- Beranda
- Stories from the Heart
SURYA Dikala SENJA (Horor, Komedi)
...
TS
ayahnyabinbun
SURYA Dikala SENJA (Horor, Komedi)

Assalamualaikum semua.
Ini hanya goresan tinta imajinasi seorang lelaki tua yang telat menemukan hasratnya dalam hal menulis.
No Junk.
No Spam.
Pokoknya ikuti Rules dari Kaskus ya.
Cerita ini murni Fiksi, jadi kalau ada kesamaan nama tokoh dan tempat mohon di maklumi.
Terakhir.
Selamat menikmati bacaan ringan ini.
Spoiler for Prolog:
-Jakarta-
UGD RS di jakarta.
"Bagaimana istri saya sus!? " tanya seorang pria kepada suster yang baru saja keluar dari ruang UGD.
"Maaf pak masih kritis saya tidak bisa memberitahu lebih rinci kondisi istri bapak, itu wewenang dokter," jawab suster cepat kemudian dia berlalu meninggalkan lelaki itu.
Lelaki itu pun bersandar di tembok rumah sakit, raut mukanya terlihat lemas dan pucat kedua tangannya gemetar tatkala menutup wajahnya.
"Maafkan aku Naura, hiks, maafkan aku, " gumam lelaki itu sambil terisak menangis tersedu-sedu.
Seberkas cahaya membentuk sosok manusia berjongkok di depan lelaki itu, "jangan menangis sayang, ini memang sudah waktuku, jaga anak kita ya, dia ganteng seperti kamu, cup. " seru sesosok cahaya tersebut sambil mencium kening sang lelaki, dan cahaya itu pun berlalu bersama sesosok laki-laki berjubah putih yang menemaninya.
Lelaki itu mengangguk lesu sambil tersenyum tipis, melihat ruh istrinya menghilang menuju ufuk matahari dikala senja.
"Krieeek" suara pintu UGD terbuka, keluar seorang dokter dan beberapa suster menggendong seorang bayi.
"Pak Bagas, bayi bapak kami bersihkan dulu di ruang bayi ya pak, dokter ingin bicara dengan bapak," jawab suster dengan lemah lembut ke lelaki itu.
Lelaki itu pun berdiri, berjalan pelan menuju dokter yang menundukkan kepala di depan lelaki itu, gurat penyesalan terlihat dari wajah sang dokter.
"Sudah tidak apa-apa dok, saya sudah tahu, sehebat apapun anda tidak bisa melawan takdir, " jawab lelaki itu sambil menepuk pundak sang dokter.
"Ba-bagaimana bapak bisa tahu!? " jawab dokter dengan rona kebingungan.
Lelaki itu kemudian berlalu menuju ruangan bayi, langkah demi langkah terasa berat, tangisan tak terbendung dari kedua matanya, lelaki itu memukul-mukul dadanya agar menyisakan kelegaan saat ia bernafas.
"OOOEeeeK...OOOEEEEK...OOOEEEK," seketika tangis bayi memecah kesunyian lorong rumah sakit, lelaki itu mempercepat langkah demi langkahnya, terlihat seorang bayi sedang di gendong suster, menangis dengan kencangnya.
"Silakan pak di gendong anaknya, sudah saya bersihkan dedek bayinya," jawab suster ke lelaki itu.
Sang lelaki menerima si bayi dari tangan suster, menggendong dengan penuh kehati-hatian, sang bayi yang tadi menangis kencang seketika terdiam di pelukan lembut sang ayah.
"Mau di beri nama siapa pak bayinya?" tanya suster.
"Surya, Surya dikala senja. " jawab bapak Bagas lirih.
Spoiler for Chapter 1 : sang Surya:
Jakarta, 2018.
"TENG!! TENG!! TENG!!" bunyi bel terdengar hingga ujung jalan setapak depan sebuah sekolah, segerombolan anak tunggang langgang berlarian menuju gerbang sekolah tersebut.
Pak Kusni penjaga sekolah, merangkap satpam, merangkap manusia terlihat mendorong gerbang dengan kepayahan, faktor usia seperti menggerogoti tenaganya yang dulu seperti kuda jantan, nafasnya terdengar mengebu-gebu seperti pemain film erotis tahun 80an, padahal gerbang sekolahnya hanya ada satu, bayangkan bila sekolah ini memiliki 7 gerbang layaknya pintu neraka, mungkin senin beliau sudah di kebumikan.
Dari ufuk timur terdengar suara dengan lantang.
"HEI KUSNI!!! HENTIKAN!!! GUA MASIH MAU SEKOLAH KUSNI!!!"
Remaja itu berlari bersama gerombolan murid yang telat bagai babi hutan.
Pak Kusni yang sedang mendorong gerbang terdiam sesaat, lalu melihat asal suara tersebut, matanya melotot melihat remaja tersebut berlari seperti maling BH yang dikejar warga, dengan sisa tenaga tuanya di dorong gerbang itu dengan tergesa-gesa,
"bocah sialan itu tak boleh masuk..! TIDAK BOLEH MASUK..! YOU SHALL NOT PASS..!" gumam lelaki tua itu sambil mengutip kata-kata Gandalf Lord Of The Ring.
"SIALAN KAU KUSNI! GUA TIDAK AKAN KALAH DENGAN TUA BANGKA MACAM KAU KUSNI!!" teriak lagi remaja itu dengan lantang, langkah kakinya semakin kencang ia sampai lupa resleting celananya masih menganga memberikan sensasi cooling breeze di sekujur pangkal pahanya.
Mendengar itu Kusni geram, ia semakin menggebu-gebu mendorong gerbang, akan tetapi, "KREEK!!" suara tulang bergeser bersua, teriakan tertahan mengema di kalbu Kusni.
"AAARRRGGHH!! AMPUN GUSTI!! PINGGANGKU!!" sakit encok strata tiga Kusni kambuh, tubuh kusni tertahan gerbang, tanpa adanya gerbang mungkin tubuh Kusni akan tersungkur ke tanah, ada hubungan simbiosis mutualisme yang ironis antara Kusni dan gerbang.
"Pagi beh, kambuh?! AHAAY!" ejek remaja itu ke pak Kusni sambil berlenggang menuju kelas.
Sakit, malu, vertigo menjadi satu, itulah yang di rasakan Kusni sekarang, melihat murid itu berlalu membuat matanya berkaca-kaca seutas kata terucap dari bibir Kusni.
"Dasar bocah KAMPRET!!" Kusni tertahan mematung sambil menggenggam gerbang sekolah yang masih seperempat terbuka.
