- Beranda
- Stories from the Heart
Journey Of Love [Catatan Perjalanan Makkah - Madinah]
...
TS
abangruli
Journey Of Love [Catatan Perjalanan Makkah - Madinah]
![Journey Of Love [Catatan Perjalanan Makkah - Madinah]](https://s.kaskus.id/images/2019/02/09/10479605_20190209105109.jpg)
PROLOGUE
“Rasanya pengen banget umrah...”
“Iya, aku juga... tapi bagaimana caranya ya?”
“Uang kita gak cukup ya?”
“Ya enggak lah... hahaha..”
“Dateng ke pameran umrah aja yuk, mumpung lagi ada di JHCC”
“Ntar malah makin kepengen..”
“Ya gak apa-apa, kan bisa jadi penambah semangat!”
“Iya ya, kita jadiin aja ini bagian dari doa, ikhtiar dan tawakal-nya kita, biar ntar hasil akhirnya Allah yang nentuin..”
(percakapan 4 bulan sebelumnya)
Gaes...
Kisah ini adalah catatan perjalanan umrah yang aku lakukan beberapa tahun lampau. Agan bakal nemuin the other stories of umrah, sisi lain dari perjalanan di Makkah dan Madinah. Semoga kisah-kisah tersebut bisa bikin agan-agan yang udah umrah, jadi terobati rasa kangennya... dan bagi agan-agan yang belum umrah, jadi makin semangat nabung...
Yang jelas, jangan kubur impian agan untuk umrah.. percayalah, keajaiban itu selalu ada!
Salam,
Ruli Amirullah
INDEX
Bab I - Menuju Tanah Haram
#1 - Melangkah Mendekat (Di Bandara Soekarno-Hatta)
#2 - Di Pesawat Yang Menjemukan
#3- Melayang Mendekati Madinah
#4 - Aku Pucat Di Bandara Madinah
#5 - Apa Kabar Indonesia?
#6 - Tak Asing Di Negeri Asing
#7 - Subuh Yang Indah di Madinah
#8 - Pesan Tentang Kesombongan di Jabal Uhud
#9 - Masjid Quba, Masjid dengan Pahala Umrah
#10 -Gadis Kecil yang Manis tapi Masam
#11 - Belanja di Pasar Kurma
#12 - Bersimpuh di Taman Surga
#13 - Lapangan Berbatu Itu Tempat Para Syuhada
#14 - Ya Rasul Salam Alaika
#15 - Pengalaman Istri di Raudah
Bab II - .....
Masih terus nyambung nih yaa..
Diubah oleh abangruli 13-03-2019 12:34
4
6K
60
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
abangruli
#14
#5 - Apa Kabar Indonesia?
Aku tersenyum mengingatnya, terlebih lagi kemudian ingat bahwa ada pengalaman lagi yang jauh lebih menarik. Kini giliran kakakku yang bikin kejutan. Ceritanya jauh lebih menarik. Momentnya sama, waktu aku masih kecil....
Setelah kejadian perampasan film, kemudian kami sekeluarga melangkah di dalam terminal kedatangan, tiba-tiba serombongan tentara, juga lengkap dengan senjatanya, lari menyergap kakakku. Beneran menyergap seperti yang sering kita saksikan di film action! Tubuh kakakku yang kurus itu didorong menghadap ke tembok, tangan dipaksa untuk menempel di dinding, kaki diregangkan. Dan di bawah todongan beberapa moncong senapan mesin, kakakku digeledah. Tujuan utama mereka adalah tonjolan yang tampak dibalik jas kakakku. Setelah disingkap, tampaklah gulungan koran yang ia letakkan di saku belakang celana. Melihat ternyata itu hanyalah koran, bukan senjata, akhirnya para tentara itu pergi meninggalkan kakakku yang mukanya jauh lebih pucat pasi dibanding aku tadi...
Cukup menyeramkan memang tapi saat ini aku sudah bisa mengingatnya sambil tertawa geli. itulah salah satu pengalaman lucu saat aku kecil dulu. Beruntung kali ini tidak sedang perang teluk. Aku sedikit lega saat melihat orang di depanku tampak tak terlalu lama pemeriksaannya. Petugasnya pun terlihat cukup ramah, sesuai dengan karakter penduduk Madinah yang cenderung halus. Walau begitu tetap saja tegang saat tiba giliranku. Aku tersenyum sambil menyapa “Assalamualaikum…”
“Wa’alaikum salam..” jawabnya. Tapi ia tidak membalas senyum yang aku kembangkan. Biarlah yang penting tidak ada wajah ketus atau galak. Dan yang terpenting adalah, tidak ada senjata yang moncongnya mengarah padaku.
Aku semakin bersyukur karena tidak banyak pertanyaan yang diajukan, malah sebenarnya tidak ada. Hanya melihat paspor, mengamati wajah, meminta aku untuk meletakkan jari-jari di scanner, kemudian menyuruh aku untuk menatap pada kamera digital.
Klik!
Akupun di foto olehnya. Tentu bukan karena ia mengagumiku. Itu semua bagian dari prosedur imigrasi. Setelah selesai, aku langsung menyusul istriku yang telah lebih dulu selesai pemeriksaan paspornya, kami bergerak menuju tempat pengambilan bagasi.
