- Beranda
- Stories from the Heart
Cerita Masa Kuliah Sebuah Kenangan Yang Terkubur
...
TS
memedruhimat
Cerita Masa Kuliah Sebuah Kenangan Yang Terkubur
Quote:
PEMBUKAAN
Spoiler for read more..:
Cerita berikut ini ditulis pertama kali ketika tahun 2009 (tahun di mana si penulis akhirnya putus kuliah), bercerita mengenai kehidupan seorang Mahasiswa yang sebetulnya tidak pernah mau memasuki dunia perkuliahan tetapi terpaksa menjalani perkuliahan Sastra Jepang pada tahun angkatan 2002.
Fiksi ataupun kisah nyata, tulisan ini hanyalah sebuah cerita sebuah perjalanan dan pelajaran hidup. Kalau kebetulan ada kesamaan nama tokoh, pelaku dan tempat kejadian, anggaplah itu hanya kebetulan belaka.
Mudah-mudahan cerita ini bisa jadi sebuah bacaan hiburan buat warga Kaskus, sebelum dan sesudahnya mohon maaf apabila ada kekurangan.
Selamat menikmati cerita gue.
Fiksi ataupun kisah nyata, tulisan ini hanyalah sebuah cerita sebuah perjalanan dan pelajaran hidup. Kalau kebetulan ada kesamaan nama tokoh, pelaku dan tempat kejadian, anggaplah itu hanya kebetulan belaka.
Mudah-mudahan cerita ini bisa jadi sebuah bacaan hiburan buat warga Kaskus, sebelum dan sesudahnya mohon maaf apabila ada kekurangan.
Selamat menikmati cerita gue.
Quote:
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
CERITA MASA KULIAH
SEBUAH KENANGAN YANG TERKUBUR
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
CERITA MASA KULIAH
SEBUAH KENANGAN YANG TERKUBUR
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Quote:
INDEX
Spoiler for INDEX:
PART 01 & PART 02
LAKUKAN YANG TERBAIK
PIKIRKAN LANGKAH MENUJU MASA DEPAN
MAHASISWA BARU
PART 03
KEHIDUPAN SEORANG MAHASISWA MUDA
PART 04
KEDINGINAN COY
PART 05
AND THE STORY GOES ON
PART 06
GOING SOMEWHERE
PART 07
STANDING ALONE
PART 08
STANDING ALONE 2
PART 09
SEBUAH PERTEMUAN
PART 10
LANJUT
PART 11
CINTA APA KURANG KERJAAN
PART 12
CINTA KURANG KERJAAN
(kelanjutan part 12)
PART 13
(INTERMEZZO) PENDEKAR BULUK
PART 14
DEATH BARGAINING
Part I
Part II - Aku Butuh Waktu?
Part III - Bioskop
Part IV - Kosong
Part V - Pelataran Parkir
Part VI - Playboy
Part VII - Malam Minggu Kelabu
Death Bargaining Last
PART 15
PLAYBOY BOJONG
PART 16
FRIENDZONE
PART 17
KETEMU LAGI
PART 18
NEXT DAY (I)
NEXT DAY (II)
PART 19
BEFORE THE PARTY
Part I
Part II
Part III
Part IV
Part V
PART 20
ULTAH KAMPUS
Part I
Part II
Part III
PART 21
LEDAKAN DANGDUT
PART 22
WHAT THE HELL WORLD THAT I’M LIVING
Part I
Part II
Part III
PART 23
Je t’aime Vs Grand Pain
PART 24
WE DON'T TALK ANYMORE
PART 25
MINGGU TENANG
Part I
Part II
PART 26
BEFORE THE NEW SEASON
Part I
Part II
PART 27
THE NEW SEASON STARTED
Part I
Part II
PART 28
CISARUA PUNYA CERITA
Part I
Part II
Part III
Part IV
Part V
PART 29
KEMBALI KE KEHIDUPAN KAMPUS
PART 30
NEW DOOR TO ANOTHER STEP
PART 31
KALO ITU SIH TEMPATNYA DI ...
