TS
ibliss666
Cerita dan Inspirasi Bisnis ini Perlu di Baca agar Agan Sista Makin Kaya
JIKA ADA PIHAK YANG TIDAK BERKENAN BISA PM SAYA YA




Jadi Bos itu Penting
Belajar untuk jadi Bos itu Perlu
Mulailah Dari Sini
Membaca Bersama Saya


Quote:
INDEX
Pengalaman bisnis Popok Kain
Think Big
Bisnis Melalui Instagram
Bisnis Hewan Qurban
Jas Hujan Muslimah
Kue
Mie Akhirat
Dasar Digital Marketing
Upgrade Bisnis dengan Coaching
Brand Identity
Branding Fast Changing Product
Pentingnya Tim
Strategi Bisnis Turun Temurun
Penyegaran Bisnis
Meningkatkan Daya Saing UKM
Sinergi Bisnis Online & Offline
Menentukan Bisnis dari DNA kita sendiri
Menjual Tanpa Bicara
Branding Wisata Indonesia
Zalfa Kosmetik
Menemukan Pelanggn, BUKAN pembeli
Billboard Jaman Sekarang
FOODTRUCK
Membangun Bisnis tanpa HUTANG
Marketing Plan
cairo food
5 syarat sukses bisnis online
Business Foundation
Pembukuan
Leads
Panen saat Lebaran
Perlakuan Terhadap Konsumen
Good to Read
Ghost Kitchen
Perjuangan NomiNomi dessert
Bisnis KESEHATAN
Warung Kopi
Baso Karawang
10 Modal Mental Entrepreneur
Rempah Indonesia
Bisnis Saat Corona
Flywheel BARU dalam Bisnis
Pengalaman jual CIRENG
Tentang Investasi
Quote:

Pada tahun 2015 mb novi (kalian g knal) datang berkunjung ke rumah saya dan melihat setumpuk popok kain yang merupakan sisa stok penjualan saya.
Saat itu saya adalah reseller kecil dari beberapa brand lokal dan brand china. Situasi pasar online di dunia popok sangat terasa dalam red ocean, dimana masing masing pemain saling membenturkan harga satu sama lain sekalipun itu brand lokal yang sebenarnya memiliki standart kualitas produk yang jauh lebih baik daripada brand china.
Nah momentum terjadi saat mb novi mengajak saya menjadi rekan bisnis dalam memasarkan popok dari hasil jahitan ibu mertuanya.
Saat melihat sample popok yang akan dipasarkan, seketika benak saya langsung menembak target menengah kebawah, dikarenakan kualitas bahan baku yang dipersepsikan pasar saat itu masih lebih rendah dibanding bahan baku dari beberapa brand pada umumnya.
Setelah beberapa waktu saya berproses menggali semua data, menentukan kompetitor dan lain lain. Kami mulai memasarkan produk ini (kami memberi nama Free) dengan sistem PO; sistem pemasaran pun ATM murni dari produsen lainnya.
Dan yang terjadi adalah dalam waktu 6 bulan sesudah launcing, produksi Free akhirnya harus off sampai batas waktu yang tidak bisa ditentukan.
Masalahnya hanya satu satu nya tenaga produksi (yang tak lain ibu mertuanya) terkena serangan stroke.
Kami sama sekali tidak mempunyai Plan B karena miskin jaringan penjahit khususnya model halusan
Setelah 8 bulan berjalan akhirnya Free bisa bangkit kembali dengan berbekal evaluasi dari pengalaman sebelumnya, kami merombak semua manajemen yang kami lakukan, baik dr segi pemasaran dan produksinya.
Langkah pertama adalah menjaring data penjahit di sekitar tempat tinggal kami (radius sampai desa tetangga); hasil ternyata WOW, pengalaman kami mendapatkan 10 calon penjahit namun yang bisa dijadikan tim hanya 1-2 orang saja (kami memberikan contoh jahitan dan bahan dalam rupa potongan untuk dikerjakan sendiri dulu).
Di sisi lain saya yang bertanggung jawab dalam mendatangkan buyer, membutuhkan pendekatan yang berbeda untuk merekrut tim marketing.

