saya sekalian coba mengulas dikit ya, tolong dikoreksi kalau nanti ada narasi yang dirasa fabricated atau keliru,thanks sebelumnya.



setelah Indonesia merdeka pada tahun 17 Agustus 1945, masyarakat Tionghoa mendadak mendapati diri mereka mengalami krisis identitas yang sebelumnya jarang terpikir.

yuk flashback dulu, kedatangan etnis Tionghoa ke nusantara terjadi dalam beberapa gelombang, dari catatan sejarah waktu Zheng He melayari pesisir nusantara sekitar tahun 1400 punjul sekian, beliau sudah menemukan adanya orang Cina di beberapa pemukiman atau kampung yang tersebar mulai dari Palembang hingga Jawa, tak ada data yang pasti apakah mereka settle atau temporary dan sejak kapan ada disana.

setelah masa masa Zheng He dan Majapahit, ada juga kedatangan Tionghoa antara tahun 1500 s/d 1700 pada periode kerajaan nusantara hingga VOC, hingga ada geger Pecinan yang kalau gak salah ingat ada threadnya di Forsex.

setelah itu tahun 1800 sekian ada kedatangan koeli perkebunan atau entah tambang, seingat saya itu di threadnya dragonroar.

dan yang paling belakang antara tahun 1900an.

yang sudah ratusan tahun, tentunya sudah banyak yang interracial marriage with local people menghasilkan kelompok peranakan atau babah (dengan masih membawa ciri Tionghoa pada fisik atau budaya) sedangkan yang baru akhir abad 19 - awal abad 20 itu yang disebut totok.



begitu Indonesia merdeka taun 1945, semua masyarakat Tionghoa tersebut - baik yang sudah ratusan tahun maupun baru 50 tahun di Indonesia - kebingungan soal identitas, semua surat keluaran Belanda soal WN otomatis gak berlaku di republik, sedngkn pada 3 strata di post sebelumnya status timur jauh mereka memang mengambang.

berbeda dengan Arab yang Muslim dimana saat RI merdeka otomatis menjadi pribumi, cmiiw.. orang Tiionghoa masih mencari cari identitas diri lagi.

sekitar periode tahun 40an tingkat literasi masyarakat termasuk Tionghoa boleh dibilang rendah, mayoritas orang zaman segitu kalau gak boleh dibilang bodoh sebut saja lugu, maklum arus informasi terbatas lewat mulut, koran yang terbatas artkelnya atau radio.

saat dr Sun berhasil menumbangkan dinasti Qing dan mendirikan ROC pada 1911, sebagian masyarakat Tionghoa terbawa euforia pro leluhur.. masa masa disuruh berkuncir, WN kelas 2 di zaman Qing, hidup kere, sering rusuh, wabah penyakit, bencana alam seakan sirna dengan berdirinya ROC.

tapi pada tahun 1932 sudah ada Partai Tionghoa Indonesia yang berorientasi pada Indonesia dan menjadi WNI bila Indonesia merdeka.

jadi lengkap sudah, Tionghoa pecah 3 golongan pro Belanda, pro leluhur dan pro rebublik Indonesia, Tionghoa pro leluhur itu nantinya juga masih pecah lagi karena ada yang pro China nasionalis dan pro paham komunis (sebenarnya Tionghoa pecah 4 golongan, golongan mayoritas adalah golongan yang gak peduli pro pro an asal hidup aman lancar tapi toh akhirnya harus tetap terseret juga).

kembali ke setelah RI merdeka 17 Agustus 45.

republik Indonesia yang baru berdiri semasa itu benar benar berat, setelah merdeka ada aksi polisionil Belanda, aksi kekerasan ke Tionghoa, gejala separatis, penataan ekonomi, perjuangan diplomatik di kancah internasional dan seabreg masalah lainnya.

tapi pemerintah masih menyempatkan diri membuat UU No 3 tahun 1946 tentang kewarga negaraan yang "khususnya" ditujukan pada masyarakat Tionghoa, UU ini bersifat stelsel pasif dimana person yang telah tinggal selama sekian tahun di Indonesia sebelum RI merdeka diakui sebagai WNI kecuali bila ia menolak.

sedikit yang menolak, tapi masalah belum kelar gara gara ius soli dan ius sanguinis bisa berakibat dobel ke WNan, tahun 50 berapa gitu saya baca ada beberapa UU tambahan yang mengatur, hingga masa pak Harto ada stelsel aktif dimana Tionghoa harus mengajukan SBKRI dengan susah payah plus biaya biaya ajaib entah darimana, segala keruwetan itu akhirnya berhasil ditutup oleh UU no 12/ 2006.



UU no 3 tahun 46 yang merangkul Tionghoa menjadi warga bumi pertiwi Indonesia tak serta merta mengakhiri aksi kekerasan pada tahun tahun itu, beberapa aksi masih tejadi dan sentimen anti Cina tetap terjaga di beberapa kalangan.

sebagai tambahan, saat Belanda meninggalkan Indonesia sebagian besar elemen pro Belanda termasuk pribumi dan Tionghoa ikut Immigration from the Dutch East Indies (1945-1965) dan memilih menjadi WN Belanda.

penyaringan ke 2 terhadap Tionghoa terjadi saat kisruh PP 10 1959 dan kejadian yang mengikutinya.



kasus yang di artikel itu seandainya benar terjadi keknya gara gara bapak itu pindah ke Indonesia baru tahun 1940an.

btw..

kalau gak salah pernah ada wacana bila solusi semua permasalahan Tionghoa di Indonesia ini sebenarnya sederhana.. kuncinya ialah dengan bertobat, mualaf memeluk Islam dan semua akan terselesaikan dengan baik.

sejauh mana kebenaran solusi tersebut.. entahlah.

cerita selanjutnya akan kembali ke PAT dan simalakama masyarakat Tionghoa masa itu (besok lanjutannya kalau sempat).