nanitrianiAvatar border
TS
nanitriani
BUNGKAM

Sekarang aku memahami arti kehidupan. Aku pernah merasakan kehancuran yang tiada hentinya, diterpa angin kehidupan yang sangat kencang. Aku seperti daun kering yang terbang jauh tanpa arah, lalu jatuh di suatu tempat dan terinjak banyak orang hingga menjadi kepingan bahkan serpihan. Pernah pula aku merasakan jatuh cinta, sangat jatuh. Namun ketika aku jatuh, maka aku harus bangkit kembali dan melanjutkan berjalan bahkan berlari. Hidupku, keluarga kecilku, sang putri kecilku, dan dia. Selalu ada di hatiku.

Aku masih ingat kejadian berharga dalam hidupku, beberapa cerita masa lalu yang mebuatku tersenyum bahkan menangis. Masih jelas teringat, sangat jelas.
***

Angin meniup lembut tubuhku yang sedari tadi duduk termenung di pinggir danau, cahaya jingga sang senja menembus beningnya. Butiran air mata tak terasa jatuh dari mataku yang semakin sembab. Aku termenung di bangku taman, di bawah pohon yang daunnya berguguran tertiup angin, beberapa terbang lalu jatuh ke danau, dan beberapa menerpa tubuhku. Air mataku memang tak seindah air danau yang selalu bersedia tertembus cahaya jingga sang senja, juga tak seindah daun yang berguguran tertiup angin. Meskipun begitu, aku tetap berani menjatuhkannya hingga berantakan.

Di dunia ini aku sudah tidak mempunyai siapa pun. Aku kesepian, aku sadar, dan aku tahu dengan pasti bahwa aku sudah kehilangan semuanya, tak terkecuali orang tua. Namun masih ada saja kata ‘beruntung’ dalam hidupku. Ya, keluarga adik perempuan ibuku masih peduli terhadapku dan berbaik hati menyekolahkanku sampai aku lulus. Dan sekarang, aku memutuskan untuk tinggal sendiri di rumahku yang dulu, yaitu tempat aku dan kedua orang tuaku tinggal bersama. Aku tidak ingin lagi menjadi beban keluarga bibiku, meski mereka dengan lapang dada menerimaku.

Setelah memutuskan untuk tinggal sendiri, kini aku bekerja sebagai guru honorer sekolah dasar. Rumahku tidak terlalu jauh dari sekolah tempat aku mengajar, jadi aku hanya berjalan kaki untuk menempuhnya.
Hampir setiap sore aku selalu pergi ke taman yang sepi di pinggir danau. Aku duduk di atas hamparan rumput hijau sambil memerhatikan air danau yang begitu indah. Danau ini seolah menyimpan beribu cerita hidupku yang selalu aku tumpahkan melalui biasan jingga sang senja yang tenang.

Ah ya, namaku Raina, ibuku bilang namaku berasal dari kata rain yang artinya hujan. Ibuku suka sekali dengan hujan, dia bilang hujan itu ribuan nikmat yang Tuhan turunkan ke bumi. Namun entah mengapa, aku lebih menyukai matahari, sang senja atau sang fajar, keduanya aku suka. Bagiku, matahari tak kenal lelah menyinari bumi meski bumi tak membalas menyinarinya, namun dia tetap setia memancarkan cahaya hangat kepada bumi. Meskipun matahari akan menghilang ketika malam datang, namun dia tidak pernah pamit kepada bumi karena dia tahu keesokan harinya dia akan kembali lagi untuk bersinar. Dan meskipun dia menghilang ketika malam, dia tetap menyinari bumi melalui sang bulan. Bukankah begitu?

Kini hari mulai gelap, angin mulai bertiup kencang dan dingin. Matahari sudah hampir menghilang tertelan malam, warna danau yang sebelumnya jingga kini memudar, warnanya kini hampir biru gelap. Aku beranjak dari tempat dudukku, lalu berbalik badan. Dan tiba-tiba… ya… aku terkejut setengah mati, suara petikan gitar memecahkan gendang telingaku. Ketenangan buyar seketika, seorang laki-laki dengan kemeja warna hitam dan celana jeans bernyanyi tak karuan. Ketika aku hampir meninggalkannya tak peduli, seketika dia mengatakan sebuah kalimat yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya, dengan tatapan lembut sembari menggenggam tanganku dia berkata, “Maukah kau menikah denganku?” Sontak aku melepaskan genggamannya dan tanpa sepatah kata pun aku berlalu meninggalkannya yang terdiam menunggu jawabanku.

Aku berlari meninggalkan taman itu, Laki-laki aneh, siapa dia? Berani-beraninya dia bertanya hal itu. Aku tidak pernah bertemu dengannya bahkan dalam mimpiku.

Sumber Gambar


Quote:
Diubah oleh nanitriani 28-06-2019 03:13
rtrn
junin
sistany
sistany dan 21 lainnya memberi reputasi
22
8.3K
60
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread42KAnggota
Tampilkan semua post
nanitrianiAvatar border
TS
nanitriani
#14
PART 7

Aku mundur beberapa langkah menjauhinya, “Apa maksudmu?” Tanyaku dengan perasaan yang sangat takut.

Ardi tampak terkejut melihat reaksiku, “Dengarkanlah aku Raina, aku diusir oleh orang tuaku karena aku tak sengaja membunuh seseorang.” Jawab Ardi sambil menghadap kepadaku namun tatapannya hanya mengarah ke bawah.

