annastasia81Avatar border
TS
annastasia81
Sebuah Cerita Dari Gadis (Gadis Pramugari 2)



Alert +21


Sebelum Gan n Sis baca kelanjutan kisah hidup Gadis di thread kedua ini. Sebagai TS Anna punya satu permintaan kecil untuk Gan n Sis. Pasti mau kan ya buat dengerin dan subscribe Gadis Pramugari versi Podcast biar lebih mantul lagi cerita Gadis ini.

Terus Gan n Sis juga makin baper denger cerita sedihnya Gadis dan hepinya Gadis di GP Podcast.

Langsung denger aja ya dan jangan lupa subscribe biar ga ketinggalan apdetan-nya di Kaskus Podcast 😘



podcast-episode/episode-1-namaku-gadis



podcast-episode/episode-2--raka-sang-abdi-negara



podcast-episode/di-atas-32000-kaki



podcast-episode/gadis-dan-raka-bertemu-setelah-sekian-lama---ep-4



Bab 1 - First Flight



Raditya... Sebuah awal dari ceritaku.

✈️✈️✈
️

Pukul 5 tepat supir jemputan sudah mengetuk pintu kamar kosku. Setelah berulangkali mematut diri di cermin, akhirnya untuk terakhir kali aku memandang diriku di cermin dan bergumam dalam hati.

"Akhirnya seragam ini kukenakan juga. Aku berharap setelah ini, kehidupanku akan menjadi lebih baik"

Segera kusematkan id carddi baju seragam dan menarik koper menuju mobil maskapai yang telah siap mengantarku ke bandara.

Setibanya di crew room aku melihat seorang perempuan cantik berdiri di tengah ruangan dan dengan mimik serius sedang memperhatikan ponselnya. Rambut perempuan itu rapi tergelung dengan tatanan ala french-twist khas pramugari. Aku membaca name tag yang berada di sebelah kiri seragamnya. Di situ tertulis nama RISA. Aku masuk ke dalam ruangan dan memberanikan diri untuk menyapanya terlebih dahulu.

"Selamat pagi mbak Risa..." Aku tersenyum, menunggu reaksinya. Ia menoleh dan tampak acuh terhadap sapaanku.

"Kenalkan mbak, nama saya Gadis Ginanti, saya junior batch XX. Ini first flight saya mba, mohon bantuannya ya mbak!" Aku mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan mbak Risa, senior yang terkenal suka nyinyir se-company.

Selain hobi nyinyir, ia juga suka menyuruh junior-junior yang bertugas dengannya dengan seenak hati.

Dengan tatapan sinis mba Risa menatapku dan dengan nadanya yang judes, ia memberi sebuah peringatan.

"Gadis... Nanti kalau di atas jangan banyak tanya ya! Lakuin aja seperti waktu kamu training, kalau beneran nggak tahu atau nggak bisa, baru tanya! Oh iya jangan lupa kamu nanti kenalan juga sama pilotnya! Inget ya!"

Tanganku yang lama menggantung di udara perlahan-lahan aku turunkan, karena tampaknya lawan bicaraku ini tidak berminat untuk menyambutnya. Aku mengiyakan perintahnya dengan mengangguk patuh.

"Baik Mbak Risa"

Ketika Mbak Risa hendak membuka mulutnya kembali sebuah sapaan terdengar di depan pintu.

"Selamat Pagi!" Mbak dini masuk ke dalam ruangan.

Mbak Dini... Perempuan berambut pendek, berbadan sedikit berisi dan berkulit sawo matang merupakan awak kabin senior yang akan in-charge di penerbangan perdanaku ini.

"Eh... Din! Selamat Pagi, Ikutan yaa!" Mbak Risa mendekat dan memajukan badannya

"Hai Sa" Mbak Dini langsung membalas salamnya dan mereka saling bercipka-cipiki.

"Nanti kita sekamar ya Din! Gw mau CURHAT sama Lo!"

"Pasti tentang Tito lagi deh! Sampai kapan sih Lo mau jadi kesetnya terus! Diinjek-injek, kotor terus dibuang!"

"Iiiihh jahat banget sih Lo ngomong gitu!""

"Gw ngomong gitu biar Lo sadar Sa, kalau Tito cuma manfaatin Lo doang!" Ya udah nanti aja ceritanya di kamar! Landing Surabaya Lo mesti ikut gw ya, gw baru kenalan sama pengusaha di sana!"

"Ciee cowok baru nih ceritanya, Kenal dimana Din? Penumpang ya?"

"Iya dong... Ganteng, Muda, Keren. Waktu gw jalan di cabin dia senyum sama gw, gw tulis aja nomer gw di kertas terus gw kasih dia! Eh dia telepon deh malamnya"

"Udah punya bini belom?"

"Emangnya gw pikirin! Yang penting royal nggak dia nanti! Kalau pelit gw mah ogah, kita tes aja dia nanti malam!"

"Iya deh gw temenin, daripada di kamar bete juga gw kepikiran Tito!

"Eh btw flight ini kita bawa anak baru ya Sa!"

