Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

blank.codeAvatar border
TS
blank.code
- Kisah Abadi Yang Terluka (New Version) -


# PROLOGUE -


Malam itu, di Cirebon. Dua hari sebelum akad nikah gue, gue tengah merapihkan barang – barang di kamar , karena rencananya kamar ini akan dijadikan gudang oleh ibu gue. Setelah gue rasa semuanya telah gue pilah dan rapihkan kedalam kardus, gue melirik ke arah laci lemari baju berbahan kayu jati setinggi seratus delapan puluh centi yang ada di sudut kamar gue.  

Tetiba Entah kenapa seperti ada perasaan yang sulit gue jelaskan karena sebagian diri gue sangat tahu apa isi di dalam laci tersebut.

Gue mendekat kearah laci lalu perlahan membukanya. Sreetttt...

Degh........

Napas gue mendadak sedikit terasa sesak ketika melihat kotak hitam berbahan carton ukuran empat puluh centimeter persegi yang ada di dalamnya.

Hfffhhh........

Gue menghela napas panjang kemudian membuka tutup kotak hitam itu.

Gue tatap lekat isi didalam kotak itu. Masih sama seperti beberapa tahun sebelumnya saat pertama kali gue letakan isi di dalamnya. Tampak beberapa lembar kertas serta foto ukuran 4 R disana, perlahan namun pasti gue raih kertas di tumpukan paling atas didalam kotak dengan tangan kanan gue kemudian masih dengan rasa sesak ini gue coba perlahan membaca isi didalam kertas tersebut.

Andai kau tau.
Terlalu sulit ku bangkit dari tempatku berpijak.
Terlalu letih ku merangkak untuk mencari sandaran hati yang tak lagi syahdu.
Kau begitu dalam tertanam dalam bias awan kelabu.
Kau pelita yang cerahkan jiwaku.
Kau yang terlewati diantara waktu.
Namun kini kau hanya debu
dari setumpuk buku-buku usang, yang isinya kisahku dan kisahmu..
Adakah kini dirimu lihatku?
Kau temaram.
Kemudian hilang  terbawa kepakan sayap malaikat.
Kau, aku, dan waktu yang terlewati.


Sebuah deretan kata yang terangkai menjadi sebuah sajak yang ditulis oleh perempuan jauh dari masa lalu gue. Gue lipat lagi kertas itu, menaruh ke posisi semula lalu menutup kotak hitamnya. Dari kamar gue di lantai dua, gue beranjak turun kebawah, berhenti di dapur yang ada di bawah tangga, mengambil sekotak korek kayu kemudian melanjutkan langkah keluar rumah, menuju sisi kanan depan garasi.

Terdapat tong sampah warna biru tua disana. Gue letakan kotak hitam yang gue tenteng kedalamnya.

“Gue yakin, elu lihat gue sekarang. Dan seandainya lu bisa rasain kebahagian gue saat ini, gue harap lu juga bisa bahagia disana, Vi. Mungkin inilah saatnya, saat dimana gue mesti benar benar mengikhlaskan lu dari kedalaman hati gue. Maafin gue, Vi untuk semuanya, semua yang pernah terjadi antara kita di masa lalu.”

Blebhhh......

Sembulan api dari kotak hitam yang gue bakar yang perlahan kepulan asapnya mulai menebal dan meluap keatas langit malam itu.

Tanpa gue sadari, sedikit air mata terasa hangat membasahi kedua pipi gue. Air mata yang gue tahan sedari gue baca sajak pemberiannya dan seiring asap mulai menipis serta kotak hitamnya menjadi abu, saat itu pula waktu seolah memutar ulang jauh kembali ke masa lalu. Tepatnya ke tahun 2007 di sebuah kost di Jakarta Utara, tempat dimana semua cerita ini bermula
Diubah oleh blank.code 14-09-2022 16:15
fhy544
kangpaket
itkgid
itkgid dan 110 lainnya memberi reputasi
107
66.4K
678
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.3KAnggota
Tampilkan semua post
blank.codeAvatar border
TS
blank.code
#43
# Bagian 5 -
Pagi itu masih terselip satu peraasan yang mengganjal di hati gue mengenai sosok perempuan dingin yang tengah mabuk dan nyaris bunuh diri di balkon lantai 4 kosan gue. Jam dinding dikamar menunjukan pukul tujuh pagi, gue yang telah berseragam kerja lengkap, keluar kamar, turun kebawah parkiran motor lalu menyela motor dan memanaskan mesin motor bebek merk suzu*i warna biru strip hitam milik gue, selama beberapa menit.

