- Beranda
- Stories from the Heart
[Novel Tragis Romantis] Hidup, Cinta & Mati
...
TS
abangruli
[Novel Tragis Romantis] Hidup, Cinta & Mati
![[Novel Tragis Romantis] Hidup, Cinta & Mati](https://s.kaskus.id/images/2019/01/17/10479605_20190117043426.png)
Halo Gaeeeesss...
Akhirnya rampung juga nih novelku. Genrenya bisa dibilang romantis tapi tragis, bisa juga tragis tapi romantis, terserah sudut pandang agan-agan ajah.. heheh.. bukankah hidup memang begitu??
Tentang apa sih ceritanya??
Daripada otak ane puyeng karena harus mikir lagi nulis-nulis sinopsis, mending ane kasih cuplikan2 'adegan' yang ada di novel ane ini yaa...
Cekidooot....
Spoiler for Cuplikan satu:
mau lagi? niih
Spoiler for Cuplikan dua:
Satu lagi yaa.... ben puasss...
Spoiler for Cuplikan tiga:
Nah.. gimana..
baca aja ya lengkapnya...
Jangan lupa kasih cendol, jangan lupa follow jangan lupa berdoa sebelum bobo.. hehe
Enjoy my novel
Ruli Amirullah
INDEX - TENTANG HIDUP
#1 - Dendam Yang Tak Pernah Padam
#2 - Ini Kuwait Sayang! Part 1
#2 - Ini Kuwait Sayang! Part 2
#3 - Pedih Rasanya, Sedih Rasanya
#3 - Pedih Rasanya, Sedih Rasanya Part 2
#4 - Too Good To Be True, Part 1
#4 - Too Good To Be True Part 2
#5 - Pelampiasan Cinta Yang Terpendam
#6 - Dendam Itu Harus Tuntas
#7 - Kembang Yang Melunglai
#8 - Antara Cinta dan Nafsu
#9 - Never Put Love Between You and Girl
#10 - Kehangatan Bakso Beranak di Pelukan Dingin Kuwait
#11 - Sendiri Dalam Kemenangan
#12 - Jadikan Aku yang Kedua
#13 - Invitation To The Darkness
#14 - Mimpi Buruk Sepanjang Hidup
#15 - Suatu Senja di Pasar Mubarakiyah
#16 - Hubungan Sesaat Yang Sesat
INDEX - TENTANG CINTA
#17 - Nyatakan Cinta
#18 - Dunia Gemerlap
#19 - Ketika Doa Terjawab
#20 - Masa Lalu yang Keras
#21 - Serial Attack of Silence Killer
#22 - Kesempatan Kedua
#23 - Pernikahan yang Batal
#24 - Tersisa Satu Tahun untuk Radine
#25 - Menuding Langit
#26 - Di Persimpangan Jalan
#27 - Menantang Langit
#28 - Dihantam Langit
#29 - Mungkin Tuhan Rindu Padamu
#30 - Menikahlah Denganku!
#31 - Perjalanan Menembus Langit
#32 - Bercanda Dengan Akhir Hidup
#33 - Manusia Penikmat Dunia Gemerlap
#34 - Janji Suci
#35 - Terdiam Mematung
#36 - Escape From The Dark Side
#37 - Aku Janji Gak Akan Mati
#38 - Aku Hampir Mati
#39 - Negeri Seribu Benteng
#40 - Yang Penting Ada Wifi
#41 - Dimana Tuhan Saat Kejahatan Terjadi?
#42 - Menggapai Subuh di Negeri Magribi
INDEX - TENTANG MATI
#43 - Melangkah Menuju Cahaya
#44 - Akhir Kisah Vanya
#45 - Pesan Terakhir Vanya
#46 - Dor! Dor! Dor!
#47 - Negeri Dengan Sungai-sungai Yang Mengalir
#48 - Oh, Seperti Inikah Kematian?
#49 - Pelukan Terakhir
INDEX - EPILOG
#50 - Sayap yang Hilang
#51 - Pertemuan Adalah Awal dari Perpisahan
TAMAT deeeh.......
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 3 suara
Hayo tebak, siapakah yang akan pertama kali meningggal di kisah ini?