Kelas 2-A sudah di penuhi manusia-manusia unggulan, datang setiap pagi untuk mencari ilmu, bersiap-siap menatap masa depan dengan penuh harapan cemerlang, di belakang dua insan lelaki saling bercakap.
"Cok, film bokep yang kemaren elu kirim crash, kirim lagi dong bro," celoteh Bambang ke Ucok di baris belakang.
"BAH!! Handphone kau saza yang zadul Bams, buktinya zalan-zalan zaja tuh di hp ku, makanya beli hape zangan di pasar malam lai," jawab Ucok dengan logat medannya yang kental, sungguh percakapan yang menginspirasi kaum muda mudi INDONESIA.
"Eh eh eh, guru guru guru!" riuh anak-anak kelas 2-a, sesosok lelaki tinggi, atletis nan tampan terlihat di depan pintu, kemudian berlalu, berganti menjadi lelaki pendek, tambun dengan kepala botak di tengah layaknya lapangan bola, sekilas adegan tadi seperti iklan L-men yang gagal.
Pak Hartono masuk ke dalam kelas, melihat sekeliling kelas sambil menyapa.
"Pagi anak-anak!!", sapa pak Hartono.
"PAGI PAK GURUUU!!" Jawab murid-murid dengan serentak dan kompak.
Tiba-tiba seorang anak berdiri di depan pintu kelas, wajahnya terlihat kecapaian dan pucat.
"Yaaah! Telat!" ujar anak itu, pak Hartono menelisik dengan teliti anak yang terlambat itu, kemudian berujar "hei kamu! Berani kamu telat di jam saya! Kesini kamu!" perintah pak Hartono dengan galaknya, anak itu pun maju dengan perlahan, kepalanya menunduk malu tidak bisa menatap pak Hartono, "Push up 25 kali! Jikalau tidak sanggup silakan keluar kelas saya!!" ujar pak Hartono dengan tegas, ketika anak itu mengambil ancang-ancang untuk melakukan push up, sesosok mahkluk mengintip dari balik jendela di barisan pojok kanan belakang, matanya nanar namun tajam melihat situasi kelas.
"oke situasi aman," ujarnya dengan percaya diri, dengan mode silent ia menyelundupkan tasnya dari balik jendela menuju bangku belajar, lalu ia merangsek masuk dari celah jendela, bak ular kadut dengan licinnya ia masuk melewati celah lumayan sempit itu, setengah badannya sudah masuk ke dalam ruang kelas, tangan kirinya menyentuh meja kemudian ia mendorong sisa tubuhnya melalui tembok menggunakan tangan kanan, dengan sangat cepat dan tanpa satu makhluk pun mengetahui ia sudah masuk ke dalam kelas, dengan posisi menungging di atas meja, misi pun berhasil, ia turun dari meja kemudian menikmati pemandangan Budi yang sedang push up.
"Budi, terima kasih ya, tanpa elu sebagai pengalih perhatian gua ngak bisa sampai di dalam kelas, Budi, kamu, numero uno," gumam pria itu di dalam hati.
Iya, pria itu tidak lain dan tidak bukan adalah Surya, anak dari bapak Bagas prakasa yang kalian liat kisah pilunya di prolog, anak ini tumbuh besar menjadi sosok lelaki tampan, pintar dan soleh, itu hanya menurut penuturan bapaknya sendiri.
Push up Budi sudah berada di angka 23 kali, keringat bercucuran dari kening sampai badan Budi, bahkan sampai muncul bercak basah di daerah selangkangannya, pergelangan tangannya mulai goyah, lututnya bergetar 4,5 skala richter, tubuh yang di rancang untuk main warnet seharian itu tidak mampu menerima push up lebih dari 20 kali.
"Pak, sudah ya pak, saya sudah tidak sanggup," nego Budi ke pak Hartono.
Pak Hartono sedikit terenyuh melihat Budi yang kecapaian, "aduh, kasihan kamu nak, ya sudah … tambah lima lagi push upnya, biar genap jadi 30," tutur pak Hartono dengan melepas topeng kesedihannya, mata Budi nanar namun kosong menatap lantai, terlihat raut penyesalan teramat sangat dari wajah Budi.
Pak Hartono mulai menuju meja ia mengambil daftar absensi lalu mulai mengabsen satu per satu muridnya, dimulai dari Ani, Deni dan seterusnya, murid-murid saling bersahutan saat nama mereka disebut pak Hartono, ketika mulut pak Hartono menyebut nama Surya, "HADIR PAK..!" sahut seseorang pemuda dari belakang dengan lantang.
Seisi kelas kaget, terperanga sambil menganga melihat Surya sudah di dalam kelas, pertanyaan dan praduga berkecamuk di hati mereka.
"Bagaimana ia bisa masuk!?"
"Sejak kapan ia ada di kelas?!"
"Kenapa aku ada di kelas ini!!" gumam Ari yang seharusnya masuk kelas 2-d.
semua perhatian itu berbanding terbalik dengan kondisi Budi yang tanpa perhatian satupun dari teman-temannya.
"Sakit, banget, tapi tak berdarah, sungguh biadab temen-temen gua, kata mereka kita teman sejati, selalu di hati, HILIH KINTHIL!!" ujar Budi di dalam hati kesal dengan teman-temannya.
Pelajaran berjalan setelah sesi absensi, pak Hartono mulai menjelaskan di depan kelas, suasana hening terasa, murid-murid mulai mendengarkan dengan seksama, kecuali Surya yang sedang terlelap di mejanya, posisinya yang berada paling belakang dan di tutupi Bambang yang jangkung dan Ucok yang bulat menjadikan tempat duduknya seperti vila di puncak, tempat paling nyaman untuk beristirahat.
"TOK TOK TOK TOK" bunyi ketukan pintu memecah keheningan kelas, pak Zul sang kepala sekolah sedang berdiri dengan seorang gadis cantik nan manis di sebelahnya, "pagi pak, maaf ganggu kelasnya, ini ada murid baru kelas 2-a," ujar pak Zul, "oh iya pak, silakan neng masuk, perkenalkan diri dulu sama teman yang lain," jawab pak Hartono sambil mempersilakan gadis itu masuk.
Sesosok gadis manis memakai hijab putih berjalan perlahan menuju depan kelas, wajah manisnya terlihat malu-malu ketika bertatap muka dengan murid-murid kelas 2-A, "pagi semua, nama aku Naura kelana subhi, panggil saja Naura," jawab Naura sambil tersenyum simpul memperlihatkan lesung pipinya, seketika itu juga rentetan panah asmara menusuk hati para lelaki di kelas 2-A, kecuali Surya yang sedang berkelana di pulau kapuk dan para murid perempuan yang menunjukkan ekspresi tersaingi secara jasmani dan rohani.
