- Beranda
- Stories from the Heart
SURYA Dikala SENJA (Horor, Komedi)
...
TS
ayahnyabinbun
SURYA Dikala SENJA (Horor, Komedi)
Assalamualaikum semua.
Ini hanya goresan tinta imajinasi seorang lelaki tua yang telat menemukan hasratnya dalam hal menulis.
No Junk.
No Spam.
Pokoknya ikuti Rules dari Kaskus ya.
Cerita ini murni Fiksi, jadi kalau ada kesamaan nama tokoh dan tempat mohon di maklumi.
Terakhir.
Selamat menikmati bacaan ringan ini.
Spoiler for Prolog:
-Jakarta-
UGD RS di jakarta.
"Bagaimana istri saya sus!? " tanya seorang pria kepada suster yang baru saja keluar dari ruang UGD.
"Maaf pak masih kritis saya tidak bisa memberitahu lebih rinci kondisi istri bapak, itu wewenang dokter," jawab suster cepat kemudian dia berlalu meninggalkan lelaki itu.
Lelaki itu pun bersandar di tembok rumah sakit, raut mukanya terlihat lemas dan pucat kedua tangannya gemetar tatkala menutup wajahnya.
"Maafkan aku Naura, hiks, maafkan aku, " gumam lelaki itu sambil terisak menangis tersedu-sedu.
Seberkas cahaya membentuk sosok manusia berjongkok di depan lelaki itu, "jangan menangis sayang, ini memang sudah waktuku, jaga anak kita ya, dia ganteng seperti kamu, cup. " seru sesosok cahaya tersebut sambil mencium kening sang lelaki, dan cahaya itu pun berlalu bersama sesosok laki-laki berjubah putih yang menemaninya.
Lelaki itu mengangguk lesu sambil tersenyum tipis, melihat ruh istrinya menghilang menuju ufuk matahari dikala senja.
"Krieeek" suara pintu UGD terbuka, keluar seorang dokter dan beberapa suster menggendong seorang bayi.
"Pak Bagas, bayi bapak kami bersihkan dulu di ruang bayi ya pak, dokter ingin bicara dengan bapak," jawab suster dengan lemah lembut ke lelaki itu.
Lelaki itu pun berdiri, berjalan pelan menuju dokter yang menundukkan kepala di depan lelaki itu, gurat penyesalan terlihat dari wajah sang dokter.
"Sudah tidak apa-apa dok, saya sudah tahu, sehebat apapun anda tidak bisa melawan takdir, " jawab lelaki itu sambil menepuk pundak sang dokter.
"Ba-bagaimana bapak bisa tahu!? " jawab dokter dengan rona kebingungan.
Lelaki itu kemudian berlalu menuju ruangan bayi, langkah demi langkah terasa berat, tangisan tak terbendung dari kedua matanya, lelaki itu memukul-mukul dadanya agar menyisakan kelegaan saat ia bernafas.
"OOOEeeeK...OOOEEEEK...OOOEEEK," seketika tangis bayi memecah kesunyian lorong rumah sakit, lelaki itu mempercepat langkah demi langkahnya, terlihat seorang bayi sedang di gendong suster, menangis dengan kencangnya.
"Silakan pak di gendong anaknya, sudah saya bersihkan dedek bayinya," jawab suster ke lelaki itu.
Sang lelaki menerima si bayi dari tangan suster, menggendong dengan penuh kehati-hatian, sang bayi yang tadi menangis kencang seketika terdiam di pelukan lembut sang ayah.
"Mau di beri nama siapa pak bayinya?" tanya suster.
"Surya, Surya dikala senja. " jawab bapak Bagas lirih.
Spoiler for Chapter 1 : sang Surya:
Jakarta, 2018.
"TENG!! TENG!! TENG!!" bunyi bel terdengar hingga ujung jalan setapak depan sebuah sekolah, segerombolan anak tunggang langgang berlarian menuju gerbang sekolah tersebut.