“Bicaralah yang lengkap, kau menakutiku Ardi.” Air mataku mulai menetes karena rasa takut yang mulai menghantam dada.

“Tenanglah Raina, aku sedang tidak berusaha menakutimu, aku sangat menyayangimu. Dengar, waktu itu aku sedang mengendarai mobil pribadi pertamaku. Mobil itu hadiah dari ayahku karena aku lulus kuliah dengan cepat. Tak kusangka aku menabrak motor yang mungkin pengendaranya sepasang suami-istri. Aku masih ingat sekali dengan orang yang aku tabrak, aku menabraknya dan orang-orang langsung mengerumuni korban. Lalu ada yang berteriak bahwa mereka sudah meninggal, aku sangat kaget dan dengan pengecutnya aku melarikan diri.” Ardi menghela napas, terdiam sejenak sebelum melanjutkan perkataannya, “Aku masih ingat, ya benar, mereka mungkin suami-istri, suaminya mengenakan jas hitam dan is…”

“Istrinya mengenakan dress berwarna putih selutut. Aku benar?” Aku memotong penjelasannya.

“Kenapa kau tahu?” Tanya Ardi yang kini menatap mataku dengan sangat serius.

“Itu orangtuaku.” Ucapku singkat sambil mendaratkan tamparan yang sangat kencang ke pipinya yang putih dan kini merah merona akibat tamparanku.

Sunny mendengar keributan kami, dia terbangun dan menangis kencang. Aku membenamkan kepala kecilnya ke dalam pelukanku. Aku berlari menjauhi pembunuh itu. Masih ada beberapa taksi yang berlalu lalang di jalanan, aku memberhentikannya lalu menaikinya. Sunny masih saja menangis dengan kencang, aku mengelus lembut kepalanya dan memeluknya erat. Aku berusaha menenangkannya dengan air mata yang tak bisa lagi kubendung. Beberapa saat kemudian Sunny kembali tertidur dengan pulas.

Sesampainya di rumah aku mengunci pintu rumahku agar Ardi tidak bisa masuk. Setelah itu aku memasuki kamar tidur dan menidurkan kembali Sunny, tak lupa aku juga mengunci kamar tidurku. Aku berbaring disamping Sunny yang sedang terlelap, wajahnya cantik sekali, sayangnya mirip sekali dengan si pembunuh itu.

Aku tak bisa berhenti mengeluarkan air mataku, aku tak menyangka selama lebih dari tiga tahun aku tinggal bersama seorang yang melenyapkan orangtuaku. Aku memasak makanan untuknya, menyuci bajunya, menyandarkan seluruh beban hidupku padanya, padahal dia sendiri yang menyayat hatiku lalu membiarkannya menganga. Dia yang menyuruhku menumpahkan beban hidupku padanya, padahal dia sendiri yang membuat hidupku hancur. Betapa lucunya, dia yang menyebabkan kematian orang tuaku dan kini dia menggantikan orang tuaku dengan Sunny. Sayangnya wajah Sunny tidak mirip dengan ibuku atau ayahku, dia mirip sekali dengan Ardi. Menggelikan sekali.

Malam ini aku hanya menatap langit-langit kamarku, pikiranku sangat kacau, mataku sama sekali tidak ingin kupejamkan. Lalu aku melihat meja di samping tempat tidurku, aku melihat dua dokumen tergeletak begitu saja di atas meja. Setelah mengingat beberapa detik, ternyata itu dokumen yang dibawa Ardi saat pulang bekerja, mungkin dokumen itu tertinggal di kamar ini saat dirinya mengambil sunny untuk diajak keluar. Lalu aku mengambil dokumen tersebut dan perlahan aku membukanya. Entah apa yang membuatku ingin membukanya, padahal sudah sangat sering dia menggeletakkan dokumen penting pekerjaannya dengan sembarangan. Ketika aku melihat isi dari dokumen tersebut dan aku mulai membaca isinya, aku sangat terkejut ketika kudapati ternyata ini surat pemecatan pegawai dari kantor tempatnya bekerja. Tanganku gemetar lalu perlahan kumasukkan lagi surat tersebut ke dalam amplop yang berwarna cokelat itu. Mengapa aku masih merasa peduli padanya? Padahal dia sudah dengan teganya membunuh orang tuaku tanpa ada rasa tanggung jawab. Lalu aku membuka dokumen yang satunya lagi, dan kali ini tak kalah terkejutnya aku ketika kubuka isi dokumen tersebut. Ini tentang Ardi, hidup Ardi dan bebannya juga. Sangat tak kusangka, isinya tertera bahwa Ardi mengidap penyakit sirosis atau gangguan kronis pada hati. Aku tidak pernah menyangka akan seperti ini, aku merasa dilanda kegelisahan yang luar biasa. Di satu sisi aku sangat benci terhadap Ardi dan di sisi lain aku merasa kasihan terhadapnya. Aku langsung membuka internet dan mencari tahu informasi tentang penyakit ini. Setelah dibaca ternyata penyakit ini termasuk penyakit menular dan tidak bisa disembuhkan. Aku sangat tidak menyangka, semua hal buruk dengan mudah melanda hidupku dan menghancurkan hatiku tanpa permisi.
1
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.