- Beranda
- Stories from the Heart
Tak Punya Hati ?
...
TS
seenue
Tak Punya Hati ?
Ada saat, dimana kehidupan hanyalah omong kosong belaka.
Spoiler for Index:
Adakah Senyum di Semarang,
Spoiler for Index:
Diubah oleh seenue 06-05-2020 14:27
dbase51 dan 25 lainnya memberi reputasi
26
30.5K
264
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
seenue
#1
Kaki gw menyilang di dasboard mobilnya Lola, sesekali jari-jarinya gerak-gerak, mengalir bersama petikan gitar pengiring lagu. Entah musiknya siapa, yang jelas.. gw sangat menikmatinya.
'..kau terkam aku dari belakang..
...
..persetan denganmu..
...
..membunuhku..'
Sering gw dapet lagu-lagu aneh, entah indo, barat atau utara.. meski nggak ngerti artinya, gw tetap bisa menikmati musiknya. Dilain sisi, meski gw penyuka musik.. gw bukan kolektor musik. Sekali dengar ya sudah, mangkanya.. gw sering denger radio. Kalaupun nonton, sekali nonton ya sudah, nggak mau mengulang lagi. Toh, jalan ceritanya juga sudah tau.
Selama perjalanan, gw rebahan dengan mata terpejam, plus pake earphone. Sedangkan Lola, serius sama kemacetan di depanya. Resiko dia to, kan dia yang ajak.
Kalau gw sih, bodo amat mau orang berkata apa. Karena banyak dari mata-mata kepo, ngelihatin kaki gw yang pw di dasboard, atau.. curi pandang sama Lola. Mungkin, bagi mereka cantik. Tapi nggak cukup cantik buat gw, kalau memang Lola cantik, joni gw yang pertama bereaksi?.
BUGHH..
Gw kena tampol. Pas gw buka mata, taringnya Lola keluar. Gw pun lepas earphone sebelah kanan.
"Apa.." jawab gw datar.
"Kamu kok jahat banget sih," katanya manyun.
"Apanya yang jahat,"
"La dari tadi, aku di biarin.. peka dikit napa.."
"Lah, aku kan sudah peka kemaren, buktinya.. gw mau kamu ajak jalan, nggak pake bayar juga"
"Shitt.., iya wes.. nanti gw traktir, jadi.. tolong dengerin aku,"
"Ini kan sudah gw dengerin, gimana sih"
"Ya tuhan, kenapa aku harus suka sama manusia macam dia sih.." desisnya memelas. Gw, biasa aja.
Mobil lantut jalan, gw kembali dengan posisi se-PW mungkin. Bedanya, volume musik earphone gw agak kecil, kasihan Lola. Entahlah, kadang gw kasihan.. tapi, banyak bodo amatnya.
Kira-kira dua jam-an kita sampai depan UNMUH, ngopi bentar.. plus mikir mau kemana. Sungguh, bodoh memang. Ke Malang nggak punya tujuan. Karena buntu ide, kita cus ke tempat yang sudah Lola pesen. Semacam fila, katanya sih.. ini fila masih punya saudaranya. Entahlah, apa peduli gw.. asal gw ada tempat duduk, tidur dan nggak di ganggu orang.. ok ok saja.
Lokasinya cukup adem, sepi dan masih asri. Pas sampai pintu, kita disambut Pak kumis, kata Lola.. beliau penjaga ini vila sekaligus tukang kebun. Kebun apa ya? Ada juga halaman berumput hijau. Tau lah.
Vilanya nggak gede-gede amat. Modelnya semacam bangunan tua model Ponorogoan. Depan berbentuk sinom, baru.. belakangnya kamar dan dapur. Jadi, banyak aktifitas bakalan berada di bangunan depan, seperti bermalas-malasan, makan, nonton tv dan nongkrong. Yang keren, pemandangan dari bangunan utama adalah tembok. Bukan sekedar tembok, tapi.. tembok khas benteng pertempuran.
Terus, apa yang asik pikir gw. Bukankah.. yang namanya Vila, pasti punya sudut pandang yang keren?. Haiya.. tau lah.
Beberapa saat, kita hanya me time. Mandi, makan dan ngopi. Lola nggak tau kabur kemana setelah mandi, pak kumis juga nggak tau batang hidungnya. Gw, asik-asikan ndegerin musik di lazi bad. Mungkin, beberpa waktu kedepan.. gw bakalan begini terus, menikmati keadaan yang jauh dari keramaian. Satu yang gw suka, udaranya dingin.. seger.. dan jaket yang gw pakai, rasa-rasanya.. gw baru sadar, hangat-hangat dingin itu, sesuatu yang keren.