Pak Kusni penjaga sekolah, merangkap satpam, merangkap manusia terlihat mendorong gerbang dengan kepayahan, faktor usia seperti menggerogoti tenaganya yang dulu seperti kuda jantan, nafasnya terdengar mengebu-gebu seperti pemain film erotis tahun 80an, padahal gerbang sekolahnya hanya ada satu, bayangkan bila sekolah ini memiliki 7 gerbang layaknya pintu neraka, mungkin senin beliau sudah di kebumikan.
Dari ufuk timur terdengar suara dengan lantang.
"HEI KUSNI!!! HENTIKAN!!! GUA MASIH MAU SEKOLAH KUSNI!!!"
Remaja itu berlari bersama gerombolan murid yang telat bagai babi hutan.
Pak Kusni yang sedang mendorong gerbang terdiam sesaat, lalu melihat asal suara tersebut, matanya melotot melihat remaja tersebut berlari seperti maling BH yang dikejar warga, dengan sisa tenaga tuanya di dorong gerbang itu dengan tergesa-gesa,
"bocah sialan itu tak boleh masuk..! TIDAK BOLEH MASUK..! YOU SHALL NOT PASS..!" gumam lelaki tua itu sambil mengutip kata-kata Gandalf Lord Of The Ring.
"SIALAN KAU KUSNI! GUA TIDAK AKAN KALAH DENGAN TUA BANGKA MACAM KAU KUSNI!!" teriak lagi remaja itu dengan lantang, langkah kakinya semakin kencang ia sampai lupa resleting celananya masih menganga memberikan sensasi cooling breeze di sekujur pangkal pahanya.
Mendengar itu Kusni geram, ia semakin menggebu-gebu mendorong gerbang, akan tetapi, "KREEK!!" suara tulang bergeser bersua, teriakan tertahan mengema di kalbu Kusni.
"AAARRRGGHH!! AMPUN GUSTI!! PINGGANGKU!!" sakit encok strata tiga Kusni kambuh, tubuh kusni tertahan gerbang, tanpa adanya gerbang mungkin tubuh Kusni akan tersungkur ke tanah, ada hubungan simbiosis mutualisme yang ironis antara Kusni dan gerbang.
"Pagi beh, kambuh?! AHAAY!" ejek remaja itu ke pak Kusni sambil berlenggang menuju kelas.
Sakit, malu, vertigo menjadi satu, itulah yang di rasakan Kusni sekarang, melihat murid itu berlalu membuat matanya berkaca-kaca seutas kata terucap dari bibir Kusni.
"Dasar bocah KAMPRET!!" Kusni tertahan mematung sambil menggenggam gerbang sekolah yang masih seperempat terbuka.
Kelas 2-A sudah di penuhi manusia-manusia unggulan, datang setiap pagi untuk mencari ilmu, bersiap-siap menatap masa depan dengan penuh harapan cemerlang, di belakang dua insan lelaki saling bercakap.
"Cok, film bokep yang kemaren elu kirim crash, kirim lagi dong bro," celoteh Bambang ke Ucok di baris belakang.
"BAH!! Handphone kau saza yang zadul Bams, buktinya zalan-zalan zaja tuh di hp ku, makanya beli hape zangan di pasar malam lai," jawab Ucok dengan logat medannya yang kental, sungguh percakapan yang menginspirasi kaum muda mudi INDONESIA.
"Eh eh eh, guru guru guru!" riuh anak-anak kelas 2-a, sesosok lelaki tinggi, atletis nan tampan terlihat di depan pintu, kemudian berlalu, berganti menjadi lelaki pendek, tambun dengan kepala botak di tengah layaknya lapangan bola, sekilas adegan tadi seperti iklan L-men yang gagal.
Pak Hartono masuk ke dalam kelas, melihat sekeliling kelas sambil menyapa.
"Pagi anak-anak!!", sapa pak Hartono.
"PAGI PAK GURUUU!!" Jawab murid-murid dengan serentak dan kompak.
Tiba-tiba seorang anak berdiri di depan pintu kelas, wajahnya terlihat kecapaian dan pucat.
