- Beranda
- Stories from the Heart
ILLUSI
...
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
open.minded
#3901
One's Value
Gw menarik selimut yang menutupi badan ini lebih ke atas untuk menutupi rasa dingin di bagian atas tubuh gw ini. Gw berkali kali ganti posisi, kanan, dan kiri, mencari posisi yang nyaman untuk melanjutkan tidur gw, tapi apa daya, sepertinya tubuh gw tau kalau waktu tidur ini sudah cukup dan saatnya gw untuk bangun. Gw beranjak dari posisi tidur menjadi duduk di pinggiran kasur ini, kasur yang asing, ruangan ini pun asing, bukan kamar gw. Terdengar sebuah langkah yang semakin dekat disusul dengan suara pintu terbuka.
“Pagi” ucap wanita itu. Wanita yang gw kenal sangat dekat sekarang ini. Kekasih gw. Valli. Berdiri disana mengenakan kaos oversized yang menutupi badannya sampai ke pangkal pahanya. Ia berjalan mendekati dan berhenti tepat didepan gw, ia lalu membuka penutup jendela yang berada tepat didepan gw ini, membuka jalan untuk sinar matahari yang berhasil membuat mata gw silau. “Bangun yuk, sarapan udah kubuat dimeja.” ucapnya sambil menarik tangan gw keluar kamar.
Kemarin, sepulangnya gw dari Jepang, setelah gw bertemu Anastasya dan menaruh semua barang bawaan dan oleh oleh untuknya, gw langsung pergi menuju tempat Valli. Gw ingat saat itu hari sudah beranjak malam, dan cuaca saat itu sangatlah dingin. Sesampai dirumah Valli pun gw memberikan oleh olehnya, lalu berbincang bincang kecil, rasa kantuk dan lelah saat itu membuat gw memutuskan untuk menginap dirumah Valli. Gw berniat untuk meminjam sofanya, namun sepertinya, diri gw yang kemarin berhasil dibujuk untuk tidur dikasur.
“Ah!” ucap gw, membuat sendokan bubur gandum ini terhenti tepat di depan mulut gw. Suara gw membuat Valli yang sedang makan pun ikut terhenti, terlihat matanya yang terang itu seakan kebingungan melihat gw. “Kayaknya gw kemarin datang, langsung tidur ya?” tanya gw setelah otak gw berhasil mengingat semua kejadian semalam.
“Iya hahaha. Kayaknya kamu capek banget kemaren ya.” ucap Valli sambil tertawa.
“Hahahaha. Ahhh sorry ya.”
“Hm? Kenapa?” tanyanya.
“Ya karena dateng dateng langsung tidur gitu. Gw udah jadi tamu yang ga beretika. Hahaha.” jawab gw.
“Adiii. Kamu apaan sih?! kayak orang asing aja!!” protes Valli. “Kamu tuh ya.. kamu tuh pacar aku! dan kamu tau ga? selama kita jadian ini, cuman aku doang yang kayanya manja manja sama kamu! Jadi pas kemarin kamu begitu, aku seneng banget!! akhirnya kamu bergantung sama aku.” Jelas dia panjang lebar.
“Hee? emang salah kalo gw ga nyusahin kamu?” tanya gw.
“Salah! uuugghhh. Gimana ya? selama ini, selama kita bersama ini, aku tidak punya masalah! tidak punya komplain apapun ke kamu!” ujar Valli sambil menggetok tangannya yang menggenggam sendok itu kemeja seperti anak kecil.
“Ha???”
“Rasanya tuh, Ughgghhhhh! frustasi tau gak?! aku mau ini, kamu dateng bawa ini. aku lagi pengen itu, kamu datang bawa itu. GA ADA MASALAH!! karena ga ada masalah ini, jadi sebuah maslaah buat aku…” lanjut dia.
“Kamu… kamu tau gak betapa absurdnya apa yang kamu katakan tadi?! astaga. perempuan aneh!.” ucap gw sambil menepok jidat gw.
“Aku tauuuu ini absurd. Tapiiiiii….” keluh Valli seperti orang setress.
“Oke oke…. hahhhh… abis ini gw mau minta sesuatu sama kamu. Udah abisin makanan kita dulu ya.”
“Yang benerrr?! Apa?! Apa?! Kamu mau minta apa?!” tanya Valli yang lama lama bikin kepala gw pusing.
“Makaaaan duluuuuuu saraapaaannnnyyaaaaaa!!” jawab gw membuat Valli tertawa dan akhirnya mengikuti arahan gw.