PART 32
SEMESTER 3
PART 33
Selalu ada hari esok, esok juga ada hari lagi, esoknya ada lagi
PART 34
MATAHARI SELALU TERBIT
Part I
Part II
Part III
PART 35
SLEEPLESS NIGHT
PART 36
AFTER THE SLEEPLESS NIGHT
PART 37
THE MEN OF THE FATHERS
PART 38
HOW DO YOU UNDERSTAND LOVE
Part I
Part II
Part III
Part IV
Part V
Diubah oleh memedruhimat 10-04-2020 12:42
nomorelies dan 24 lainnya memberi reputasi
25
46.8K
Kutip
173
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.6KThread•42.3KAnggota
Tampilkan semua post
TS
memedruhimat
#87
Quote:
Pikiran gue menerawang, flashback ke semua kejadian-kejadian.
Seseorang tidak akan berusaha sekeras itu kalau memang dia tidak menginginkannya.
Mengapa gue begitu menginginkan wanita itu?
Seseorang tidak akan berusaha sekeras itu kalau memang dia tidak menginginkannya.
Mengapa gue begitu menginginkan wanita itu?
Part 22
What the Hell World that I’m Living
(III)
What the Hell World that I’m Living
(III)
Walaupun gue masih tidak habis pikir soal kemarin, tapi gue udah niatin kalau gue tidak mau lagi ketemu sama si Puspa. Mungkin dengan berjalannya waktu gue bisa melupakan semuanya.
Sampai di kampus, gue berpapasan sama si Dewi. Dia segera menghampiri gue.
"Arik, lu ke mana aja? Gue cariin lu. Koq lo kagak bales SMS gue?"
Spoiler for more:
"Hah? Kapan lo SMS gue? Jangan-jangan nomornya salah?"
Gue mencoba memastikan.
"Ah, ya udah, intinya gue cariin lo, karena ada yang mau gue omongin." Kata si Dewi.
"Apa itu?"
"Sama lo aja tapi." Balas dia lagi.
Gue nengok ke si Kun, gue baru mo bilang kalo gue mo ada urusan bentar. Si Kun tampangnya jadi Bete lagi. Tanpa berkata apa-apa dia langsung jalan menghilang entah ke mana.
Gue langsung cari tempat buat ngobrol sama si Dewi.
Lanjut chit chat chit chat…
Dari mulai basa basi soal perkuliahan, sampai obrolan ngalor ngidul, akhirnya obrolan tersambung ke suasana pada malam pesta kembang api acara Ultah Kampus.
Rupanya Dewi dan Puspa lihat gue dan si Kun yang ada di gedung fakultas Ekonomi waktu malam pesta final ultah kampus kemarin. Dewi juga ada di taman depan Fakultas Teknik Kelautan itu bersama pacarnya tapi gue gak perhatiin sama sekali. Yang gue lihat cuma si Puspa aja sama cowok itu.
“Jadi dia cuma mempermainkan gue selama ini, dia bohong waktu dia bilang kalo dia pernah suka sama gue.”
“Nggak koq, sejujurnya dulu dia memang pernah suka sama lu Rik. Tapi kan elu kagak pernah datang buat dia pada saat itu. Akhirnya dia keburu lebih dulu jadian sama si Kakak itu. Kemudian pada awal semester kedua itulah, saat itu hubungan mereka sedang renggang, di saat yang bersamaan itu lu datang kembali ke kehidupan dia.”
Dewi kembali meneruskan pembicaraan.
“Awalnya dia senang karena dia berpikir lu datang sebagai seorang teman, hingga suatu hari dia menyadari ternyata lu juga ada hati sama dia, dan saat itulah situasinya jadi sulit. Bisa aja dia terima lu pada saat itu, tapi dia gak tega, saat itulah dia memutuskan untuk tidak menerima lu ketimbang pada akhirnya dia cuma akan menyakiti perasaan lu.”
