Kaskus

Story

chrishanaAvatar border
TS
chrishana
[MATURE / 21+] Burung Kertas Merah Muda 2
[MATURE / 21+] Burung Kertas Merah Muda 2



Quote:


Cerita ini adalah kisah lanjutan dari Burung Kertas Merah Muda. Kalian boleh membaca dari awal atau memulai membaca dari kisah ini. Dengan catatan, kisah ini berkaitan dengan kisah pertama. Saya sangat merekomendasikan untuk membaca dari awal.


Silahkan klik link untuk menuju ke kisah pertama.


Terima kasih.



Spoiler for Perkenalan:


Quote:

Polling
0 suara
Siapakah sosok perempuan yang akan menjadi pendamping setia Rendy?
Diubah oleh chrishana 02-04-2020 09:31
japraha47Avatar border
aripinastiko612Avatar border
jalakhideungAvatar border
jalakhideung dan 59 lainnya memberi reputasi
54
274.3K
981
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.8KAnggota
Tampilkan semua post
chrishanaAvatar border
TS
chrishana
#795
Chapter 56
“Permisi, Mbak Anna...”

Seorang perempuan muda dengan rambut berwarna cokelat memanjang hingga menyentuh bahu masuk ke dalam ruangan di mana Anna sedang terbaring ditemani oleh ibundanya. Dengan blazer putih dan rok berwarna hitam berukuran pendek hanya menutupi bagian pahanya saja. Sambil membuka map yang berisi hasil pengecekan laboratorium, sang dokter dengan nametag “Nova Amelda”, menjelaskan apa yang terjadi dengan Anna.
“Iya, Dok...” jawab Anna.

“Maaf, Ibu orang tua dari Mbak Anna?” tanya dokter Nova.

“Iya betul. Jadi gimana, Dok?” tanya ibunda Anna.

“Dari hasil pemeriksaan, Mbak Anna positif terkena kanker rahim stadium satu.” ujar sang dokter.

“Kanker...” ujar Anna pelan.

“Kami dari pihak rumah sakit akan memeriksa lebih lanjut apakah sel kankernya menyebar ke organ lain atau tidak. Satu-satunya jalan supaya tidak menyebar ke organ lain, dengan cara histerektomi atau pengangkatan rahim.” lanjut dokter Nova.

“Bu, aku gak mau...” ujar Anna sambil menggenggam tangan ibunda.

“Dok, apa gak ada jalan lain?” tanya ibunda Anna.

“Saya hanya bisa menyarankan solusi terbaik untuk kelangsungan hidup pasien, Bu. Sisanya saya serahkan pada keluarga. Jika memang ingin menggunakan metode pengobatan lain, saya gak memaksa.”

“Kalau rahimku diangkat, aku gak bisa punya keturunan...” ujar Anna.

“Iya... Saya cuma gak mau selnya menjalar ke organ lain...” ucap dokter Nova.

“Kalau aku gak bisa punya anak, gimana aku bisa membahagiakan Rendy dan calon mertuaku, Bu...” ucap Anna sambil menangis.

“Sabar, Nak... Kita sama-sama berdoa agar ada jalan lain...”

“Besok saya ke sini lagi... Ibu bisa rundingkan dulu... Saya permisi ya...” ucap dokter Nova sambil berjalan meninggalkan ruangan.

“Iya, terima kasih, Dok...”

****

Dedaunan kering jatuh dari ranting. Batang pun diam tak bergeming. Surya tenggelam meninggalkan awan. Langit jingga hadir menemani lamunan. Angin yang berhembus menyapa pepohonan. Melambai ranting dibuatnya. Menyisakan asa yang telah putus harapan.
“Bu, aku mau sendiri dulu. Bolehkah?” ujar Anna.

“Iya... Ibu ke depan dulu ya...”

Swastamita menyapa Anna dari balik jendela. Menatapnya penuh sedih merajut hati yang terluka. Mengambil telepon genggam miliknya dan mencari nama sang kekasih. Mengumpulkan keberanian untuk jujur padanya. Keberanian itu terkumpul penuh menjelang malam.
“Rendy...”

“Iya, Na... Gimana keadaan kamu?”

“Kamu sudah selesai?” tanya Anna dengan suara terbata-bata.

“Sebentar lagi. Kamu kenapa? Kamu habis nangis?” tanya Rendy.

“Rendy, bisakah kamu cepat ke sini? Ada hal yang ingin aku bicarakan padamu.” Anna meminta.

“Iya, aku langsung ke sana. Tunggu aku di sana ya...”

Satu jam kemudian, Rendy sampai di rumah sakit. Bergegas dari area parkir menuju ruang rawat inap. Rendy menemukan ibunda Anna yang sedang duduk di teras depan ruangan tempat di mana Anna terbaring.
“Bu...” Rendy mencium tangan ibunda Anna.

“Eh, Rendy...”

“Kok di luar?” tanya Rendy.

“Anna mau sendiri katanya...”

“Keadaan Anna gimana?” tanya Rendy kembali.

“Masuklah... Biar Anna yang bicara... Nanti, kita cari solusinya sama-sama...”

Rendy merasa bingung dengan ucapan ibunda Anna. Rendy pun cemas dan gundah. Tak paham maksud dari kalimat yang keluar dari ibunda Anna. Rendy segera masuk menemui Anna.
“Hai, Na...” sapa Rendy.

“...” Anna hanya tersenyum.

“Ada apa sebenarnya?” tanya Rendy.

“Rendy...” Anna menggenggam tangan Rendy.

“Iya...”

Anna mulai menangis. Dia tak bisa menahan laju air matanya. Mempersiapkan keberanian untuk berbicara langsung di depan Rendy.
“Ada apa, sayang?” tanya Rendy kembali.

“Rendy...”

“...”

“Maukah kamu menikah dengan Vannesa?”

“Vannesa? Maksud kamu apa?” Rendy semakin bingung.

“Rendy... Kamu gak akan bahagia sama aku... Kamu akan kecewa, kamu akan menyesal...” ujar Anna.

“...”

“Rendy... Vanessa juga mencintaimu... Perlahan kamu pasti bisa menerima dan mencintainya...” lanjut Anna.

“Ya tapi kenapa?”

“Aku terkena kanker rahim...”

“...” Rendy terdiam.

“Jalan satu-satunya adalah pengangkatan rahimku... Aku gak akan bisa memberimu keturuan, Rendy...”

“...”

“Rendy, sebelum terlambat... Menikahlah dengannya.... Jangan aku...”

Rendy masih terdiam. Bibir dan lidahnya berat ingin berbicara. Pikirannya berputar tak berarah. Takdir terburuk yang diterima oleh Rendy. Antara melanjutkan pernikahannya dengan Anna atau menuruti perkataan Anna untuk menikahi perempuan lain.
dany.agus
jalakhideung
itkgid
itkgid dan 6 lainnya memberi reputasi
7
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.