Sarapan pun sudah kami habiskan dengan sukses. Gw pun membantu Valli untuk membersihkan semua mangkuk dan sendok yang kami pakai, ada hal yang gw sadari hari ini tentang Valli, ia lebih aktif, lebih ceria dari biasanya, saking cerianya, sampai membuat gw agak kesal karena tubuh gw habis diusili oleh tingkah lakunya. Selesai mengeringkan tangan yang basah ini, disana tampak Valli yang sudah menunggu di sofa, gw tau apa yang akan dia katakan.
“Ayo Adi! kamu mau minta apa? hm? hmmmm?” tanyanya, membenarkan dugaan gw.
“Oke. oke. sini. Kamu duduk diujung sofa sini.” ujar gw sambil menepuk bantal sofa. Valli pun menggeser posisi duduknya sampai ujung sofa yang gw tunjuk.
“terus?”
“Nah pas nih!” ucap gw sambil merebahkan tubuh gw di sofa ini, dengan kepala gw menjadikan paha Valli sebagai sandaran kepala.
“Hm? Permintaan mu ini? Ini aja?” tanyanya
“Ya ini aja.”
“Tapi… “
“Apa yang kamu lakuin sekarang, sudah cukup untuk semuanya.” ucap gw sambil memejamkan mata.
Tidak ada balasan lagi dari Valli. Gw, diluar dugaan, gw sangat menikmati momen ini, sepertinya memang, paha seorang wanita merupakan sesuatu yang paling nyaman di dunia ini. Beberapa saat kemudian gw merasakan tangan Valli perlahan membelai rambut gw.
“Gimana kerjaanmu di Jepang? pasti melelahkan ya? sampai kamu kaya gini.” ucap Valli yang terdengar di atas kepala gw.
“Ya. Berat.” ucap gw singkat.
“Emang apa yang kamu kerjain satu bulan kemarin?” tanyanya.
“Hmmm.” pikir gw mencari deskripsi yang tepat. “Kerjaanku? bisa dibilang sepertimu. Volunteering, menolong orang yang membutuhkan.”
“Ohya? siapa yang kamu urus?”
“Seorang anak. Yang ingin lepas dari keluarganya yang aneh.”
“Aneh? aneh kenapa?”
“Diluar karne keluarga itu ketat dan overprotective sama anak itu? keluarga itu mempraktikan incest.”
“Incest!?” kaget Valli
“Valli…. kalau kamu jadi aku, apakah kamu akan menolong anak itu?” tanya gw
“Pasti dong!”
“Alasannya?”
“Alasannya? ya untuk menyelamatkan anak itu dari kelakuan keluarganya itu dong Di.”
“Alasan yang sangat sepertimu banget ya Valli hahahaha.”
“Memangnya kamu? kamu ga nolong anak itu karena alasan itu?” tanya Valli.
“Ga.”
“Jadi karena apa kamu menolong dia?”
“Karena usaha dia untuk lepas dari keluarganya. Usaha dia yang tidak peduli apakah usahanya itu akan menghancurkan dirinya atau tidak, tapi dia tetap jalankan” ucap gw. “Usaha dia yang memberikan dia nilai untuk ditolong”
“……..”
“Itulah beda antara gw dan kamu, Valli. Gw membantu karena ada nilai yang pantas untuk dibantu, sedangkan kamu, kamu membantu semua orang, terlepas dari orang itu layak dibantu atau tidak.” ujar gw.
“……..”
“Kamu itu… seperti ayahku. Membantu semua orang, sampai dia kehilangan apa yang dicintainya, yaitu istrinya, dan juga kehilangan waktu untuk membimbing gw sampai dewasa.”
“……..”
“Gw tau, kamu suka bertanya ke Anastasya tentang lingkungan prostitusi tempat dia tumbuh dulu kan? gw tau, apa yang kamu pikirkan mengenai kondisi para prostitut itu, tapi biar gw kasih tau lagi Valli, tidak semua prostitut itu butuh diselamatkan. Mereka punya pilihan-“ ucap gw lalu terpotong.
“Mereka Adi, mereka tidak punya pilihan.” jawab Valli tegas.
“Haaah, sudah gw duga jawabanmu seperti ini. Kamu tau apa yang kamu hadapi? bukan penjahat biasa, tapi Mafia.” ujar gw
“Aku tau… tapi karena itulah aku harus menolong mereka bukan?”
“Haaaaah.” gw menyerah.
“Adi. Apa maksud kamu. Aku akan berusah jauh jauh dari bahaya. Dan kalau aku tau itu akan bahaya, aku akan minta bantuanmu. Bagaimana?”
“Okelah.” ucap gw singkat
“Pasti Ayahmu adalah pria yang menakjubkan ya Di?”