Saat balik ke atas, sebelum masuk ke kamar untuk mengambil tas kerja gue, gue sempatkan untuk melihat kaadaan perempuan tersebut. Ketika langkah kaki gue berhenti di balkon, gue tidak melihat dia di kursi yang gue pakai sebagai alas dia tidur dalam duduknya, melainkan kini posisinya telah ada di bawah lantai balkon persisi di samping kursi plastik hijau semalam.

dari sini, sekitar tiga langkah dari dia, sambil memasukan kedua telapak tangan di saku celana seragam, gue bisa melihat jelas wajahnya yang tirus, terbenam oleh sebagian poni rambut pirang kecoklatan. Serta garis bibirnya yang tipis dan dagunya yang lancip serta hidungnya yang mancung, sekalipun terkesan “dingin” gue akui parasnya memang cantik.

Perut gue mendadak bunyi keroncongan, padahal enggak biasanya gue rasakan hal seperti ini. Dan seketika itu juga gue teringat kalau semalam gue belum makan nasi dan hanya makan siomay sebagai pengganjal lapar, mungkin itu penyebabnya, pikir gue. Tanpa pikir panjang gue ke bawah lagi untuk beli sarapan, namun dibawah hanya tampak gerobak bubur ayam dan nasi uduk “emak asih” di sebelah tukang buburnya. Gue memilih untuk membeli bubur ayam,

“bang, bubur ayamnya dua yah?” pesan gue ke abang penjual bubur ayamnya.

“Bungkus apa makan disini mas?” tanyanya.

“bungkus aja bang, dua duanya.”

Si abang tukang bubur ayam itu menganguk paham.

Gue memang sengaja beli dua bubur ayam, satu buat nanti gue makan di kantor dan satu lagi buat si perempuan dingin itu, jujur saja gue iba waktu lihat wajahnya yang pulas tampak sayu dan kelelahan, terlepas dari tindakan bodohnya semalam gue hanya ingin membantu dia, hanya sebatas itu.

Selesai pesanan gue jadi dan gue membayarkan selembar uang ke tukang bubur ayamnya, gue beranjak lagi ke lantai empat, ke kamar untuk mengambil mangkuk melamin putih di dapur serta sendok dan sebotol air mineral. Dari kamar setelah gue pastikan pintunya terkunci rapat, barulah gue ke balkon. Gue letakan bungkusan plastik bubur ayamnya didalam mangkuk melamin putih, serta botol air mineral ukuran sedang disebelahnya.

dia masih tampak terpejam pulas, gue sedikit curiga dan memastikan kondisinya dengan mendekatkan jari telunjuk kanan gue, se centi dibawah hidungnya, untuk memastikan kalo dia masih bernapas. emoticon-Hammer (S) dia sama sekali tidak bergeming dari posisi tidurnya yang menghadap samping ini, bahkan tak menyadari keberadaan gue yang sudah beberapa menit ada di hadapannya.

Karena waktu yang beranak semakin siang dan empat puluh menit lagi jam masuk kerja, gue tinggalkan dia sendiri di balkon. Dan gue bergegas kebawah, menstrarter motor lalu pergi ke tempat kerja.

****
"ndra! Oii! lu kenapa dah? Perasaan dari pagi gua perhatiin bengong mulu,ada masalah?" tanya bang dzul membuyarkan lamunan Gue, gue yang melamun di depan PC bahkan tak menyadari kehadiran bang dzul di dalam ruangan gue.

"eh, bang..kagak napa napa kok?" sergah gue, yang seketika noleh kearahnya. “dari kapan elu disini bang?”

“barusan sih, elah. lu makanya jangan bengong, bae bae kesambet ntar.” Balasnya.sambil nepuk pelan pundak kiri gue.

Bang dzulkifli a.k.a bang dzul ini adalah senior sekaligus leader gue di bagian yang sama. Wajah dan logat betawi nya yang kental, tanpa dibuat-buat mengingtkan gue dengan sosok mandra di film si doel anak sekolahan itu. emoticon-Big Grin

"ah, elu? Yakin lagi kagak ade masalah?gue kenal lu udeh cukup lama, jadi gue tau kalo misal lu lagi ade masalah kayak gini" kata bang dzul mancing gue buat cerita.

"gimana ya bang gue cerityanya, jadi gini bang, tadi pagi di kosan tuh tuh gue ngalami kejadian aneh?" jelas gue.