“Kenapa bisa begitu?”
“Emang lu mau jadi orang kedua? Di antara hubungan mereka?”
“Tapi dia bilang sama gue, dia bakal putusin pacarnya.”
“Sebetulnya harusnya si Puspa yang ngomong langsung sama lu, gue gak enak kalo gue yang harus menjelaskan. Mungkin aja waktu itu dia bisa aja putusin pacarnya, tapi 6 bulan pacaran bukan waktu yang sebentar Rik, banyak hal bisa terjadi. Bisa aja saat dia putus sama pacarnya itu kemudian dia pilih lu, tapi bisa juga nggak. Cewek itu kalau sudah terpaut hatinya sama seorang cowok, walau sebagaimana buruknya cowok itu, tetap aja dia akan kembali ke cowok itu. Dan kenyataannya pilihan hatinya tetap kembali kepada si Kakak itu.” ucap Dewi.
“Dia pernah bilang, kalau dia butuh waktu, butuh cowok yang serius? Kenapa dia harus bilang hal itu sama gue kalau ujung-ujungnya dia balik lagi ke cowok itu.”
“Kenapa begitu? Emang apa kurangnya gue? Kenapa??”
“Kalo lu udah tau lu ditolak, harusnya lu jangan masuk lebih jauh lagi kalo lu kagak siap sama resikonya! Karena lu harusnya tau ketika lu mendekati dia, antara lu diterima atau kagak ya udah lu lapang dada aja.” kali ini nada bicara Dewi jadi agak naik.
“Tapi… dunia sungguh tidak ADIL! Dia dapat bahagianya DAN GUE YANG MINUM GETAHNYA…” gue pun tidak kalah meledak. “GUE INI PIHAK YANG DISAKITI DAN DIRUGIKAN DI SINI !”
“KENAPA LU MERASA HANYA LU AJA SEORANG PIHAK YANG DIRUGIKAN DI SINI!??” Dewi turut emosi, terlihat dari sorot matanya yang tajam.
Mata gue membakar tatapan mata Dewi, ekspresi gue menyatakan bahwa ternyata dia pun turut menjadi tokoh antagonis dalam hidup gue.
Tapi kemudian Dewi menatap gue dalam-dalam, raut wajahnya seketika berubah. Kemudian dia meraih tangan gue dengan cepat. Ditariknya tubuh gue sampai akhirnya gue jatuh di pelukan gadis yang tingginya hanya 20 cm di bawah gue itu. Tangannya merangkul punggung gue.
“Maafin gue…” ucapnya pelan di telinga gue.
Emosi kemarahan gue langsung padam seketika itu, berganti dengan gejolak kesedihan yang berusaha gue tahan. Gue gak mau meledak di hadapan cewek, walaupun mata ini sudah terasa semakin perih. Tapi katanya kan air mata cowok itu air mata buaya.
“Gue cuma berusaha membuat lo paham biar lo jangan berlarut-larut mikirin masa lalu. Lupain lah semua yang udah terjadi antara lo sama Puspa, tapi kalo bisa maafin temen gue itu, paling gak lu temuin dia sekali, kasi dia kesempatan buat menyampaikan sesuatu yang mau disampaikan sama elu.”
“Maaf Wi, tapi gue rasa gue udah gak bisa menemui dia lagi…”
“Lho kenapa?”
“Gue gak bisa, gue gak sanggup melihat dia bersama cowok itu.”
Dewi menatap wajah gue dalam-dalam,
“Astaga! Lu jangan bikin dunia lu jadi sempit seperti itu! Lu kan cowok!”
Gue lepaskan tangan Dewi yang memegang pundak gue.
"Sampai detik ini gue masih terus melihat dia di dalam mimpi gue! Setiap kali gue memejamkan mata, yang gue lihat cuma dia, bayangan dia masih selalu menghantui di dalam kepala gue. Gue harus belajar melupakan dia dan menghapus dia dari memori gue… Karena itu lah gue tidak mau ketemu lagi sama dia."
