- Beranda
- Stories from the Heart
[Novel Tragis Romantis] Hidup, Cinta & Mati
...
TS
abangruli
[Novel Tragis Romantis] Hidup, Cinta & Mati
![[Novel Tragis Romantis] Hidup, Cinta & Mati](https://s.kaskus.id/images/2019/01/17/10479605_20190117043426.png)
Halo Gaeeeesss...
Akhirnya rampung juga nih novelku. Genrenya bisa dibilang romantis tapi tragis, bisa juga tragis tapi romantis, terserah sudut pandang agan-agan ajah.. heheh.. bukankah hidup memang begitu??
Tentang apa sih ceritanya??
Daripada otak ane puyeng karena harus mikir lagi nulis-nulis sinopsis, mending ane kasih cuplikan2 'adegan' yang ada di novel ane ini yaa...
Cekidooot....
Spoiler for Cuplikan satu:
mau lagi? niih
Spoiler for Cuplikan dua:
Satu lagi yaa.... ben puasss...
Spoiler for Cuplikan tiga:
Nah.. gimana..
baca aja ya lengkapnya...
Jangan lupa kasih cendol, jangan lupa follow jangan lupa berdoa sebelum bobo.. hehe
Enjoy my novel
Ruli Amirullah
INDEX - TENTANG HIDUP
#1 - Dendam Yang Tak Pernah Padam
#2 - Ini Kuwait Sayang! Part 1
#2 - Ini Kuwait Sayang! Part 2
#3 - Pedih Rasanya, Sedih Rasanya
#3 - Pedih Rasanya, Sedih Rasanya Part 2
#4 - Too Good To Be True, Part 1
#4 - Too Good To Be True Part 2
#5 - Pelampiasan Cinta Yang Terpendam
#6 - Dendam Itu Harus Tuntas
#7 - Kembang Yang Melunglai
#8 - Antara Cinta dan Nafsu
#9 - Never Put Love Between You and Girl
#10 - Kehangatan Bakso Beranak di Pelukan Dingin Kuwait
#11 - Sendiri Dalam Kemenangan
#12 - Jadikan Aku yang Kedua
#13 - Invitation To The Darkness
#14 - Mimpi Buruk Sepanjang Hidup
#15 - Suatu Senja di Pasar Mubarakiyah
#16 - Hubungan Sesaat Yang Sesat
INDEX - TENTANG CINTA
#17 - Nyatakan Cinta
#18 - Dunia Gemerlap
#19 - Ketika Doa Terjawab
#20 - Masa Lalu yang Keras
#21 - Serial Attack of Silence Killer
#22 - Kesempatan Kedua
#23 - Pernikahan yang Batal
#24 - Tersisa Satu Tahun untuk Radine
#25 - Menuding Langit
#26 - Di Persimpangan Jalan
#27 - Menantang Langit
#28 - Dihantam Langit
#29 - Mungkin Tuhan Rindu Padamu
#30 - Menikahlah Denganku!
#31 - Perjalanan Menembus Langit
#32 - Bercanda Dengan Akhir Hidup
#33 - Manusia Penikmat Dunia Gemerlap
#34 - Janji Suci
#35 - Terdiam Mematung
#36 - Escape From The Dark Side
#37 - Aku Janji Gak Akan Mati
#38 - Aku Hampir Mati
#39 - Negeri Seribu Benteng
#40 - Yang Penting Ada Wifi
#41 - Dimana Tuhan Saat Kejahatan Terjadi?
#42 - Menggapai Subuh di Negeri Magribi
INDEX - TENTANG MATI
#43 - Melangkah Menuju Cahaya
#44 - Akhir Kisah Vanya
#45 - Pesan Terakhir Vanya
#46 - Dor! Dor! Dor!
#47 - Negeri Dengan Sungai-sungai Yang Mengalir
#48 - Oh, Seperti Inikah Kematian?
#49 - Pelukan Terakhir
INDEX - EPILOG
#50 - Sayap yang Hilang
#51 - Pertemuan Adalah Awal dari Perpisahan
TAMAT deeeh.......
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 3 suara
Hayo tebak, siapakah yang akan pertama kali meningggal di kisah ini?