"kamu duduk di belakang ya nak Naura, soalnya bangku yang kosong cuman ada di sebelah sana, " ujar pak Hartono sambil menunjuk bangku disebelah Surya.
Naura pun berjalan menuju bangkunya, diiringi tatapan nakal murid laki-laki di kelas itu, ia kemudian duduk sambil mulai mengeluarkan peralatan belajarnya.
Bambang dan Ucok yang duduk di depan Naura pun sontak membalikkan badan untuk berkenalan.
"Hai Naura, namanya cantik secantik orangnya," puji Bambang dengan gaya sok coolnya.
"hei Naura, cantik kali kau, nanti pulang ku antar pakai motor ninja ku mau tak?" goda Ucok sambil menyisir jambul khatulistiwa miliknya.
Melihat gelagat kedua lelaki di depannya naura langsung ilfeel stadium akhir, didalam hatinya ia berteriak "TIDAAAAAAK..!" akan tetapi Naura hanya membalas dengan senyum malu tapi palsu ke kedua orang utan itu.
"ikh amit-amit jabang bayi, masa hari pertama di sekolah baru gua udah di godain cowok alay macem keset kayak gini, Ya tuhan salah apa hambamu ini, " ketus Naura di dalam hati.
"Jangan di anggap serius, mereka cuman bercanda."
"DEG...!!"
Rona wajah Naura terlihat terkejut, sebuah telepati terkirim langsung menuju fikirannya, ia mencari sumber telepati itu, dan matanya tertuju pada punggung lelaki teman sebangkunya, Surya.
Spoiler for Index:
PART 1
CHAPTER 1
CHAPTER 2
CHAPTER 3
CHAPTER 4
CHAPTER 5
CHAPTER 6
CHAPTER 7
CHAPTER 8
CHAPTER 9
CHAPTER 10
CHAPTER 11
CHAPTER 12
CHAPTER 13
CHAPTER 14
CHAPTER 15
CHAPTER 16
CHAPTER 17
CHAPTER 18
CHAPTER 19
CHAPTER 20
CHAPTER 21
CHAPTER 22
CHAPTER 23
CHAPTER 24
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 27
CHAPTER 28
CHAPTER 29
CHAPTER 30
PART 2
CHAPTER 2.1
CHAPTER 2.2
CHAPTER 2.3
CHAPTER 2.4
CHAPTER 2.5
CHAPTER 2.6
CHAPTER 2.7
CHAPTER 2.8
CHAPTER 2.9
CHAPTER 2.10
CHAPTER 2.11
CHAPTER 2.12
CHAPTER 2.13
CHAPTER 2.14
CHAPTER 2.15
CHAPTER 2.16
CHAPTER 2.17
CHAPTER 2.18
CHAPTER 2.19
CHAPTER 2.20
CHAPTER 2.21
CHAPTER 2.22
CHAPTER 2.23
CHAPTER 2.24
CHAPTER 2.25
CHAPTER 2.26
CHAPTER 2.27
CHAPTER 2.28
CHAPTER 2.29
Diubah oleh ayahnyabinbun 29-05-2022 00:42
namakuve dan 116 lainnya memberi reputasi
115
161.2K
Kutip
916
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
ayahnyabinbun
#183
Chapter 28
Spoiler for Jaka dan Euis:
Jemari tangan Surya dan Devi bertemu dan saling menggenggam botol yang berisikan energi spiritual Jaka, perlahan Devi membuka kedua matanya dan seketika layaknya diorama lingkungan kafe tempat mereka berada sudah berubah menjadi pelataran alun-alun desa Agrirana lengkap dengan kumpulan kayu bakar yang telah menjadi arang dan ditengah-tengahnya sedang menjadi tontonan jasad Jaka yang telah hangus terbakar dan terpasung di sebuah tiang pancang hitam nan legam.
Devi memalingkan wajahnya tidak berani menatap jasad menyedihkan Jaka yang telah mengering, "kejam sekali," serunya lirih.
"Fokus Devi bukan dia target kita, apa kamu sudah menemukan gadis yang bernama Euis itu?" tanya Surya sembari melihat sekeliling.
"Maaf saya masih berusaha menemukannya mohon sabar bli," seru Devi kembali berkonsentrasi.
"Ini dimana?" seru Naura yang tiba-tiba muncul
dari belakang Surya dan Devi.
"Loh?! Mbok Naura kok bisa ada disini juga!!" seru Devi heran.
Naura menggaruk kepalanya yang tidak gatal seraya berkata, "hhe tadi saat kalian berpegangan tangan aku bingung harus ngapain dan lagi aku penasaran apa yang sebenarnya kalian berdua lakukan jadi aku ikut pegang tangan kamu deh Dev, eh malah sekeliling aku berubah seperti ini," pungkas Naura kagum.
"Dasar wanita kepo," desal Surya tanpa menatap Naura.
"Biarin weeee!!" cebik Naura, "Dev, ngomong-ngomong ini semua apa ya? Apa kita berteleportasi? Atau ini alam bawah sadar kita?" tanya Naura.
"Ini …"
"Ini kenangan masa lalu Jaka, sebagai seorang retrof Devi dapat memproyeksikan kepada kita segala informasi yang berkaitan dengan energi spiritual," potong Surya menatap Naura.
"Retrof?"
"Retrokognision, kemampuan untuk melihat masa lalu, orang-orang yang memiliki kemampuan itu biasa disebut dengan Retrof," terang Devi.
"Oh … aku baru tahu, berarti kamu hebat sekali dong Dev," puji Naura.
"Ah biasa saja mbok, justru saya yang paling lemah di Other," jelas Devi.
"Tapi kemampuan kamu benar-benar menakjubkan tau Dev," puji kembali Naura.
"Apa sudah ketemu Devi?" tanya Surya.
"Sudah bli, dia ada di rumah sebelah sana apa kita pindah sekarang?" tanya Devi memastikan.
Surya mengangguk dan seketika sekeliling mereka berubah menjadi sebuah ruangan kamar bercat putih dengan poster-poster penyanyi lawas jaman dulu, di dalamnya tengah menangis tersedu-sedu seorang gadis sambil memeluk guling diatas kasur miliknya.
"Apa dia Euis?" tanya Surya.
"Iya bli, dia yang bernama Euis," jawab Devi sangat yakin.
"Kalau begitu apa yang kamu tunggu? lakukanlah," perintah Surya.