Radine
33%
Akbar
0%
Vanya
67%
Tora
0%
Diubah oleh abangruli 01-04-2019 08:32
pulaukapok dan arkana074 memberi reputasi
11
14.8K
146
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
abangruli
#50
#32 – Bercanda Dengan Akhir Hidup
Malam ini empat orang sahabat berkumpul di rumah makan seafood di bilangan Kemang. Radine sengaja mengajak Vanya, Prisil dan Ema untuk bertemu di tempat favorit mereka menikmati hidangan laut. Rencananya setelah makan ia akan memberi tahu ketiga sahabatnya mengenai penyakit yang ia derita.
Radine menyadarkan tubuhnya di kursi sembari melihat piring-piring di meja. Kepiting saos padang sudah tinggal cangkang-cangkang yang berserakan, daging lembut yang tadinya mengisi kulit kerang berbumbu saus tiram pun sudah tinggal kenangan. Apalagi udang goreng berbalut tepung, bahkan ekornya pun rata-rata sudah lenyap.
Hanya Ema yang terlihat masih asyik mengunyah sesuatu, sementara ketiga orang lainnya sudah duduk menyerah, menjauh dari meja makan. Menunggu Ema selesai makan sama saja seperti menunggu akhir suatu sinetron yang sedang laku di pasaran alias tak jelas kapan selesainya. Ema tak akan berhenti sebelum pelayan datang membawa bon atau semua makanan benar-benar tandas. Karena itu Radine memutuskan untuk akan mulai bercerita.
Namun saat Radine baru saja hendak bicara, tiba-tiba Prisil mengeluarkan suara sendawa yang cukup kencang, “Eeeeegh…..”
Tidak hanya ketiga sahabatnya yang takjub mendengar suara tersebut, tapi beberapa pengunjung restoran juga sampai memutar kepala untuk mencari sumber suara yang keras tersebut. Semua terdiam sambil memandang Prisil. Beberapa orang bahkan tersenyum dan beberapa lagi menahan tawa. Sebenarnya bukan sendawanya yang membuat orang-orang terkejut, tapi volume yang cukup menggelegar untuk ukuran seorang gadis mungil seperti Prisil yang menjadikannya menakjubkan. Melihat beberapa pasang mata menatap dirinya, wajah Prisil perlahan memerah menahan malu. Meledaklah tawa Radine, Ema dan Vanya.
“Eh elu tuh ya, sering banget sih sendawa…” ujar Ema setelah ia berhasil menguasai tawanya.
“Dari dulu gue kan emang sering gitu… masuk angin kali ya..” jelas Prisil sambil mereguk air di gelasnya. Sudah tidak ada air di gelas yang ia pegang, hanya ada sekitar 6 potong es batu, tapi karena masih menahan malu tanpa sadar ia tetap mereguk. Dari dulu Prisil memang sering bersendawa, tidak hanya habis makan, tapi apa pun kegiatannya ia sering bersendawa. Hanya saja biasanya tingkat volume suaranya tidak sekeras yang barusan ia ciptakan.
“Tapi untuk kali ini bener-bener top! Gue sampe sempat khawatir gelas gue pecah.. hahaha..” tambah Vanya sambil kembali tertawa, “masuk angin kok setiap saat sih..”
“Eh.. jangan-jangan kapan-kapan kita bakal denger berita gini ‘temen-temen, si Prisil meninggal. Meninggal kenapa? Gara-gara masuk angin!’ hahaha..” canda Ema menimpali kata-kata Prisil.
“Hush! Amit amit dah.. daripada elu.. ‘eh udah denger kabar belum? Ema meninggal! Kenapa? Kolaps waktu marah!” balas Prisil sengit. Ema memang mudah emosi, sedikit saja ada kejadian yang tidak menyenangkan Ema sudah tersulut dan segera meledak.
“Atau keselek kulit duren!” timpal Vanya terkekeh mengingat hobby makan Ema yang menurutnya sudah pada tingkat Dewa. Suara tawa pecah mendengar candaan tersebut.
“Hahaha… trus kalo Vanya gimana?”
“Kalo Vanya karena kebanyakan dugem.. ajeb ajeb ajeb ajeb… eh koit terusnya…!”
“Atau si Vanya meninggal gara-gara ketangkep jualan inek trus di tembak ama polisi..” balas Ema dengan sadisnya. Sepertinya ia masih sebal dengan keselek kulit durian tadi.