Musik cadas masih memenuhi telinga gw. Sampai gw membuka mata, saat bahu gw di sentuh. Pas gw buka mata, ternyata Lola, dengan senyuman khas orang-orang bergigi drakula. Manis pak.
"Aku dapet duku, yeee..." godanya tengil.
Kalau soal buah, nggak usah diminta.. gw langsung berangkat.
Makan..
Makan..
Makan..
"Gila, dua kilo udah mau ludes.., laper om!" Ucapnya yang kesekian kalinya.
"Lagi lah, mumpung nafsu makan ini"
"Hahahaha, ada syaratnya tapi"
"Halah.." jawab gw bodo.
"Kita keluar, nyari mi jangkrik, tapi kamu yang nyetir.."
"Budal.."
Sebenarnya, gw ini simple-simple susah. Ah entahlah, gw juga nggak paham.. gw ini orangnya gimana. Jahat nggak, baik juga nggak.
Kita keluar, tapi gw cuma ikutin perintah dia. Kiri.. kanan.. kiri.. kanan. Sudah. Satu lagi, gw nggak ngerti arah. Mana utara, mana selatan, dan seterusnya. Kira-kira.. sindrom apa yak? Seperti di Surabaya, kalau gw di daerah X misal, terus ditanya mana arah barat, selatan.. gw bakal angkat tangan. Tapi, kalau disuruh kemana.. pasti sampai tujuan. Hhhhh..
Kita sampai di mie jangkrik, tapi.. gw nggak makan mungkin. Biar Lola saja, gw alergi sama jangkrik, bisa biduran gw.
Kita dapet kursi di lantai dua, cukup asik dan nyaman. Interiornya instagramable, auto pasti.. gw jadi fotografer dadakan.
"Sana.. sana.."
"Lagi.."
"Jelek.. satu lagi, agak kekiri.."
Dan bla.. bla.. bal.., gw ngerasa bodoh dititik ini.
Setelah nggak jelas, mie kita datang.. tapi nggak pake jangkrik. Terus, kenapa pake clue jangkrik?
Bodo lah..
Rasanya, biasa.
Tau mie ayam ya 11-12. Bedanya, ini mie cukup keren.. mulai toping dan penyajianya. Teruntuk gw, asal makan.. kenyang.. sudah. Kenapa harus ribet.
Pas gw bicara sama kepala gw sendiri, sebenarnya.. lola ngoceh kemana-mana, tapi gak gw dengerin.. paling! Gw iya in aja.
Nggak ngerti gw, kenapa dia betah sama gw. Bukankah gw ini nggak peduli?.
Bodo lah..
***
Kita langsung pulang setelah makan. Lola teler kekenyangan, katanya lagi ngidam.. jadi, dua porsi dia embat sekaligus. Gw, kembali ke tempat empuk tadi, dengerin musik sembari menikmati kesejukan.
Puk..
Rasa-rasanya bantal baru saja mendarat di muka gw.
Gw lihat Lola lagi senyum-senyum.
"Apa..." tanya gw, meski sebatas kata mata.
Tanpa ba bi bu, lola nyelonong dan rebahan di samping gw.
"Gila ya gw, masih saja sok bahagia.. meski nggak pernah di anggap"
Jlebb..
Tapi nggak ada rasanya. Hanya saja, gw agak kesentil.
Gw cuma lihat senyumnya sekilas, meski senyumnya tulus.. lebar, tapi ada aura getir disana.
"La.." sapa gw datar.
"Emm.."
Kita masih sama, menatap langit.. beserta ketidakjelasan hidup. Gw yang nggak jelas, lola nggak.
"Rasa-rasanya, aku sudah mati La.."
"Maksud kamu?"
"Kamu pasti tau, gw ini kek gimana. Iya.. iya. Tidak.. tidak. Kamu cantik La, baik.. smart dan semuanya lah, tapi.. gw nggak ngerti.. cantik itu yang seperti apa. Gw sudah lama menjauh dari hingar-binar per-dramaan, La"
"Ngomong aja, aku dengerin kok.."
"Sebenarnya, gw capek dengan semua ini. Gw pegen seperti mereka, semacam.. melangkah pun ada alasanya, la gw!. Ngambang nggak jelas. Apa gw harus membuka hati.."
"Hahaha, nggak salah kamu ngomong kek gitu.. kamu nggak mabuk duku kan?"
"Ya wes.." jawab gw marah.
Gini yang nggak gw suka, kadang.. mereka nggak peduli saat gw mau serius. Atau, mereka bukan pendengar yang baik. Kamu tau, orang.. orang macam gw ini.. cuma butuh pendengar yang baik, pemberi suport atau.. paling receh, berilah ucapan "Semangat.." itu lebih berharga dari kata-katamu yang sok peka dan sok mengurui, apalagi sok tau.
"Kamu kenapa sih.."
"Gpp.."