"Iya tuh anaknya! Pasti nyusahin deh di atas!"

"Udah biar aja, nanti kita suruh dia aja yang kerja di atas, kita ngegosip aja di Galley!"

"Iya pastilah itu mah, tapi kalau dia pinter Din, kalau dia bego! Yang ada kita yang capek Din!"

"Ya udah nanti gw briefing dulu aja dia... oiya dia udah kenalan sama Lo?"

"Udah, dia nungguin kita selesai ngobrol kali baru kenalan sama Lo!"

Mereka membicarakan seolah aku tidak ada bersama mereka di ruangan ini.

"Yah nasib jadi junior, harus terima semua perlakuan senior" timbul pemikiran miris dalam hatiku.

"Lebih baik aku segera kenalan dengan mbak Dini, daripada nanti aku kena omel dia karena bersikap apatis terhadap senior, apalagi dia senior awak kabin in-charge dalam penerbangan ini" Dengan gugup aku menghampiri mereka yang sedang asyik bercakap-cakap.

"Maaf Mbak Dini, kenalkan saya Gadis, junior batch xx, ini First Flight saya mbak. Mohon bimbingannya mbak!" Aku mengulurkan tangan dan mbak Dini langsung menjabat erat tanganku.

"Saya Dini... Gadis ya nama kamu?"

"Iya mbak" aku menjawab pelan.

"Begini ya Dis, Kamu kan sudah dirilis terbang, jadi artinya kamu sudah mampu mengerjakan tugas sesuai job desk kamu ya! Kalau ada yang nggak kami tahu, kamu tanya! Jangan bengong di atas. Ngerti ya GADIS!" Mbak Dini menekankan maksudnya agar aku tidak menjadi obstacle di penerbangannya

"Iya mbak" aku kembali mengangguk patuh.

Melihat aku mengangguk, mbak Dini melanjutkan perintahnya "Ya sudah, kamu duduk di sana aja, kita tunggu Captain, mbak Santi dan mas Farhan untuk briefing"

"Baik Mbak" Aku mengambil tempat duduk agak jauh dari mereka yang kembali asyik bercakap-cakap.

Mereka benar-benar tidak menganggapku dan terus berbincang seolah-olah aku tidak berada dalam satu ruangan bersama mereka. Dan sesekali terdengar suara tawa mereka yang bergaung di ruangan.

Aku tidak boleh merasa kecil hati, tidak semua senior seperti mereka - yang merasa aku sebagai beban di Flight ini.

Aku membesarkan hati untuk tetap bersemangat di penerbangan pertamaku.

"Hallo pagi semuanya... Maaf yaa kita datang agak telat" Mbak Santi yang duluan menyapa semua orang di ruangan, sedangkan mas Farhan hanya melambaikan tangannya kepada kami.

"Mbak Santi dan mas Farhan sudah datang, saya ikutan ya Mbak, Mas" Risa menghampiri dan menyalami keduanya.

"Nggak apa-apa mbak, Captain Joko sama mas Radit juga belum datang" Mbak Dini datang mendekat dan menerima jabatan tangan mereka.

"Sebentar lagi mungkin Din" Mas Farhan yang agak gemulai ikut mengomentari percakapan mereka. Sedangkan aku ragu-ragu untuk memotong percakapan mereka.

Mbak Santi yang pertama menyadari kehadiranku disitu "Anak baru ya?" Semua menoleh kepadaku yang tampak berdiri kikuk di hadapan mereka.

"Iya mbak Santi, mas Farhan kenalkan nama saya Gadis Ginanti ini first flight saya mohon bimbingannya mbak, mas!"

"Ih santai aja lagi Dis, nggak usah tegang gitu, kaya kita-kita ini kanibal aja. Kita ini baik kok, tenang aja first flight kamu ini, bakalan jadi flight yang nggak akan kamu lupain!"

"Kaya iklan aja Lo Han hehehe... tapi bener kata Farhan Dis, nggak usah tegang. kalau Lo tegang nanti kerjanya malah berantakan. Yang penting kerja sesuai S.O.P aja Dis" Mbak Santi dan mas Farhan yang tampaknya lebih senior dari Mbak Dini dan Mbak Risa mencoba menenangkan aku yang terlihat tegang dan gugup.

"Akhirnya ada juga senior yang baik" batinku dalam hati, aku tersenyum spontan.

"Mohon bimbingannya ya Mba Santi dan Mas Farhan" Mbak Santi dan Mas Farhan membalas senyumanku.

Percakapan kami terhenti dengan datangnya Captain Joko bersama seorang pilot trainee.

"Hallo Selamat Pagi" Captain Joko yang terkenal tegas dan berwibawa menyapa kami terlebih dahulu.

Captain Joko merupakan seorang instructor Pilot yang juga menjabat sebagai manager operasi di maskapai kami.

"Selamat pagi Captain, mas" Semua serempak menyambut greeting Captain.

"Loh Raditya belum datang Din?" Captain Joko menanyakan keberadaan mas Raditya yang tidak terlihat di ruangan ini.