“Jadi lu udah gak mau berteman lagi sama dia?” kata Dewi sambil perlahan menarik pergelangan tangannya dari genggaman gue.
“Maaf Wi, tolong lo sampaikan aja sama dia, semoga dia bahagia bersama orang pilihan hatinya itu.”
“Iya ga pa pa, yang penting gue udah menyampaikan amanat temen gue.”
Akhirnya semua luapan emosional itu pun reda, dan pembicaraan mengenai Puspa telah berakhir. Kita pun kembali mencairkan suasana dengan mulai bercanda lagi.
"By the way, makasih lu udah cerita sama gue." ucap gue.
"Gue kan juga masih temen lu juga Rik."
“Wi…” gue berbisik.
“Apa…” jawabnya.
“Kenapa kagak lu aja yang jadian aja ma gue.”
Dewi langsung terkejut, mundur dan melihat ke arah gue sambil ketawa cekikikan.
“Gila Rik… ngaco aja lu…”
Dewi nampak mengetik sesuatu di HPnya, kemudian ia memperbaiki riasan wajahnya.
Tidak lama kemudian seorang cowok dengan motor vespa super bututnya yang tidak ber plat nomor datang, dan orang itu adalah orang yang gue kenal.
"Lho... Ade??" sapa gue.
"Eh, Rik, apa kabar." balas si Ade dari atas motornya.
Dia adalah si Ade yang jadi temen satu tenda waktu gue piknik bareng anak kerohanian di cerita semester 1 (Chapter 4).
"Eh, Rik, lo kenal ma dia?" tanya si Dewi.
"Iya." jawab gue.
"Walah kenal di mana?"
“Panjang ceritanya? Lho tapi koq lu kenal ma Ade?”
“Itu pacar gue.” kata si Dewi.
Gue langsung terkejut.
"Eh, lu pacaran ma dia?"
"Iya, emang kenapa?"
"Dari kapan lu pacaran ma dia?"
"Udah lama koq, dari Semester satu lah.” katanya sambil menutup kotak bedaknya. “Soalnya gue kagak tahan jomblo Rik."
Dewi jalan ke arah si Ade yang nunggu di motornya dan langsung naik ke boncengan motornya.
Mereka pun pergi.
Saat gue mau beranjak pergi, si Kun mendadak muncul dari belakang gue.
"Eh, cewek yang barusan siapa? Banyak cewek cantik satu satu kagak ada yang lu pacarin, cuma yang item kaca mata-an itu aja yang lu kejar kejar kayak orang gila."
"EEH BUSEEET !! KAGAK SOPAN LU TIBA-TIBA NONGOL GITU AJA !!" seru gue yang kaget.
"Makanya lu kudu belajar ilmu menghilang kaya gue ini.
Akhir semester semakin dekat, gue harusnya fokus belajar, gue udah pasrah sama nilai gue di semester ini. Gue ga tau masuk apa enggak ke otak gue semua mata kuliah bahasa Jepang yang segudang banyaknya itu. Siapa sih yang maksa gue masuk ke kampus sial ini.
(Bersambung tanpa kentang)
Gue mencoba memastikan.
"Ah, ya udah, intinya gue cariin lo, karena ada yang mau gue omongin." Kata si Dewi.
"Apa itu?"
"Sama lo aja tapi." Balas dia lagi.
Gue nengok ke si Kun, gue baru mo bilang kalo gue mo ada urusan bentar. Si Kun tampangnya jadi Bete lagi. Tanpa berkata apa-apa dia langsung jalan menghilang entah ke mana.
Gue langsung cari tempat buat ngobrol sama si Dewi.
Lanjut chit chat chit chat…
Dari mulai basa basi soal perkuliahan, sampai obrolan ngalor ngidul, akhirnya obrolan tersambung ke suasana pada malam pesta kembang api acara Ultah Kampus.