“Iiiihhh… amit amit deeh! Jahat banget sih doainnya! Jangan gitu dong!” protes Vanya sambil berkali-kali mengetuk-ngetukkan tangannya ke meja.
“Kalo Radine kenapa ya?” Tanya Prisil sambil berpikir mencari alasan yang tepat untuk meninggalnya Radine, “kalo Radine meninggalnya gara-gara…”
“Gara-gara penyakit kanker usus'” jawab Radine pelan. Suatu kebetulan yang luar biasa. Saat ia hendak memberi tahu teman-temannya tentang penyakit yang ia idap, mendadak pembicaraan sudah mengarah ke arah itu. Ah, tapi bukankah tidak ada kebetulan di dunia ini? Radine memandang wajah teman-temannya satu per satu menanti perubahan yang terjadi. Tapi tenyata tidak ada yang berubah.
“Hahaah… iya kanker! eh kanker apa tadi elu bilang?! Kanker kursus??” tanya Ema masih terbawa suasana bercanda. Ia menyangka penyakit kanker yang disebutkan oleh Radine merupakan lanjutan canda tentang mati.
“Kanker usus.. yaitu suatu kanker yang menyerang jaringan usus” jawab Radine dengan dingin.
“Wahaha.. canggih sekali penyakitnya! Keren! Keren! Bisa aja lu buat penyakit keren gitu!” entah kata siapa, Radine tak terlalu memperhatikan.
Radine hanya tersenyum simpul. Sepertinya teman-temannya masih belum sadar bahwa ia sedang mengatakan sebuah kenyataan. Sebelum yang lain menimpali dengan canda yang lain, ia harus segera menuntaskan tujuan utama acara malam ini, “Dan karena penyakit itu, hidup gue kata dokter tinggal satu tahun lagi..”
“Eh.. serem amat sih! Jangan kelawatan ah becandanya, ntar didenger malaikat lho” kata Prisil kaget mendengarnya.
“Gue gak bercanda…” lanjut Radine sambil menarik nafas panjang. Seharusnya ia berpikir akan merasa lega setelah menceritakan tentang dirinya. Tapi mengapa kini ia mendadak merasa ingin menangis?
“Maksud elu apa?” tanya Ema. Ia merasa Radine tidak bercanda, apalagi mata Radine terlihat basah, seperti hendak menangis. Radine baru saja akan menjawab tapi mendadak bibirnya bergetar. Ia pun terdiam dan menekan kedua bibirnya agar getarannya tidak bertambah. Matanya melihat ke atas menghindar tatapan teman-temannya yang begitu penasaran menanti jawabannya. Untuk sesaat ia berhasil menahan tangis yang hampir saja lepas. Namun sayangnya, ia gagal membendung air mata yang semakin penuh di kedua bola matanya hingga akhirnya tetesan pertama meluncur menuruni pipi Radine.
“Radine, kamu kenapa nangis?” tanya Vanya pelan
“Gue…. Gue…” Radine mencoba membuka bibirnya dan saat itu ia pun menangis. Ia sungguh tak mengerti mengapa ia justru menangis disaat ini. Padahal ia sudah mempersiapkan moment ini dengan sebaik mungkin. Ia bertekad akan terus tersenyum kala teman-temannya sibuk menghibur ketika mendengar sakit yang ia miliki. Namun jangankan sampai pada tahap itu, baru mau cerita tentang penyakitnya saja ia sudah menangis.
Vanya segera merapatkan kursinya agar bisa memeluk Radine. Walaupun ia sendiri belum mengetahui dengan jelas masalah yang dihadapi Radine tapi melihat tangisan Radine hatinya menjadi sangat khawatir. Kedua sobat yang lain hanya bisa terdiam, mereka tidak menyangka suasana riang berubah secara mendadak.
Butuh waktu sekitar beberapa menit hingga akhirnya Radine kembali bisa menguasai dirinya. Sambil menghirup nafas panjang, kali ini Radine berhasil berkata tanpa ada getaran emosi, “Gue divonis cuma bisa hidup sekitar setahun lagi. Ini gara-gara gue mengidap kanker usus yang sayangnya sudah sampai stadium 4. Saat ini gue cuma bisa jalani kemotherapy, sekedar untuk memperpanjang umur gue doang bukan untuk nyembuhin gue”
Ketiga sahabatnya bengong mendengar cerita Radine.