"Yaaah! Telat!" ujar anak itu, pak Hartono menelisik dengan teliti anak yang terlambat itu, kemudian berujar "hei kamu! Berani kamu telat di jam saya! Kesini kamu!" perintah pak Hartono dengan galaknya, anak itu pun maju dengan perlahan, kepalanya menunduk malu tidak bisa menatap pak Hartono, "Push up 25 kali! Jikalau tidak sanggup silakan keluar kelas saya!!" ujar pak Hartono dengan tegas, ketika anak itu mengambil ancang-ancang untuk melakukan push up, sesosok mahkluk mengintip dari balik jendela di barisan pojok kanan belakang, matanya nanar namun tajam melihat situasi kelas.
"oke situasi aman," ujarnya dengan percaya diri, dengan mode silent ia menyelundupkan tasnya dari balik jendela menuju bangku belajar, lalu ia merangsek masuk dari celah jendela, bak ular kadut dengan licinnya ia masuk melewati celah lumayan sempit itu, setengah badannya sudah masuk ke dalam ruang kelas, tangan kirinya menyentuh meja kemudian ia mendorong sisa tubuhnya melalui tembok menggunakan tangan kanan, dengan sangat cepat dan tanpa satu makhluk pun mengetahui ia sudah masuk ke dalam kelas, dengan posisi menungging di atas meja, misi pun berhasil, ia turun dari meja kemudian menikmati pemandangan Budi yang sedang push up.
"Budi, terima kasih ya, tanpa elu sebagai pengalih perhatian gua ngak bisa sampai di dalam kelas, Budi, kamu, numero uno," gumam pria itu di dalam hati.
Iya, pria itu tidak lain dan tidak bukan adalah Surya, anak dari bapak Bagas prakasa yang kalian liat kisah pilunya di prolog, anak ini tumbuh besar menjadi sosok lelaki tampan, pintar dan soleh, itu hanya menurut penuturan bapaknya sendiri.
Push up Budi sudah berada di angka 23 kali, keringat bercucuran dari kening sampai badan Budi, bahkan sampai muncul bercak basah di daerah selangkangannya, pergelangan tangannya mulai goyah, lututnya bergetar 4,5 skala richter, tubuh yang di rancang untuk main warnet seharian itu tidak mampu menerima push up lebih dari 20 kali.
"Pak, sudah ya pak, saya sudah tidak sanggup," nego Budi ke pak Hartono.
Pak Hartono sedikit terenyuh melihat Budi yang kecapaian, "aduh, kasihan kamu nak, ya sudah … tambah lima lagi push upnya, biar genap jadi 30," tutur pak Hartono dengan melepas topeng kesedihannya, mata Budi nanar namun kosong menatap lantai, terlihat raut penyesalan teramat sangat dari wajah Budi.
Pak Hartono mulai menuju meja ia mengambil daftar absensi lalu mulai mengabsen satu per satu muridnya, dimulai dari Ani, Deni dan seterusnya, murid-murid saling bersahutan saat nama mereka disebut pak Hartono, ketika mulut pak Hartono menyebut nama Surya, "HADIR PAK..!" sahut seseorang pemuda dari belakang dengan lantang.
Seisi kelas kaget, terperanga sambil menganga melihat Surya sudah di dalam kelas, pertanyaan dan praduga berkecamuk di hati mereka.
"Bagaimana ia bisa masuk!?"
"Sejak kapan ia ada di kelas?!"
"Kenapa aku ada di kelas ini!!" gumam Ari yang seharusnya masuk kelas 2-d.
semua perhatian itu berbanding terbalik dengan kondisi Budi yang tanpa perhatian satupun dari teman-temannya.
"Sakit, banget, tapi tak berdarah, sungguh biadab temen-temen gua, kata mereka kita teman sejati, selalu di hati, HILIH KINTHIL!!" ujar Budi di dalam hati kesal dengan teman-temannya.