Singkatnya dalam kurun waktu 6 bulan (setelah momentum Free dibangkitkan), permintaan dari tim marketing cukup naik significant, namun disinilah akhirnya terkuak masalah masalah operation bisnis yang akhirnya membuat banjir bandang komplainan dari marketing.
Masalah masalah yang kami identifikasikan:
Quote:
1. Miskin jaringan di bidang penjahit hampir membuat kami frustasi.. Di wilayah trdekat kami memang banyak penjahit tp pengalaman menjahit popok kain sama sekali tidak ada.. Bisa dikatakan perjuangan kami dimulai dari nol..
2. Tidak ada standart bahan baku dan kompetensi tim produksi yang tidak seragam sehingga berpengaruh pada hasil jahitan yang bervariasi antar 1 penjahit dengan penjahit lainnya, terbukti dari komplain yang memberikan bukti foto ukuran popok yang tidak seragam.
3. Tidak ada kepercayaan dari supplyer. Kami mengawali biaya produksi mulai dari modal yang sangat minim, sehingga kami hanya mampu membeli bahan baku lewat distributor kain.
Disisi lain masing masing distributor memiliki suplay dari beberapa pabrik yang berbeda sehingga tidak ada standart bahan baku yang jelas.
4. Sistem produksi masih belum menemukan kesesuaian. Sehingga masih sering terjadi proses tumpang tindih akibat proses trial eror setiap saat bisa berganti.
2. Tidak ada standart bahan baku dan kompetensi tim produksi yang tidak seragam sehingga berpengaruh pada hasil jahitan yang bervariasi antar 1 penjahit dengan penjahit lainnya, terbukti dari komplain yang memberikan bukti foto ukuran popok yang tidak seragam.
3. Tidak ada kepercayaan dari supplyer. Kami mengawali biaya produksi mulai dari modal yang sangat minim, sehingga kami hanya mampu membeli bahan baku lewat distributor kain.
Disisi lain masing masing distributor memiliki suplay dari beberapa pabrik yang berbeda sehingga tidak ada standart bahan baku yang jelas.
4. Sistem produksi masih belum menemukan kesesuaian. Sehingga masih sering terjadi proses tumpang tindih akibat proses trial eror setiap saat bisa berganti.
Hasil dari kesalahan kesalahan diatas kami bayar mahal dengan cacian komplain tidak profesional dan ancaman pelaporan penipuan, karena kami mengirimkan popok ke buyer setelah h+3 minggu.
Antrian orderan marketing yang semakin mengular namun produksi tidak bisa mengejar dengan cepat.
Hal tersebut di atas sangat mungkin terjadi dalam dunia bisnis.
Belum bisa menghasilkan kolaborasi yang tepat antara tim marketing dengan tim produksi sehingga keduanya tidak sinkron.
Marketing yg sudah menguasai ilmu pemasaran bisa dengan mudah mendatangkan customer sehingga muncul "banjir order"
Sedangkan tim produksi yg belum matang dan belum siap menghadapi "banjir order" kesulitan dalam memenuhinya, terlebih lagi kendala teknis seperti pemadaman lampu yg kerap membuat tim produksi tidak bekerja, lanjut ketersediaan SDM dalam tim produksi pun belum menguasai teknik jahit "halusan" seperti popok (daerah wilayah kami memang bnyak penjahit tetapi umumnya berpengalaman di kemeja, kaos, jaket, celana jins adalah keunggulannya) sehingga kami harus menemani dalam proses membuka mindsetnya bahwa menjahit popok itu bisa mudah asalkan niat belajar dan praktek tekniknya.

Berbekal pengalaman yang sangat tidak mengenakan ini. Akhirnya kami melakukan evaluasi dan merombak untuk sekian kalinya.
Langkah langkah perbaikan :
Quote:
1. Adanya norm (standart) untuk semua aktivitas pekerjaan yang dilakukan oleh semua anggota tim (baik produksi, staff operasional, maupun marketing), seperti meliputi norm bahan baku, norm hasil potong, norm hasil jahitan, norm adminitrasi (keuangan, gudang, ekspedisi, penjualan, dsb), dll.
