua ini. Ree menyuruh orang pembawa pesan tadi untuk mencari yang terluka, dan mereka berempat akan mengurus para kriminal itu.
"Hey Aeon! Bukannya kau baru saja terluka?", tanya Ree. "Aeon, bisakah anda bertarung?", tanya Fred. "Maksud saya, anda baru saja terluka hebat kan? Apakah itu karena ketidakmampuan anda untuk menangani--" "Fred!", sela Ree. "Tenang, aku baik-baik saja", jawab Aeon.Ree bersiap dengan Falchion miliknya, Fred dengan sepasang pedang dan tameng, dan Lisa dengan Dagger kecilnya. Aeon.. sepertinya dia akan menggunakan tangan kosong. "Tuhan! Aku lupa, senjata Aeon ada di gudang desa sebelumnya!", ucap Fred. "Sepertinya anda tidak perlu bertarung, Aeon", lanjutnya. Aeon mengangguk setuju.
Satu persatu Bandit diselesaikan oleh tim tiga orang - Ree, Lisa, dan Fred. Aeon menonton dari kejauhan. Senyum di wajah Lisa pudar ketika melihat Ree ditikam oleh seorang Bandit yang lebih kuat dari rekannya yang lain. "Ree!", teriak Lisa. Bandit yang baru saja menikam Ree itu kemudian melawan Fred, yang juga terpojok oleh serangan cepat sang Bandit. Beberapa orang Bandit datang mengerumuni mereka bertiga, dan Bandit yang menikam Ree tadi itu ternyata adalah pemimpin mereka. "Kalian sudah tamat", ucap si pemimpin Bandit.Aeon langsung bergerak - menebas satu demi satu Bandit yang mengelilingi ketiga orang temannya, dengan sebuah Longsword putih yang tiba-tiba dipegangnya. Hingga yang tersisa tinggal si pemimpin, Aeon menghabisinya dengan sangat cepat, tanpa membiarkan si pemimpin itu berkata sesuatu. "Se-sebelas ! Aeon ! Dan, Longsword itu.. bukannya ada di--", ucap Ree. "Tuan Ree, menjauhlah, dia-- dia berbahaya!", seru Fred. Aeon menyarungi Longswordnya, lalu menjawab, "Tenang saja, kalian kan sudah menolongku"
Ketiganya jadi canggung, terutama Fred, setelah ia melihat dengan mata kepalanya sendiri, sebelas bandit tewas dalam waktu kurang dari tiga menit. Ree masih bingung melihat teman barunya sambil merasakan lukanya yang baru saja diperban oleh Lisa. Aeon, tidak berkata-kata apapun sejak tadi, ia hanya berjalan mengikuti ketiga temannya.
"Lebih baik kau cepat, Materia tidak akan bisa bertahan lebih lama dengan musuh sebanyak itu.", ujar Speed. "Jangan bawa aku. Akanku beri kalian waktu. Hiduplah, dan...""Tidak bisa begitu!", bentak Void. "Akulah yang memutuskan siapa yang akan tinggal.", lanjutnya. "A-apa? Tidak! Void! Kau..!", ucap Fate. "Semoga kalian selamat, para saudara-saudariku!", ucap Void sambil melambaikan tangannya, tanda perpisahan. "Ja-janga...!"
Semuanya kemudian hitam, bahkan Fate belum menyelesaikan kalimatnya.
"ugh.. sakit sekali", keluh Time. "si-siapa.. itu?", lanjutnya. Time terbaring lemah di atas padang rumput hijau yang luas. Sekelompok orang yang sedang lewat menghampirinya. Tanpa bisa melihat siapa yang menghampirinya, Time semakin lemah dan kehilangan kesadarannya."Hei lihat, ada orang!", ujar salah seorang lelaki yang mendekati Time. "Dia terluka parah! Lisa! Cepat tolong orang ini!", lanjutnya. "Huh kau yakin kak?", jawab seorang perempuan bernama Lisa. "Iya. Kita akan membawanya ke kota.", jawab lelaki tadi. "Tapi, tuan, bagaimana kalau orang ini musuh kita?", jawab lelaki yang lain. "Haha, Fred, kau selalu skeptis. Tapi aku setuju. Amankan senjatanya sebelum kita bawa!", jawab lelaki tadi. "Itu demi keselamatan anda, tuan Ree", jawab Fred.