Pelajaran berjalan setelah sesi absensi, pak Hartono mulai menjelaskan di depan kelas, suasana hening terasa, murid-murid mulai mendengarkan dengan seksama, kecuali Surya yang sedang terlelap di mejanya, posisinya yang berada paling belakang dan di tutupi Bambang yang jangkung dan Ucok yang bulat menjadikan tempat duduknya seperti vila di puncak, tempat paling nyaman untuk beristirahat.
"TOK TOK TOK TOK" bunyi ketukan pintu memecah keheningan kelas, pak Zul sang kepala sekolah sedang berdiri dengan seorang gadis cantik nan manis di sebelahnya, "pagi pak, maaf ganggu kelasnya, ini ada murid baru kelas 2-a," ujar pak Zul, "oh iya pak, silakan neng masuk, perkenalkan diri dulu sama teman yang lain," jawab pak Hartono sambil mempersilakan gadis itu masuk.
Sesosok gadis manis memakai hijab putih berjalan perlahan menuju depan kelas, wajah manisnya terlihat malu-malu ketika bertatap muka dengan murid-murid kelas 2-A, "pagi semua, nama aku Naura kelana subhi, panggil saja Naura," jawab Naura sambil tersenyum simpul memperlihatkan lesung pipinya, seketika itu juga rentetan panah asmara menusuk hati para lelaki di kelas 2-A, kecuali Surya yang sedang berkelana di pulau kapuk dan para murid perempuan yang menunjukkan ekspresi tersaingi secara jasmani dan rohani.
"kamu duduk di belakang ya nak Naura, soalnya bangku yang kosong cuman ada di sebelah sana, " ujar pak Hartono sambil menunjuk bangku disebelah Surya.
Naura pun berjalan menuju bangkunya, diiringi tatapan nakal murid laki-laki di kelas itu, ia kemudian duduk sambil mulai mengeluarkan peralatan belajarnya.
Bambang dan Ucok yang duduk di depan Naura pun sontak membalikkan badan untuk berkenalan.
"Hai Naura, namanya cantik secantik orangnya," puji Bambang dengan gaya sok coolnya.
"hei Naura, cantik kali kau, nanti pulang ku antar pakai motor ninja ku mau tak?" goda Ucok sambil menyisir jambul khatulistiwa miliknya.
Melihat gelagat kedua lelaki di depannya naura langsung ilfeel stadium akhir, didalam hatinya ia berteriak "TIDAAAAAAK..!" akan tetapi Naura hanya membalas dengan senyum malu tapi palsu ke kedua orang utan itu.
"ikh amit-amit jabang bayi, masa hari pertama di sekolah baru gua udah di godain cowok alay macem keset kayak gini, Ya tuhan salah apa hambamu ini, " ketus Naura di dalam hati.
"Jangan di anggap serius, mereka cuman bercanda."
"DEG...!!"
Rona wajah Naura terlihat terkejut, sebuah telepati terkirim langsung menuju fikirannya, ia mencari sumber telepati itu, dan matanya tertuju pada punggung lelaki teman sebangkunya, Surya.