Devi mengangguk mengerti kemudian ia berjalan kedepan kasur tempat gadis itu berada, perlahan ia menggenggam kepala Euis untuk menerawang keberadaan Euis di masa kini.
Gelap...
Perlahan Naura membuka kedua matanya, disebelahnya Devi tengah sesengguhan menangis dan Surya sedang menyeruput minuman miliknya.
"Devi kamu kenapa menangis?" tanya Naura khawatir.
"Hiks, enggak kenapa-napa kok kak," seru Devi menghapus bulir air mata di pipinya.
"Minuman kalian aku yang bayar, aku pergi dulu," seru Surya merapikan tas selempang dan memakai topi seraya beranjak pergi.
"Bli tunggu! Aku ikut!" seru Devi kepada Surya.
"Tugas kamu sudah selesai, urusan ini biar aku yang selesaikan," sergah Surya.
"Devi mau ketemu sama wanita itu bli, Devi mohon," pinta Devi kekeh dengan permintaannya.
"Buat apa? Membuat wanita itu lebih menderita lagi? Aku kesana untuk membebaskannya bukan untuk beramah tamah dengan beliau," terang Surya
Devi terdiam, Naura yang melihat kejadian itu langsung berdiri menatap tajam kearah Surya, "begitu cara seorang lelaki membalas pertolongan dari seorang wanita?" cebik Naura kesal dengan sikap Surya.
"Sudah-sudah Devi tidak kenapa-napa kok mbo," seru Devi menenangkan Naura disebelahnya.
Tidak kalah tajam Surya menatap Naura kemudian ia memalingkan pandangan, "cih … ayo ikut, tapi jika kalian menganggu aku tidak segan-segan meninggalkan kalian berdua," pungkasnya sembari melanjutkan langkahnya kearah pintu keluar kafe tersebut.
Tak selang beberapa lama mereka sudah berada di dalam bus Trans Jakarta, Naura duduk disebelah Devi sedangkan Surya berdiri menatap pemandangan diluar bus.
"Kamu sudah tenang Devi?" tanya Naura khawatir.
Devi mengangguk seraya bersua, "iya mbo, Devi sudah tidak apa-apa," kilahnya.
"Sebenarnya saat di kafe ada apa? Mengapa kamu menangis seperti itu?" tanya Naura kembali.
Devi menatap kosong kearah depan kemudian menghembuskan nafas panjang, "seorang Retrof memiliki kemampuan membaca masa lalu dengan berbagai macam cara dan untuk Devi caranya adalah menjadi seseorang dimasa lalu tersebut, disaat Devi memegang kepala Euis seluruh warga desa tersebut seperti mengerumuni Devi dalam bentuk arwah … Devi takut, mereka meronta, berteriak dan memohon ampun kepada Devi seakan semua tanggung jawab bertumpu kepada diri Devi, Devi menangis sejadi-jadinya namun tidak ada yang mendengarkan kemudian Devi sadari bahwa yang mengalami semua itu bukan Devi namun …" Devi terdiam.
"Wanita yang bernama Euis tersebut?" tanya Naura.
Devi mengangguk pelan sembari menyandarkan kepalanya di pundak Naura, "Devi ingin bertemu wanita yang bernama Euis tersebut untuk melihat keadaannya sekarang, Devi hanya sekilas melihat kejadian tersebut dan sudah membuat diri Devi terganggu sedemikian rupa apalagi wanita tersebut yang sudah mengalami kejadian itu berkali-kali dalam kurun waktu berpuluh-puluh tahun lamanya," lirih Devi.
"Hei kita hampir sampai, bersiap-siaplah," seru Surya kepada kedua gadis tersebut.
Tak lama mereka bertiga berjalan menyusuri trotoar jalan raya hingga sampai di depan sebuah rumah singgah untuk panti jompo.
"Disini?" tanya Naura selidik.
Devi dan Surya mengangguk mengiyakan pertanyaan Naura, mereka bertiga masuk kedalam gerbang panti dan berjumpa dengan seorang penjaga di depan daun pintu rumah tersebut.
"Selamat pagi pak," sapa Naura dan Devi ramah kepada bapak penjaga tersebut.
"Pagi neng-neng cantik, ada keperluan apa ya siang-siang disini?"
"Kami bertiga ingin menjenguk nenek kami pak," seru Naura.
"Namanya Euis," timpal Devi.
Penjaga paruh baya itu terdiam sembari matanya menelisik ketiga remaja di depannya.
"Kalian benar cucunya nenek Euis?" tanya beliau memastikan.
Mereka saling bertatap-tatapan kemudian Surya mulai membuka suara, "iya, kami cucunya nenek Euis, memang kenapa pak?" tanya Surya.
"Oh saya hanya kaget, soalnya dari dulu saya cuman tahu bahwa nenek Euis dititipkan sebatang kara disini bahkan sebelum saya mulai bekerja disini," pungkas sang penjaga, "oh iya perkenalkan dulu, nama saya Miun penjaga panti jompo disini, mari saya antar ke lobi panti untuk di data," ajak pak Miun ramah kepada mereka bertiga.
Mereka berempat berjalan bersama menuju lobi, disana mereka mendaftar sebagai pengunjung kemudian pak Miun mengantarkan mereka menuju kamar tempat nenek Euis berada, ditengah jalan Surya menghentikan langkahnya.
"Ada apa bli?" tanya Devi menatap Surya heran sedangkan Naura asyik berjalan bersama pak Miun.
"Mereka …"
Devi menatap arah pandangan Surya dan melihat kumpulan orang tua penghuni panti tersebut yang sedang berkumpul di ruang tengah.
"Mereka kenapa?" tanya Devi heran.
"Mereka tua," pungkas Surya polos.
Dengan tatapan bingung Devi menatap lawan bicaranya, "inikan panti jompo bli, ya isinya pasti orang tua semua," terang Devi dengan senyum tipis di bibirnya.
"Iya … namun … seharusnya mereka berkumpul dengan keluarga mereka, dengan anak-anak mereka yang sudah susah payah mereka besarkan, mereka malah ditaruh disini untuk berkumpul dengan orang tua lainnya dan … menunggu ajal bersama-sama dengan orang asing disebelah mereka," seru Surya dingin.
Devi terdiam mendengarkan seruan Surya, "mungkin ada alasan yang bagus mengapa mereka ditempatkan disini, kita kan enggak tahu, iya kan bli?" tanya Devi.
"Semoga aja iya," jawab Surya pelan, ia kembali berjalan mengikuti langkah pelan pak Miun dan Naura, sedangkan Devi menatap pungung Surya yang melangkah pergi meninggalkan dirinya dengan rona merah di kedua pipinya.