"Belum Captain"

"Ya sudah kita tunggu sebentar lagi. Oh iya kenalkan ini Bayu, dia akan saya guiding hari ini"

Semua segera menghampiri dan berkenalan dengan pilot trainee yang sedang berdiri di samping Captain Joko.

Kemudian suara laki-laki memecah perhatian mereka.

"Selamat pagi semuanya...." pemilik suara itu bergegas masuk ke dalam ruangan.

"Maaf Captain, ada kecelakaan di tol jadi saya datang terlambat"

"Maaf ya semuanya" Raditya tersenyum dan meminta maaf kepada Captain dan seluruh crew-nya

"No problem Dit! Ok untuk menjaga on time performance mari kita mulai pre-flight briefing-nya" Captain Joko mengalihkan perhatianku yang masih tertegun menatap mas Raditya yang ternyata juga sedang memandangiku.

✈️✈️✈
️

"Dis, coba kamu cek lavatory lagi, amenities-nya habis nggak? Captain mau ke lavatory katanya"

"Baik Mbak"

Baru saja aku keluar dari lavatory, perintah berikut sudah menanti.

"Dis kamu buatin black coffee buat Mas Raditya ya!"

"Pakai Gula nggak mbak?"

"Kamu nih, masa gitu aja nanya, kalo Black Coffee itu yaa plain nggak pakai sugar masa gitu aja nggak ngerti kamu!"

"Iya maaf mbak, saya hanya ingin memastikan saja"

"Sudah... cepat sana buatin, dia udah minta sama saya dari tadi"

"Baik mbak, saya buatkan dulu"

"Kalau sudah... Langsung kamu anter ya, nanti saya yang minta izin masuk. Sekalian bilang Captain Lavatory-nya sudah kosong"

Belum lama mbak Dini memberikan perintah, pintu flight deck terbuka.

"Saya minum kopinya di sini saja Din, Oya Din kamu dipanggil Captain!" mas Raditya mengambil paper cup yang berisi kopi dari tanganku.

"Ya sudah Dis... Saya saja yang ke dalam, kamu standby di sini ya!" Mbak Dini masuk ke dalam flight deck Dan meninggalkanku dengan mas Raditya.

"Ini first flight ya, Mbak Gadis?" Mas Raditya membuka pembicaraan denganku.

"Iya Mas"

"Hmmm" Mas Raditya mengerenyitkan dahinya "Mbak Gadis, boleh saya minta ditambahkan gula, ternyata kopinya terlalu pahit untuk saya"

Senyum menawan yang menghiasi wajah tampannya membuatku teringat seseorang. Aku menjadi gugup dan jantungku berdebar lebih cepat dari biasanya.

"Oh iya boleh mas, mau 3 atau 4 gulanya mas?" Kegugupan membuatku menjadi irasional.

"Saya belum mau kena diabet mbak Gadis" Kekehan kecil terlontar dari mulutnya, kemudian ia melanjutkan "Satu saja saya rasa cukup...."

"Oh iya maaf, maaf mas... Sebentar saya ambilkan gulanya"

"Terima kasih" mas Raditya tersenyum.

Sekilas sentuhan dari mas Raditya, ketika mengambil gula dari tanganku membuat detak jantungku kembali tidak beraturan.

"Jangan bodoh Gadis, ini Raditya bukan Raka, hanya sedikit mirip" aku berusaha menenangkan jantungku yang makin lama makin sulit nurut dengan otak warasku.

"Ya sudah mbak Gadis, saya ke Lavatory dulu ya, terima kasih untuk kopinya" Raditya memberikan kopinya untuk dibuang.

"Iya mas" Dengan cepat aku mengambil kopi itu dan berusaha untuk menghindar bersentuhan tangan dengannya.

Setelah mas Raditya masuk ke dalam Lavatory aku memaki dalam hati.

Aduh bodoh sekali aku ini, memalukan sekali! Di depan mas Raditya kenapa aku salah tingkah begitu! Padahal ia hanya meminta gula saja, bukan meminta nomer telepon atau menanyakan kehidupan pribadiku! Dasar norak kamu Gadis, Ndeso!

✈️✈️✈
️

Akhirnya penerbangan perdanaku berakhir juga. Setelah beberapa kali kena marah oleh Mbak Dini dan Mbak Risa, akhirnya siksaan ala senior-junior ini berakhir. Setelah penumpang selesai disembark, kami mengadakan postflight briefing dan segera menuju hotel tempat kami menginap.

Lobby hotel bintang 4 ini tampak megah di mataku, beberapa kali aku melihat sekeliling dan mengucap syukur - akhirnya aku bisa jadi pramugari beneran seperti cerita-cerita Rini sahabatku, tentang kehidupan Pramugari.

"Enak loh Dis jadi Pramugari! aku lihat kakakku tiap hari bisa traveling gratis. Makan pagi di Australia, makan siang di Denpasar dan makan malam di rumah hehehe... Belum lagi setiap uang terbang turun pasti deh belanjaannya berplastik-plastik. Belum lagi hampir semua hotel bintang 4-5 sudah di coba ini Dis"

Ah aku jadi ingat percakapanku dengan Rini. Bagaimana first flight dia ya, apakah sama dengan first flightku? MENYENANGKAN pikirku.

