- Beranda
- Stories from the Heart
JATMIKO THE SERIES
...
TS
breaking182
JATMIKO THE SERIES
JATMIKO THE SERIES
Quote:
EPISODE 1 : MISTERI MAYAT TERPOTONG
Quote:
EPISODE 2 : MAHKLUK SEBERANG ZAMAN
Quote:
EPISODE 3 : HANCURNYA ISTANA IBLIS
Diubah oleh breaking182 07-02-2021 01:28
itkgid dan 26 lainnya memberi reputasi
25
58K
Kutip
219
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
breaking182
#88
PART 9
Quote:
Penuh kecepatan tinggi dengan belokan tajam, mobil sedan berwarna merah darah itu meluncur masuk halaman depan sebuah rumah, menggilas malam yang merangkak tertatih-tatih dengan kegelapan yang masih menyelubungi. Injakan yang keras dan mendadak pada rem menyebabkan empat buah ban tersentak lalu menggeram dahsyat di atas batu-batu kerikil yang beberapa bertaburan di sekelilingnya.
Pintu mobil itu terbuka dan sesosok tubuh melangkah keluar dengan tergesa –gesa. Iskandar berdiri sejenak sepasang matanya nyalang mengawasi keadaan sekitar. Sepertinya ada yang dikhawatirkan oleh lelaki ini. Pikirannya kalut terlihat dari air mukanya yang tegang. Kemudian bergegas menaiki teras. Ia belum sempat mengetuk, pintu sudah terbuka. Seorang perempuan setengah umur melempar seulas senyuman lega di bibir yang merah kehitaman.
"Ranti sudah menunggu di ruang tengah Mas Is," ia bergumam puas.
Iskandar tanpa menjawab sepatah katapun langsung masuk ke arah ruang tengah. Perempuan setengah baya itu segera menyisi untuk memberi jalan kepada Iskandar. Setelah punggung Iskandar lenyap dari pandangan mata Bi Ijah nama perempuan itu pun segera masuk ke dalam kamarnya.
Iskandar meneruskan langkah menuju ke ruang tengah. Sesampainya disana ia dapat melihat seorang perempuan duduk di atas sofa hanya mengenakan piyama atau pakaian tidur yang tipis sehingga lekuk –lekuk tubuhnya tampak tercetak jelas dalam jilatan rampu remang – remang. Rambut panjang hitam yang dibiarkan tergerai nampak sedikit acak –acakan. Namun, penampilan yang seperti itu tidak mampu menutupi parasnya yang cantik.
" Ada apa Mas, tengah malam begini kau berkunjung ke rumah. Apakah dia sudah mencium niat kita ? “
Perempuan itu bertanya dengan bibir yang sedikit bergetar, apalagi sewaktu mengatakan dia. Ada penekanan disana. Iskandar masih berdiri sepertinya lelaki ini tidak ada niat sedikitpun untuk duduk.
“ Iya Ranti, kita harus cepat meninggalkan Wonosari sejauh –jauhnya. Cepat jangan buang waktu lagi “
“ Apakah situasinya segawat itu Mas? “
“ Sudah Ranti cepatlah, jangan banyak bertanya lagi! Ambil baju hangat mu tidak usah kau ganti baju dan ambil barang -barang yang penting saja. Malam ini juga kita harus pergi secepatnya dari sini “
Nada suara Iskandar gusar dan penuh ketegangan. Dan tanpa bertanya apa –apa lagi Ranti bergegas masuk ke dalam kamar. Tidak lama kemudian perempuan itu sudah kembali keluar mengenakan mantel berwarna hitam dan di tangan kanannya tergantung tas kecil. Terburu –buru mereka berdua segera keluar rumah dan masuk ke dalam mobil. Mereka tidak menyadari ada sepasang mata mengintai dari balik tirai jendela yang tersibak. Seulas seringai kejam tergurat disana.