Radine
33%
Akbar
0%
Vanya
67%
Tora
0%
Diubah oleh abangruli 01-04-2019 08:32
pulaukapok dan arkana074 memberi reputasi
11
14.8K
146
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
abangruli
#49
#31 - Perjalanan Menembus Langit
Malam itu, dalam kesunyian yang sangat hening tiba-tiba saja terdengar suara dentuman yang terdengar begitu dekat. Radine terkejut dan memejapkan mata dengan malas. Dirinya hampir saja terlelap. Menyebalkan, gerutu Radine dalam hati sambil membalikkan tubuhnya ke arah kiri. Kepalanya ia benamkan di bantal kesayangannya yang seolah tercipta hanya untuk lekuk kepala Radine. Mencoba tidur lagi sambil menarik selimut lebih tinggi menutupi hampir setengah wajahnya. Tapi baru saja matanya ia pejamkan kembali tatkala bunyi ledakan itu terdengar lagi. Tak hanya sekali, tapi berkali-kali. Suaranya terdengar seperti suara petasan. Semakin jauh saja rasa kantuk yang tadi begitu dekat menghampiri mata. Dengan hati semakin kesal Radine bangun dari pembaringan. Duduk terpekur di pinggir tempat tidur sambil mengumpulkan seluruh kesadarannya. Bunyi masih terdengar, bagai ada ledakan di langit. Tangannya menggapai ponsel yang terletak di meja kayu kecil berwarna putih di samping kasur. Dengan sekali sentuh layar ponsel bercahaya dengan sederet angka terpampang di layar.
Pukul 02.16.
Setelah beberapa saat ia pun berdiri dan melangkah menuju jendela. Tangannya menyibakkan tirai dan matanya segera memandang keluar mencari sumber suara.Tiba-tiba di langit yang gelap terlihat cahaya berwarna-warni.Begitu indah begitu gemerlap. Ternyata bukan petasan tapi kembang api, gumam Radine. Seseorang sedang meluncurkan kembang api malam ini. Dalam waktu sekejap rasa kesal Radine menguap bagai air yang menyentuh pinggan panas. Ia menyukai kembang api, sewaktu kecil kegemarannya adalah melihat kembang api saling meledak. Ia ingat ayahnya suka mengajak pergi ke Monas di setiap malam pergantian tahun, bercampur dengan ribuan manusia lainnya hanya untuk sekedar melihat percikan kembang api memenuhi langit Jakarta. Sambil duduk dipundak ayahnya, Radine kecil sibuk menunjuk-nunjuk langit yang begitu semarak. Mulutnya berceloteh riang memberi tahu pada ayah dan ibunya setiap ada warna baru yang meledak di angkasa. ‘lihat ayah! Lihat warna hijau itu! Lihat warna kuning itu! Wah warnanya indah sekali ayah!’. Matanya tak akan lepas hingga pijar terakhir lenyap di kegelapan malam.
Ayahnya hanya tersenyum melihat tingkah laku anak semata wayangnya tersebut. Bagi dirinya, yang paling indah bukanlah bintang api di langit, namun cahaya bahagia di mata Radine. Itulah yang paling membuat Rashid bahagia. Karena itulah kini Radine tidak lagi merasa terganggu. Bahkan mata Radine terus menatap langit, terpesona oleh setiap percikan-percikan api yang meledak di langit.
Gemerlap. Indah.
Hilang.
Gemerlap. Indah.
Hilang.
Begitu seterusnya, hingga akhirnya kedua bola mata Ratine tidak lagi melihat ledakan-ledakan di langit. Telinga Radine tidak lagi mendengar dentuman-dentuman di luar. Untuk sesaat Radine terus memandang langit mengharap akan ada lagi kilatan cahaya meluncur ke langit. Tapi tampaknya permainan sudah usai. Hanya ada kegelapan yang kini menyelimuti atmofser malam.
Hampir saja Radine menutup tirai, ketika pandangannya kemudian melihat cahaya lain di gelapnya angkasa. Cahaya yang tadi kalah terang dengan gemerlapnya kembang api tapi kini hadir dan tampak seolah sedang tersenyum malu-malu.