Rupanya Dewi dan Puspa lihat gue dan si Kun yang ada di gedung fakultas Ekonomi waktu malam pesta final ultah kampus kemarin. Dewi juga ada di taman depan Fakultas Teknik Kelautan itu bersama pacarnya tapi gue gak perhatiin sama sekali. Yang gue lihat cuma si Puspa aja sama cowok itu.
Quote:
Kemudian Dewi bercerita tentang si Puspa.
Cowok yang kemarin bersama Puspa dia adalah senior di Fakultas kelautan, mereka mulai pacaran semenjak ketemu di acara Malam Keakraban angkatan gue tersebut.
Sebetulnya hubungan mereka sempat tidak direstui sama ortunya Puspa, sejak itu si Puspa jadi sering nakal dan nekat, sering pulang larut malam, sering kabur sama cowok itu. Begitu hebatnya pengaruh seorang pria mampu mengubah seorang wanita sehingga mengobrak abrik dunianya sendiri.
Akhirnya toh orang tuanya lama kelamaan setuju juga sama pilihan anaknya.
Cowok yang kemarin bersama Puspa dia adalah senior di Fakultas kelautan, mereka mulai pacaran semenjak ketemu di acara Malam Keakraban angkatan gue tersebut.
Quote:
Gue baru ingat, kalau gue melewati acara Makrab itu. Gue gak bisa ikut acara itu karena masalah gue dan senior Sastra dan berpengaruh sama satu angkatan yang terjadi waktu Semester satu (lihat chapter sebelumnya). Jadilah gue tidak pernah merasakan yang namanya acara Makrab Mahasiswa.
Sebetulnya hubungan mereka sempat tidak direstui sama ortunya Puspa, sejak itu si Puspa jadi sering nakal dan nekat, sering pulang larut malam, sering kabur sama cowok itu. Begitu hebatnya pengaruh seorang pria mampu mengubah seorang wanita sehingga mengobrak abrik dunianya sendiri.
Akhirnya toh orang tuanya lama kelamaan setuju juga sama pilihan anaknya.
“Jadi dia cuma mempermainkan gue selama ini, dia bohong waktu dia bilang kalo dia pernah suka sama gue.”
“Nggak koq, sejujurnya dulu dia memang pernah suka sama lu Rik. Tapi kan elu kagak pernah datang buat dia pada saat itu. Akhirnya dia keburu lebih dulu jadian sama si Kakak itu. Kemudian pada awal semester kedua itulah, saat itu hubungan mereka sedang renggang, di saat yang bersamaan itu lu datang kembali ke kehidupan dia.”
Dewi kembali meneruskan pembicaraan.
“Awalnya dia senang karena dia berpikir lu datang sebagai seorang teman, hingga suatu hari dia menyadari ternyata lu juga ada hati sama dia, dan saat itulah situasinya jadi sulit. Bisa aja dia terima lu pada saat itu, tapi dia gak tega, saat itulah dia memutuskan untuk tidak menerima lu ketimbang pada akhirnya dia cuma akan menyakiti perasaan lu.”
“Kenapa bisa begitu?”
“Emang lu mau jadi orang kedua? Di antara hubungan mereka?”
“Tapi dia bilang sama gue, dia bakal putusin pacarnya.”
“Sebetulnya harusnya si Puspa yang ngomong langsung sama lu, gue gak enak kalo gue yang harus menjelaskan. Mungkin aja waktu itu dia bisa aja putusin pacarnya, tapi 6 bulan pacaran bukan waktu yang sebentar Rik, banyak hal bisa terjadi. Bisa aja saat dia putus sama pacarnya itu kemudian dia pilih lu, tapi bisa juga nggak. Cewek itu kalau sudah terpaut hatinya sama seorang cowok, walau sebagaimana buruknya cowok itu, tetap aja dia akan kembali ke cowok itu. Dan kenyataannya pilihan hatinya tetap kembali kepada si Kakak itu.” ucap Dewi.
“Dia pernah bilang, kalau dia butuh waktu, butuh cowok yang serius? Kenapa dia harus bilang hal itu sama gue kalau ujung-ujungnya dia balik lagi ke cowok itu.”