2. Dibuatnya sistem yang lebih mudah dikerjakan maupun mudah dievaluasi. Berdasarkan dari alur kerja dari semua anggota tim yang berkesinambungan.
3. Pengembangan kualitas sumber daya manusia. Kegiatannya meliputi workshop untuk tim produksi, praktikum sesuai norm di masing masing aktivitas semua bagian, dll.
Dengan tujuan meningkatkan kompetensi semua anggota tim tanpa terkecuali.
2. Dibuatnya sistem yang lebih mudah dikerjakan maupun mudah dievaluasi. Berdasarkan dari alur kerja dari semua anggota tim yang berkesinambungan.
3. Pengembangan kualitas sumber daya manusia. Kegiatannya meliputi workshop untuk tim produksi, praktikum sesuai norm di masing masing aktivitas semua bagian, dll.
Dengan tujuan meningkatkan kompetensi semua anggota tim tanpa terkecuali.
Kami berdua selaku top manajemen, belajar untuk "merangkai" dari kompetensi masing masing tim.
Mengkolaborasikan dengan menanamkan nilai kerjasama tim dalam perumpamaan satu tubuh satu badan.
Bahwa bila ada satu bagian ada kendala/masalah maka bagian lagi juga akan tersendat sehingga berpengaruh pada keseluruhan aktivitas bagi brand Free
Hasilnya perlahan perlahan banyak perbaikan, diantaranya :
Quote:
1. Kapasitas produksi bisa naik mencapai target (setiap bulan selalu ada target naik 10-20%)
2. Hasil produksi sesuai standart yang sudah dibuat, komplain sudah hampir jarang terjadi.
3. Marketing semakin semangat memasarkan produk karena adanya perubahan hasil produksi yang memiliki standart jauh lebih baik daripada sebelumnya.
4. Masing masing anggota tim bisa bekerja dengan memaknai konsep tim work, terbukti kesalahan teknis yang sifatnya keteledoran bisa diminimalisir (karena angota satu sama lain saling mengkoreksi/mengevaluasi hasil kerja rekan di tahapan sebelumnya).
5. Masing masing anggota tim juga muncul rasa untuk selalu siap belajar apapun, karena mereka sadar bahwa alur kinerja memang berkesinambungan, sehingga apabila ada satu bagian yang mengalami masalah dalam pekerjaannya maka bagian yg lain dengan segera ikut menghandle pekerjaan tersebut sehingga alur kerja dalam tim tetap terjaga dengan baik
2. Hasil produksi sesuai standart yang sudah dibuat, komplain sudah hampir jarang terjadi.
3. Marketing semakin semangat memasarkan produk karena adanya perubahan hasil produksi yang memiliki standart jauh lebih baik daripada sebelumnya.
4. Masing masing anggota tim bisa bekerja dengan memaknai konsep tim work, terbukti kesalahan teknis yang sifatnya keteledoran bisa diminimalisir (karena angota satu sama lain saling mengkoreksi/mengevaluasi hasil kerja rekan di tahapan sebelumnya).
5. Masing masing anggota tim juga muncul rasa untuk selalu siap belajar apapun, karena mereka sadar bahwa alur kinerja memang berkesinambungan, sehingga apabila ada satu bagian yang mengalami masalah dalam pekerjaannya maka bagian yg lain dengan segera ikut menghandle pekerjaan tersebut sehingga alur kerja dalam tim tetap terjaga dengan baik
Quote:
Inspirasi Kedua
“THINK BIG TO BECOME BIG”
But, HOW BIG IS YOUR “BIG”?
[visi gede anda seberapa GEDE?]
But, HOW BIG IS YOUR “BIG”?
[visi gede anda seberapa GEDE?]
1. Ada orang yg membesarkan bisnis kuliner nya setelah bisnis pertama yg dia rintis dari awalnya kecil.., menjadi lebih besar, namun karena tempatnya yang sdh nggak mencukupi, maka mulailah buka cabang, karena sukses, maka buka cabang dan buka cabang lagi...