Sebuah bintang bercahaya lembut di ujung sana.
Ia pun membiarkan tirai tetap terbuka dan memperhatikan bintang dengan lebih seksama. Matanya sedikit ia picingkan agar bisa lebih jelas memandang cahaya itu. Ledakan kembang api tadi memang terlihat begitu mempesona, tapi cahaya bintang itu terlihat begitu indah. Begitu sederhana, pikir Radine. Tanpa sadar seutas senyum terbentuk di bibir Radine. Perasaan damai dan tenang perlahan terasa menjalar memenuhi setiap aliran pembuluh darah.
Cahaya bintang terlihat begitu alami.
Ia suka dengan ledakan kembang api yang begitu gegap gempita dan penuh suka ria namun yang ditawarkan cahaya bintang terasa begitu tenteram. Mendadak Radine terpikir suatu hal. Mungkinkah selama ini dirinya memang sering tertipu oleh kembang api-kembang api dalam hidup? Sering terpesona oleh kemilau dunia, kesenangan sesaat. Tidak hanya terpesona, bahkan mungkin juga mengejarnya, berlari hanya untuk sekedar melihat “gemerlapnya kembang api-kembang api” tersebut. Kembang api memang terlihat begitu hebat, tapi hanya sesaat, karena setelah meledak, hilang tak berbekas. Kembang api takkan pernah menemani langit untuk bersama tawaf mengitari orbit semesta. Ia hanya semarak untuk sesaat sebelum akhirnya lenyap.
Sama seperti segala hal duniawi. Segala hal tentang nafsu, harta, kedudukan, materi.Semua tampak indah, tapi sesungguhnya hanya sesaat dan kemudian akan hilang tak berbekas. Segala nafsu takkan pernah bisa menemani manusia bertawaf mengitari Ar Rahmaan.
Berbeda dengan kembang api, bintang akan terus ada di langit. Kala terang maupun gelap, siang atau malam, cerah atau badai, bintang sesungguhnya akan ada terus dilangit dengan sinarnya begitu tenang dan damai, begitu sederhana dan indah. Bintang akan selalu berusaha menemani langit untuk bersama tawaf mengitari orbit semesta.
Sama dengan segala hal yang tulus di dunia ini. Cinta yang tulus, nafkah yang baik, keluarga yang sakinah, teman yang amar maruf nahi munkar, pemimpin yang amanah, makmum yang taat, rejeki yang halal, amal yang ikhlas, anak yang sholeh, segala hal tentang suara hati, semuanya akan mampu menemani manusia untuk menjalani dan mengakhiri hidup dengan baik.Merekalah bintang-bintang yang seharusnya kita kejar. Bintang-bintang yang seharusnya mengisi luasnya langit di hati kita. Dengan cahayanya yang lembut. Tenang, damai dan begitu sederhana. Bintang yang akan menemani manusia bertawaf, berputar dalam ke-Maha Luas-an angkasa CintaNya..
Radine tercenung menanggapi pikiran demi pikiran yang datang tanpa henti kedalam relung hatinya. Seolah seseorang sedang memasukkan kesadaran itu atau mungkin justru kesadaran itu sedang berusaha keluar dari sudut hatinya? Setelah selama ini dipendam erat-erat hingga diam tak bersuara? Apakah selama ini ia sudah begitu terlena menikmati dunia hingga tak lagi mendengar akan adanya suara hati dalam tubuhnya? Apa kabar suara hati? Apakah engkau masih ada disana?
Seuntai air mata menetes di pipi Radine.
Kelopak matanya ia pejamkan, memberi waktu pada jiwa untuk bercengkrama dengan hati. Dalam sepi Radine menarik nafas panjang dan melepas dengan perlahan. Terinspirasi pada kesederhanaan bintang ia pun ingin memberikan ketenangan pada jiwa yang belakangan begitu carut maut.
Dan bicara padaNYA.
MenyapaNYA dengan hangat bukan dengan amarah, bercengkrama padaNYA dengan lembut bukan dengan sibuk menuding langit, mengadukan tangis padaNYA dengan iba bukan malah menantang penuh murka.