Dan mendung tiba-tiba gelap. Hujan pun turun, menyiratkan.. apa-apa yang gw pendam, kembali luruh tanpa alasan. Bukan untuk hilang, tapi.. untuk mengendap.
Gw! Tetap sama.
Adapun mereka, tak lebih dari boneka-boneka yang membuat gw neg.
'..kau terkam aku dari belakang..
...
..persetan denganmu..
...
..membunuhku..'
Sering gw dapet lagu-lagu aneh, entah indo, barat atau utara.. meski nggak ngerti artinya, gw tetap bisa menikmati musiknya. Dilain sisi, meski gw penyuka musik.. gw bukan kolektor musik. Sekali dengar ya sudah, mangkanya.. gw sering denger radio. Kalaupun nonton, sekali nonton ya sudah, nggak mau mengulang lagi. Toh, jalan ceritanya juga sudah tau.
Selama perjalanan, gw rebahan dengan mata terpejam, plus pake earphone. Sedangkan Lola, serius sama kemacetan di depanya. Resiko dia to, kan dia yang ajak.
Kalau gw sih, bodo amat mau orang berkata apa. Karena banyak dari mata-mata kepo, ngelihatin kaki gw yang pw di dasboard, atau.. curi pandang sama Lola. Mungkin, bagi mereka cantik. Tapi nggak cukup cantik buat gw, kalau memang Lola cantik, joni gw yang pertama bereaksi?.
BUGHH..
Gw kena tampol. Pas gw buka mata, taringnya Lola keluar. Gw pun lepas earphone sebelah kanan.
"Apa.." jawab gw datar.
"Kamu kok jahat banget sih," katanya manyun.
"Apanya yang jahat,"
"La dari tadi, aku di biarin.. peka dikit napa.."
"Lah, aku kan sudah peka kemaren, buktinya.. gw mau kamu ajak jalan, nggak pake bayar juga"
"Shitt.., iya wes.. nanti gw traktir, jadi.. tolong dengerin aku,"
"Ini kan sudah gw dengerin, gimana sih"
"Ya tuhan, kenapa aku harus suka sama manusia macam dia sih.." desisnya memelas. Gw, biasa aja.
Mobil lantut jalan, gw kembali dengan posisi se-PW mungkin. Bedanya, volume musik earphone gw agak kecil, kasihan Lola. Entahlah, kadang gw kasihan.. tapi, banyak bodo amatnya.
Kira-kira dua jam-an kita sampai depan UNMUH, ngopi bentar.. plus mikir mau kemana. Sungguh, bodoh memang. Ke Malang nggak punya tujuan. Karena buntu ide, kita cus ke tempat yang sudah Lola pesen. Semacam fila, katanya sih.. ini fila masih punya saudaranya. Entahlah, apa peduli gw.. asal gw ada tempat duduk, tidur dan nggak di ganggu orang.. ok ok saja.
Lokasinya cukup adem, sepi dan masih asri. Pas sampai pintu, kita disambut Pak kumis, kata Lola.. beliau penjaga ini vila sekaligus tukang kebun. Kebun apa ya? Ada juga halaman berumput hijau. Tau lah.
Vilanya nggak gede-gede amat. Modelnya semacam bangunan tua model Ponorogoan. Depan berbentuk sinom, baru.. belakangnya kamar dan dapur. Jadi, banyak aktifitas bakalan berada di bangunan depan, seperti bermalas-malasan, makan, nonton tv dan nongkrong. Yang keren, pemandangan dari bangunan utama adalah tembok. Bukan sekedar tembok, tapi.. tembok khas benteng pertempuran.
Terus, apa yang asik pikir gw. Bukankah.. yang namanya Vila, pasti punya sudut pandang yang keren?. Haiya.. tau lah.
Beberapa saat, kita hanya me time. Mandi, makan dan ngopi. Lola nggak tau kabur kemana setelah mandi, pak kumis juga nggak tau batang hidungnya. Gw, asik-asikan ndegerin musik di lazi bad. Mungkin, beberpa waktu kedepan.. gw bakalan begini terus, menikmati keadaan yang jauh dari keramaian. Satu yang gw suka, udaranya dingin.. seger.. dan jaket yang gw pakai, rasa-rasanya.. gw baru sadar, hangat-hangat dingin itu, sesuatu yang keren.
Musik cadas masih memenuhi telinga gw. Sampai gw membuka mata, saat bahu gw di sentuh. Pas gw buka mata, ternyata Lola, dengan senyuman khas orang-orang bergigi drakula. Manis pak.
"Aku dapet duku, yeee..." godanya tengil.
Kalau soal buah, nggak usah diminta.. gw langsung berangkat.
Makan..
Makan..
Makan..
"Gila, dua kilo udah mau ludes.., laper om!" Ucapnya yang kesekian kalinya.
