- Beranda
- Stories from the Heart
PURI KERAMAT
...
TS
breaking182
PURI KERAMAT
PURI KERAMAT
Quote:

SINOPSIS
Quote:
Berawal dari kematian Ario Keling seorang keturunan bangsawan di masa kerajaan Mataram. Ke empat anaknya beserta dua menantunya datang ke desa Kemulan untuk menghadiri prosesi pemakaman. Suatu desa terpencil yang terletak di lereng Gunung Merapi dan selalu berselimutan kabut. Inka salah satu menantu Ario Keling merasakan ada keganjilan pada saat akan memasuki pintu gerbang puri. Ia melihat sesosok bangsawan di atas punggung kuda besar dengan dua dayang pengiring. Tidak sampai disitu saja, satu hari sebelum pemakaman Ario Keling. Suaminya yang bernama Nagara atau anak sulung Ario Keling tiba –tiba lenyap tidak berbekas secara misterius. Dari situlah rentetan peristiwa berdarah di mulai. Apakah pelakunya Nagara karena ingin menguasai harta warisan yang tersimpan di dalam puri itu? Dan siapakah yang akan keluar dari puri itu hidup – hidup?
Quote:
INDEKS
PART 1
PART 2
PART 3
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7
PART 8
PART 9
PART 10
PART 11
PART 12
PART 13
PART 14
PART 15
PART 16
PART 17
PART 18
PART 19
PART 20
PART 21
PART 22
PART 23
PART 2
PART 3
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7
PART 8
PART 9
PART 10
PART 11
PART 12
PART 13
PART 14
PART 15
PART 16
PART 17
PART 18
PART 19
PART 20
PART 21
PART 22
PART 23
TAMAT
Diubah oleh breaking182 27-02-2019 10:49
mincli69 dan 6 lainnya memberi reputasi
7
14.6K
Kutip
71
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
breaking182
#19
PART 7
Quote:
Inka terbaring dengan gelisah, entah sudah berapa kali ia hanya bisa berbalik badan ke kanan dan ke kiri sembari pandangannya menatap langit –langit kamar yang temaram. Ia sepertinya sudah jenuh menunggu, suaminya tak juga masuk ke kamar. Sudah hampir tengah malam. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya ia putuskan turun ke lantai bawah dan pergi ke perpustakaan menyusul Nagara. Siapa tahu suaminya itu ketiduran di sana. Sekeluar dari kamar, Inka segera berhadapan dengan lorong panjang, sunyi dan temaram.
Pintu - pintu kamar sepanjang lorong, tak satu pun yang terbuka. Inka tiba di ujung lorong, dan tersentak sendiri melihat kegelapan di lantai bawah. Ia juga tiba-tiba teringat, di mana letaknya perpustakaan? Inka menyentuhkan kakinya ke anak tangga paling atas. Siap untuk turun, ketika pikiran tidak nyaman itu seperti menahan langkah kedua kakinya.
Inka menahan nafas sembari matanya terpejam. Inka membuka kelopak matanya lebar-lebar. Ia seperti melihat sesuatu di bawah sana. Bayang-bayang samar dalam kegelapan. Dan terdengar suara seperti suatu benda berat terseret-seret di sekitar tempat itu. Dan tunggu dulu, bukankah disitu terletak peti mati itu. Tiba -tiba ia dengar bunyi yang lain. Desah nafas berat. Dan bunyi sesuatu bergeser dari tempatnya. Peti mati itu! Apakah penutupnya sedang terbuka, dan ....
Inka mundur dan mundur ketakutan, berbalik serta menghambur secepat ia mampu. Langsung ke kamar. Membanting pintu, mengunci pintu dengan tergesa -gesa, lalu menghempaskan tubuh ke atas tempat tidur. Selimut ditarik sampe ke hidung. Dan dengan matanya yang bebas terpentang, ia mengawasi daun pintu. Menunggu dengan jantung berdebar-debar.
Pintu - pintu kamar sepanjang lorong, tak satu pun yang terbuka. Inka tiba di ujung lorong, dan tersentak sendiri melihat kegelapan di lantai bawah. Ia juga tiba-tiba teringat, di mana letaknya perpustakaan? Inka menyentuhkan kakinya ke anak tangga paling atas. Siap untuk turun, ketika pikiran tidak nyaman itu seperti menahan langkah kedua kakinya.
Inka menahan nafas sembari matanya terpejam. Inka membuka kelopak matanya lebar-lebar. Ia seperti melihat sesuatu di bawah sana. Bayang-bayang samar dalam kegelapan. Dan terdengar suara seperti suatu benda berat terseret-seret di sekitar tempat itu. Dan tunggu dulu, bukankah disitu terletak peti mati itu. Tiba -tiba ia dengar bunyi yang lain. Desah nafas berat. Dan bunyi sesuatu bergeser dari tempatnya. Peti mati itu! Apakah penutupnya sedang terbuka, dan ....