2. Ada orang yg buka usaha kuliner, cukup rame, namun nggak pernah membayangkan bisnis nya bisa buka cabang, dan dikembangkan menjadi berlipat-lipat. Malah orang lain yg bisa ngelihat alias punya “think big” yang menawarkan untuk membesarkan bisnis kuliner yg dimiliki itu. Dan benar aja, setelah ada “orang luar” yg “punya visi” & keberanian, bisnis kuliner nya membesar...
3. Ada orang yang awalnya blom punya bisnis kuliner, tapi sudah “punya think big”, dari awal. Dan sudah merancang untuk membuat bisnis kuliner yg sudah di design untuk bisa dikembangkan menjadi besar dengan jumlah cabang yg berlipat-lipat. Malah sekarang bisa berkembang secara “self running” / auto pilot.
2. Ada orang yg buka usaha kuliner, cukup rame, namun nggak pernah membayangkan bisnis nya bisa buka cabang, dan dikembangkan menjadi berlipat-lipat. Malah orang lain yg bisa ngelihat alias punya “think big” yang menawarkan untuk membesarkan bisnis kuliner yg dimiliki itu. Dan benar aja, setelah ada “orang luar” yg “punya visi” & keberanian, bisnis kuliner nya membesar...
3. Ada orang yang awalnya blom punya bisnis kuliner, tapi sudah “punya think big”, dari awal. Dan sudah merancang untuk membuat bisnis kuliner yg sudah di design untuk bisa dikembangkan menjadi besar dengan jumlah cabang yg berlipat-lipat. Malah sekarang bisa berkembang secara “self running” / auto pilot.
Quote:
Termasuk yang mana anda diantara ketiga skenario diatas..?
Apa bedanya owner/founders dari skenario 1 vs 2 vs 3?
Mana yang punya kemungkinan “TERBESAR” untuk jatuh atau bangkrut lebih cepat setelah bisnis kuliner nya membesar?
Berapa lama biasanya suatu bisnis kuliner itu mampu bertahan? Dan gimana cara nya supaya tetap bertahan & berkembang terus?
HOW BIG IS YOUR “BIG”?
[mau sebesar apa bisnis kuliner anda?]
[amankah posisi bisnis anda 5-10thn kedepan?]
Apa bedanya owner/founders dari skenario 1 vs 2 vs 3?
Mana yang punya kemungkinan “TERBESAR” untuk jatuh atau bangkrut lebih cepat setelah bisnis kuliner nya membesar?
Berapa lama biasanya suatu bisnis kuliner itu mampu bertahan? Dan gimana cara nya supaya tetap bertahan & berkembang terus?
HOW BIG IS YOUR “BIG”?
[mau sebesar apa bisnis kuliner anda?]
[amankah posisi bisnis anda 5-10thn kedepan?]
Sumber:
koko hadiono - praktisi kuliner global & lokal > 22thn
Spoiler for anu:
pak Bi adalah seorang kontributor yang sering mengadakan seminar...
JIKA ADA PIHAK YANG TIDAK BERKENAN BISA PM SAYA YA

Diubah oleh muselimah 08-05-2022 06:38
ekspedisisby dan 26 lainnya memberi reputasi
27
47.1K
Kutip
212
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
UKM
14.8KThread•3.6KAnggota
Tampilkan semua post
TS
ibliss666
#98
Quote:
Saya menggunakan kata “MENEMUKAN PELANGGAN” pada tema materi, karena sesungguhnya pembeli/pelanggan produk kita sudah ada.di (segmen) pasar (misal: makanan berbahan dasar mie) dan mereka mempun yai pengalaman PAIN/PROBLEM dengan Produk yang sudah ada.
Ini peluang bagi kita menemukan PELANGGAN tersebut dengan dengan MEMBUAT PRODUK yang mampu menarik Pembeli/Pelanggan tersebut dengan membuat ADD VALUE yang mampu MENGATASI PAIN/PROBLEM mereka
‘KEYWORD’ pada Materi ini:
PRODUCT BRAND : Ikatan Emosi dengan Konsumen
PELANGGAN adalah pembeli yg datang utk beli lagi, beli lagi
“PEMBELI yang datang lagi adalah PELANGGAN.