Pintu mobil itu terbuka dan sesosok tubuh melangkah keluar dengan tergesa –gesa. Iskandar berdiri sejenak sepasang matanya nyalang mengawasi keadaan sekitar. Sepertinya ada yang dikhawatirkan oleh lelaki ini. Pikirannya kalut terlihat dari air mukanya yang tegang. Kemudian bergegas menaiki teras. Ia belum sempat mengetuk, pintu sudah terbuka. Seorang perempuan setengah umur melempar seulas senyuman lega di bibir yang merah kehitaman.
"Ranti sudah menunggu di ruang tengah Mas Is," ia bergumam puas.
Iskandar tanpa menjawab sepatah katapun langsung masuk ke arah ruang tengah. Perempuan setengah baya itu segera menyisi untuk memberi jalan kepada Iskandar. Setelah punggung Iskandar lenyap dari pandangan mata Bi Ijah nama perempuan itu pun segera masuk ke dalam kamarnya.
Iskandar meneruskan langkah menuju ke ruang tengah. Sesampainya disana ia dapat melihat seorang perempuan duduk di atas sofa hanya mengenakan piyama atau pakaian tidur yang tipis sehingga lekuk –lekuk tubuhnya tampak tercetak jelas dalam jilatan rampu remang – remang. Rambut panjang hitam yang dibiarkan tergerai nampak sedikit acak –acakan. Namun, penampilan yang seperti itu tidak mampu menutupi parasnya yang cantik.
" Ada apa Mas, tengah malam begini kau berkunjung ke rumah. Apakah dia sudah mencium niat kita ? “
Perempuan itu bertanya dengan bibir yang sedikit bergetar, apalagi sewaktu mengatakan dia. Ada penekanan disana. Iskandar masih berdiri sepertinya lelaki ini tidak ada niat sedikitpun untuk duduk.
“ Iya Ranti, kita harus cepat meninggalkan Wonosari sejauh –jauhnya. Cepat jangan buang waktu lagi “
“ Apakah situasinya segawat itu Mas? “
“ Sudah Ranti cepatlah, jangan banyak bertanya lagi! Ambil baju hangat mu tidak usah kau ganti baju dan ambil barang -barang yang penting saja. Malam ini juga kita harus pergi secepatnya dari sini “
Nada suara Iskandar gusar dan penuh ketegangan. Dan tanpa bertanya apa –apa lagi Ranti bergegas masuk ke dalam kamar. Tidak lama kemudian perempuan itu sudah kembali keluar mengenakan mantel berwarna hitam dan di tangan kanannya tergantung tas kecil. Terburu –buru mereka berdua segera keluar rumah dan masuk ke dalam mobil. Mereka tidak menyadari ada sepasang mata mengintai dari balik tirai jendela yang tersibak. Seulas seringai kejam tergurat disana.
Quote:
Kabut tipis merayap di antara pepohonan pinus yang berdiri kaku bagaikan barisan kaki-kaki sepasukan raksasa yang mengintai dari kegelapan, makin ke atas kabut semakin tebal, seakan langit tiba-tiba turun untuk menelan bumi yang tertidur di kegelapan malam.
Jalan tembus ke tengah hutan tampak suram, meliuk-liuk kelelahan. Sebuah mobil sedan berwarnamerah darah itu melaju terseok-seok dengan susah payah, agar tidak terperosok ke lubang-lubang menganga di sepanjang jalan dan tanah keras berbatu-batu itu. Cahaya lampu mobil yang diperkuat dengan lampu kabut, membias samar ke sebelah dalam. Lewat kaca depan terlihat wajah Iskandar yang setengah condong kearah kemudi. Ranti duduk dengan wajah tegang disebelahnya. Sebentar-sebentar terdengar keluhan tertahan dari mulutnya tiap kali mobil terbanting waktu melewati jalan berlubang.
Sesekali ia memaling ke kaca samping. Matanya membeliak nyalang menatap kegelapan di luar mobil.Jelas ia sangat ketakutan. Takut kalau tiba-tiba dari balik pepohonan muncul sesuatu, tidak tahu sesuatu itu apa. Baik rupa maupun bentuknya. Namun secara naluriah ia dihinggapi perasaan, bahwa sesuatu itu pasti ada, serta terus-menerus mengintai dan mengikuti gerak maju mobil mereka.
