Kaskus

Story

abangruliAvatar border
TS
abangruli
[Novel Tragis Romantis] Hidup, Cinta & Mati
[Novel Tragis Romantis] Hidup, Cinta & Mati

Halo Gaeeeesss...

Akhirnya rampung juga nih novelku. Genrenya bisa dibilang romantis tapi tragis, bisa juga tragis tapi romantis, terserah sudut pandang agan-agan ajah.. heheh.. bukankah hidup memang begitu??
Tentang apa sih ceritanya??
Daripada otak ane puyeng karena harus mikir lagi nulis-nulis sinopsis, mending ane kasih cuplikan2 'adegan' yang ada di novel ane ini yaa...

Cekidooot....
Spoiler for Cuplikan satu:


mau lagi? niih
Spoiler for Cuplikan dua:

Satu lagi yaa.... ben puasss...
Spoiler for Cuplikan tiga:


Nah.. gimana.. 
baca aja ya lengkapnya...

Jangan lupa kasih cendol, jangan lupa follow jangan lupa berdoa sebelum bobo.. hehe

Enjoy my novel
Ruli Amirullah

INDEX - TENTANG HIDUP
#1 - Dendam Yang Tak Pernah Padam
#2 - Ini Kuwait Sayang! Part 1
#2 - Ini Kuwait Sayang! Part 2
#3 - Pedih Rasanya, Sedih Rasanya
#3 - Pedih Rasanya, Sedih Rasanya Part 2
#4 - Too Good To Be True, Part 1
#4 - Too Good To Be True Part 2
#5 - Pelampiasan Cinta Yang Terpendam
#6 - Dendam Itu Harus Tuntas
#7 - Kembang Yang Melunglai
#8 - Antara Cinta dan Nafsu
#9 - Never Put Love Between You and Girl
#10 - Kehangatan Bakso Beranak di Pelukan Dingin Kuwait
#11 - Sendiri Dalam Kemenangan
#12 - Jadikan Aku yang Kedua
#13 - Invitation To The Darkness
#14 - Mimpi Buruk Sepanjang Hidup
#15 - Suatu Senja di Pasar Mubarakiyah
#16 - Hubungan Sesaat Yang Sesat

INDEX - TENTANG CINTA
#17 - Nyatakan Cinta
#18 - Dunia Gemerlap
#19 - Ketika Doa Terjawab
#20 - Masa Lalu yang Keras
#21 - Serial Attack of Silence Killer
#22 - Kesempatan Kedua
#23 - Pernikahan yang Batal
#24 - Tersisa Satu Tahun untuk Radine
#25 - Menuding Langit
#26 - Di Persimpangan Jalan
#27 - Menantang Langit
#28 - Dihantam Langit
#29 - Mungkin Tuhan Rindu Padamu
#30 - Menikahlah Denganku!
#31 - Perjalanan Menembus Langit
#32 - Bercanda Dengan Akhir Hidup
#33 - Manusia Penikmat Dunia Gemerlap
#34 - Janji Suci
#35 - Terdiam Mematung
#36 - Escape From The Dark Side
#37 - Aku Janji Gak Akan Mati
#38 - Aku Hampir Mati
#39 - Negeri Seribu Benteng
#40 - Yang Penting Ada Wifi
#41 - Dimana Tuhan Saat Kejahatan Terjadi?
#42 - Menggapai Subuh di Negeri Magribi

INDEX - TENTANG MATI
#43 - Melangkah Menuju Cahaya
#44 - Akhir Kisah Vanya
#45 - Pesan Terakhir Vanya
#46 - Dor! Dor! Dor!
#47 - Negeri Dengan Sungai-sungai Yang Mengalir
#48 - Oh, Seperti Inikah Kematian?
#49 - Pelukan Terakhir

INDEX - EPILOG
#50 - Sayap yang Hilang
#51 - Pertemuan Adalah Awal dari Perpisahan

TAMAT deeeh....... emoticon-Salam Kenal emoticon-Shakehand2
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 3 suara
Hayo tebak, siapakah yang akan pertama kali meningggal di kisah ini?
Radine
33%
Akbar
0%
Vanya
67%
Tora
0%
Diubah oleh abangruli 01-04-2019 08:32
arkana074Avatar border
pulaukapokAvatar border
pulaukapok dan arkana074 memberi reputasi
11
14.8K
146
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
abangruliAvatar border
TS
abangruli
#27
#18 - Dunia Gemerlap

Radine memandang sekeliling dengan takjub. Suasana setelah ia memasuki pintu masuk benar-benar berbeda dengan dunia yang ia kenal selama ini. Begitu hingar bingar. Gelap tapi sekaligus penuh dengan kilatan-kilatan cahaya lampu berwarna warni. Sesekali cahaya laser tampak menembus kegelapan menyinari tubuh setiap pengunjung. Suara music berdentum keras di seluruh ruangan. Radine sampai merasa jantungnya berdetak lebih kencang mengikuti irama musik. Ada sedikit rasa tidak nyaman menjalar dalam hati.