Ini adalah awal dari langkahku sebagai seorang Pramugari, aku akan menikmati setiap detik dari prosesnya, karena ini adalah esensi dari hidup yaitu mensyukuri setiap nikmat yang kita dapatkan.

Setelah lama melamun, lamunanku buyar oleh ajakan Mbak Santi untuk menuju kamar kami. Sesuai dengan prediksiku duo nyinyir itu cepat-cepat menyingkir menuju kamar untuk bersiap menjalankan rencana mereka malam ini. Dan aku mengucapkan syukur karena mendapatkan Mbak Santi sebagai roomie-ku malam ini.

"Dis... Lo mau tidur disisi sebelah mana?"

"Kalau aku terserah mbak Santi saja, di mana saja boleh mbak"

"Bener nih! Ya udah gw tidur di dekat tembok ya! Gw nggak bisa tidur kalau nggak tidur mepet tembok"

"Iya mbak, aku di mana saja mbak, bener nggak apa-apa kok mbak!"

"Ya sudah gw pakai kamar mandi duluan ya Dis, gw nggak bisa tidur kalau nggak mandi, rasanya pliket bagaimana gitu!"

"Iya mbak sama, Gadis mau rapihin koper dulu aja, nggak apa-apa mbak, pakai saja duluan mbak!"

Mbak Santi masuk ke dalam kamar mandi dan tidak lama terdengar suara pancuran air mengalir.

Aku memandang kamar hotel yang terlihat cukup besar dan nyaman ini "Jadi ini rasanya jadi orang kaya, tidur di kamar yang nyaman, bersih dan wangi" ini adalah kali pertama aku berada di sebuah kamar hotel.

"Coba ibu punya hp, aku mau cerita tentang pengalaman terbang pertamaku" Nanti kalau aku sudah gajian, aku akan membelikan ibu hp" Angan-anganku mulai merinci apa saja yang akan aku belikan untuk ibu ketika gajianku nanti.

Pintu kamar mandi terbuka dan dengan cueknya Mbak Santi keluar dari kamar mandi hanya dengan menggunakan bra dan celana dalam.

"Dis... Gw sudah selesai pakai kamar mandi, Lo nggak jadi mandi?"

"Iya sebentar lagi mbak, aku mau ambil baju tidur dulu mbak"

"Eh Lo nggak keberatan kan kalau gw tidur cuma pakai bra dan cd aja? Gw nggak betah kalau pakai baju saat tidur, gerah Dis!"

"Kita dinginkan saja suhu ruangannya mbak, nanti aku bisa tidur pakai selimut" setelah lama aku menjadi pramugari baru aku tahu itu bukanlah selimut, tetapi bed cover namanya.

"Nggak Dis bukan gerah karena AC nya nggak dingin, Gw nggak biasa tidur pakai baju"

"...."

Melihatku yang hanya terdiam dan melongo mbak Santi mulai tertawa.

"Hahaha... Aneh ya gw? Udah kebiasaan sejak lama sih, jadi susah dihilangin. Gw aja pernah dilaporin ke Chief sama salah satu FA, katanya risih kalau sekamar sama gw, karena gw suka naked kalau tidur. Gw dituduh lesbi lah, nggak normal lah. Gw sih gak peduli ya. Gw jelasin aja sama Chief kalau gw nggak bisa tidur, terus akhirnya kurang istirahat malahan bisa jadi hazard di flight. Akhirnya Chief nyerah, dia cuma ngasih advice aja. Gw mesti liat-liat roommate dulu, kalau ada yang keberatan, gw disuruh tidur pakai handuk atau kimono hahaha...."

"Nggak kok mbak aku nggak keberatan, aku cuma belum pernah ketemu orang yg tidur nggak pakai baju mbak, maklum mbak, Gadis kan orang kampung mbak"

"Jangankan elo Dis, orang kota aja kaget! Pernah ada teman angkatan gw yang bilang, nggak takut apa nanti disetubuhi jin?"

"Gw jawab aja, asal nggak hamil nggak apa-apa! Hahaha"

Aku hanya tersenyum kikuk menanggapi kecuekan seniorku ini.

"Ya sudah mandi sana Dis, nanti keburu malam"

"Iya mbak, Gadis pakai kamar mandinya dulu ya mbak"

"Memang unik seniorku yang satu ini, meskipun terlihat cuek tetapi hatinya lebih baik daripada kedua seniorku yang terlihat santun tapi ternyata... Yah kalian bisa membuat penilaian sendiri" aku bergegas berpakaian dan keluar dari kamar mandi. Ruangan terlihat temaram hanya satu lampu kamar yang menyala di dekat meja kerja, ternyata mbak Santi sudah lebih dahulu terlelap. Suara dengkur halus samar-samar terdengar, aku berhati-hati melangkah agar tidak membangunkan tidurnya. Aku mencari ponselku di dalam handbag dan mengecek apabila ada pesan atau telepon yang masuk. 3 panggilan tidak terjawab dari sebuah nomer yang tidak aku kenal. Tidak lama nomor itu kembali melakukan panggilan telepon. Karena rasa penasaran aku segera bergegas keluar kamar untuk menjawab panggilan telepon itu.