Lalu ketika tiba –tiba mesin mendadak mati dan mobil itu terhentak diam, ketakutan Ranti pun meledak dalam seruan tertahan: "Jangan! Jangan berhenti disini!"
Iskandar yang duduk di belakang kemudi bergumam resah: "Siapa pula yang mau terjebak ditempat mengerikan ini?"
"Lantas..... mengapa berhenti?", ketakutan Ranti kian menjadi-jadi.
"Mesinnya mati........"
"Hidupkan lagi!"
"Sedang kucoba," jawab Iskandar yang dengan gugup memutar kunci kontak. Ia melakukannya berulang-ulang. Tanpa hasil.
"Jangan-jangan bensinnya habis!"
"Tidak mungkin..."
Dan ia melirik ke jarum penunjuk bahan bakar. Paling kurang, tangki masih terisi setengahnya.
"Mungkin kipas putus, atau..."
Lalu ia menarik tombol pembuka kap depan, kemudian membuka pintu sampingnya. Ranti akan berkata sesuatu, tetapi segera membatalkannya. Gadis itu memutuskan lebih baik diam. Dan ia pun duduk merungkut di joknya,seraya menatap kuatir ke arah Iskandar yang bergegas keluar dari mobil. Pemuda itu menaikkan kap depan. Dengan bantuan lampu senter di tangan kirinya ia memeriksa mesin dengan teliti dan tak lama kemudian masuk lagi ke dalam mobil, setelah lebih dulu membanting kap depan sampai menutup rapat.
"Aneh," bisiknya.
"Apa?", Ranti balas berbisik, seraya merapatkan tubuh kepada Iskandar.
"Aku yakin tak ada sesuatu yang salah. Lagipula, baru dua hari yang lalu mobil ini diservis."
"Lantas?"
Iskandar berusaha lagi menghidupkan mesin mobil. Juga tanpa hasil. Setengah putus asa ia mengeluh:
"Ada yang aneh pada mobil ini....."
"Maksudmu?", Ranti tergagap, ngeri.
"Mesinnya mati begitu saja. Tanpa sebab-sebab yang jelas "
"Jangan-jangan....."
"Jangan-jangan apa?" rungut Iskandar seraya menatap Ranti yang tiba-tiba terbungkam.
"Ini perbuatannya "
"Perbuatan siapa?"
Wajah gadis itu memucat seperti kertas waktu ia menyahut dengan suara tertelan: " Dia....Sang Iblis!"
Ketika Ranti menyebut "Sang Iblis"sebagai sumber malapetaka yang mereka alami, maka Iskandar membentak marah: "Jangan menyebut-nyebut nama yang terkutuk itu! Aku tak suka!"
"Bilang saja kau takut!"
"Yeah, Aku memang takut," Iskandar mengakui.
"Tetapi bagaimana sampai ia mengetahui kita akan meninggalkan tempat ini? Kau sendiri yang mengatakan, tempat yang kita tuju hanya kau seorang yang tahu, dan..."
Iskandar terdiam sejenak, lalu: "Mungkin pelayan dirumahmu itu mengkhianati kita!"
"Jangan menghina Bi Ijah, Mas. Meski cuma seorang pelayan, ia menyayangi aku seperti menyayangi anak sendiri...!"
" Baiklah, lalu apa yang harus kita lakukan sekarang?"
"Terserah Mas Is"
"Baik kalau begitu," Iskandar membuka pintu.
"Mas Is mau ke mana?", Ranti bertanya ketakutan.
"Kita tinggalkan mobil ini "
"Maksudmu kita jalan kaki?", Ranti menggigil.
"Aku memang cuma sekali dua ke tempat ini. Tetapi aku tahu betul, kampung yang kita tuju masih beberapa kilo-meter lagi. Dan....!" ia menatap lewat kaca depan mobil, berusaha meneroboskan pandang kearah kegelapan malam yang diliputi kabut itu.
"Kukira lebih aman kalau kita tetap di dalam sini ", lanjutnya, gemetar.
"Katanya terserah aku!", Iskandar berkata kesal.