“Ya Allah… “, ucapnya lirih. Radine merasa tidak bisa melawan takdir, tidak akan pernah bisa, walau seluruh umat manusia bersatu membantunya. Ia tetap akan tertunduk dibawah bayang-bayang takdir. Bertekuk lutut tanpa daya untuk melawan. Jadi mengapa dirinya menghabiskan seluruh energy yang ia miliki untuk berhadapan dengan takdir? Lebih baik ia mendekati Sang Pemilik Takdir, Sang Pengatur Takdir, Sang Pembuat Takdir.
MerayuNya, memohonNya, mengibaNya.
Radine mulai merasa kehangatan menjalari tubuhnya. Ia yakin Sang Maha Cinta sedang melihat dirinya, sedang mendengar pikirannya, sedang begitu dekat melebihi urat di lehernya sendiri. Sebenarnya DIA selalu ada. Hanya dirinya yang seringkalil tidak sadar.
Tapi saat ini ia merasa begitu menyadari kehadiran Sang Maha Segalanya. Itu membuatnya terasa begitu tenang malam ini. Apalagi yang lebih menenangkan diri selain adanya kesadaran bahwa DIA menemani dalam hidup kita?
Itulah iman.
Radine kini sedang memberikan waktu pada jiwa untuk menikmati iman yang ia miliki, menjadikan jiwanya bagai terbang dalam angkasa cinta. Tiba-tiba ia ingat pada sebuah perjalanan yg sebaiknya dilakukan disaat-saat seperti ini. Disaat semua mahluk bumi terlelap. Disaat satu-satunya suara adalah keheningan. Biasanya butuh kekuatan hati yang luar biasa untuk menggerakkan tubuh ini melangkah menuju dinginnya siraman air yang mensucikan. Namun kali ini semua terasa ringan. Hatinya begitu merindu seperti kekasih yang ingin segera berjumpa dengan pujaan hati.
Dengan ketenangan Radine menuju kamar mandi. Menyalakan kran dan merasakan dinginnya siraman air pada telapaknya. Dingin yang menyejukkan. Bahkan di saat berwudhu Radine tetap berada dalam kesadaran penuh bahwa ia sesaat lagi akan menghadap padaNya. Bertemu dengan Tuhan sembari membawa segala masalah yang ia miliki. Seperti anak kecil yang bersiap diri akan mengadu pada orang tua. Belum pernah ia merasakan wudhu senikmat ini. Setiap basuhan bagai membawa kedamaian bagi raga dan jiwanya.
Setelah itu, dihamparkan sajadah berwarna merah marun dilantai, diambilnya mukena terbaik yang ia miliki dari dalam lemari. Kemudian Radine menundukkan wajah. Merapatkan hati. Meluruskan niat. Bersiap memulai perjalanan istimewa ini. Perjalanan menembus segala dimensi. Melampui segala batasan. Melewati segala jarak.
“Allahu Akbar…” akhirnya Radine mengucapkan takbir mengakui kebesaran Allah, saat itulah, dengan kebesaranNya, Radine merasakan jiwanya seperti melesat terbang. Terlebih saat ia sengaja mengucapkan secara perlahan bacaan sholat agar telinganya juga ikut mendengar nada-nada cinta yang ia ucapkan. Bibir, telinga, pikiran dan hatinya kini berada dalam frekuensi cinta yang sama. Karena itulah Radine kemudian merasakan suatu getaran aneh di dada. Semakin lama getaran itu semakin menghebat dan akhirnya mengguncang seluruh tubuh. Sambil berdiri Radine menangis dalam sholatnya. Ingin rasanya membiarkan tubuhnya luruh ke lantai dan menangis sepuasnya. Tapi ia bertahan walau seluruh tubuhnya seolah ikut menangis. Tangisan yang begitu melegakan. Menikmati keindahan sholat.
Sesaat setelah mengucapkan salam, Radine menundukkan kepala serendah-rendahnya, kening dan ujung hidungnya menyentuh sajadah. Saat itulah Radine justru merasa jiwanya sedang terbang setinggi-tingginya. Menembus langit. Menuju Sang Maha Cinta. Merasa begitu dekat dengan pemilik dirinya. Ia tumpahkan segala permasalahan padaNYA.