"Hallo" suaraku menyapa dengan ragu-ragu.

"Dis ini pakde No, ibumu masuk rumah sakit lagi Dis?"

"Masya Allah Pak De, bagaimana keadaan ibu sekarang pakde?"

"Ibu sudah agak baikan, tapi nanti ibumu tinggal di rumah pak de saja dulu, dokter masih larang ibumu untuk kerja berat-berat dulu"

"Iya pakde Gadis sudah larang ibu buat jualan, Gadis pasti kirim gaji Gadis untuk ibu, tapi ibu bilang ibu malah sakit-sakitan kalau tidak berjualan. Boleh Gadis bicara sama ibu Pakde"

"Ibumu sudah tidur, besok saja kamu telepon ke sini Dis"

"Iya pakde, besok Gadis telepon lagi, Gadis minta tolong jaga ibu, maaf merepotkan pakde"

"Iya Dis, kamu hati-hati di sana"

"Iya pakde waalaikum salam" baru saja aku menutup telepon, suara laki-laki mengagetkanku.

"Ibumu sakit?" Suara yang bernada khawatir.

Aku menoleh melihat pemilik suara itu "Eh iya mas Raditya"

"Maaf nggak maksud nguping tapi saya baru keluar kamar mau cari makan. Kamu sudah makan?"

"Oh iya terima kasih mas, saya tidak biasa makan malam"

"Iya sih biasanya FA takut gendut ya kalau makan malam, takut digrounded"

Aku hanya tersenyum menanggapi komentar mas Raditya yang tidak sepenuhnya benar, tidak benar karena aku tidak takut gemuk tetapi karena  nafsu makanku menghilang ketika mendengar ibu sakit. Dan memang benar kita pramugari dituntut untuk menjaga berat badan ideal agar tidak di grounded kantor.

"Mas Raditya, saya kembali ke kamar dulu ya" aku pamit dan hendak beranjak pergi.

"Dis... Tunggu!"

Lagi-lagi suaranya kembali mengingatkanku pada orang itu. Aku menoleh dan menaikkan alisku "Iya Mas, ada apa?"

"Oh enggak sih, mau nanya aja boleh aku minta nomer kamu? Aku belum izin Captain, jadi kalau ada apa-apa dan Captain cari aku, boleh kamu kabarin aku?"

"Oh iya mas" kami saling bertukar nomer dan kembali aku pamit kepadanya.

"Sekarang saya masuk ya Mas"

"Iya terima kasih Dis" senyumnya terkembang dan aku segera menutup pintu kamar dengan hati-hati.

Berbaring di twin bed-ku yang empuk, mataku tidak kunjung menutup "Ya Allah... Kenapa aku ini, itu hanya senyuman tanda terima kasih saja darinya. Jangan berpikir yang aneh-aneh Gadis! Sudah tidur Dis... besok kamu harus bangun dan mandi lebih awal dari seniormu, itu adalah peraturan tidak tertulis disini"
Otakku berkali-kali mengirimkan peringatan kepadaku.

Aku makin merapatkan mata berusaha untuk tidur dan tidak GR terhadap sikap Raditya.

✈️✈️✈
️

https://www.kaskus.co.id/show_post/5...508b4567/657/-INDEX
Diubah oleh annastasia81 05-11-2021 14:44
pulaukapok
azhuramasda
motherparker699
motherparker699 dan 177 lainnya memberi reputasi
172
518.6K
3.1K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread•41.6KAnggota
Tampilkan semua post
annastasia81Avatar border
TS
annastasia81
#2360
Tea & Coffee
Jakarta, Setelah sekian lama Bulan tidak lagi menghiasi malam-malamku.
Setelah pertemuanku dengan gadis, entah kenapa aku seperti mencintai dan membencinya secara bersamaan. Kali ini aku berpikir dialah yang pengecut bukan aku.

Gadis... andai saja semua jerat kerangkeng ini tidak membelengguku aku ingin sekali mengajakmu pergi bersamaku ke tempat di mana hanya ada kamu dan aku, bersama menjalani cinta seperti dua orang yg sedang kasmaran.

Aku tahu bila aku benturkan kamu dengan duniaku pasti sulit bagimu untuk beradaptasi, aku teringat pembicaraanku dengan Bang sitanggang.