"Sekarang, sekitar pukul tiga. Dua jam lagi, cuaca sudah lebih terang. Baru setelah itu, aku bersedia kauajak jalan kaki. Ke mana pun..."
Suara Ranti kian rendah, dan setengah mengisak. Iskandar sadar kalau gadisnya dilanda ketakutan,seperti dirinya sendiri. Tetapi jalan pikiran Ranti masih lebih masuk akal. Iskandar lantas masuk kembali ke dalam mobil.
Namun tak urung, ia bersungut-sungut juga: “ Aku akan coba menstater mobil laknat ini lagi. Siapa tahu keberuntungan kita masih ada “
Iskandar lalu starter ia coba sekali lagi. Mula -mula tak ada reaksi, tetapi pada putaran kedua mesin hidup dengan bunyi normal.
“ Keberuntungan kita belum lenyap Ranti “, Iskandar setengah berteriak, Ranti yang duduk di sebelahnya tersenyum lega. Guratan ketegangan berangsur –angsur sirna.
Jalan tembus ke tengah hutan tampak suram, meliuk-liuk kelelahan. Sebuah mobil sedan berwarnamerah darah itu melaju terseok-seok dengan susah payah, agar tidak terperosok ke lubang-lubang menganga di sepanjang jalan dan tanah keras berbatu-batu itu. Cahaya lampu mobil yang diperkuat dengan lampu kabut, membias samar ke sebelah dalam. Lewat kaca depan terlihat wajah Iskandar yang setengah condong kearah kemudi. Ranti duduk dengan wajah tegang disebelahnya. Sebentar-sebentar terdengar keluhan tertahan dari mulutnya tiap kali mobil terbanting waktu melewati jalan berlubang.
Sesekali ia memaling ke kaca samping. Matanya membeliak nyalang menatap kegelapan di luar mobil.Jelas ia sangat ketakutan. Takut kalau tiba-tiba dari balik pepohonan muncul sesuatu, tidak tahu sesuatu itu apa. Baik rupa maupun bentuknya. Namun secara naluriah ia dihinggapi perasaan, bahwa sesuatu itu pasti ada, serta terus-menerus mengintai dan mengikuti gerak maju mobil mereka.
Lalu ketika tiba –tiba mesin mendadak mati dan mobil itu terhentak diam, ketakutan Ranti pun meledak dalam seruan tertahan: "Jangan! Jangan berhenti disini!"
Iskandar yang duduk di belakang kemudi bergumam resah: "Siapa pula yang mau terjebak ditempat mengerikan ini?"
"Lantas..... mengapa berhenti?", ketakutan Ranti kian menjadi-jadi.
"Mesinnya mati........"
"Hidupkan lagi!"
"Sedang kucoba," jawab Iskandar yang dengan gugup memutar kunci kontak. Ia melakukannya berulang-ulang. Tanpa hasil.
"Jangan-jangan bensinnya habis!"
"Tidak mungkin..."
Dan ia melirik ke jarum penunjuk bahan bakar. Paling kurang, tangki masih terisi setengahnya.
"Mungkin kipas putus, atau..."
Lalu ia menarik tombol pembuka kap depan, kemudian membuka pintu sampingnya. Ranti akan berkata sesuatu, tetapi segera membatalkannya. Gadis itu memutuskan lebih baik diam. Dan ia pun duduk merungkut di joknya,seraya menatap kuatir ke arah Iskandar yang bergegas keluar dari mobil. Pemuda itu menaikkan kap depan. Dengan bantuan lampu senter di tangan kirinya ia memeriksa mesin dengan teliti dan tak lama kemudian masuk lagi ke dalam mobil, setelah lebih dulu membanting kap depan sampai menutup rapat.
"Aneh," bisiknya.
"Apa?", Ranti balas berbisik, seraya merapatkan tubuh kepada Iskandar.
"Aku yakin tak ada sesuatu yang salah. Lagipula, baru dua hari yang lalu mobil ini diservis."
"Lantas?"
Iskandar berusaha lagi menghidupkan mesin mobil. Juga tanpa hasil. Setengah putus asa ia mengeluh:
"Ada yang aneh pada mobil ini....."