Pelanggan yang datang lagi karena suka atau ADA IKATAN EMOSI.
Pembeli yg sudah ada ikatan emosi tanda-tanda menguatnya BRAND.”
Saya akan memulai kisah perjalanan Mie Sop Rempah Haniya ...
IDE
Berawal di sekitar tahun 2016, Nia (istri saya) berkeinginan menjual Mie Sop resep buatannya
“Mie Sop nya bisa layak jual kalau dibikinin Brand”, jawab saya saat itu
PRODUCT DEVELOPMENT
-Tips CARA MUDAH membuat Produk menjadi Brand-
Tips ini, saya sebut sebagai "Power of YANG ...."
Mengikuti formula dari pak Bi, maka mulailah membuat Produk Mie Sop
Mie Sop YANG rasanya khas YANG aromanya khas YANG citarasanya khas YANG menggunakan bahan baku segar (fresh) YANG porsinya tidak bikin kenyang/gemuk YANG disajikan dengan memperhatikan prinsip safety food
Jadilah Semangkuk MIE SOP REMPAH,
(Brand Identity melalui ID Rasa)
*lebih jauh tentang Membangun Brand Identity (Strategi, Taktik, Teknik) silahkan baca e-book Brand Plan tulisan pak Subiakto
GO TO MARKET
MIE SOP Rempah sebagai “produk baru” dengan (beberapa) add value
Kemudian memunculkan sejumlah pertanyaan ………
Berapa banyak (porsi) yang mau disiapkan untuk dijual ?
Berapa COGS / HPP ?
Berapa Harga Jual ?
Pelanggan belum ada ? Apakah ada yang mau beli ?
Apakah pembeli bisa menerima Mie Sop Rempah ini ?
Terinspirasi kisah pak Sadi dengan Soto yang membatasi jumlah porsi 200 mangkok,
Kami memulai Mie Sop Rempah Haniya dengan 30 mangkok (dihitung berdasarkan 15 liter kuah (sop) yang buat)
Mulailah kami mengenali para pembeli, mengamati pola pembelian (hari/jam kunjungan) dan membuat catatan
Juga mendapatkan secara rinci COGS/HPP dari semangkuk Mie Sop Rempah
CUSTOMER DEVELOPMENT
Saat PRODUK kita berinteraksi dengan PEMBELI, maka akan terbentuk IKATAN EMOSI yang akan mendorong pembelian ulang, dan terbentuklah BRAND.
Melengkapi konsep "customer experience", saya share Delta 4 Theory (Kunal Shah)
Teorinya sederhana:
Produk dibuat untuk memecahkan masalah.
Produk diberi skor dengan skala 1-10 untuk produk yang LEBIH BAIK/LEBIH EFISIEN.
Kemudian dibandingkan skor antara Produk Lama (yang saat ini) dengan Produk yang ditawarkan (untuk mengatasi masalah saat ini).
Jika Produk yang ditawarkan memperoleh skor 4 point lebih banyak dibanding produk lama, maka produk yang ditawarkan berpotensi menjadi besar.
Kunal Shah menyebut teori ini sebagai "Delta Four".
"Jika skor delta lebih dari empat, maka Konsumen TIDAK AKAN KEMBALI LAGI ke produk yang lama”
Keyword dari Delta 4 Theory:
Pilihlah ADD VALUE yang tepat untuk mengatasi PAIN/PROBLEM konsumen, sehingga mereka tidak bisa pindah ke lain hati
Pengalaman Mie Sop Rempah Haniya, beberapa pembeli kemudian memutuskan untuk beli dan beli lagi karena (tanggapan dari pelanggan) Rasa dan Aroma Mie Sop Rempah emang unik dan beda dengan Mie Sop yang ada di Kota Medan.
SUSTAINABLE BUSINESS (Berpikir OPERASIONAL)
Sekarang Mie Sop Rempah Haniya udah punya pelanggan,
Langkah berikutnya ...