Mereka berempat berjalan hingga sampai disebuah pintu diujung panti, pintu itu terlihat lusuh dengan banyak bekas noda kusam di dindingnya.
"Ini kamarnya pak?" tanya Surya selidik.
"Iya dek, ini kamar nenek Euis, dia ditempatkan disini untuk tidak mengganggu penghuni panti yang lain," jawab pak Miun.
"Loh memang nenek kami mengganggu apa?" tanya Naura selidik.
"Engh mohon maaf sebelumnya kalau bapak salah ngomong tapi hampir setiap malam ia berteriak-teriak dan itu mengganggu para penghuni maka agar semuanya nyaman ia ditempatkan disini," jawab pak Miun kembali.
Devi maju dan langsung membuka pintu kamar tersebut didalamnya tengah duduk disebuah kursi seorang wanita paruh baya dengan rambut putih panjang terikat rapih.
"Permisi Euis, ini ada yang jenguk," sapa pak Miun ramah.
Nenek Euis menatap perlahan kearah daun pintu kemudian mengangguk pelan kepada pak Miun.
"Adek-adek sekalian bapak permisi dulu ya, pekerjaan bapak didepan masih banyak," pamit pak Miun kepada ketiga remaja yang terdiam di ambang pintu.
"Oh … iya pak terima kasih ya pak sudah sudi mengantar kami sampai kesini," jawab Naura ramah kepada pak Miun.
"Oh iya dek, tidak merepotkan kok, ini sudah tugas saya," seru Pak miun yang kemudian berlalu, Surya dan Naura memasuki kamar menyusul Devi yang sudah lebih dulu memasuki kamar nenek Euis, kamar itu terasa pengap dengan pencahayaan minim tanpa jendela satupun yang terbuka.
"Devi mundur," perintah Surya.
Surya meminta Devi untuk mundur bukan tanpa alasan karena disekitar nenek Euis tengah berkumpul gerombolan arwah yang mengelilinginya memberikan aura negatif yang mencekam di dalam kamar tersebut.
"Devi apa mereka arwah yang kamu sebutkan tadi?" tanya Naura.
"I-iya mbok Naura, mereka para arwah penasaran dari desa tempat tinggal nenek Euis."
"Ada perlu apa mereka disini? Bukankah nenek Euis adalah korban fitnah mereka!!" seru Naura dengan menaikkan nada bicaranya.
"Mereka ingin meminta maaf agar arwah mereka tenang, namun …" seru Devi tertahan.
"Namun apa?" tanya Naura penasaran.
"Namun mereka salah sasaran," seru Surya sambil mengambil sesuatu dari tas selempang miliknya, sebuah botol tengah digenggam Surya dengan tangan kanannya.
Aura negatif kumpulan arwah disekitar nenek Euis semakin pekat tanda akan menyerang siapapun yang berusaha mendekat, Surya merapal doa seraya menaruh tas miliknya sembarangan.
"Aku berlindung kepada ALLAH dari godaan syaitan yang terkutuk," seru Surya yang disusul cahaya benderang yang keluar menyelimuti tubuhnya bagai jubah, ia berjalan perlahan menerima terpaan energi negatif dari kumpulan para arwah disekitar nenek Euis.
Selangkah..
Dua langkah..
Tiga langkah..
Langkah Surya terhenti tepat didepan nenek Euis, disekitar mereka tengah bergerumul para arwah penasaran yang mengelilingi Surya bagai lebah yang hendak menyerang mangsa.
Surya bersimpuh seraya tersenyum tulus di depan nenek Euis, ia perlahan menaruh telapak tangan di mata nenek Euis seraya merapal doa kepada yang maha pencipta dan perlahan ia membuka tutup gabus yang menutup botol berisikan residual energi Jaka, seketika kepulan asap putih keluar dari dalam botol tersebut dan membentuk tubuh Jaka semasa ia hidup dengan lubang menganga di dadanya.
"Ja-jaka, kang Jaka, itukah kamu?" seru lirih Euis lemah.
Jaka berdiri mematung dan terdiam melihat wanita tua renta didepannya, "Euis …" seru Jaka yang kemudian bersimpuh disebelah Surya berusaha menangkup wajah Euis.
Para Arwah penasaran di dalam kamar berhenti mengerubungi Surya, mereka terdiam memberikan ruang sambil melihat pertemuan kembali Jaka dan Euis korban fitnah mereka.
"Jaka lihatlah kekasihmu, perbuatan balas dendam kepada mereka yang memfitnahmu tidak membuahkan apapun, malahan membuat kekasihmu tersiksa seperti ini," jelas Surya.
Jaka berdiri seraya menatap nanar kepada para arwah penasaran warga desa Argirana, "APA MEMBUNUH KALIAN SEMUA TIDAK CUKUP!! APA PERLU AKU MEMBUNUH KALIAN LAGI!! HAH! JAWAB AKU!!" teriak Jaka naik pitam melihat keadaan Euis kekasihnya, para arwah itu terdiam sambil menunduk mendengar ujaran kebencian Jaka.
"Jaka tenanglah," seru Surya menenangkan Jaka, "mereka menempel pada Euis karena mereka tidak tenang, mereka terus menerus meminta maaf dan memohon ampun kepada Euis namun hasilnya nihil karena permintaan maaf mereka tidak ada artinya," timpal Surya kembali.
"Mengapa tidak ada artinya? Bukankah Euis sudah memaafkan mereka semua," bisik Naura kepada Devi.
"Ia, namun tidak dengan Jaka," jawab Devi disebelahnya.
"Sekarang terserah kamu Jaka, menghadapi mereka dengan penuh dendam atau memaafkan mereka agak kekasihmu bisa lebih tenang menjalani sisa hidupnya didunia," terang Surya kepada Jaka disebelahnya.
Jaka terdiam masih dengan tatapan nanar menatap tiap jengkal arwah warga desa Argirana yang telah memfitnahnya, pandangannya berganti menatap Euis yang tengah menangis bahagia bertemu kembali dengan Jaka walau berbeda dunia.
Jaka mulai membuka suara, "a-ku … aku memaafkan kalian semua," seru Jaka perlahan.
Dan seketika bagai abu yang tertiup angin para arwah penasaran meninggalkan ruangan kamar nenek Euis sambil tersenyum lega bahkan ada yang menitikkan air mata bahagia karena telah terbebas dari kutukan sang Jagal dan lubang yang menganga di dada Jaka dengan ajaibnya bercahaya dan kemudian terisi kembali menyempurnakan tubuhnya.