Malam itu, dalam kesunyian yang sangat hening tiba-tiba saja terdengar suara dentuman yang terdengar begitu dekat. Radine terkejut dan memejapkan mata dengan malas. Dirinya hampir saja terlelap. Menyebalkan, gerutu Radine dalam hati sambil membalikkan tubuhnya ke arah kiri. Kepalanya ia benamkan di bantal kesayangannya yang seolah tercipta hanya untuk lekuk kepala Radine. Mencoba tidur lagi sambil menarik selimut lebih tinggi menutupi hampir setengah wajahnya. Tapi baru saja matanya ia pejamkan kembali tatkala bunyi ledakan itu terdengar lagi. Tak hanya sekali, tapi berkali-kali. Suaranya terdengar seperti suara petasan. Semakin jauh saja rasa kantuk yang tadi begitu dekat menghampiri mata. Dengan hati semakin kesal Radine bangun dari pembaringan. Duduk terpekur di pinggir tempat tidur sambil mengumpulkan seluruh kesadarannya. Bunyi masih terdengar, bagai ada ledakan di langit. Tangannya menggapai ponsel yang terletak di meja kayu kecil berwarna putih di samping kasur. Dengan sekali sentuh layar ponsel bercahaya dengan sederet angka terpampang di layar.
Pukul 02.16.
Setelah beberapa saat ia pun berdiri dan melangkah menuju jendela. Tangannya menyibakkan tirai dan matanya segera memandang keluar mencari sumber suara.Tiba-tiba di langit yang gelap terlihat cahaya berwarna-warni.Begitu indah begitu gemerlap. Ternyata bukan petasan tapi kembang api, gumam Radine. Seseorang sedang meluncurkan kembang api malam ini. Dalam waktu sekejap rasa kesal Radine menguap bagai air yang menyentuh pinggan panas. Ia menyukai kembang api, sewaktu kecil kegemarannya adalah melihat kembang api saling meledak. Ia ingat ayahnya suka mengajak pergi ke Monas di setiap malam pergantian tahun, bercampur dengan ribuan manusia lainnya hanya untuk sekedar melihat percikan kembang api memenuhi langit Jakarta. Sambil duduk dipundak ayahnya, Radine kecil sibuk menunjuk-nunjuk langit yang begitu semarak. Mulutnya berceloteh riang memberi tahu pada ayah dan ibunya setiap ada warna baru yang meledak di angkasa. ‘lihat ayah! Lihat warna hijau itu! Lihat warna kuning itu! Wah warnanya indah sekali ayah!’. Matanya tak akan lepas hingga pijar terakhir lenyap di kegelapan malam.
Ayahnya hanya tersenyum melihat tingkah laku anak semata wayangnya tersebut. Bagi dirinya, yang paling indah bukanlah bintang api di langit, namun cahaya bahagia di mata Radine. Itulah yang paling membuat Rashid bahagia. Karena itulah kini Radine tidak lagi merasa terganggu. Bahkan mata Radine terus menatap langit, terpesona oleh setiap percikan-percikan api yang meledak di langit.
Gemerlap. Indah.
Hilang.
Gemerlap. Indah.
Hilang.
Begitu seterusnya, hingga akhirnya kedua bola mata Ratine tidak lagi melihat ledakan-ledakan di langit. Telinga Radine tidak lagi mendengar dentuman-dentuman di luar. Untuk sesaat Radine terus memandang langit mengharap akan ada lagi kilatan cahaya meluncur ke langit. Tapi tampaknya permainan sudah usai. Hanya ada kegelapan yang kini menyelimuti atmofser malam.
Hampir saja Radine menutup tirai, ketika pandangannya kemudian melihat cahaya lain di gelapnya angkasa. Cahaya yang tadi kalah terang dengan gemerlapnya kembang api tapi kini hadir dan tampak seolah sedang tersenyum malu-malu.
Sebuah bintang bercahaya lembut di ujung sana.