Malam ini empat orang sahabat berkumpul di rumah makan seafood di bilangan Kemang. Radine sengaja mengajak Vanya, Prisil dan Ema untuk bertemu di tempat favorit mereka menikmati hidangan laut. Rencananya setelah makan ia akan memberi tahu ketiga sahabatnya mengenai penyakit yang ia derita.
Radine menyadarkan tubuhnya di kursi sembari melihat piring-piring di meja. Kepiting saos padang sudah tinggal cangkang-cangkang yang berserakan, daging lembut yang tadinya mengisi kulit kerang berbumbu saus tiram pun sudah tinggal kenangan. Apalagi udang goreng berbalut tepung, bahkan ekornya pun rata-rata sudah lenyap.
Hanya Ema yang terlihat masih asyik mengunyah sesuatu, sementara ketiga orang lainnya sudah duduk menyerah, menjauh dari meja makan. Menunggu Ema selesai makan sama saja seperti menunggu akhir suatu sinetron yang sedang laku di pasaran alias tak jelas kapan selesainya. Ema tak akan berhenti sebelum pelayan datang membawa bon atau semua makanan benar-benar tandas. Karena itu Radine memutuskan untuk akan mulai bercerita.
Namun saat Radine baru saja hendak bicara, tiba-tiba Prisil mengeluarkan suara sendawa yang cukup kencang, “Eeeeegh…..”
Tidak hanya ketiga sahabatnya yang takjub mendengar suara tersebut, tapi beberapa pengunjung restoran juga sampai memutar kepala untuk mencari sumber suara yang keras tersebut. Semua terdiam sambil memandang Prisil. Beberapa orang bahkan tersenyum dan beberapa lagi menahan tawa. Sebenarnya bukan sendawanya yang membuat orang-orang terkejut, tapi volume yang cukup menggelegar untuk ukuran seorang gadis mungil seperti Prisil yang menjadikannya menakjubkan. Melihat beberapa pasang mata menatap dirinya, wajah Prisil perlahan memerah menahan malu. Meledaklah tawa Radine, Ema dan Vanya.
“Eh elu tuh ya, sering banget sih sendawa…” ujar Ema setelah ia berhasil menguasai tawanya.
“Dari dulu gue kan emang sering gitu… masuk angin kali ya..” jelas Prisil sambil mereguk air di gelasnya. Sudah tidak ada air di gelas yang ia pegang, hanya ada sekitar 6 potong es batu, tapi karena masih menahan malu tanpa sadar ia tetap mereguk. Dari dulu Prisil memang sering bersendawa, tidak hanya habis makan, tapi apa pun kegiatannya ia sering bersendawa. Hanya saja biasanya tingkat volume suaranya tidak sekeras yang barusan ia ciptakan.
“Tapi untuk kali ini bener-bener top! Gue sampe sempat khawatir gelas gue pecah.. hahaha..” tambah Vanya sambil kembali tertawa, “masuk angin kok setiap saat sih..”
“Eh.. jangan-jangan kapan-kapan kita bakal denger berita gini ‘temen-temen, si Prisil meninggal. Meninggal kenapa? Gara-gara masuk angin!’ hahaha..” canda Ema menimpali kata-kata Prisil.
“Hush! Amit amit dah.. daripada elu.. ‘eh udah denger kabar belum? Ema meninggal! Kenapa? Kolaps waktu marah!” balas Prisil sengit. Ema memang mudah emosi, sedikit saja ada kejadian yang tidak menyenangkan Ema sudah tersulut dan segera meledak.
“Atau keselek kulit duren!” timpal Vanya terkekeh mengingat hobby makan Ema yang menurutnya sudah pada tingkat Dewa. Suara tawa pecah mendengar candaan tersebut.
“Hahaha… trus kalo Vanya gimana?”
“Kalo Vanya karena kebanyakan dugem.. ajeb ajeb ajeb ajeb… eh koit terusnya…!”
“Atau si Vanya meninggal gara-gara ketangkep jualan inek trus di tembak ama polisi..” balas Ema dengan sadisnya. Sepertinya ia masih sebal dengan keselek kulit durian tadi.
“Iiiihhh… amit amit deeh! Jahat banget sih doainnya! Jangan gitu dong!” protes Vanya sambil berkali-kali mengetuk-ngetukkan tangannya ke meja.