“Kenapa begitu? Emang apa kurangnya gue? Kenapa??”
“Kalo lu udah tau lu ditolak, harusnya lu jangan masuk lebih jauh lagi kalo lu kagak siap sama resikonya! Karena lu harusnya tau ketika lu mendekati dia, antara lu diterima atau kagak ya udah lu lapang dada aja.” kali ini nada bicara Dewi jadi agak naik.
“Tapi… dunia sungguh tidak ADIL! Dia dapat bahagianya DAN GUE YANG MINUM GETAHNYA…” gue pun tidak kalah meledak. “GUE INI PIHAK YANG DISAKITI DAN DIRUGIKAN DI SINI !”
“KENAPA LU MERASA HANYA LU AJA SEORANG PIHAK YANG DIRUGIKAN DI SINI!??” Dewi turut emosi, terlihat dari sorot matanya yang tajam.
Mata gue membakar tatapan mata Dewi, ekspresi gue menyatakan bahwa ternyata dia pun turut menjadi tokoh antagonis dalam hidup gue.
Tapi kemudian Dewi menatap gue dalam-dalam, raut wajahnya seketika berubah. Kemudian dia meraih tangan gue dengan cepat. Ditariknya tubuh gue sampai akhirnya gue jatuh di pelukan gadis yang tingginya hanya 20 cm di bawah gue itu. Tangannya merangkul punggung gue.
“Maafin gue…” ucapnya pelan di telinga gue.
Emosi kemarahan gue langsung padam seketika itu, berganti dengan gejolak kesedihan yang berusaha gue tahan. Gue gak mau meledak di hadapan cewek, walaupun mata ini sudah terasa semakin perih. Tapi katanya kan air mata cowok itu air mata buaya.
“Gue cuma berusaha membuat lo paham biar lo jangan berlarut-larut mikirin masa lalu. Lupain lah semua yang udah terjadi antara lo sama Puspa, tapi kalo bisa maafin temen gue itu, paling gak lu temuin dia sekali, kasi dia kesempatan buat menyampaikan sesuatu yang mau disampaikan sama elu.”
“Maaf Wi, tapi gue rasa gue udah gak bisa menemui dia lagi…”
“Lho kenapa?”
“Gue gak bisa, gue gak sanggup melihat dia bersama cowok itu.”
Dewi menatap wajah gue dalam-dalam,
“Astaga! Lu jangan bikin dunia lu jadi sempit seperti itu! Lu kan cowok!”
Gue lepaskan tangan Dewi yang memegang pundak gue.
"Sampai detik ini gue masih terus melihat dia di dalam mimpi gue! Setiap kali gue memejamkan mata, yang gue lihat cuma dia, bayangan dia masih selalu menghantui di dalam kepala gue. Gue harus belajar melupakan dia dan menghapus dia dari memori gue… Karena itu lah gue tidak mau ketemu lagi sama dia."
“Jadi lu udah gak mau berteman lagi sama dia?” kata Dewi sambil perlahan menarik pergelangan tangannya dari genggaman gue.
“Maaf Wi, tolong lo sampaikan aja sama dia, semoga dia bahagia bersama orang pilihan hatinya itu.”
“Iya ga pa pa, yang penting gue udah menyampaikan amanat temen gue.”
Akhirnya semua luapan emosional itu pun reda, dan pembicaraan mengenai Puspa telah berakhir. Kita pun kembali mencairkan suasana dengan mulai bercanda lagi.
"By the way, makasih lu udah cerita sama gue." ucap gue.
"Gue kan juga masih temen lu juga Rik."
“Wi…” gue berbisik.
“Apa…” jawabnya.
“Kenapa kagak lu aja yang jadian aja ma gue.”
Dewi langsung terkejut, mundur dan melihat ke arah gue sambil ketawa cekikikan.
“Gila Rik… ngaco aja lu…”
Dewi nampak mengetik sesuatu di HPnya, kemudian ia memperbaiki riasan wajahnya.