Spoiler for Index:
PART 1
CHAPTER 1
CHAPTER 2
CHAPTER 3
CHAPTER 4
CHAPTER 5
CHAPTER 6
CHAPTER 7
CHAPTER 8
CHAPTER 9
CHAPTER 10
CHAPTER 11
CHAPTER 12
CHAPTER 13
CHAPTER 14
CHAPTER 15
CHAPTER 16
CHAPTER 17
CHAPTER 18
CHAPTER 19
CHAPTER 20
CHAPTER 21
CHAPTER 22
CHAPTER 23
CHAPTER 24
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 27
CHAPTER 28
CHAPTER 29
CHAPTER 30
PART 2
CHAPTER 2.1
CHAPTER 2.2
CHAPTER 2.3
CHAPTER 2.4
CHAPTER 2.5
CHAPTER 2.6
CHAPTER 2.7
CHAPTER 2.8
CHAPTER 2.9
CHAPTER 2.10
CHAPTER 2.11
CHAPTER 2.12
CHAPTER 2.13
CHAPTER 2.14
CHAPTER 2.15
CHAPTER 2.16
CHAPTER 2.17
CHAPTER 2.18
CHAPTER 2.19
CHAPTER 2.20
CHAPTER 2.21
CHAPTER 2.22
CHAPTER 2.23
CHAPTER 2.24
CHAPTER 2.25
CHAPTER 2.26
CHAPTER 2.27
CHAPTER 2.28
CHAPTER 2.29
Diubah oleh ayahnyabinbun 28-05-2022 17:42
namakuve dan 116 lainnya memberi reputasi
115
159.9K
Kutip
916
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.5KThread•41.6KAnggota
Tampilkan semua post
TS
ayahnyabinbun
#165
Chapter 27
Spoiler for Pencarian:
Surya yang sedang tertidur lelap perlahan membuka kedua kelopak mata seraya meregangkan tubuhnya diatas kasur empuk, dengan malas matanya berpendar mencari jam dinding yang tertempel di depan, jarum pendek menunjuk kearah angka tujuh dengan jarum panjang menunjuk angka dua belas, mata mengantuk Surya seketika berubah menjadi tatapan nanar tidak percaya dengan kenyataan dunia, "DEMI UBUR-UBUR ATLANTIS!! GUA TELAT!!!" teriak Surya seraya loncat dari tempat tidur empuk miliknya.
Ia segera berlari bak babi ngepet yang tengah dikejar warga menuju kamar mandi, hanya cuci muka lalu sikat gigi selesai berkumur ia tersenyum tipis sambil menatap cermin seraya bergumam, "lelaki tampan jangan mandi terlalu bersih, nanti gantengnya luntur," selesai bergumam ia berlari dengan langkah seribu menuju almari dan langsung berganti pakaian seragam sekolah lengkap untuk upacara hari senin.
Surya berlari keluar kamar, "ayah Surya berangkat!!" serunya kepada sang ayah yang menatapnya tidak percaya, tanpa menyapa dan menatap sang ayah Surya pun berlari dan terus berlari walau resleting celananya masih terbuka ia terus berlari tak menggubris keadaannya, malah ia bersyukur untuk angin yang melalui celah di celananya tersebut karena memberikan sensasi sejuk disekujur selangkangan.
Sudah setengah jalan menuju gerbang tiap mata keheranan tak digubris pemuda tersebut, "Gerbang tutup jam tujuh tapi kalau aku lari secepat kilat macem Gundala aku mungkin bisa membalikkan waktu jadi setengah tujuh, enggak ada yang gak mungkin!" seru Surya meyakinkan diri sendiri dengan fikiran terlewat positif.
Jam menunjukkan pukul tujuh tiga puluh, pada akhirnya gerbang sekolah terlihat namun langkah Surya perlahan semakin tercekat dengan tatapan keheranan, didepan gerbang tengah berdiri Kusni hanya mengenakan kaos kutang putih dan sarung santai dengan gerbang yang terbuka lebar, Kusni yang sedang bersih-bersih halaman menggenggam sapu ijuk menatap tajam kearah Surya dengan rona keheranan.
Lelaki tua itu mengambil nafas panjang kemudian berteriak lantang, "BOCAH KAMPRET!! NGAPAIN ELU HARI MINGGU MASUK SEKOLAH!?! RAJIN ADA BATASNYA WOI!!" teriak Kusni puas dan bak disambar geledek Surya terjatuh bersimpuh ia lupa bahwa hari ini hari minggu ia menjenggut rambutnya seraya berteriak lantang, "TYYDAAAAAAACCCCKKK...!!!"
Pintu terbuka pelan dan Surya masuk kedalam rumah dengan perlahan, tatapan matanya kosong karena masih tidak percaya dengan kenyataan bahwa ia berangkat sekolah di hari minggu.
"Pffft … ayah sudah teriak manggil-manggil kamu loh, eh kamu kencang banget larinya, makanya kalau mau keluar rumah cium tangan orang tua dulu," seru sang ayah sambil mengacak rambut Surya.