"Euis … maafkan akang," seru Jaka sambil memeluk nenek Euis kala itu.
Devi dan Naura menangis di ambang pintu sedangkan Surya merapihkan segala peralatan miliknya untuk segera pergi.
"Hei Jaka," panggil Surya.
Jaka menoleh menatap asal suara dan mendengarkan dengan seksama.
"Semoga kita tidak bertemu lagi," seru Surya yang kemudian beranjak pergi meninggalkan kamar nenek Euis.
"Tunggu Surya ada hal tentang nenekmu yang harus kamu tahu," seru Jaka.
Surya menghentikan langkahnya, ia berbalik arah seraya menghadap Jaka, Jaka berdiri kemudian membisikkan sesuatu yang membuat mata Surya membulat sempurna karena terkejut.
"Apa kau yakin?" tanya Surya yang diikuti anggukan kepala Jaka.
"Hanya itu caranya," jawab Jaka.
Surya beranjak pergi sedangkan Devi melangkah menuju kedepan nenek Euis dan memeluknya erat memberikan selamat kepada sang nenek.
Surya berjalan melewati Naura tanpa berbicara sepatah katapun kepadanya.
"Surya tunggu!" seru Naura kepada pemuda itu.
"Ada apa lagi?" tanyanya tanpa menatap lawan bicaranya tersebut.
"Apa yang Jaka bisikkan sama kamu?" tanya Naura.
"Itu bukan urusan kamu," jawab Surya.
"Apa itu berhubungan dengan Senja?"
Surya terdiam mendengar pertanyaan Naura, ia berbalik arah dan menatap wajah Naura dalam-dalam.
"Naura …" seru Surya pelan.
"Iya."
"Mulai sekarang tolong jauhi Aku maupun Senja," seru Surya dingin, ia berbalik arah dan kembali berjalan meninggalkan Naura yang terdiam menatap dirinya di lorong panti.
Bersambung..
Devi memalingkan wajahnya tidak berani menatap jasad menyedihkan Jaka yang telah mengering, "kejam sekali," serunya lirih.
"Fokus Devi bukan dia target kita, apa kamu sudah menemukan gadis yang bernama Euis itu?" tanya Surya sembari melihat sekeliling.
"Maaf saya masih berusaha menemukannya mohon sabar bli," seru Devi kembali berkonsentrasi.
"Ini dimana?" seru Naura yang tiba-tiba muncul
dari belakang Surya dan Devi.
"Loh?! Mbok Naura kok bisa ada disini juga!!" seru Devi heran.
Naura menggaruk kepalanya yang tidak gatal seraya berkata, "hhe tadi saat kalian berpegangan tangan aku bingung harus ngapain dan lagi aku penasaran apa yang sebenarnya kalian berdua lakukan jadi aku ikut pegang tangan kamu deh Dev, eh malah sekeliling aku berubah seperti ini," pungkas Naura kagum.
"Dasar wanita kepo," desal Surya tanpa menatap Naura.
"Biarin weeee!!" cebik Naura, "Dev, ngomong-ngomong ini semua apa ya? Apa kita berteleportasi? Atau ini alam bawah sadar kita?" tanya Naura.
"Ini …"
"Ini kenangan masa lalu Jaka, sebagai seorang retrof Devi dapat memproyeksikan kepada kita segala informasi yang berkaitan dengan energi spiritual," potong Surya menatap Naura.
"Retrof?"
"Retrokognision, kemampuan untuk melihat masa lalu, orang-orang yang memiliki kemampuan itu biasa disebut dengan Retrof," terang Devi.
"Oh … aku baru tahu, berarti kamu hebat sekali dong Dev," puji Naura.
"Ah biasa saja mbok, justru saya yang paling lemah di Other," jelas Devi.
"Tapi kemampuan kamu benar-benar menakjubkan tau Dev," puji kembali Naura.
"Apa sudah ketemu Devi?" tanya Surya.
"Sudah bli, dia ada di rumah sebelah sana apa kita pindah sekarang?" tanya Devi memastikan.
Surya mengangguk dan seketika sekeliling mereka berubah menjadi sebuah ruangan kamar bercat putih dengan poster-poster penyanyi lawas jaman dulu, di dalamnya tengah menangis tersedu-sedu seorang gadis sambil memeluk guling diatas kasur miliknya.
"Apa dia Euis?" tanya Surya.
"Iya bli, dia yang bernama Euis," jawab Devi sangat yakin.
"Kalau begitu apa yang kamu tunggu? lakukanlah," perintah Surya.
Devi mengangguk mengerti kemudian ia berjalan kedepan kasur tempat gadis itu berada, perlahan ia menggenggam kepala Euis untuk menerawang keberadaan Euis di masa kini.
Gelap...
Perlahan Naura membuka kedua matanya, disebelahnya Devi tengah sesengguhan menangis dan Surya sedang menyeruput minuman miliknya.
"Devi kamu kenapa menangis?" tanya Naura khawatir.
"Hiks, enggak kenapa-napa kok kak," seru Devi menghapus bulir air mata di pipinya.
"Minuman kalian aku yang bayar, aku pergi dulu," seru Surya merapikan tas selempang dan memakai topi seraya beranjak pergi.
"Bli tunggu! Aku ikut!" seru Devi kepada Surya.
"Tugas kamu sudah selesai, urusan ini biar aku yang selesaikan," sergah Surya.
"Devi mau ketemu sama wanita itu bli, Devi mohon," pinta Devi kekeh dengan permintaannya.
"Buat apa? Membuat wanita itu lebih menderita lagi? Aku kesana untuk membebaskannya bukan untuk beramah tamah dengan beliau," terang Surya
Devi terdiam, Naura yang melihat kejadian itu langsung berdiri menatap tajam kearah Surya, "begitu cara seorang lelaki membalas pertolongan dari seorang wanita?" cebik Naura kesal dengan sikap Surya.
"Sudah-sudah Devi tidak kenapa-napa kok mbo," seru Devi menenangkan Naura disebelahnya.
Tidak kalah tajam Surya menatap Naura kemudian ia memalingkan pandangan, "cih … ayo ikut, tapi jika kalian menganggu aku tidak segan-segan meninggalkan kalian berdua," pungkasnya sembari melanjutkan langkahnya kearah pintu keluar kafe tersebut.
Tak selang beberapa lama mereka sudah berada di dalam bus Trans Jakarta, Naura duduk disebelah Devi sedangkan Surya berdiri menatap pemandangan diluar bus.
"Kamu sudah tenang Devi?" tanya Naura khawatir.