"Maksudmu?", Ranti tergagap, ngeri.
"Mesinnya mati begitu saja. Tanpa sebab-sebab yang jelas "
"Jangan-jangan....."
"Jangan-jangan apa?" rungut Iskandar seraya menatap Ranti yang tiba-tiba terbungkam.
"Ini perbuatannya "
"Perbuatan siapa?"
Wajah gadis itu memucat seperti kertas waktu ia menyahut dengan suara tertelan: " Dia....Sang Iblis!"
Ketika Ranti menyebut "Sang Iblis"sebagai sumber malapetaka yang mereka alami, maka Iskandar membentak marah: "Jangan menyebut-nyebut nama yang terkutuk itu! Aku tak suka!"
"Bilang saja kau takut!"
"Yeah, Aku memang takut," Iskandar mengakui.
"Tetapi bagaimana sampai ia mengetahui kita akan meninggalkan tempat ini? Kau sendiri yang mengatakan, tempat yang kita tuju hanya kau seorang yang tahu, dan..."
Iskandar terdiam sejenak, lalu: "Mungkin pelayan dirumahmu itu mengkhianati kita!"
"Jangan menghina Bi Ijah, Mas. Meski cuma seorang pelayan, ia menyayangi aku seperti menyayangi anak sendiri...!"
" Baiklah, lalu apa yang harus kita lakukan sekarang?"
"Terserah Mas Is"
"Baik kalau begitu," Iskandar membuka pintu.
"Mas Is mau ke mana?", Ranti bertanya ketakutan.
"Kita tinggalkan mobil ini "
"Maksudmu kita jalan kaki?", Ranti menggigil.
"Aku memang cuma sekali dua ke tempat ini. Tetapi aku tahu betul, kampung yang kita tuju masih beberapa kilo-meter lagi. Dan....!" ia menatap lewat kaca depan mobil, berusaha meneroboskan pandang kearah kegelapan malam yang diliputi kabut itu.
"Kukira lebih aman kalau kita tetap di dalam sini ", lanjutnya, gemetar.
"Katanya terserah aku!", Iskandar berkata kesal.
"Sekarang, sekitar pukul tiga. Dua jam lagi, cuaca sudah lebih terang. Baru setelah itu, aku bersedia kauajak jalan kaki. Ke mana pun..."
Suara Ranti kian rendah, dan setengah mengisak. Iskandar sadar kalau gadisnya dilanda ketakutan,seperti dirinya sendiri. Tetapi jalan pikiran Ranti masih lebih masuk akal. Iskandar lantas masuk kembali ke dalam mobil.
Namun tak urung, ia bersungut-sungut juga: “ Aku akan coba menstater mobil laknat ini lagi. Siapa tahu keberuntungan kita masih ada “
Iskandar lalu starter ia coba sekali lagi. Mula -mula tak ada reaksi, tetapi pada putaran kedua mesin hidup dengan bunyi normal.
“ Keberuntungan kita belum lenyap Ranti “, Iskandar setengah berteriak, Ranti yang duduk di sebelahnya tersenyum lega. Guratan ketegangan berangsur –angsur sirna.
Quote:
Mobil pun meluncur keluar dari jalan setapak. Disambut oleh kabut tebal yang bergulung-gulung di seantero permukaan tanah. Di belokan terakhir kecepatan mobil ia kurangi agar ia tidak sampai celaka. Keluar dari belokan Iskandar kaget setengah mati. Sekian belas meter di hadapannya. Lampu mobil tampak menerangi sesosok tubuh yang berdiri menghadang di tengah jalan. Jantung Iskandar dan Ranti seperti dipacu dengan kecepatan tinggi. Mata mereka berdua melotot seperti hendak keluar dari rongganya.
Seorang lelaki dengan posturnya yang tidak begitu tinggi namun tegap memiliki raut wajah kelam dan tegas namun sepasang matanya seperti redup dan dingin. Menusuk sampai ke jantung Iskandar sehingga membuat pemuda itu dihinggapi ketegangan yang selama ini belum pernah dirasakannya. Sementara Ranti memegang erat lengan kemeja yang dikenakan Iskandar. Wajah gadis itupun diliputi ketegangan yang meletup –letup di dadanya.