Ucapan Valli tersebut hanya gw jawab dengan sebuah senyuman yang mana tak terlihat oleh Valli. Ia terus membelai kepala gw dengan lembut. Sudah lama sekali gw tidak merasakan keadaan relax seperti ini. Waktu terus berjalan, tapi tidak dengan ingatan gw, karena gw sudah larut kedalam tenangnya belaian Valli.
“Pagi” ucap wanita itu. Wanita yang gw kenal sangat dekat sekarang ini. Kekasih gw. Valli. Berdiri disana mengenakan kaos oversized yang menutupi badannya sampai ke pangkal pahanya. Ia berjalan mendekati dan berhenti tepat didepan gw, ia lalu membuka penutup jendela yang berada tepat didepan gw ini, membuka jalan untuk sinar matahari yang berhasil membuat mata gw silau. “Bangun yuk, sarapan udah kubuat dimeja.” ucapnya sambil menarik tangan gw keluar kamar.
Kemarin, sepulangnya gw dari Jepang, setelah gw bertemu Anastasya dan menaruh semua barang bawaan dan oleh oleh untuknya, gw langsung pergi menuju tempat Valli. Gw ingat saat itu hari sudah beranjak malam, dan cuaca saat itu sangatlah dingin. Sesampai dirumah Valli pun gw memberikan oleh olehnya, lalu berbincang bincang kecil, rasa kantuk dan lelah saat itu membuat gw memutuskan untuk menginap dirumah Valli. Gw berniat untuk meminjam sofanya, namun sepertinya, diri gw yang kemarin berhasil dibujuk untuk tidur dikasur.
“Ah!” ucap gw, membuat sendokan bubur gandum ini terhenti tepat di depan mulut gw. Suara gw membuat Valli yang sedang makan pun ikut terhenti, terlihat matanya yang terang itu seakan kebingungan melihat gw. “Kayaknya gw kemarin datang, langsung tidur ya?” tanya gw setelah otak gw berhasil mengingat semua kejadian semalam.
“Iya hahaha. Kayaknya kamu capek banget kemaren ya.” ucap Valli sambil tertawa.
“Hahahaha. Ahhh sorry ya.”
“Hm? Kenapa?” tanyanya.
“Ya karena dateng dateng langsung tidur gitu. Gw udah jadi tamu yang ga beretika. Hahaha.” jawab gw.
“Adiii. Kamu apaan sih?! kayak orang asing aja!!” protes Valli. “Kamu tuh ya.. kamu tuh pacar aku! dan kamu tau ga? selama kita jadian ini, cuman aku doang yang kayanya manja manja sama kamu! Jadi pas kemarin kamu begitu, aku seneng banget!! akhirnya kamu bergantung sama aku.” Jelas dia panjang lebar.
“Hee? emang salah kalo gw ga nyusahin kamu?” tanya gw.
“Salah! uuugghhh. Gimana ya? selama ini, selama kita bersama ini, aku tidak punya masalah! tidak punya komplain apapun ke kamu!” ujar Valli sambil menggetok tangannya yang menggenggam sendok itu kemeja seperti anak kecil.
“Ha???”
“Rasanya tuh, Ughgghhhhh! frustasi tau gak?! aku mau ini, kamu dateng bawa ini. aku lagi pengen itu, kamu datang bawa itu. GA ADA MASALAH!! karena ga ada masalah ini, jadi sebuah maslaah buat aku…” lanjut dia.
“Kamu… kamu tau gak betapa absurdnya apa yang kamu katakan tadi?! astaga. perempuan aneh!.” ucap gw sambil menepok jidat gw.
“Aku tauuuu ini absurd. Tapiiiiii….” keluh Valli seperti orang setress.
“Oke oke…. hahhhh… abis ini gw mau minta sesuatu sama kamu. Udah abisin makanan kita dulu ya.”
“Yang benerrr?! Apa?! Apa?! Kamu mau minta apa?!” tanya Valli yang lama lama bikin kepala gw pusing.
“Makaaaan duluuuuuu saraapaaannnnyyaaaaaa!!” jawab gw membuat Valli tertawa dan akhirnya mengikuti arahan gw.
Sarapan pun sudah kami habiskan dengan sukses. Gw pun membantu Valli untuk membersihkan semua mangkuk dan sendok yang kami pakai, ada hal yang gw sadari hari ini tentang Valli, ia lebih aktif, lebih ceria dari biasanya, saking cerianya, sampai membuat gw agak kesal karena tubuh gw habis diusili oleh tingkah lakunya. Selesai mengeringkan tangan yang basah ini, disana tampak Valli yang sudah menunggu di sofa, gw tau apa yang akan dia katakan.