Surya hanya mengangguk dengan tatapan kosong kemudian masuk kedalam kamar, tak lama ia sudah berganti pakaian berjalan menuju ruang makan.
"Ayah sudah beliin bubur ayam tuh di meja, makan dih Surya," perintahnya kepada sang anak.
Dengan langkah malas ia menuju meja makan sambil mengambil sendok dan mangkok.
"Udah jangan lemes gitu, anggep aja olahraga lari pagi," seru Bagas menyemangati anaknya.
"Bukan masalah capeknya ayah ini malunya, semua tetangga pada keluar ngeliatin Surya sambil ketawa-ketiwi, Surya malu ayah, mau ditaro dimana muka Surya," gerutu Surya dengan nada lirih sembari menutup wajahnya.
Bagas tersenyum seraya berbisik pelan, "ya taro di kepala lah masa taro di pantat, sudah makan dulu," seru Bagas sambil membuka kembali koran di tangannya.
"Nanti jam sepuluhan Surya mau pergi."
"Kemana?"
"Ketemuan sama teman," jawab Surya dengan sesendok bubur di mulutnya.
"Oh … trio kwek-kwek ngumpul?" tanya Bagas kembali.
"Bukan, sama cewe."
Bagas menaruh korannya dan langsung menatap tajam Surya.
"Cewe!! Perempuankan?" tanya Bagas tidak percaya.
"Ya iyalah cewe perempuan emang ada cewe tumbuh-tumbuhan," geram Surya.
"Kencan?!" tanya Bagas.
"Apaan sih ayah, bukan!! Ada urusan aja berkaitan sama kejadian semalam," seru Surya.
"Semalam? Memang ada apa semalam?"
Malam sebelumnya …
Surya memakai jaket dan mengambil tas milik Senja yang tergeletak di taman, selesai menghabisi Jagal ia hendak segera pergi meninggalkan gundukan sisa-sisa residual energi milik sang lawan yang menghitam bagai batu arang.
-Krek-
-Krek-
Sebuah suara retakan terdengar dari gundukan tersebut dan seketika bagai kepompong yang pecah muncul sesosok mahluk, didepan Surya, ia tengah meringkuk sesosok lelaki itu berpakaian lusuh ditengah kumpulan sisa-sisa pecahan tubuh raksasa sang Jagal, lelaki itu berdiri seraya menatap sekeliling dengan lubang di dada bidangnya yang menganga.
"Oh belum mati kau rupanya," seru Surya kembali mengeluarkan pedang cahaya dari balik telapak tangannya.
Sesosok lelaki itu terjatuh dan terjerembab kebelakang dengan rona wajah ketakutan, "Tu-tunggu du-dulu! Jangan bakar saya lagi! Ampun!!" pinta lelaki tersebut.
Surya berjalan perlahan, "butuh alasan yang kuat agar aku melepaskanmu serangga," geram Surya.
"A-aku akan memberikan apapun yang kau inginkan!! Harta! tahta! wanita! tinggal sebutkan maka akan aku kabulkan," pekik lelaki tersebut mencoba bernegosiasi.
"Aku tidak memerlukan hal-hal seperti itu, toh aku hanya perlu meminta kepada yang maha kuasa bukannya malah meminta kepada serangga sepertimu," seru Surya semakin mendekat dengan pedangnya yang berayun-ayun bebas.
Lelaki itu tampak kebingungan dan semakin terjerembab kebelakang, pedang cahaya itu semakin dekat dan siap menghunus kepalanya, "AKU MOHON JANGAN!! AKU AKHIRNYA BEBAS DARI JERATAN NENEKMU!! AKU HARUS MENEMUKAN EUIS!!" teriak lelaki tersebut.
Surya terdiam menatap lekat wajah lelaki tersebut, "lalu? Apa peduliku" tanya Surya dingin dengan nada sarkas.