Lelaki misterius itu berdiri tegak. Sepasang kakinya bersepatu mengkilap, pakaian rapi lengkap dengan jas yang setengah terbuka, dan dasi yang sengaja dilonggarkan. Lalu lelaki itu tersenyum lebih tepatnya menyeringai. Kejam.
Secara naluriah kaki kanan Iskandar menginjak rem. Mobil bergetar lalu berhenti mendekam hanya sekitar satu dua meter di depan lelaki msiterius yang seperti sengaja menghadang perjalanan Iskandar. Lalu lelaki misterius itu kembali menyeringai dan melangkah maju perlahan-lahan.
Iskandar gemetaran dalam posisi duduk di belakang kemudi. Pikirannya tidak menentu diliputi ketakutan dan ketegangan.
“ Kalau aku mundur, bisa saja. Tetapi, mundur dalam kegelapan dan di jalanan yang sempit ini. Cari celaka namanya! Hanya ada satu jalan untuk lolos. Menerjang maju “, batin Iskandar berkecamuk.
" Baiklah Parlin!" Iskandar menggeram takut bercampur marah.
" Jika itu maumu.........!"
Kembali tongkat persnelling beraksi. Pedal gas diinjak sedalam-dalamnya. Lantas disertai bunyi mesin yang meraung keras. Kopling dilepas. Seketika itu juga mobil menerjang ke depan. Setengah terbang. Sekilas tampak lelaki yang disebut Parlin terperanjat. Lalu pada kilas berikutnya tubuh lelaki yang menghadang jalan itu terbanting hebat untuk kemudian lenyap di depan mobil. Terus meluncur. Iskandar melirik ke kaca spion. Diterangi sinar pucat rembulan dan cahaya lampu mobil. Tampak sesuatu terbanting -banting pada jalanan tanah berbatu di bekalangnya. Terlontar keras ke atas lantas jatuh terhempas. Diam dan membeku.
Dorongan ingin tahu. Membujuk Iskandar supaya berhenti. Meski saat itu Ranti memprotes tindakannya itu dengan keras. tetapi, Iskandar tidak menuruti kata kekasihnya itu. la kemudian keluar dari mobil. Tegak di samping mobil yang mesinnya ia biarkan tetap menyala. Iskandar memanjangkan leher. Sesuatu yang tergeletak di tengah jalan itu tetap membeku diam dan mati.
Penasaran Iskandar berjalan mendekat. Selangkah demi selangkah. Lalu pada langkah yang ke sekian, Iskandar berhenti. Karena dari tempatnya berdiri apa yang tergeletak itu sudah dapat dilihat dengan jelas. Apalagi sewaktu berjalan. Iskandar melihat adanya serpihan-serpihan kayu. Dan memang demikianlah adanya. Sesuatu yang diam membeku di tengah jalan itu adalah seonggok besar patahan batang pohon hancur berantakan.
Terkejut setengah mati Iskandar melangkah mundur sambil matanya disapukan ke sekitar. Mencari-cari dengan penuh ketakutan. Pepohonan tampak berdiri tegak membeku diam seolah tak perduli yang tampak hanyalah kegelapan dan lagi-lagi hanya kegelapan. Disertai hembusan angin yang dingin menusuk.
Mulut Iskandar menggagap tanpa mampu mengeluarkan suara. takut alang kepalang, ia berbalik dan berlari-lari masuk ke mobil. Untuk ke sekian kalinya. tongkat persnelling dipaksa bekerja keras. Dan ketika gigi masuk mesin malah membisu. Diam.
"Tidak, jangan lagi.......!"
Iskandar meracau setengah menjerit. Sambil tangannya menstarter. Tak ada reaksi. Dan bukan itu saja. Iskandar juga merasakan sesuatu yang tak biasa di dalam mobil.
"Aneh? Sepertinya tak ada getaran roda menempel di permukaan tanah. Mobil ini seperti mengambang!"
"Lihat samping Ranti," saru Iskandar di sela kepanikan.