Alhamdulillah, Proses pengambilan barang juga berlangsung singkat, karena ternyata barang sudah menumpuk, kami tinggal memilih koper kami saja. Dan lagi-lagi pemeriksaan barang berlangsung singkat, karena barang kami tidak ada yang dibuka untuk diperiksa satu persatu. Semua barang hanya masuk alat deteksi dan selesai. Tinggal selangkah sebelum kami benar-benar keluar dari bangunan bandara. Ada satu pemeriksaan paspor lagi. Tapi ini juga entah apa yang dilihat, karena hanya sekilas sang petugas melihat paspor dan mengembalikan kepada kami. Bahkan, berbeda dengan petugas imigrasi yang pertama, petugas yang ini dengan wajah ramah dan senyum yang mengembang menyapa kami satu persatu dengan bahasa yang begitu familiar bagi kami, “Apa kabar Indonesia?”
Ya, ia menyapa dalam bahasa Indonesia.
“Baik, baik…” jawabku dengan gembira. Merasa senang disapa oleh petugas kerajaan dengan menggunakan bahasa yang aku mengerti.
Ah, penduduk Madinah memang ramah.
Tak heran Rasul memilih Madinah sebagai tempat tinggalnya….
Aku tersenyum mengingatnya, terlebih lagi kemudian ingat bahwa ada pengalaman lagi yang jauh lebih menarik. Kini giliran kakakku yang bikin kejutan. Ceritanya jauh lebih menarik. Momentnya sama, waktu aku masih kecil....
Setelah kejadian perampasan film, kemudian kami sekeluarga melangkah di dalam terminal kedatangan, tiba-tiba serombongan tentara, juga lengkap dengan senjatanya, lari menyergap kakakku. Beneran menyergap seperti yang sering kita saksikan di film action! Tubuh kakakku yang kurus itu didorong menghadap ke tembok, tangan dipaksa untuk menempel di dinding, kaki diregangkan. Dan di bawah todongan beberapa moncong senapan mesin, kakakku digeledah. Tujuan utama mereka adalah tonjolan yang tampak dibalik jas kakakku. Setelah disingkap, tampaklah gulungan koran yang ia letakkan di saku belakang celana. Melihat ternyata itu hanyalah koran, bukan senjata, akhirnya para tentara itu pergi meninggalkan kakakku yang mukanya jauh lebih pucat pasi dibanding aku tadi...
Cukup menyeramkan memang tapi saat ini aku sudah bisa mengingatnya sambil tertawa geli. itulah salah satu pengalaman lucu saat aku kecil dulu. Beruntung kali ini tidak sedang perang teluk. Aku sedikit lega saat melihat orang di depanku tampak tak terlalu lama pemeriksaannya. Petugasnya pun terlihat cukup ramah, sesuai dengan karakter penduduk Madinah yang cenderung halus. Walau begitu tetap saja tegang saat tiba giliranku. Aku tersenyum sambil menyapa “Assalamualaikum…”
“Wa’alaikum salam..” jawabnya. Tapi ia tidak membalas senyum yang aku kembangkan. Biarlah yang penting tidak ada wajah ketus atau galak. Dan yang terpenting adalah, tidak ada senjata yang moncongnya mengarah padaku.
Aku semakin bersyukur karena tidak banyak pertanyaan yang diajukan, malah sebenarnya tidak ada. Hanya melihat paspor, mengamati wajah, meminta aku untuk meletakkan jari-jari di scanner, kemudian menyuruh aku untuk menatap pada kamera digital.
Klik!
Akupun di foto olehnya. Tentu bukan karena ia mengagumiku. Itu semua bagian dari prosedur imigrasi. Setelah selesai, aku langsung menyusul istriku yang telah lebih dulu selesai pemeriksaan paspornya, kami bergerak menuju tempat pengambilan bagasi.
Alhamdulillah, Proses pengambilan barang juga berlangsung singkat, karena ternyata barang sudah menumpuk, kami tinggal memilih koper kami saja. Dan lagi-lagi pemeriksaan barang berlangsung singkat, karena barang kami tidak ada yang dibuka untuk diperiksa satu persatu. Semua barang hanya masuk alat deteksi dan selesai. Tinggal selangkah sebelum kami benar-benar keluar dari bangunan bandara. Ada satu pemeriksaan paspor lagi. Tapi ini juga entah apa yang dilihat, karena hanya sekilas sang petugas melihat paspor dan mengembalikan kepada kami. Bahkan, berbeda dengan petugas imigrasi yang pertama, petugas yang ini dengan wajah ramah dan senyum yang mengembang menyapa kami satu persatu dengan bahasa yang begitu familiar bagi kami, “Apa kabar Indonesia?”
Ya, ia menyapa dalam bahasa Indonesia.
“Baik, baik…” jawabku dengan gembira. Merasa senang disapa oleh petugas kerajaan dengan menggunakan bahasa yang aku mengerti.
Ah, penduduk Madinah memang ramah.
Tak heran Rasul memilih Madinah sebagai tempat tinggalnya….
0