"aneh gimane maksudnya?" tanya bang dzul dengan tampang serius.

"ya aneh aja, tadi pagi tiba-tiba ada cewe mabuk mau bunuh diri dari atas balkon kosan gue, yang bikin gue tambah heran, gue pernah satu bus sama tuh cewek, pas gue pulkam tempohari itu loh bang." Gue menjelaskan.

"kaga usah heran, ndra. dunie emang sempit ndra?..sapa tau die itu tetangga kost lu?" ujarnya

"iya,sih bang? Tapi kalo tetangga mah nggak mungkin, karena gue hafal semua penghuni lantai kamar kost gue, dan ya enggak pernah liat dia."

“yaudeh gausah lu pikirin, apalagi sampe ganggu kerjaan. Ok! Anggep aje iklan lah, hahaha” bang dzul pun tertawa.

Obrolan kami berlanjut sampai pulang kerja. dan sesekali diseling dengan banyolan-banyolan khas bang dzul.

****
Sesampainya di kosan saat gue baru sampai anak tangga terakhir. Dari kejauhan arah kamar gue, gue lihat di depan kamar, selimut dan bantal yang gue pakai untuk menyelimuti si perempuan dingin itu. Benar saja, saat gue sudah di depan kamar, selimut serta bantal nya berada persis depan pintu kamar gue.

“weiii ndra.. udah balik gawe lu?” sahut adi dari dalam kamar dia yang pintunya terbuka lebar.

"eh,di? lu liat cewek yang naruh bantal sama selimut depan pintu kamar gue nggak?" tanya gw ke adi. ia tampak baru mulai menyalakan playstationnya.

"engga tuh. pas gue balik jam sembilan pagi, selimut sama bantalnya udah ada didepan kamar lu" jawabnya datar.

"emang cewe siapa yang lu maksud, ndra?" tanya tyo tanpa menoleh ke gue.

"ah, enggak. gue cuma tannya doank kok" jawab gue.

“Percuma kalo dijelasin pun kalian ngga bakal ngerti apa yang gue alami tadi pagi” batin gue.

Gw buka buka kunci pintu kamar lalu mengambil bantal dan selimut yang tadi diluar, untuk gue masukan kedalam keranjang cucian, renncana paling hari libur nanti mau sekalian gue bawa ke tempat laundry.

Sore itu pikiran gue masih saja dipenuhi sosok wanita misterius yang tak gue tau namanya, yang datanya nggak diundang pulangnya nggak dianter, persis kayak sosok jaelangkung. emoticon-Hammer (S)

Seusai mandi gue memandang kosong pemandangan senja dari atas balkon, masih dengan rasa penasaran tentang pertemuan tak disengaja gue dengan sosok perempuan “dingin” begitu sebutan gue ke dia. Dari mulai ketemu di bus dan sekarang di kosan. Entah kenapa gue merasa bahwa ini bukanlah sebuah kebetulan karna memang gue bukan pria yang percaya dengan yang namanya kebetulan.

“tringgnggg...” suara denting hp penanda adanya sms masuk. Pas gue check ternyata sms dari ara.

"sore sayang?, udah pulang kerja kah?" isi sms ara yang memecah keheningan senja.

"sore juga sayang? Udah kok, ini lagi nunggu maghrib sambil ngelamun kamu di balkon, hehe" reply sms gue.

"wuh, gombal deh , mulaii...aku Cuma mau ingitin aja, kamu jangan lupa shalat magrib ya nanti kalo udah adzan."

"pasti dong sayang, siap. Kamu juga jangan lupa ya?" reply sms terakhir gue

Hal kecil seperti ini yang terkadang membuat gue merasa beruntung bisa dekat dengan ara. karena dia tak pernah lupa sedikitpun untuk mengingatkan gue, terutama untuk urusan ibadah. Ibarat dalam sebuah kapal, ara adalah sang navigator yang mengarahkan gue untuk mencapai tujuan yang ingin gue tuju yaitu kebahagiaan kami.

Juga terkadang malah gue suka malu sama sendiri, sebagai lelaki seharusnya gue yang membimbing dia bukan malah sebaliknya. Tapi justru dari situlah gue belajar bahwa dalam sebuah hubungan memang harus saling mengingatkan. Kalo ada sifat atau apapun yang ara nggka suka dari gue dia selalu jujur dan terbuka untuk mengutarakan itu ke gue, begitu pula sebaliknya. Dan hal ini yang kami terapkan dalam hubungan pacaran kami.