"Astaga!" sentak Ranti setelah melirik kesisi kanannya.
"Lihatlah sendiri, Mas Is.... mobil ini rodanya tidak menyentuh tanah. Mobil ini mengambang setinggi... setinggi... hampir satu meter dari permukaan jalan?! Dan, ooh...?! Ya, ampuun...?!”
“ Menjadi semakin lebih tinggi lagi !"
Iskandar melemparkan pandangan ke arah luar, dari sisi kanan, kiri, depan dan belakang. Dan benar saja mobil yang ia kendarai sudah mengambang sekitar lima meter dari permukaan tanah. Sedetik kemudian tiba –tiba mobil itu meluncur turun ke bawah dengan deras. Pekik jerit ketakutan bergema dari dalam mobil merobek kesunyian malam. Terdengar suara benturan keras manakala mobil merah darah itu membentur tanah. Karena benturan yang teramat hebat mobil itu kehilangan keseimbangan lalu oleng terbalik dan jatuh berguling-guling masuk ke dalam jurang yang sudah siap menunggu.
Mobil itu akhirnya terperosok masuk ke dalam jurang terbanting-banting sebentar, terdengar suara letupan manakala tangki bensinnya meledak, dan tak ayal lagi jerit ketakutan bercampur dengan kesakitan yang teramat sangat. Api berkobar menjilat – jilat dengan ganas memanggang dua penumpangnya yang terjebak di dalam mobil. Bau sangit daging terbakar menyebar kesegenap penjuru terbawa udara malam. Suara jeritan setinggi langit itu tadi sirna sudah. Saat api mulai padam. Asap membumbung tinggi ke udara. Terlihat seonggok kerangka mobil yang menghitam di dasar jurang dengan dua kerangka manusia hitam legam terpanggang api di dalamnya.
Seorang lelaki dengan posturnya yang tidak begitu tinggi namun tegap memiliki raut wajah kelam dan tegas namun sepasang matanya seperti redup dan dingin. Menusuk sampai ke jantung Iskandar sehingga membuat pemuda itu dihinggapi ketegangan yang selama ini belum pernah dirasakannya. Sementara Ranti memegang erat lengan kemeja yang dikenakan Iskandar. Wajah gadis itupun diliputi ketegangan yang meletup –letup di dadanya.
Lelaki misterius itu berdiri tegak. Sepasang kakinya bersepatu mengkilap, pakaian rapi lengkap dengan jas yang setengah terbuka, dan dasi yang sengaja dilonggarkan. Lalu lelaki itu tersenyum lebih tepatnya menyeringai. Kejam.
Secara naluriah kaki kanan Iskandar menginjak rem. Mobil bergetar lalu berhenti mendekam hanya sekitar satu dua meter di depan lelaki msiterius yang seperti sengaja menghadang perjalanan Iskandar. Lalu lelaki misterius itu kembali menyeringai dan melangkah maju perlahan-lahan.
Iskandar gemetaran dalam posisi duduk di belakang kemudi. Pikirannya tidak menentu diliputi ketakutan dan ketegangan.
“ Kalau aku mundur, bisa saja. Tetapi, mundur dalam kegelapan dan di jalanan yang sempit ini. Cari celaka namanya! Hanya ada satu jalan untuk lolos. Menerjang maju “, batin Iskandar berkecamuk.
" Baiklah Parlin!" Iskandar menggeram takut bercampur marah.
" Jika itu maumu.........!"
Kembali tongkat persnelling beraksi. Pedal gas diinjak sedalam-dalamnya. Lantas disertai bunyi mesin yang meraung keras. Kopling dilepas. Seketika itu juga mobil menerjang ke depan. Setengah terbang. Sekilas tampak lelaki yang disebut Parlin terperanjat. Lalu pada kilas berikutnya tubuh lelaki yang menghadang jalan itu terbanting hebat untuk kemudian lenyap di depan mobil. Terus meluncur. Iskandar melirik ke kaca spion. Diterangi sinar pucat rembulan dan cahaya lampu mobil. Tampak sesuatu terbanting -banting pada jalanan tanah berbatu di bekalangnya. Terlontar keras ke atas lantas jatuh terhempas. Diam dan membeku.