"Raka aku bukan mau mengajari kau yah, kan kau yang nanti akan menjalani semua dengan Gadis, tapi apa tidak lebih baik jika kau pertimbangkan untuk melepaskan dia? Aku yakin sudah cukup sakit dia selama ini karena cinta-cintaan kalian, kau juga harus tegas dengan Gadis, Raka! Bukan kucing-kucingan seperti ini. Lihat bagaimana kondisi kau sekarang! Hubungan kau dan orangtuamu merenggang. Belum lagi omongan senior dan junior di kantor, semua membicarakan kau dengan banyak gosip-gosipnya itu. Lebih baik kau mencari wanita lain yang bisa memulihkan nama baik kau dan keluargamu. Dan cepat-cepat memberikan cucu untuk orang tuamu Ka, bukan Gadismu itu! Abang juga sudah kasih nasehat yang sama dengan Gadis, biar kalian sama-sama waras ngurusin cinta-cinta yang nggak jelas begini. Lalu..."

Belum sempat Bang Sitanggang melanjutkan omongannya, aku menepis perkataannya.

"Bang, terima kasih sudah memberikan nasehat dan arahan pada junior abang ini, tapi masalah hati dan kehormatan saya biar itu menjadi urusan saya" lalu aku berdiri meninggalkan ruangan Bang Sitanggang.

Dan detik itu aku tahu pastilah Bang Sitanggang yang sudah membombardir Gadis dengan segala doktrin itu, sehingga Gadis menjauhiku. Senior gila itu membicarakan semua hal buruk tentang duniaku kepada Gadis.

Gadis apakah kita sudah sampai di penghujung cerita kita? Kenapa rasanya cintaku ini seperti berada di tempat yang tepat tapi di waktu yang salah?

Kita saling mencintai namun selalu tidak pernah berada di titik yg sama, padahal ini semua tampak mudah dan sederhana.

Gadis aku ingin punya kesempatan itu, seperti bagas atau laki-laki lain yang memiliki kesempatan untuk memelukmu saat merindukanmu atau menelungkup di pelukanmu saat duniaku seakan runtuh.

Aku hanya manusia biasa Gadis, bahkan seorang laki-laki kuat pasti lemah bila sudah menyangkut tentang hati.

Aku mengambil ponselku dan mengetik sebuah pesan untuk gadis.

"Gadis maaf saya sudah membuat kamu menderita selama ini. Aku yang egois dan tidak pernah bertanya tentang hati dan perasaanmu. Maafkan aku tapi maukah kamu mengabulkan satu hal padaku Gadis, kapanpun tolong pulanglah ke Indonesia, sempatkan waktumu, mari kita bertemu dalam keadaan yg lebih baik seperti katamu dalam catatan itu, biarkan kita mengakhirinya dengan kenangan yang indah, tentang kamu dan aku.

Setelah itu aku berjanji akan pergi dari hidupmu selamanya tanpa menuntut apapun. Selama itu aku tidak akan memberitahu tentang kabarku ataupun bertanya tentang dirimu. Namun setelahnya, mari kita bertemu seperti kita dulu bahagia pada masa SMA kita. Aku harap kamu bisa mengabulkan permohonanku Gadis -dari Raka yang selalu mencintaimu"

✈️✈️✈️


Aku membaca kembali pesan terakhir dari Ranger Bravo yang datang 6 bulan yang lalu. Pesan yang menandakan Raka menyerahkan cintanya di tanganku, untuk memberikan surga atau nerakanya.

Keputusanku sudah bulat, aku tidak ingin berjudi lagi dengan kebahagiaanku, kebahagiaan Bagas ataupun kebahagiaannya.

Di H.R. Higgins, Mayfair kami merayakan kelulusan Bagas. Sebuah Coffe and Tea Room bernuansa sederhana dengan khas bunga segar yang diletakkan di setiap meja dan dengan penerangannya yang temaram di malam hari membuat suasana terlihat romantis tapi tidak berlebihan, seperti sifat Bagas.

“Maaf nih, bukannya aku pelit ngerayain di restoran atau traktir kamu di restoran mahal. But i know you adore coffee and this is the place i know from my friend, ada kopi yang terkenal di sini Dis Java coffee kamu suka kan Dis? Sebentar aku pesanin kamu kopi dan cake dulu ya”

Aku mencibirkan bibirku “Ish dasar kamu mahasiswa pelit! Eh bukan mahasiswa lagi deh, sudah jadi alumni” Aku tertawa, itulah yang aku suka dari Bagas "Unexpected Man", kalau laki-laki lain mungkin akan menghujani kekasihnya dengan jutaan pujian dan kemewahan. But Bagas is different.

Bagas datang membawa pesanannya.
Ia menyesap tehnya, entah kenapa dia terkesan sedang gelisah ketika duduk dihadapanku.

“Beb, kenapa kamu gelisah sepertinya, tumben? Kamu sakit. Kita pulang aja kalau kamu sakit!”

“Gadis aku mau kasih kamu hadiah”
“Kamu yang lulus kok aku yang dikasih hadiah?”

Bagas memberikanku sebuah foto “Ini Dis” Foto tangan laki-laki memegang sebuah cincin.

“Ini foto apa?”

Bagas mengigit bawah bibirnya “hmmm bagus ga fotonya?”

“Bagus, memang ini foto siapa? Kerjaan ya?”

“Coba perhatiin baik-baik itu tangan siapa? Gadis tahu nggak itu tangan aktor terkenal di Hollywood?”