Vanya berada di paling depan seolah menjadi pemandu wisata bagi teman-temannya yang mengekor di belakang, tangannya menunjuk ke sebelah kanan, “Kita duduk disitu aja, masih ada yang kosong tuh” kata Vanya sambil sedikit berteriak. Tanpa mengeluarkan tenaga lebih saat bicara, suara akan lenyap ditelan hentakan musik.

Radine memandang arah yang ditunjuk oleh Vanya. Tak jelas terlihat akibat gelap yang mendominasi. Tapi sepertinya mata Vanya sudah terbiasa dengan suasana seperti ini. Radine sampai menduga bahkan dengan mata tertutup Vanya akan bisa dengan selamat menjelajahi ruangan ini tanpa menabrak kursi atau meja. Ketika mereka semua tiba di tempat yang dimaksud oleh Vanya, barulah terlihat ada beberapa bangku kosong mengelilingi sebuah meja bundar.

Sambil memandang Akbar, mulut Vanya terlihat seperti sedang mengatakan sesuatu. Tapi Radine tidak mendengar, begitu pula Akbar, karena wajah Akbar menunjukkan ekspresi bingung. Melihat kebingungan Akbar dan Radine, Vanya menyorongkan tubuhnya mendekat dan kembali berkata, “Bangkunya Cuma tiga, jadi cewek-cewek aja yang duduk!”

Tidak lama kemudian seorang gadis berpakaian tanktop merah dengan rok mini hitam datang menghampiri mereka. Rambut lurus tergerai terlihat habis dari salon, dengan poni yang ditarik kebelakang hingga menampakkan keningnya. Wajahnya terlihat begitu menarik. Apalagi hiasan bando dengan dua tanduk kecil yang menyala. Perpaduan wajah manis dengan symbol sang kegelapan. Terlihat Vanya saling cium pipi dengan gadis itu. Tak terdengar apa yang mereka katakan, namun tak lama kemudian wajah Vanya kembali menghadap ke teman-temannya dan bertanya hendak pesan minuman apa.

“Orange juice” jawab Radine. Sementara Akbar memesan segelas coke. Begitu pula Prisil dan Ema.

Vanya tertawa mendengar pesanan sobatnya tersebut, “Gak mau yang sedikit lebih menantang?”
“Maksudnya?” tanya Ema sambil mengayunkan kepalanya. Sepertinya ia sudah menikmati suasana.
“Yaa.. pake alkohol dikit lah…biar sedikit hangat! Haha…”
“Apa namanya?”

Vanya menyebutkan beberapa pilihan minuman yang semuanya terdengar asing di telinga Radine.
“Boleh deh gue coba, tapi pilihin yang menurut elu paling enak, gue gak tau soalnya” jawab Ema.
“Gue juga!” sahut Prisil, “kasih gue minuman yang paling enak, tapi jangan sampe gue mabok!”
“Siip! Lu mau juga?” tanya Vanya sambil memandang Radine dan Akbar.

Radine menggeleng. Sudah berada di tempat ini saja jantungnya seperti sedang balapan dengan irama music apalagi bila ditambah mereguk minuman yang tidak pernah ia sentuh sebelumnya.
“Akbar?”
“No Thanks!”
“Bir?”
“Udah tobat! Haha..” jawab Akbar sambil tertawa. Dulu ia memang pernah menjadi anak gaul, yang menghabiskan akhir pekan di klub malam berteman dengan aneka minuman. Walaupun tidak sampai ketagihan karena hanya sekedar gaya hidup, mengikuti kebiasaan teman-teman kuliahnya. Tapi sejak lulus dan memiliki lingkungan baru, ia tidak pernah lagi mengunjungi dunia gemerlap tersebut. Hingga malam ini.

“Tobat kok sekarang kesini lagi..”
“Sekarangkan lagi mengawal tuan putri, huehehe…”
Vanya kemudian berbicara lagi pada temannya. Sambil mengangguk-angguk gadis itu kemudian mencatat segala pesanan dan kemudian membalikkan tubuhnya dan bergerak lincah menembus pengunjung yang ada.

“Eh gue mau ke toilet, lu pada mau ikut gak?” tanya Vanya pada ketiga teman ceweknya. Prisil dan Ema mengangguk. Melihat itu, Radine pun tergerak untuk ikut dan bangkit dari kursinya. Berempat mereka kemudian melangkah menuju toilet. Mata Radine kini telah mulai terbiasa dalam gelap. Dirinya bisa melihat orang-orang begitu menikmati suasana gelap sekaligus gemerlap. Beberapa mengenakan kaca mata hitam, entah apa maksudnya, padahal tidak ada cahaya matahari di ruangan ini. Kebanyakan dari mereka menggerakkan anggota tubuhnya dengan goyangan yang statis alias tidak terlalu banyak variasi. Banyak yang hanya menggerakkan kepala dengan satu tangan mengacung-ngacung keatas. Mirip murid yang ingin menjawab pertanyaan sang guru. Beberapa bahkan menggoyangkan kepalanya, ke kiri dan ke kanan dengan sangat kencang. Tidak ada seninya, pikir Radine, apa yang dirasakan oleh leher esok paginya dengan goyangan sekencang itu terus menerus?