Ia pun membiarkan tirai tetap terbuka dan memperhatikan bintang dengan lebih seksama. Matanya sedikit ia picingkan agar bisa lebih jelas memandang cahaya itu. Ledakan kembang api tadi memang terlihat begitu mempesona, tapi cahaya bintang itu terlihat begitu indah. Begitu sederhana, pikir Radine. Tanpa sadar seutas senyum terbentuk di bibir Radine. Perasaan damai dan tenang perlahan terasa menjalar memenuhi setiap aliran pembuluh darah.
Cahaya bintang terlihat begitu alami.
Ia suka dengan ledakan kembang api yang begitu gegap gempita dan penuh suka ria namun yang ditawarkan cahaya bintang terasa begitu tenteram. Mendadak Radine terpikir suatu hal. Mungkinkah selama ini dirinya memang sering tertipu oleh kembang api-kembang api dalam hidup? Sering terpesona oleh kemilau dunia, kesenangan sesaat. Tidak hanya terpesona, bahkan mungkin juga mengejarnya, berlari hanya untuk sekedar melihat “gemerlapnya kembang api-kembang api” tersebut. Kembang api memang terlihat begitu hebat, tapi hanya sesaat, karena setelah meledak, hilang tak berbekas. Kembang api takkan pernah menemani langit untuk bersama tawaf mengitari orbit semesta. Ia hanya semarak untuk sesaat sebelum akhirnya lenyap.
Sama seperti segala hal duniawi. Segala hal tentang nafsu, harta, kedudukan, materi.Semua tampak indah, tapi sesungguhnya hanya sesaat dan kemudian akan hilang tak berbekas. Segala nafsu takkan pernah bisa menemani manusia bertawaf mengitari Ar Rahmaan.
Berbeda dengan kembang api, bintang akan terus ada di langit. Kala terang maupun gelap, siang atau malam, cerah atau badai, bintang sesungguhnya akan ada terus dilangit dengan sinarnya begitu tenang dan damai, begitu sederhana dan indah. Bintang akan selalu berusaha menemani langit untuk bersama tawaf mengitari orbit semesta.
Sama dengan segala hal yang tulus di dunia ini. Cinta yang tulus, nafkah yang baik, keluarga yang sakinah, teman yang amar maruf nahi munkar, pemimpin yang amanah, makmum yang taat, rejeki yang halal, amal yang ikhlas, anak yang sholeh, segala hal tentang suara hati, semuanya akan mampu menemani manusia untuk menjalani dan mengakhiri hidup dengan baik.Merekalah bintang-bintang yang seharusnya kita kejar. Bintang-bintang yang seharusnya mengisi luasnya langit di hati kita. Dengan cahayanya yang lembut. Tenang, damai dan begitu sederhana. Bintang yang akan menemani manusia bertawaf, berputar dalam ke-Maha Luas-an angkasa CintaNya..
Radine tercenung menanggapi pikiran demi pikiran yang datang tanpa henti kedalam relung hatinya. Seolah seseorang sedang memasukkan kesadaran itu atau mungkin justru kesadaran itu sedang berusaha keluar dari sudut hatinya? Setelah selama ini dipendam erat-erat hingga diam tak bersuara? Apakah selama ini ia sudah begitu terlena menikmati dunia hingga tak lagi mendengar akan adanya suara hati dalam tubuhnya? Apa kabar suara hati? Apakah engkau masih ada disana?
Seuntai air mata menetes di pipi Radine.
Kelopak matanya ia pejamkan, memberi waktu pada jiwa untuk bercengkrama dengan hati. Dalam sepi Radine menarik nafas panjang dan melepas dengan perlahan. Terinspirasi pada kesederhanaan bintang ia pun ingin memberikan ketenangan pada jiwa yang belakangan begitu carut maut.
Dan bicara padaNYA.
MenyapaNYA dengan hangat bukan dengan amarah, bercengkrama padaNYA dengan lembut bukan dengan sibuk menuding langit, mengadukan tangis padaNYA dengan iba bukan malah menantang penuh murka.