Devi mengangguk seraya bersua, "iya mbo, Devi sudah tidak apa-apa," kilahnya.
"Sebenarnya saat di kafe ada apa? Mengapa kamu menangis seperti itu?" tanya Naura kembali.
Devi menatap kosong kearah depan kemudian menghembuskan nafas panjang, "seorang Retrof memiliki kemampuan membaca masa lalu dengan berbagai macam cara dan untuk Devi caranya adalah menjadi seseorang dimasa lalu tersebut, disaat Devi memegang kepala Euis seluruh warga desa tersebut seperti mengerumuni Devi dalam bentuk arwah … Devi takut, mereka meronta, berteriak dan memohon ampun kepada Devi seakan semua tanggung jawab bertumpu kepada diri Devi, Devi menangis sejadi-jadinya namun tidak ada yang mendengarkan kemudian Devi sadari bahwa yang mengalami semua itu bukan Devi namun …" Devi terdiam.
"Wanita yang bernama Euis tersebut?" tanya Naura.
Devi mengangguk pelan sembari menyandarkan kepalanya di pundak Naura, "Devi ingin bertemu wanita yang bernama Euis tersebut untuk melihat keadaannya sekarang, Devi hanya sekilas melihat kejadian tersebut dan sudah membuat diri Devi terganggu sedemikian rupa apalagi wanita tersebut yang sudah mengalami kejadian itu berkali-kali dalam kurun waktu berpuluh-puluh tahun lamanya," lirih Devi.
"Hei kita hampir sampai, bersiap-siaplah," seru Surya kepada kedua gadis tersebut.
Tak lama mereka bertiga berjalan menyusuri trotoar jalan raya hingga sampai di depan sebuah rumah singgah untuk panti jompo.
"Disini?" tanya Naura selidik.
Devi dan Surya mengangguk mengiyakan pertanyaan Naura, mereka bertiga masuk kedalam gerbang panti dan berjumpa dengan seorang penjaga di depan daun pintu rumah tersebut.
"Selamat pagi pak," sapa Naura dan Devi ramah kepada bapak penjaga tersebut.
"Pagi neng-neng cantik, ada keperluan apa ya siang-siang disini?"
"Kami bertiga ingin menjenguk nenek kami pak," seru Naura.
"Namanya Euis," timpal Devi.
Penjaga paruh baya itu terdiam sembari matanya menelisik ketiga remaja di depannya.
"Kalian benar cucunya nenek Euis?" tanya beliau memastikan.
Mereka saling bertatap-tatapan kemudian Surya mulai membuka suara, "iya, kami cucunya nenek Euis, memang kenapa pak?" tanya Surya.
"Oh saya hanya kaget, soalnya dari dulu saya cuman tahu bahwa nenek Euis dititipkan sebatang kara disini bahkan sebelum saya mulai bekerja disini," pungkas sang penjaga, "oh iya perkenalkan dulu, nama saya Miun penjaga panti jompo disini, mari saya antar ke lobi panti untuk di data," ajak pak Miun ramah kepada mereka bertiga.
Mereka berempat berjalan bersama menuju lobi, disana mereka mendaftar sebagai pengunjung kemudian pak Miun mengantarkan mereka menuju kamar tempat nenek Euis berada, ditengah jalan Surya menghentikan langkahnya.
"Ada apa bli?" tanya Devi menatap Surya heran sedangkan Naura asyik berjalan bersama pak Miun.
"Mereka …"
Devi menatap arah pandangan Surya dan melihat kumpulan orang tua penghuni panti tersebut yang sedang berkumpul di ruang tengah.
"Mereka kenapa?" tanya Devi heran.
"Mereka tua," pungkas Surya polos.
Dengan tatapan bingung Devi menatap lawan bicaranya, "inikan panti jompo bli, ya isinya pasti orang tua semua," terang Devi dengan senyum tipis di bibirnya.
"Iya … namun … seharusnya mereka berkumpul dengan keluarga mereka, dengan anak-anak mereka yang sudah susah payah mereka besarkan, mereka malah ditaruh disini untuk berkumpul dengan orang tua lainnya dan … menunggu ajal bersama-sama dengan orang asing disebelah mereka," seru Surya dingin.
Devi terdiam mendengarkan seruan Surya, "mungkin ada alasan yang bagus mengapa mereka ditempatkan disini, kita kan enggak tahu, iya kan bli?" tanya Devi.
"Semoga aja iya," jawab Surya pelan, ia kembali berjalan mengikuti langkah pelan pak Miun dan Naura, sedangkan Devi menatap pungung Surya yang melangkah pergi meninggalkan dirinya dengan rona merah di kedua pipinya.
Mereka berempat berjalan hingga sampai disebuah pintu diujung panti, pintu itu terlihat lusuh dengan banyak bekas noda kusam di dindingnya.
"Ini kamarnya pak?" tanya Surya selidik.
"Iya dek, ini kamar nenek Euis, dia ditempatkan disini untuk tidak mengganggu penghuni panti yang lain," jawab pak Miun.
"Loh memang nenek kami mengganggu apa?" tanya Naura selidik.
"Engh mohon maaf sebelumnya kalau bapak salah ngomong tapi hampir setiap malam ia berteriak-teriak dan itu mengganggu para penghuni maka agar semuanya nyaman ia ditempatkan disini," jawab pak Miun kembali.
Devi maju dan langsung membuka pintu kamar tersebut didalamnya tengah duduk disebuah kursi seorang wanita paruh baya dengan rambut putih panjang terikat rapih.
"Permisi Euis, ini ada yang jenguk," sapa pak Miun ramah.
Nenek Euis menatap perlahan kearah daun pintu kemudian mengangguk pelan kepada pak Miun.
"Adek-adek sekalian bapak permisi dulu ya, pekerjaan bapak didepan masih banyak," pamit pak Miun kepada ketiga remaja yang terdiam di ambang pintu.
"Oh … iya pak terima kasih ya pak sudah sudi mengantar kami sampai kesini," jawab Naura ramah kepada pak Miun.
"Oh iya dek, tidak merepotkan kok, ini sudah tugas saya," seru Pak miun yang kemudian berlalu, Surya dan Naura memasuki kamar menyusul Devi yang sudah lebih dulu memasuki kamar nenek Euis, kamar itu terasa pengap dengan pencahayaan minim tanpa jendela satupun yang terbuka.
"Devi mundur," perintah Surya.
Surya meminta Devi untuk mundur bukan tanpa alasan karena disekitar nenek Euis tengah berkumpul gerombolan arwah yang mengelilinginya memberikan aura negatif yang mencekam di dalam kamar tersebut.