Tubuh Radine terdorong oleh seorang gadis belia yang mendadak menabrak dirinya.
“Maaf maaf..” kata Radine sambil menahan tubuh gadis itu. Sebenarnya bukan dirinya yang bersalah, tapi karena kaget ia reflek mengucapkan kata-kata tadi. Gadis itu memandang sebentar pada wajah Radine, kemudian tertawa riang sambil menepuk perlahan bahu Radine sambil berlalu pergi. Jalannya terlihat gontai, namun kepalanya tetap terlihat menikmati dentuman irama musik yang menyerang indera pendengaran dari segala penjuru. Ada yang aneh dalam pandangan gadis tersebut, tapi Radine tidak tahu apa.

Tak ingin ketinggalan oleh teman-temannya, Radine mempercepat langkah. Tak lama kemudian mereka memasuki pintu kecil dan tibalah Radine pada suatu ruangan yang sedikit lebih terang dan lebih ‘senyap’ dibanding tadi. Kaca lebar menghiasi salah satu dinding dengan tiga wastafel. Empat buah bilik kecil tampak di sisi dinding lainnya. Prisil segera menuju salah satu bilik yang pintunya terbuka. Radine tidak ingin buang hajat, jadi ia melangkah ke wastafel, mendekatkan wajahnya pada cermin dan memperhatikan make up wajahnya.

“Still the best!” kata Vanya tersenyum sambil memandang pada wajah temannya itu. Tidak perlu berteriak diruangan ini, karena walaupun ada suara music yang terdengar tapi tembok berhasil meredam hampir setengah dari volume aslinya. Radine memang cantik, bukan cantik yang gemerlap dengan polesan bedak dan lipstick, melainkan karena semua yang ada di wajah Radine terbentuk secara natural dan menyenangkan untuk dilihat. Vanya mengatakan yang sebenarnya.

“Maaf gak ada receh” ujar Radine sambil tertawa. Bercanda sekaligus menutupi rasa salah tingkahnya akibat mendapat pujian dari Vanya. Ema pun ikut tertawa meskipun dirinya sedang sibuk memoles bibirnya dengan lipstick berwarna merah kecoklatan.

Vanya mengeluarkan sisir dan ikut bergabung dengan kedua temannya berdiri di depan cermin. Sedang tak ada orang lain selain mereka berempat di toilet ini, kesempatan emas bagi Vanya untuk menjalankan tugas baru yang ia emban. Sambil berdiri diantara Radine dan Ema, Vanya berkata, “Eh.. lu pada mau lebih nikmatin malem ini gak?”
“Maksudnya?” tanya Radine
“Tadi lu pada liat kan banyak yang goyang-goyang kepala?”

Radine mengangguk. Sementara Ema yang sedang membasahi bibirnya hanya melirik penasaran ke Vanya.

“Itu karena mereka sambil minum ini..”. Tangan Vanya mengambil sesuatu dari dalam tas mungilnya. Genggaman tanganya dibuka dan tampaklah dua butir semacam obat berwarna pink.
“Apa itu?” tanya Ema terkejut
“Inek.. alias ekstasi..”
“Gak mau gue, gak mau!” Tanpa sadar Radine melangkah mundur. Tadi minuman alkohol dan kini ekstasi. Ia sungguh tidak menyangka Vanya sampai sejauh ini.
“Gue juga gak ah..” jawab Ema mantap.

Vanya buru-buru memasukkan butiran tadi ke tas. Tampaknya situasi sedikit berbeda dengan saat ia menawarkan minuman alkohol. Sial, berasa jadi setan pikir Vanya. Prisil keluar dari bilik dan melihat kedua temannya sedang memandang aneh pada Vanya, “Ada apa?”

“Eng.. gak kok ayo ki…”
“Si Vanya nawarin inek!” kata Ema pada Prisil. Mendengar hal itu wajah Prisil terlihat kaget, matanya terbuka lebar dengan mulut sedikit terbuka.

Vanya bersungut kesal, dirinya semakin tersudut kini, “Sst.. jangan ngomong keras-keras, kalo ada intel gue ditangkep nanti..”

“Udahlah kita nikmatin musik aja malem ini, gak usah pake aneh-aneh..” ajak Radine. Ia tidak ingin dirinya semakin jauh melangkah. Cukup datang ke tempat ini. Tidak lebih.
Ema mengangguk setuju, “yuk kita balik, ntar kalo kelamaan si Akbar kecantol cewek lagi..”

Mereka berempat tertawa dan beranjak keluar toilet. Radine dan Ema jalan duluan, disusul oleh Vanya dan Prisil. Sambil melangkah Prisil mendekat pada Vanya, membisikkan sesuatu pada telinganya, “Van, beneran lu ada? Bagi dong.. gue pengen nyoba..”

Vanya tersenyum sambil mengangguk. Niatnya memancing Radine apa daya Prisil yang ia tangkap. Biarlah, siapa tahu pada akhirnya Radine akan tertarik untuk mencoba.

***
Spoiler for Pesan Dari Hati Penulis untuk Pembaca yang Budiman:
gokil4ever
pulaukapok
namakuve
namakuve dan 6 lainnya memberi reputasi
7
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.