Dorongan ingin tahu. Membujuk Iskandar supaya berhenti. Meski saat itu Ranti memprotes tindakannya itu dengan keras. tetapi, Iskandar tidak menuruti kata kekasihnya itu. la kemudian keluar dari mobil. Tegak di samping mobil yang mesinnya ia biarkan tetap menyala. Iskandar memanjangkan leher. Sesuatu yang tergeletak di tengah jalan itu tetap membeku diam dan mati.
Penasaran Iskandar berjalan mendekat. Selangkah demi selangkah. Lalu pada langkah yang ke sekian, Iskandar berhenti. Karena dari tempatnya berdiri apa yang tergeletak itu sudah dapat dilihat dengan jelas. Apalagi sewaktu berjalan. Iskandar melihat adanya serpihan-serpihan kayu. Dan memang demikianlah adanya. Sesuatu yang diam membeku di tengah jalan itu adalah seonggok besar patahan batang pohon hancur berantakan.
Terkejut setengah mati Iskandar melangkah mundur sambil matanya disapukan ke sekitar. Mencari-cari dengan penuh ketakutan. Pepohonan tampak berdiri tegak membeku diam seolah tak perduli yang tampak hanyalah kegelapan dan lagi-lagi hanya kegelapan. Disertai hembusan angin yang dingin menusuk.
Mulut Iskandar menggagap tanpa mampu mengeluarkan suara. takut alang kepalang, ia berbalik dan berlari-lari masuk ke mobil. Untuk ke sekian kalinya. tongkat persnelling dipaksa bekerja keras. Dan ketika gigi masuk mesin malah membisu. Diam.
"Tidak, jangan lagi.......!"
Iskandar meracau setengah menjerit. Sambil tangannya menstarter. Tak ada reaksi. Dan bukan itu saja. Iskandar juga merasakan sesuatu yang tak biasa di dalam mobil.
"Aneh? Sepertinya tak ada getaran roda menempel di permukaan tanah. Mobil ini seperti mengambang!"
"Lihat samping Ranti," saru Iskandar di sela kepanikan.
"Astaga!" sentak Ranti setelah melirik kesisi kanannya.
"Lihatlah sendiri, Mas Is.... mobil ini rodanya tidak menyentuh tanah. Mobil ini mengambang setinggi... setinggi... hampir satu meter dari permukaan jalan?! Dan, ooh...?! Ya, ampuun...?!”
“ Menjadi semakin lebih tinggi lagi !"
Iskandar melemparkan pandangan ke arah luar, dari sisi kanan, kiri, depan dan belakang. Dan benar saja mobil yang ia kendarai sudah mengambang sekitar lima meter dari permukaan tanah. Sedetik kemudian tiba –tiba mobil itu meluncur turun ke bawah dengan deras. Pekik jerit ketakutan bergema dari dalam mobil merobek kesunyian malam. Terdengar suara benturan keras manakala mobil merah darah itu membentur tanah. Karena benturan yang teramat hebat mobil itu kehilangan keseimbangan lalu oleng terbalik dan jatuh berguling-guling masuk ke dalam jurang yang sudah siap menunggu.
Mobil itu akhirnya terperosok masuk ke dalam jurang terbanting-banting sebentar, terdengar suara letupan manakala tangki bensinnya meledak, dan tak ayal lagi jerit ketakutan bercampur dengan kesakitan yang teramat sangat. Api berkobar menjilat – jilat dengan ganas memanggang dua penumpangnya yang terjebak di dalam mobil. Bau sangit daging terbakar menyebar kesegenap penjuru terbawa udara malam. Suara jeritan setinggi langit itu tadi sirna sudah. Saat api mulai padam. Asap membumbung tinggi ke udara. Terlihat seonggok kerangka mobil yang menghitam di dasar jurang dengan dua kerangka manusia hitam legam terpanggang api di dalamnya.
Diubah oleh breaking182 18-05-2019 10:42
1980decade dan 7 lainnya memberi reputasi
8
Kutip
Balas