Time siuman. Dilihatnya, luka-luka di sekujur tubuhnya sudah dirawat dengan baik. Ia pun kini berada di sebuah kamar yang sangat nyaman. "Aku.. aku lupa apa yang terjadi tadi.", ucap Time. "Oh, kau sudah bangun?", ucap Ree, yang baru saja masuk ke kamar bersama dua orang temannya. "Kalian yang menolongku?", tanya Time. "Aku sangat berterima kasih. Akan kuingat selalu hutang budi ini", lanjutnya. "Sebenarnya yang mengobatimu itu Lisa.. Oh iya, namaku Ree, ini Lisa, dan itu Fred", jawab Ree. "Senang bertemu denganmu !", ujar Lisa dengan semangat. "Siapa anda?", tanya Fred dengan sinis."Perkenalkan, namaku Ti-- maksudku Aeon", ucap Time. "Tunggu, Ti- apa?", tanya Fred. "Ma-maksudku -", jawab Time ( Aeon ) bingung. "Ah itu tidak penting. Senang mengenalmu, Aeon", ujar Ree.
Tiba-tiba, seseorang masuk dengan menggebrak pintu. "Tuan Ree, aku membawa berita penting!", ucap orang yang baru masuk itu. "Tolong, lihatlah ke jendela! arah barat!", lanjutnya. Ree mengikuti apa yang dia katakan. Dilihatnya, asap hitam membumbung tinggi dari arah barat. "Disana, ada sebuah desa, kan?", tanya Ree. "Benar! Tuan, tolong bantu mereka!", pinta orang itu. "Baiklah. kalian! Ayo bergerak!", perintah Ree. "Boleh aku ikut?", tanya Aeon. Ree meng-iya-kan. "Tapi, tuan Ree..", ucap Fred. "Tidak masalah, Fred. Aku minta kau menjaganya.", ujar Ree. "Baiklah.."
Tanpa waktu lama, mereka berlima sampai di desa itu. Asap hitam itu berasal dari rumah-rumah warga yang dibakar, Ree mengatakan bahwa para Bandit lah yang melakukan semua ini. Ree menyuruh orang pembawa pesan tadi untuk mencari yang terluka, dan mereka berempat akan mengurus para kriminal itu.
"Hey Aeon! Bukannya kau baru saja terluka?", tanya Ree. "Aeon, bisakah anda bertarung?", tanya Fred. "Maksud saya, anda baru saja terluka hebat kan? Apakah itu karena ketidakmampuan anda untuk menangani--" "Fred!", sela Ree. "Tenang, aku baik-baik saja", jawab Aeon.Ree bersiap dengan Falchion miliknya, Fred dengan sepasang pedang dan tameng, dan Lisa dengan Dagger kecilnya. Aeon.. sepertinya dia akan menggunakan tangan kosong. "Tuhan! Aku lupa, senjata Aeon ada di gudang desa sebelumnya!", ucap Fred. "Sepertinya anda tidak perlu bertarung, Aeon", lanjutnya. Aeon mengangguk setuju.
Satu persatu Bandit diselesaikan oleh tim tiga orang - Ree, Lisa, dan Fred. Aeon menonton dari kejauhan. Senyum di wajah Lisa pudar ketika melihat Ree ditikam oleh seorang Bandit yang lebih kuat dari rekannya yang lain. "Ree!", teriak Lisa. Bandit yang baru saja menikam Ree itu kemudian melawan Fred, yang juga terpojok oleh serangan cepat sang Bandit. Beberapa orang Bandit datang mengerumuni mereka bertiga, dan Bandit yang menikam Ree tadi itu ternyata adalah pemimpin mereka. "Kalian sudah tamat", ucap si pemimpin Bandit.Aeon langsung bergerak - menebas satu demi satu Bandit yang mengelilingi ketiga orang temannya, dengan sebuah Longsword putih yang tiba-tiba dipegangnya. Hingga yang tersisa tinggal si pemimpin, Aeon menghabisinya dengan sangat cepat, tanpa membiarkan si pemimpin itu berkata sesuatu. "Se-sebelas ! Aeon ! Dan, Longsword itu.. bukannya ada di--", ucap Ree. "Tuan Ree, menjauhlah, dia-- dia berbahaya!", seru Fred. Aeon menyarungi Longswordnya, lalu menjawab, "Tenang saja, kalian kan sudah menolongku"
Ketiganya jadi canggung, terutama Fred, setelah ia melihat dengan mata kepalanya sendiri, sebelas bandit tewas dalam waktu kurang dari tiga menit. Ree masih bingung melihat teman barunya sambil merasakan lukanya yang baru saja diperban oleh Lisa. Aeon, tidak berkata-kata apapun sejak tadi, ia hanya berjalan mengikuti ketiga temannya.
Diubah oleh aisenian 11-05-2019 22:38
0
Kutip
Balas
Tutup