****
Malam harinya..

"thok, thok.." pintu kamar gue diketuk.

"ndra?" panggil adi dari luar. Gue hafal itu suara dia.

"masuk aja di, pintunya nggak gue kunci kok." jawab gue dari dalam, sambari mengetik tugas kantor dari atasan gue.

"ndra? Elu punya gesper cadangan ngga?" tanyanya sambil melongok dari balik pintu.

"ada, kenapa?. mau pinjem?" tebak gue.

"iya nih, gesper gue pengencangnya lepas, gue pinjem ya?" pintanya.

"iya, tapi entar pas balikinnya jangan lupa ya, hehe?" jawab gue sembari melirik ke arah bungkus rokok menthol “daun hijau” yang tergeletak di lantai ruang tamu di depan tv, sebagai isyarat.

"oh? bereslah ntar gue beliin, menthol kan?"

"nggak kok di, becanda. tapi kalo elu mau ngebeliin sih gw ngga nolak, hehe.." canda gue.

"haha siip bro! gue cabut gawe dulu ya?" sahutnya mengambil gesper dari tangan gue

Adi dan tyo shift dua. suasana kosant terutama lantai empat tampak sunyi senyap. padahal malam itu baru aja jam 8. gue keluar sebentar rencananya mau cari cemilan, namun, saat baru keluar pintu, gue sempat melirik ke kamar sebelah kanan kamar gue, kamar nomor 100. “perasaan udah beberapa minggu ini ngga ada tanda-tanda kehidupan sama sekali” batin gue, yang gue tahu penghuninya bernama asep, dia kerja sebagai teller di salah satu bank swasta di daerah jembatan tiga.

Selang sepuluh menit beli cemilan juga rokok di lantai 1, gue sudah balik lagi dikamar. 2 jam sudah akhirnya, tepat jam sepuluh malam gue selesai finisshing laporan sebagai bahan presentasi besok yang materinya adalah kegiatan atau apa yang gue dapat selama seminggu training PLC di bandung.

Saat gue nyalakan hp yang baru aja selesai gue charge terdapat banyak inbok masuk disana. pas gue check ternyata semuanya dari ara yang isinya hampir semua serupa “menanyakan kabar gue” Saat itu juga gue langsung mencoba telfon dia untuk menjelaskan kalo hp gue nggak aktif karna gue charge. Dan gue lupa memberitahu dia sebelumnya.

"nomor yg anda hubungi sedang tidak aktif atau berada diluar jangkauan, harap menghubungi beberapa saat lagi.." suara operator selluler dari hp ara.

Nomornya nggak aktif. berkali-kali gue coba hubungi lagi namun tetap sama. Sampai gue tunggu satu jam kemudian, lalu mencoba menghubunginya lagi, tapi masih ngga aktif juga. sambil menunggu, gue coba kirim beberapa sms balasan sebagai permohonan maaf setelah gue baca smsnya.

"sesibuk itu ya? sampe-sampe ga diaktifin, apa lagi nggka mau diganggu?" isi smsnya

“Akh!!, kenapa ini, dia pasti marah karna hp gue nggak aktif, tapi ini cuma salah paham kecil” batin gue.

Sampe jam seblelas lewat lima menit malam gue menunggu balasan sms dari ara, tapi hp gue tetap sunyi, sampe setengah jam kemudian gue masih coba hubungi lagi dan masih nggak aktif juga.

Tak mau menjadikan ini beban pikiran, gue coba keluar kamar menuju balkon sekedar ingin menenangkan hati gue yang gundah. Secangkir kopi mocachino serta dan hembusan asap rokok menthol gue sejenak menenangkan hati. tapi tetap saja, tak bisa gue pungkiri kalo gue masih kepikiran soal ara.

Entah berapa lagu yang gue dengarkan saat duduk di kursi plastik hijau di pojok balkon. masih tetap tak mampu menghilangkan gelisah yang menelisik membaur dengan rasa bersalah gue ke ara.

Hingga beberapa saat setelahnya, terdengar suara langkah kaki samar-samar dari kejauhan menghampiri gue menuju arah balkon. sontak gelas yang gue pakai untuk ngopi terjatuh karna gue kaget ketika tau ternyata suara langkah kaki itu dari seorang perempuan, perempuan “dingin” itu datang menghampiri gue.

Diubah oleh blank.code 03-03-2020 03:53
tirtagangga
ym15
itkgid
itkgid dan 11 lainnya memberi reputasi
12
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.