Inka mundur dan mundur ketakutan, berbalik serta menghambur secepat ia mampu. Langsung ke kamar. Membanting pintu, mengunci pintu dengan tergesa -gesa, lalu menghempaskan tubuh ke atas tempat tidur. Selimut ditarik sampe ke hidung. Dan dengan matanya yang bebas terpentang, ia mengawasi daun pintu. Menunggu dengan jantung berdebar-debar.
Quote:
Karta sedang mencoba tidur, matanya sudah mulai akan menutup ketika ia dengar suara berisik dari luar kamar tidurnya yang bersebelahan dengan dapur. Sebenarnya ia malas untuk memeriksa apa yang terjadi di dapur. Akan tetapi, Karta bangkit juga dari tempat tidur. Kakinya menggapai mencari sandal. Setelah menemukannya, ia kemudian ke luar dari kamar. Benar saja. Pintu dapur terbuka. Ada cahaya menerobos ke luar, tetapi tidak ada siapapun di dapur.
Karta berjalan ke jendela. Membukanya dengan gerakan enteng . Padahal daun jendela itu tebal dan lebar, engsel-engselnya tampak jarang diberi oli. Terbukti dari bunyi deritnya yang menyakitkan gendang telinga. Disusul gumaman Karta yang lirih, tak bergairah: " Kiranya sudah pagi !"
Ia lalu keluar dari dapur, menuju ruangan di sebelahnya. Sesampainya di ruangan sebelah yang ternyata adalah gudang, Karta segera membungkuk dan mencari-cari sesuatu dari peti perkakas. Tangannya sibuk meraba –raba mencari-cari dan menemukan juga sebuah palu dan beberapa buah paku. Sebentar kemudian Karta meninggalkan gudang, langsung menuju lantai utama. Karta menekan sakelar lampu begitu sampai di lantai utama. Ruangan yang semula temaram menjadi terang benderang.
" Pak Karta, mau kau apakan peti mati ini?!"
Ada suara tepat di belakang Karta. Orang tua itu lalu menoleh ke belakang, sembari menjawab,
"Sesuai perintah Mas Gara. Langsung dipaku rapat," sahut Karta dengan datar.
Ia membungkuk dan tampak akan menggeser terbuka penutup peti, untuk meyakinkan jenasah di dalamnya aman - aman saja. Tetapi dicegah oleh Jaka yang telah berada tepat di belakangnya, dengan cepat menutupkan peti itu kembali sebelum Karta sempat melihat ke dalam.
"Lho," Karta memandang bengong.
"Biarlah, ayah jangan diganggu lagi... “, bisik Jaka dengan suara gemetar.
Karta kemudian membungkuk. Paku dipasang pada tempatnya. Kemudian di palu. Tanpa banyak bertanya lagi.
Semakin banyak paku yang terbenam pada penutup peti, semakin wajah Jaka berubah lebih tenang. Gambaran ketakutan di wajahnya itu pun akhirnya menghilang. Bunyi palu beradu dengan paku terdengar nyaris bergema di seantero ruangan hingga ke lantai atas. Karta pukulkan palu pada paku terakhir. Sekuat kuatnya.
Karta berjalan ke jendela. Membukanya dengan gerakan enteng . Padahal daun jendela itu tebal dan lebar, engsel-engselnya tampak jarang diberi oli. Terbukti dari bunyi deritnya yang menyakitkan gendang telinga. Disusul gumaman Karta yang lirih, tak bergairah: " Kiranya sudah pagi !"
Ia lalu keluar dari dapur, menuju ruangan di sebelahnya. Sesampainya di ruangan sebelah yang ternyata adalah gudang, Karta segera membungkuk dan mencari-cari sesuatu dari peti perkakas. Tangannya sibuk meraba –raba mencari-cari dan menemukan juga sebuah palu dan beberapa buah paku. Sebentar kemudian Karta meninggalkan gudang, langsung menuju lantai utama. Karta menekan sakelar lampu begitu sampai di lantai utama. Ruangan yang semula temaram menjadi terang benderang.
" Pak Karta, mau kau apakan peti mati ini?!"
Ada suara tepat di belakang Karta. Orang tua itu lalu menoleh ke belakang, sembari menjawab,
"Sesuai perintah Mas Gara. Langsung dipaku rapat," sahut Karta dengan datar.
Ia membungkuk dan tampak akan menggeser terbuka penutup peti, untuk meyakinkan jenasah di dalamnya aman - aman saja. Tetapi dicegah oleh Jaka yang telah berada tepat di belakangnya, dengan cepat menutupkan peti itu kembali sebelum Karta sempat melihat ke dalam.
"Lho," Karta memandang bengong.
"Biarlah, ayah jangan diganggu lagi... “, bisik Jaka dengan suara gemetar.
Karta kemudian membungkuk. Paku dipasang pada tempatnya. Kemudian di palu. Tanpa banyak bertanya lagi.
Semakin banyak paku yang terbenam pada penutup peti, semakin wajah Jaka berubah lebih tenang. Gambaran ketakutan di wajahnya itu pun akhirnya menghilang. Bunyi palu beradu dengan paku terdengar nyaris bergema di seantero ruangan hingga ke lantai atas. Karta pukulkan palu pada paku terakhir. Sekuat kuatnya.