Dalam perjalanan , kami baru menyadari pilihan Brand Identity RASA, ternyata berdampak produk sangat bergantung pada “founder”
Untuk melepas ketergantungan pada founder, harus membuat sistim operasional agar berjalan secara otomatis
maka harus punya sistem, SOP, traning dan mentoring, dll
(dan ini tidak terpikir saat membuat produk mie sop rempah) 😊
Dan ini pekerjaan rumah yang harus diselesaikan Mie Sop Rempah Haniya agar dapat menjaga dan meningkatkan pertumbuhan pelanggan
Saya kita hal yang sama berlaku dengan: BIKIN BRAND = EXPERIMENT
Q:
Awalnya bikin brand yg ditambhkan YANG kemudian dijual ....pertanyaannya bgm.mendatangkan pelanggan utk mampir mencicipi sop rempah dan.memberikan experience yg lebih baik
A:
buat Mas Eko, Mie Sop Rempah itu di AKTIVASI dengan Panca Indera : Rasa dan Aroma
Aroma Khas dari Mie Sop Rempah ini, yang mampu menghentikan orang dan penasaran untuk mencoba
konon kata tetangga Aromanya bisa menjangkau 100 m 😀
pakai semua rempah yang biasa dipakai sebagai bahan Kari
Q:
Saat ini kondisi persaingan seperti apa? (Dari penguasaan market)
Kemudian bagaimana menjaga konsistensi dan brand activation apa aja yg digunakan?
A:
Menjaga konsistensi memang yang menjadi tantangan,
Apalagi pilihannya BRAND IDENTITY dengan RASA, ini yang terus kami upayakan pembenahan di sisi operasional
Sedangkang pesaing ? untuk saat ini belum ada, krn akan sulit ditiru 😀 Entry to barrier nya sampai 4 tingkat
kami memilih tidak bersaing dengan 10 Top Mie Sop di Medan. Tapi membuat pasar sendiri
benar mas. Biar pasar kecil tapi Pelanggan Banyak.
Q:
Apakah mie sop rempah ini akan terus dipertahankan ke "originalannya"?
Atau bakalan diberi "topping2" seperti mie-mie kekinian?
A:
Untuk Pengembangan Produk, kami lebih fokus pada membuat Mie Sendiri, jadi variannya di sana
kenapa, kami selalu mempertimbangkan Entry to Barrier, mencegah di ATM 😀
Pilihan Topping tetap akan dipertimbangkan apalagi kalau usulannya dari Pelanggan, kami akan langsung terapkan 😀
dalam pengamatan kami Topping memang menjadi Trend kekinian, tapi terlalu mudah di ATM
Q:
utk menarik konsumen pertama pakai pintu apa? Diskon, promo, dll (pintu sales). Atau pintu marketing (4p). Atau pintu brand yg mana, shg calon pembeli masuk ke pintu brand identity (rasa)
A:
Pintu Pertama yach Aromanya yang menggoda itu 😀
Q:
Dg model pembatasan waktu atau porsi yg td d bahas
Apa bisa hal itu d terapkan ke warung yg menu nya banyak?
Atau ada strategi lain utk menjaga loyalty
A:
Pembatasan waktu dan porsi, itu menciptakan scarcity (kelangkaan) dan secara psikologis bikin orang rela antri. Point pentingnya adalah apakah produk yang ditawarkan itu bisa membangun ikatan emosional dengan pembeli dan pelanggan.
Kata penutup dari saya :
• Carilah ADD VALUE dari PAIN/PROBLEM Konsumen
• Ciptakan Produk yang mengatasi PAIN/PROBLEM Konsumen
• Mulailah dari porsi kecil Produk untuk mendapatkan INSIGHT dari Konsumen terhadap produk kita
• JIka Produk kita mampu menciptakan ikatan emosional dengan pelanggan (BRAND), segeralah untuk membuat OPERASIONAL untuk menghasilkan dan menjaga konsistensi Produk.
Diubah oleh ibliss666 27-01-2019 11:06
0
Kutip
Balas