“Ayo Adi! kamu mau minta apa? hm? hmmmm?” tanyanya, membenarkan dugaan gw.
“Oke. oke. sini. Kamu duduk diujung sofa sini.” ujar gw sambil menepuk bantal sofa. Valli pun menggeser posisi duduknya sampai ujung sofa yang gw tunjuk.
“terus?”
“Nah pas nih!” ucap gw sambil merebahkan tubuh gw di sofa ini, dengan kepala gw menjadikan paha Valli sebagai sandaran kepala.
“Hm? Permintaan mu ini? Ini aja?” tanyanya
“Ya ini aja.”
“Tapi… “
“Apa yang kamu lakuin sekarang, sudah cukup untuk semuanya.” ucap gw sambil memejamkan mata.
Tidak ada balasan lagi dari Valli. Gw, diluar dugaan, gw sangat menikmati momen ini, sepertinya memang, paha seorang wanita merupakan sesuatu yang paling nyaman di dunia ini. Beberapa saat kemudian gw merasakan tangan Valli perlahan membelai rambut gw.
“Gimana kerjaanmu di Jepang? pasti melelahkan ya? sampai kamu kaya gini.” ucap Valli yang terdengar di atas kepala gw.
“Ya. Berat.” ucap gw singkat.
“Emang apa yang kamu kerjain satu bulan kemarin?” tanyanya.
“Hmmm.” pikir gw mencari deskripsi yang tepat. “Kerjaanku? bisa dibilang sepertimu. Volunteering, menolong orang yang membutuhkan.”
“Ohya? siapa yang kamu urus?”
“Seorang anak. Yang ingin lepas dari keluarganya yang aneh.”
“Aneh? aneh kenapa?”
“Diluar karne keluarga itu ketat dan overprotective sama anak itu? keluarga itu mempraktikan incest.”
“Incest!?” kaget Valli
“Valli…. kalau kamu jadi aku, apakah kamu akan menolong anak itu?” tanya gw
“Pasti dong!”
“Alasannya?”
“Alasannya? ya untuk menyelamatkan anak itu dari kelakuan keluarganya itu dong Di.”
“Alasan yang sangat sepertimu banget ya Valli hahahaha.”
“Memangnya kamu? kamu ga nolong anak itu karena alasan itu?” tanya Valli.
“Ga.”
“Jadi karena apa kamu menolong dia?”
“Karena usaha dia untuk lepas dari keluarganya. Usaha dia yang tidak peduli apakah usahanya itu akan menghancurkan dirinya atau tidak, tapi dia tetap jalankan” ucap gw. “Usaha dia yang memberikan dia nilai untuk ditolong”
“……..”
“Itulah beda antara gw dan kamu, Valli. Gw membantu karena ada nilai yang pantas untuk dibantu, sedangkan kamu, kamu membantu semua orang, terlepas dari orang itu layak dibantu atau tidak.” ujar gw.
“……..”
“Kamu itu… seperti ayahku. Membantu semua orang, sampai dia kehilangan apa yang dicintainya, yaitu istrinya, dan juga kehilangan waktu untuk membimbing gw sampai dewasa.”
“……..”
“Gw tau, kamu suka bertanya ke Anastasya tentang lingkungan prostitusi tempat dia tumbuh dulu kan? gw tau, apa yang kamu pikirkan mengenai kondisi para prostitut itu, tapi biar gw kasih tau lagi Valli, tidak semua prostitut itu butuh diselamatkan. Mereka punya pilihan-“ ucap gw lalu terpotong.
“Mereka Adi, mereka tidak punya pilihan.” jawab Valli tegas.
“Haaah, sudah gw duga jawabanmu seperti ini. Kamu tau apa yang kamu hadapi? bukan penjahat biasa, tapi Mafia.” ujar gw
“Aku tau… tapi karena itulah aku harus menolong mereka bukan?”
“Haaaaah.” gw menyerah.
“Adi. Apa maksud kamu. Aku akan berusah jauh jauh dari bahaya. Dan kalau aku tau itu akan bahaya, aku akan minta bantuanmu. Bagaimana?”
“Okelah.” ucap gw singkat
“Pasti Ayahmu adalah pria yang menakjubkan ya Di?”
Ucapan Valli tersebut hanya gw jawab dengan sebuah senyuman yang mana tak terlihat oleh Valli. Ia terus membelai kepala gw dengan lembut. Sudah lama sekali gw tidak merasakan keadaan relax seperti ini. Waktu terus berjalan, tapi tidak dengan ingatan gw, karena gw sudah larut kedalam tenangnya belaian Valli.
junti27 dan 30 lainnya memberi reputasi
31