Quote:
Orang pertama yang keluar dari kamar tidur, adalah Inka. Meski sebelumnya ia ketakutan setengah mati, ia sempat terlelap sebentar. Ia baru terjaga setelah mendengar bunyi - bunyi berisik dari lantai ruang utama di bawah. Menjelang tiba di tangga, Inka melihat salah satu pintu kamar terbuka dan Bramasta suami Anita bergegas ke luar dengan wajah kusut masai disusul Anita berjalan tersaruk – saruk menahan kantuk di belakang suaminya. Inka berpaling, melempar seulas senyum letih ke arah mereka berdua.
Inka bergegas turun ke bawah tatkala melihat Jaka berdiri di dekat peti mati sembari menenteng cangkir kopi yang tinggal separoh isinya. Inka pun bertanya tak sabar: "Apakah Mas Nagara tidur di kamarmu, Jaka?"
"Tidak!," jawab Jaka, tandas.
Kemudian balik bertanya. Heran. "Ia tidak menyusul Kakak ke kamar?"
Inka menggeleng. "Mungkin tertidur di perpustakaan," Jaka berkata setengah menyesalkan.
"Ayo, kita bangunkan ...."
Tetapi baru beberapa anak tangga, Jaka tiba – tiba berubah pikiran. Didahului senyuman lebar.
"Kakak kembali sajalah ke kamar siap –siap untuk mengikuti prosesi pemakaman. Biar aku saja yang akan membangunkan Mas Gara!"
Semula Inka mau menolak, namun melihat sorot mata Jaka jelas memperlihatkan adik iparnya itu tidak suka dibantah. Inka menyerah dan kembali masuk ke kamarnya sambil bertanya-tanya dalam hati mengenai sikap Jaka yang tampaknya makin tak bersahabat. Tetapi ia segera melupakan sikap Jaka itu, mungkin masih dalam susana berkabung.
Tidak sampai lima menit, pintu diketuk dari luar. Jaka masuk dengan wajah yang tampak semakin kusut.
Laporannya pendek saja: "Tidak ada..."
“ Sudah dicoba cari di kamar lain ..."
"Sudah kuperiksa sebelum ke sini," jawab Jaka dengan suara datar. Tanpa ekspresi.
Inka mulai cemas. "Aneh ..."
"Aku juga berpikir begitu," Jaka menyatakan persetujuannya itu dengan tidak melepaskan tatapan matanya dari wajah sang kakak ipar. Seperti menduga-duga. Tetapi agaknya ia tidak menemukan apa yang ia cari di wajah Inka. Ia lantas menarik nafas panjang.
"Aku lupa masih ada satu kamar yang terlewatkan...”
Dengan nada suara tak yakin itu Jaka berlalu dari kamar diikuti oleh pandangan mata Inka yang masih setengah bingung dengan kejadian raibnya sang suami.
Inka bergegas turun ke bawah tatkala melihat Jaka berdiri di dekat peti mati sembari menenteng cangkir kopi yang tinggal separoh isinya. Inka pun bertanya tak sabar: "Apakah Mas Nagara tidur di kamarmu, Jaka?"
"Tidak!," jawab Jaka, tandas.
Kemudian balik bertanya. Heran. "Ia tidak menyusul Kakak ke kamar?"
Inka menggeleng. "Mungkin tertidur di perpustakaan," Jaka berkata setengah menyesalkan.
"Ayo, kita bangunkan ...."
Tetapi baru beberapa anak tangga, Jaka tiba – tiba berubah pikiran. Didahului senyuman lebar.
"Kakak kembali sajalah ke kamar siap –siap untuk mengikuti prosesi pemakaman. Biar aku saja yang akan membangunkan Mas Gara!"
Semula Inka mau menolak, namun melihat sorot mata Jaka jelas memperlihatkan adik iparnya itu tidak suka dibantah. Inka menyerah dan kembali masuk ke kamarnya sambil bertanya-tanya dalam hati mengenai sikap Jaka yang tampaknya makin tak bersahabat. Tetapi ia segera melupakan sikap Jaka itu, mungkin masih dalam susana berkabung.
Tidak sampai lima menit, pintu diketuk dari luar. Jaka masuk dengan wajah yang tampak semakin kusut.
Laporannya pendek saja: "Tidak ada..."
“ Sudah dicoba cari di kamar lain ..."
"Sudah kuperiksa sebelum ke sini," jawab Jaka dengan suara datar. Tanpa ekspresi.
Inka mulai cemas. "Aneh ..."
"Aku juga berpikir begitu," Jaka menyatakan persetujuannya itu dengan tidak melepaskan tatapan matanya dari wajah sang kakak ipar. Seperti menduga-duga. Tetapi agaknya ia tidak menemukan apa yang ia cari di wajah Inka. Ia lantas menarik nafas panjang.
"Aku lupa masih ada satu kamar yang terlewatkan...”
Dengan nada suara tak yakin itu Jaka berlalu dari kamar diikuti oleh pandangan mata Inka yang masih setengah bingung dengan kejadian raibnya sang suami.
Diubah oleh breaking182 22-01-2019 01:47
pintokowindardi memberi reputasi
1
Kutip
Balas