“Ya Allah… “, ucapnya lirih. Radine merasa tidak bisa melawan takdir, tidak akan pernah bisa, walau seluruh umat manusia bersatu membantunya. Ia tetap akan tertunduk dibawah bayang-bayang takdir. Bertekuk lutut tanpa daya untuk melawan. Jadi mengapa dirinya menghabiskan seluruh energy yang ia miliki untuk berhadapan dengan takdir? Lebih baik ia mendekati Sang Pemilik Takdir, Sang Pengatur Takdir, Sang Pembuat Takdir.
MerayuNya, memohonNya, mengibaNya.
Radine mulai merasa kehangatan menjalari tubuhnya. Ia yakin Sang Maha Cinta sedang melihat dirinya, sedang mendengar pikirannya, sedang begitu dekat melebihi urat di lehernya sendiri. Sebenarnya DIA selalu ada. Hanya dirinya yang seringkalil tidak sadar.
Tapi saat ini ia merasa begitu menyadari kehadiran Sang Maha Segalanya. Itu membuatnya terasa begitu tenang malam ini. Apalagi yang lebih menenangkan diri selain adanya kesadaran bahwa DIA menemani dalam hidup kita?
Itulah iman.
Radine kini sedang memberikan waktu pada jiwa untuk menikmati iman yang ia miliki, menjadikan jiwanya bagai terbang dalam angkasa cinta. Tiba-tiba ia ingat pada sebuah perjalanan yg sebaiknya dilakukan disaat-saat seperti ini. Disaat semua mahluk bumi terlelap. Disaat satu-satunya suara adalah keheningan. Biasanya butuh kekuatan hati yang luar biasa untuk menggerakkan tubuh ini melangkah menuju dinginnya siraman air yang mensucikan. Namun kali ini semua terasa ringan. Hatinya begitu merindu seperti kekasih yang ingin segera berjumpa dengan pujaan hati.
Dengan ketenangan Radine menuju kamar mandi. Menyalakan kran dan merasakan dinginnya siraman air pada telapaknya. Dingin yang menyejukkan. Bahkan di saat berwudhu Radine tetap berada dalam kesadaran penuh bahwa ia sesaat lagi akan menghadap padaNya. Bertemu dengan Tuhan sembari membawa segala masalah yang ia miliki. Seperti anak kecil yang bersiap diri akan mengadu pada orang tua. Belum pernah ia merasakan wudhu senikmat ini. Setiap basuhan bagai membawa kedamaian bagi raga dan jiwanya.
Setelah itu, dihamparkan sajadah berwarna merah marun dilantai, diambilnya mukena terbaik yang ia miliki dari dalam lemari. Kemudian Radine menundukkan wajah. Merapatkan hati. Meluruskan niat. Bersiap memulai perjalanan istimewa ini. Perjalanan menembus segala dimensi. Melampui segala batasan. Melewati segala jarak.
“Allahu Akbar…” akhirnya Radine mengucapkan takbir mengakui kebesaran Allah, saat itulah, dengan kebesaranNya, Radine merasakan jiwanya seperti melesat terbang. Terlebih saat ia sengaja mengucapkan secara perlahan bacaan sholat agar telinganya juga ikut mendengar nada-nada cinta yang ia ucapkan. Bibir, telinga, pikiran dan hatinya kini berada dalam frekuensi cinta yang sama. Karena itulah Radine kemudian merasakan suatu getaran aneh di dada. Semakin lama getaran itu semakin menghebat dan akhirnya mengguncang seluruh tubuh. Sambil berdiri Radine menangis dalam sholatnya. Ingin rasanya membiarkan tubuhnya luruh ke lantai dan menangis sepuasnya. Tapi ia bertahan walau seluruh tubuhnya seolah ikut menangis. Tangisan yang begitu melegakan. Menikmati keindahan sholat.
Sesaat setelah mengucapkan salam, Radine menundukkan kepala serendah-rendahnya, kening dan ujung hidungnya menyentuh sajadah. Saat itulah Radine justru merasa jiwanya sedang terbang setinggi-tingginya. Menembus langit. Menuju Sang Maha Cinta. Merasa begitu dekat dengan pemilik dirinya. Ia tumpahkan segala permasalahan padaNYA.
Spoiler for Doa Radine di Tengah Malam:
namakuve dan 3 lainnya memberi reputasi
4