“Masa sih?” Aku mendekatkan foto itu dan mencoba meneliti kebenaran kata-katanya.

“Masa sih nggak tahu” ia berkata sambil tangannya menurunkan foto yang sedang aku amati.

Aku terkejut cincin yang sama seperti di foto sedang dipegang oleh Bagas dan berada di hadapanku.

“Gadis... Mungkin ini terlalu cepat buat kamu atau mungkin terlalu lambat, atau mungkin saya terlalu takut, tapi saya yakin sekarang. Saya yakin kamu adalah satu-satunya wanita yang akan mendampingi saya selamanya. Gadis apa kamu mau menikah dengan saya?”
Aku terdiam, bingung dan senang di saat yang bersamaan.

Aku menjawabnya dengan pelan “Aku membutuhkan Bagas, aku takut kehilangan kamu tapi di saat yang bersamaan aku takut, aku takut menyakitimu. Takut jika masa laluku kembali, kamu akan terluka”

“Gadis seperti yang sudah saya katakan di awal hubungan kita, saya tidak perduli tentang masa lalumu. Dan jika kamu masih takut masa lalumu kembali, let’s stay here” saya akan menunggumu tuan putri.

Karena lebih besar rasa takutku kehilangan Bagas, aku menyodorkan tanganku dan menerima lamarannya.
Bagas tersenyum dan mencium tanganku yang telah tersemat cincin darinya.

“Gadis telah membuat saya menjadi laki-laki paling bahagia di dunia”

Sekilas aku membayangkan Raka mengatakan kata-kata itu, segera aku mendekat dan mencium bibir Bagas untuk menghilangkan rasa bersalahku karena membayangkan laki-laki lain di hadapannya.

“Dis bulan depan aku pulang ke Indonesia, setelah semua urusanku di sini selesai. Aku harap kamu bisa ikut dan bertemu dengan orangtuaku dan Pakde mu ”

“Iya nanti aku ajukan cuti dulu ya Beb”
Bagas mengangguk dan kembali tersenyum mengenggam tanganku erat.

✈️✈️✈
️


Bagas yang pulang lebih dahulu ke Yogyakarta, menjemputku di bandara. Bagas mengecup kening dan memelukku erat.

“Kamu gemukan ya Beb” Bagas menggodaku sambil memasang muka jahil.

“Nggak lah enak aja, dasar kamu baru ketemu udah usil, bukannya kangen kangenan dulu” Aku memasang wajah marah.

“Ndak kok kamu langsing dan cantik as usual princess, sini aku bawain koper kamu. Kita ke rumahku ya makan siang di sana”

Aku mengangguk dan mengikuti langkahnya. Seperti biasa sambutan hangat dari orang tua Bagas membuatku nyaman berada di rumahnya. Setelah makan siang bersama Bapak dan Ibu menanyakan bagaimana persiapan pernikahan kami. Kami telah memutuskan untuk mengadakan acara resepsi sederhana di Yogyakarta, mengundang sedikit kolega orangtuanya dan beberapa kerabat dekat Bagas dan aku. Tentu saja aku akan mengundang Derry dan Rini ke pernikahanku nanti.

Melihat hubungan Bagas dan orangtuanya yang sangat dekat aku semakin yakin akan pilihanku, Bagas lah yang terbaik untukku. Kami akan bisa membangun keluarga yang harmonis.

“Nak istirahat dulu, walaupun kamu sudah tidur pasti kamu jetlag kan. Bagas juga jangan maunya dekat-dekat terus sama Gadis, kasihan Gadis mau istirahat mungkin sungkan” Ibu Bagas mengelus pundakku sayang.

“Biarin toh Bu, sebentar lagi Gadis kan jadi istrinya Bagas” Bagas memeluk ibunya dan mendorongnya halus berpura-pura mengusir ibu dari kamar tamu ini.
“Wess karepmu Le. Gadis ibu tinggal dulu ya, Le jangan lama-lama berduaan di kamar” Ibu meninggalkan kami berdua.

“Gadis istirahat ya, besok saya ajak nge-date ya. Jangan nolak yaa, nanti kualat nolak kemauan calon suami”

“Hahaha maksa deh kamu, masih calon kok Beb belum jadi suami, jadi aku masih bisa nakal-nakal sedikitlah”

Bagas meraihku ke pelukannya dan mengecup pucuk kepalaku “Boleh tapi nakalnya sama satu orang saja ya namanya Bagas”

“Hmmm... Maumu”

“Ya sudah kalau gitu Gadis istirahat saja dulu, selamat tidur ya Princess, jangan mimpiin aku, ketok aja kamarku di sebelah kok kalau kangen” Bagas mendaratkan sebuah kecupan ringan di keningku.

✈️✈️✈
️


Dimulai dengan sarapan bersama, seperti biasa calon ibu mertuaku selalu tidak membiarkanku untuk makan sedikit. Beliau menyendokkan seporsi besar nasi dan lauk yang bermacam-macam. Demi menghormatinya aku mencoba menghabiskan porsi besar nasi yang sudah tidak biasa aku makan. Melihatku seperti kekenyangan Bagas mengambil piringku dan mulai memakan sisa makananku.