“Kalo Radine kenapa ya?” Tanya Prisil sambil berpikir mencari alasan yang tepat untuk meninggalnya Radine, “kalo Radine meninggalnya gara-gara…”
“Gara-gara penyakit kanker usus'” jawab Radine pelan. Suatu kebetulan yang luar biasa. Saat ia hendak memberi tahu teman-temannya tentang penyakit yang ia idap, mendadak pembicaraan sudah mengarah ke arah itu. Ah, tapi bukankah tidak ada kebetulan di dunia ini? Radine memandang wajah teman-temannya satu per satu menanti perubahan yang terjadi. Tapi tenyata tidak ada yang berubah.
“Hahaah… iya kanker! eh kanker apa tadi elu bilang?! Kanker kursus??” tanya Ema masih terbawa suasana bercanda. Ia menyangka penyakit kanker yang disebutkan oleh Radine merupakan lanjutan canda tentang mati.
“Kanker usus.. yaitu suatu kanker yang menyerang jaringan usus” jawab Radine dengan dingin.
“Wahaha.. canggih sekali penyakitnya! Keren! Keren! Bisa aja lu buat penyakit keren gitu!” entah kata siapa, Radine tak terlalu memperhatikan.
Radine hanya tersenyum simpul. Sepertinya teman-temannya masih belum sadar bahwa ia sedang mengatakan sebuah kenyataan. Sebelum yang lain menimpali dengan canda yang lain, ia harus segera menuntaskan tujuan utama acara malam ini, “Dan karena penyakit itu, hidup gue kata dokter tinggal satu tahun lagi..”
“Eh.. serem amat sih! Jangan kelawatan ah becandanya, ntar didenger malaikat lho” kata Prisil kaget mendengarnya.
“Gue gak bercanda…” lanjut Radine sambil menarik nafas panjang. Seharusnya ia berpikir akan merasa lega setelah menceritakan tentang dirinya. Tapi mengapa kini ia mendadak merasa ingin menangis?
“Maksud elu apa?” tanya Ema. Ia merasa Radine tidak bercanda, apalagi mata Radine terlihat basah, seperti hendak menangis. Radine baru saja akan menjawab tapi mendadak bibirnya bergetar. Ia pun terdiam dan menekan kedua bibirnya agar getarannya tidak bertambah. Matanya melihat ke atas menghindar tatapan teman-temannya yang begitu penasaran menanti jawabannya. Untuk sesaat ia berhasil menahan tangis yang hampir saja lepas. Namun sayangnya, ia gagal membendung air mata yang semakin penuh di kedua bola matanya hingga akhirnya tetesan pertama meluncur menuruni pipi Radine.
“Radine, kamu kenapa nangis?” tanya Vanya pelan
“Gue…. Gue…” Radine mencoba membuka bibirnya dan saat itu ia pun menangis. Ia sungguh tak mengerti mengapa ia justru menangis disaat ini. Padahal ia sudah mempersiapkan moment ini dengan sebaik mungkin. Ia bertekad akan terus tersenyum kala teman-temannya sibuk menghibur ketika mendengar sakit yang ia miliki. Namun jangankan sampai pada tahap itu, baru mau cerita tentang penyakitnya saja ia sudah menangis.
Vanya segera merapatkan kursinya agar bisa memeluk Radine. Walaupun ia sendiri belum mengetahui dengan jelas masalah yang dihadapi Radine tapi melihat tangisan Radine hatinya menjadi sangat khawatir. Kedua sobat yang lain hanya bisa terdiam, mereka tidak menyangka suasana riang berubah secara mendadak.
Butuh waktu sekitar beberapa menit hingga akhirnya Radine kembali bisa menguasai dirinya. Sambil menghirup nafas panjang, kali ini Radine berhasil berkata tanpa ada getaran emosi, “Gue divonis cuma bisa hidup sekitar setahun lagi. Ini gara-gara gue mengidap kanker usus yang sayangnya sudah sampai stadium 4. Saat ini gue cuma bisa jalani kemotherapy, sekedar untuk memperpanjang umur gue doang bukan untuk nyembuhin gue”
Ketiga sahabatnya bengong mendengar cerita Radine.
Diubah oleh abangruli 04-02-2019 12:11
namakuve dan 4 lainnya memberi reputasi
5