"Devi apa mereka arwah yang kamu sebutkan tadi?" tanya Naura.
"I-iya mbok Naura, mereka para arwah penasaran dari desa tempat tinggal nenek Euis."
"Ada perlu apa mereka disini? Bukankah nenek Euis adalah korban fitnah mereka!!" seru Naura dengan menaikkan nada bicaranya.
"Mereka ingin meminta maaf agar arwah mereka tenang, namun …" seru Devi tertahan.
"Namun apa?" tanya Naura penasaran.
"Namun mereka salah sasaran," seru Surya sambil mengambil sesuatu dari tas selempang miliknya, sebuah botol tengah digenggam Surya dengan tangan kanannya.
Aura negatif kumpulan arwah disekitar nenek Euis semakin pekat tanda akan menyerang siapapun yang berusaha mendekat, Surya merapal doa seraya menaruh tas miliknya sembarangan.
"Aku berlindung kepada ALLAH dari godaan syaitan yang terkutuk," seru Surya yang disusul cahaya benderang yang keluar menyelimuti tubuhnya bagai jubah, ia berjalan perlahan menerima terpaan energi negatif dari kumpulan para arwah disekitar nenek Euis.
Selangkah..
Dua langkah..
Tiga langkah..
Langkah Surya terhenti tepat didepan nenek Euis, disekitar mereka tengah bergerumul para arwah penasaran yang mengelilingi Surya bagai lebah yang hendak menyerang mangsa.
Surya bersimpuh seraya tersenyum tulus di depan nenek Euis, ia perlahan menaruh telapak tangan di mata nenek Euis seraya merapal doa kepada yang maha pencipta dan perlahan ia membuka tutup gabus yang menutup botol berisikan residual energi Jaka, seketika kepulan asap putih keluar dari dalam botol tersebut dan membentuk tubuh Jaka semasa ia hidup dengan lubang menganga di dadanya.
"Ja-jaka, kang Jaka, itukah kamu?" seru lirih Euis lemah.
Jaka berdiri mematung dan terdiam melihat wanita tua renta didepannya, "Euis …" seru Jaka yang kemudian bersimpuh disebelah Surya berusaha menangkup wajah Euis.
Para Arwah penasaran di dalam kamar berhenti mengerubungi Surya, mereka terdiam memberikan ruang sambil melihat pertemuan kembali Jaka dan Euis korban fitnah mereka.
"Jaka lihatlah kekasihmu, perbuatan balas dendam kepada mereka yang memfitnahmu tidak membuahkan apapun, malahan membuat kekasihmu tersiksa seperti ini," jelas Surya.
Jaka berdiri seraya menatap nanar kepada para arwah penasaran warga desa Argirana, "APA MEMBUNUH KALIAN SEMUA TIDAK CUKUP!! APA PERLU AKU MEMBUNUH KALIAN LAGI!! HAH! JAWAB AKU!!" teriak Jaka naik pitam melihat keadaan Euis kekasihnya, para arwah itu terdiam sambil menunduk mendengar ujaran kebencian Jaka.
"Jaka tenanglah," seru Surya menenangkan Jaka, "mereka menempel pada Euis karena mereka tidak tenang, mereka terus menerus meminta maaf dan memohon ampun kepada Euis namun hasilnya nihil karena permintaan maaf mereka tidak ada artinya," timpal Surya kembali.
"Mengapa tidak ada artinya? Bukankah Euis sudah memaafkan mereka semua," bisik Naura kepada Devi.
"Ia, namun tidak dengan Jaka," jawab Devi disebelahnya.
"Sekarang terserah kamu Jaka, menghadapi mereka dengan penuh dendam atau memaafkan mereka agak kekasihmu bisa lebih tenang menjalani sisa hidupnya didunia," terang Surya kepada Jaka disebelahnya.
Jaka terdiam masih dengan tatapan nanar menatap tiap jengkal arwah warga desa Argirana yang telah memfitnahnya, pandangannya berganti menatap Euis yang tengah menangis bahagia bertemu kembali dengan Jaka walau berbeda dunia.
Jaka mulai membuka suara, "a-ku … aku memaafkan kalian semua," seru Jaka perlahan.
Dan seketika bagai abu yang tertiup angin para arwah penasaran meninggalkan ruangan kamar nenek Euis sambil tersenyum lega bahkan ada yang menitikkan air mata bahagia karena telah terbebas dari kutukan sang Jagal dan lubang yang menganga di dada Jaka dengan ajaibnya bercahaya dan kemudian terisi kembali menyempurnakan tubuhnya.
"Euis … maafkan akang," seru Jaka sambil memeluk nenek Euis kala itu.
Devi dan Naura menangis di ambang pintu sedangkan Surya merapihkan segala peralatan miliknya untuk segera pergi.
"Hei Jaka," panggil Surya.
Jaka menoleh menatap asal suara dan mendengarkan dengan seksama.
"Semoga kita tidak bertemu lagi," seru Surya yang kemudian beranjak pergi meninggalkan kamar nenek Euis.
"Tunggu Surya ada hal tentang nenekmu yang harus kamu tahu," seru Jaka.
Surya menghentikan langkahnya, ia berbalik arah seraya menghadap Jaka, Jaka berdiri kemudian membisikkan sesuatu yang membuat mata Surya membulat sempurna karena terkejut.
"Apa kau yakin?" tanya Surya yang diikuti anggukan kepala Jaka.
"Hanya itu caranya," jawab Jaka.
Surya beranjak pergi sedangkan Devi melangkah menuju kedepan nenek Euis dan memeluknya erat memberikan selamat kepada sang nenek.
Surya berjalan melewati Naura tanpa berbicara sepatah katapun kepadanya.
"Surya tunggu!" seru Naura kepada pemuda itu.
"Ada apa lagi?" tanyanya tanpa menatap lawan bicaranya tersebut.
"Apa yang Jaka bisikkan sama kamu?" tanya Naura.
"Itu bukan urusan kamu," jawab Surya.
"Apa itu berhubungan dengan Senja?"
Surya terdiam mendengar pertanyaan Naura, ia berbalik arah dan menatap wajah Naura dalam-dalam.
"Naura …" seru Surya pelan.
"Iya."
"Mulai sekarang tolong jauhi Aku maupun Senja," seru Surya dingin, ia berbalik arah dan kembali berjalan meninggalkan Naura yang terdiam menatap dirinya di lorong panti.
Bersambung..
Diubah oleh ayahnyabinbun 20-01-2019 07:58
simounlebon dan 16 lainnya memberi reputasi
17
Kutip
Balas