“Gadis... Saya masih lapar saya habisin ya makanan kamu, nanti kamu gendut makan banyak-banyak nanti baju pengantinnya ndak muat lagi, repot nanti”

Ibu menepuk bahu Bagas menegurnya “Le... kalau masih lapar tambah sendiri, jangan makan makanan calon menantu ibu. Dasar kamu nakal” Bagas hanya tertawa menghadapi omelan ibunya kemudian ia melihat kepadaku, mengerti bahwa aku tidak lagi terbiasa makan nasi apalagi dalam porsi yang banyak di pagi hari.

Selesai makan kami mendengarkan petuah ibu untuk mencari gedung mana yang kira-kira sesuai dengan konsep acara pernikahan kami.

“Beb ini beberapa list gedung dan catering yang sudah ibu susun yang harus kita kita pilih untuk resepsi nanti” Aku menyodorkan sekilas kertas bertuliskan tangan ibunya kepada Bagas yang sedang menyetir.

“Kamu suka yang mana Dis?” Bagas bertanya kepadaku.

“Aku ikut pilihan Bagas saja”

“Ya sudah Bagas saja yang ikut pilihan Gadis”

Jujur aku merasa bingung diminta untuk membuat pernikahan impianku karena selama ini tidak pernah sedetikpun aku bermimpi bisa menikah seperti wanita lain.

“Kalau Bagas suka konsep seperti apa?”

“Saya suka semuanya yang kamu suka”

“Hahaha benar-benar jawaban yang tidak membantu deh. Kita ikut saran ibu saja, adat Jawa saja ya Bagas”

“Ok Beb, saya setuju”

Setelah beberapa gedung kami datangi akhirnya kami memilih sebuah gedung dan membooking sesuai tanggal yang disarankan ibu.

“Kamu benar nggak mau pakai Wo Dis?”

“Kan Ibu WO kita” Aku tertawa menanggapi pernyataanku sendiri, aku memberikan privilege kepada Ibu untuk mengatur semuanya untuk pernikahan putra semata wayangnya. Aku dan Bagas membantu mengurus list yang ibu minta kami untuk pilih dan mengaturnya. Selebihnya Ibu menginginkan kita menikmati liburan di Jawa sebagai dua orang yang sudah lama tinggal di negeri orang.

“Mau ngopi?” Bagas menghentikan mobilnya di sebuah coffee shop dan menghadapku.

“Lagi ngurangin. Kita cari makan aja yuk”

“Anak baik” Bagas mengelus kepalaku lembut, Bagas memang tidak melarangku menghentikan kebiasaanku tetapi aku tahu ia merasa khawatir jika aku mengkonsumsi kafein secara berlebih. Ia melanjutkan perjalanan kami dan berhenti di sebuah bengkel.

“Makan di sini?” aku bertanya heran karena kami berhenti di dalam sebuah bengkel di daerah Maguwo Harjo.

“Kecuali Gadis doyan oli ayo aku ikut aja hehe... Nggak kok beb aku cuci mobil dulu di langgananku ya, nggak keberatan kan nunggu? Sambil nunggu kita bisa makan di rumah makan di depan bengkel ini atau di angkringan Pak Jan di sebelahnya”

“Nunggu aja sebentar disini nggak apa-apa kok, kita bisa makan di tempat lain nanti. Aku belum lapar kok”

“Yah tunggu sebentar ya beb”

Aku mengiyakan dan duduk di ruang tunggu yang berbentuk seperti saung, di sisi seberang kasir bengkel.

Matahari sudah mulai turun berganti dengan keteduhan sore. Aku mengamati Bagas yang sedang menyerahkan kunci mobil kepada pemilik bengkel, sampai saat aku melihat seorang laki-laki berpakaian dinas militer juga sedang mengantri gilirannya untuk membayar di kasir. Wajah Raka terus muncul di benakku. Sejak aku menerima lamaran Bagas aku berusaha untuk tidak memikirkan Raka, walaupun pesan terakhirnya selalu terngiang di pikiranku, permintaan terakhir untuk menyelesaikan hubungan dengan baik-baik dan tidak perlu lagi berlari. Aku mencoba tidak menghiraukannya, tetapi perasaanku tidak dapat berbohong, sebelum menikah dengan Bagas aku harus berani menghadapi masa laluku dan menyelesaikannya, jika tidak maka masa laluku itu akan selalu mengejar dan menenggelamkanku.

Setelah perdebatan di dalam hatiku akhirnya aku mengambil keputusan, aku akan menuntaskan semua ini. Aku akan memenuhi keinginan Raka di pesan terakhirnya, bertemu untuk menyelesaikan segalanya dengan baik-baik dan berpisah untuk selamanya.

✈️✈️✈
️
Diubah oleh annastasia81 18-03-2019 06:25
mmuji1575
mmuji1575 memberi reputasi
13
Ikuti KASKUS di
Š 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.