Tidak lama kemudian seorang cowok dengan motor vespa super bututnya yang tidak ber plat nomor datang, dan orang itu adalah orang yang gue kenal.
"Lho... Ade??" sapa gue.
"Eh, Rik, apa kabar." balas si Ade dari atas motornya.
Dia adalah si Ade yang jadi temen satu tenda waktu gue piknik bareng anak kerohanian di cerita semester 1 (Chapter 4).
"Eh, Rik, lo kenal ma dia?" tanya si Dewi.
"Iya." jawab gue.
"Walah kenal di mana?"
“Panjang ceritanya? Lho tapi koq lu kenal ma Ade?”
“Itu pacar gue.” kata si Dewi.
Gue langsung terkejut.
"Eh, lu pacaran ma dia?"
"Iya, emang kenapa?"
"Dari kapan lu pacaran ma dia?"
"Udah lama koq, dari Semester satu lah.” katanya sambil menutup kotak bedaknya. “Soalnya gue kagak tahan jomblo Rik."
Dewi jalan ke arah si Ade yang nunggu di motornya dan langsung naik ke boncengan motornya.
Mereka pun pergi.
***
Quote:
Saat itu gue duduk termenung sendiri.
Gue menyesali kenapa gue tidak pernah datang lebih cepat, kenapa waktu kenalan dulu gue nggak langsung deketin Puspa.
Sebetulnya gimana sih caranya biar tau kalau seseorang suka sama kita. Terus gimana caranya supaya kita nggak perlu sakit hati kalau tau kenyataan tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan.
Pantas wanita yang selalu muncul di dalam mimpi gue itu terus meledek kalau hidup gue adalah kutukan dan kegagalan.
Karena sampai umur segini, gue masih juga nggak ngerti caranya mendekati dan mendapatkan hati seorang wanita. Jadi boro-boro mikirin urusan bercinta.
Urusan bercinta?
Gue yakin banyak orang di sekitar gue sudah merasakan nikmatnya ranjang bersama pasangan, walaupun itu dengan cara hubungan yang terlarang karena di luar institusi pernikahan.
Gue menyesali kenapa gue tidak pernah datang lebih cepat, kenapa waktu kenalan dulu gue nggak langsung deketin Puspa.
Sebetulnya gimana sih caranya biar tau kalau seseorang suka sama kita. Terus gimana caranya supaya kita nggak perlu sakit hati kalau tau kenyataan tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan.
Pantas wanita yang selalu muncul di dalam mimpi gue itu terus meledek kalau hidup gue adalah kutukan dan kegagalan.
Karena sampai umur segini, gue masih juga nggak ngerti caranya mendekati dan mendapatkan hati seorang wanita. Jadi boro-boro mikirin urusan bercinta.
Urusan bercinta?
Gue yakin banyak orang di sekitar gue sudah merasakan nikmatnya ranjang bersama pasangan, walaupun itu dengan cara hubungan yang terlarang karena di luar institusi pernikahan.
***
Saat gue mau beranjak pergi, si Kun mendadak muncul dari belakang gue.
"Eh, cewek yang barusan siapa? Banyak cewek cantik satu satu kagak ada yang lu pacarin, cuma yang item kaca mata-an itu aja yang lu kejar kejar kayak orang gila."
"EEH BUSEEET !! KAGAK SOPAN LU TIBA-TIBA NONGOL GITU AJA !!" seru gue yang kaget.
"Makanya lu kudu belajar ilmu menghilang kaya gue ini.
***
Akhir semester semakin dekat, gue harusnya fokus belajar, gue udah pasrah sama nilai gue di semester ini. Gue ga tau masuk apa enggak ke otak gue semua mata kuliah bahasa Jepang yang segudang banyaknya itu. Siapa sih yang maksa gue masuk ke kampus sial ini.
(Bersambung tanpa kentang)
yusufchauza dan senvi.nurc memberi reputasi
3
Kutip
Balas