"Lagi lah, mumpung nafsu makan ini"
"Hahahaha, ada syaratnya tapi"
"Halah.." jawab gw bodo.
"Kita keluar, nyari mi jangkrik, tapi kamu yang nyetir.."
"Budal.."
Sebenarnya, gw ini simple-simple susah. Ah entahlah, gw juga nggak paham.. gw ini orangnya gimana. Jahat nggak, baik juga nggak.
Kita keluar, tapi gw cuma ikutin perintah dia. Kiri.. kanan.. kiri.. kanan. Sudah. Satu lagi, gw nggak ngerti arah. Mana utara, mana selatan, dan seterusnya. Kira-kira.. sindrom apa yak? Seperti di Surabaya, kalau gw di daerah X misal, terus ditanya mana arah barat, selatan.. gw bakal angkat tangan. Tapi, kalau disuruh kemana.. pasti sampai tujuan. Hhhhh..
Kita sampai di mie jangkrik, tapi.. gw nggak makan mungkin. Biar Lola saja, gw alergi sama jangkrik, bisa biduran gw.
Kita dapet kursi di lantai dua, cukup asik dan nyaman. Interiornya instagramable, auto pasti.. gw jadi fotografer dadakan.
"Sana.. sana.."
"Lagi.."
"Jelek.. satu lagi, agak kekiri.."
Dan bla.. bla.. bal.., gw ngerasa bodoh dititik ini.
Setelah nggak jelas, mie kita datang.. tapi nggak pake jangkrik. Terus, kenapa pake clue jangkrik?
Bodo lah..
Rasanya, biasa.
Tau mie ayam ya 11-12. Bedanya, ini mie cukup keren.. mulai toping dan penyajianya. Teruntuk gw, asal makan.. kenyang.. sudah. Kenapa harus ribet.
Pas gw bicara sama kepala gw sendiri, sebenarnya.. lola ngoceh kemana-mana, tapi gak gw dengerin.. paling! Gw iya in aja.
Nggak ngerti gw, kenapa dia betah sama gw. Bukankah gw ini nggak peduli?.
Bodo lah..
***
Kita langsung pulang setelah makan. Lola teler kekenyangan, katanya lagi ngidam.. jadi, dua porsi dia embat sekaligus. Gw, kembali ke tempat empuk tadi, dengerin musik sembari menikmati kesejukan.
Puk..
Rasa-rasanya bantal baru saja mendarat di muka gw.
Gw lihat Lola lagi senyum-senyum.
"Apa..." tanya gw, meski sebatas kata mata.
Tanpa ba bi bu, lola nyelonong dan rebahan di samping gw.
"Gila ya gw, masih saja sok bahagia.. meski nggak pernah di anggap"
Jlebb..
Tapi nggak ada rasanya. Hanya saja, gw agak kesentil.
Gw cuma lihat senyumnya sekilas, meski senyumnya tulus.. lebar, tapi ada aura getir disana.
"La.." sapa gw datar.
"Emm.."
Kita masih sama, menatap langit.. beserta ketidakjelasan hidup. Gw yang nggak jelas, lola nggak.
"Rasa-rasanya, aku sudah mati La.."
"Maksud kamu?"
"Kamu pasti tau, gw ini kek gimana. Iya.. iya. Tidak.. tidak. Kamu cantik La, baik.. smart dan semuanya lah, tapi.. gw nggak ngerti.. cantik itu yang seperti apa. Gw sudah lama menjauh dari hingar-binar per-dramaan, La"
"Ngomong aja, aku dengerin kok.."
"Sebenarnya, gw capek dengan semua ini. Gw pegen seperti mereka, semacam.. melangkah pun ada alasanya, la gw!. Ngambang nggak jelas. Apa gw harus membuka hati.."
"Hahaha, nggak salah kamu ngomong kek gitu.. kamu nggak mabuk duku kan?"
"Ya wes.." jawab gw marah.
Gini yang nggak gw suka, kadang.. mereka nggak peduli saat gw mau serius. Atau, mereka bukan pendengar yang baik. Kamu tau, orang.. orang macam gw ini.. cuma butuh pendengar yang baik, pemberi suport atau.. paling receh, berilah ucapan "Semangat.." itu lebih berharga dari kata-katamu yang sok peka dan sok mengurui, apalagi sok tau.
"Kamu kenapa sih.."
"Gpp.."
Dan mendung tiba-tiba gelap. Hujan pun turun, menyiratkan.. apa-apa yang gw pendam, kembali luruh tanpa alasan. Bukan untuk hilang, tapi.. untuk mengendap.
Gw! Tetap sama.
Adapun mereka, tak lebih dari boneka-boneka yang membuat gw neg.
tikusil dan 5 lainnya memberi reputasi
6