"Dia kekasihku sebelum aku berubah menjadi Jagal, izinkan aku bertemu dengannya sekali lagi … a-aku mohon," seru lelaki itu sembari bersimpuh.
Lengan Surya terangkat tinggi siap untuk menebas entitas di depannya namun seketika pedang cahaya milik Surya membias dan menghilang seketika, tubuh Surya kaku seakan ada seseorang yang menahan gerakannya, "cih sial!!" serunya kesal.
Senja membuka mata, setelah energi sukmanya terisi jiwanya kembali mengambil alih tubuh fana mereka, ia merogoh tas ransel miliknya dan mengambil sebuah botol berpenutup gabus.
"Namamu siapa?" tanya Senja.
"Jaka," jawabnya pelan, "a-apa kau kembali menjadi Senja?" tanya Jaka pelan.
Senja mengangguk seraya membuka tutup botol miliknya.
"Masuklah … besok akan aku carikan kekasihmu," seru Senja.
Jaka bersujud sambil menangis sesengguhan, "terima kasih," serunya lirih.
Disebuah kafe dibilangan jakarta selatan tengah duduk Surya ditemani dua perempuan manis didepannya, yang satu berambut panjang dan yang satu berjilbab biru muda.
"Sebelumnya maafkan ketidak sopanan saya kemarin bli Surya, saya tidak mengetahui kalau Senja memiliki jiwa lain didalam tubuh …" kata-kata Devi terhenti tatkala telapak tangan Surya terangkat.
"Aku memintamu kesini bukan untuk membahas tentang kemarin," serunya dingin, "aku kesini karena Senja memintaku mencarikan seseorang dan dia menyuruhku untuk bertemu denganmu," terangnya malas.
"Mencari siapa?" tanya Naura yang duduk disebelah Devi.
"Kekasih dari entitas ini," seru Surya sambil menunjukkan botol bertutup gabus tempat entitas Jaka berada.
"Maaf namun aku tidak pernah menerawang jiwa yang tidak memiliki tubuh fana," jelas Devi menatap lekat kearah botol tersebut.
"Tidak pernah bukannya tidak bisa kan, aku akan membimbingmu kau hanya perlu menuntunku ketika menerawang entitas ini," seru Surya.
Devi menarik nafas panjang dan sejurus kemudian ia menggenggam botol tersebut dan memejamkan matanya, tangan Devi bergetar ketika ia membuka mata bulir air mata menetes di pelipisnya.
"Aku takut … hiks," seru Devi menghapus air matanya.
"Kamu kenapa Dev?" tanya Naura khawatir.
"Apa yang Entitas ini lakukan sungguh mengerikan, aku … aku tidak bisa," seru Devi pelan.
Surya mendesal nafas panjang sembari mendelikkan matanya sejurus kemudian ia menggenggam tangan Devi, "jangan takut, ada aku kita akan terawang sama-sama," serunya menenangkan Devi.
Semburat merah tercipta di kedua gadis tersebut terutama di pipi Devi, "i-iya," mereka berdua pada akhirnya mengenggam botol itu bersamaan dan mulai menerawang keberadaan dari Euis.
Bersambung..
Ia segera berlari bak babi ngepet yang tengah dikejar warga menuju kamar mandi, hanya cuci muka lalu sikat gigi selesai berkumur ia tersenyum tipis sambil menatap cermin seraya bergumam, "lelaki tampan jangan mandi terlalu bersih, nanti gantengnya luntur," selesai bergumam ia berlari dengan langkah seribu menuju almari dan langsung berganti pakaian seragam sekolah lengkap untuk upacara hari senin.
Surya berlari keluar kamar, "ayah Surya berangkat!!" serunya kepada sang ayah yang menatapnya tidak percaya, tanpa menyapa dan menatap sang ayah Surya pun berlari dan terus berlari walau resleting celananya masih terbuka ia terus berlari tak menggubris keadaannya, malah ia bersyukur untuk angin yang melalui celah di celananya tersebut karena memberikan sensasi sejuk disekujur selangkangan.
Sudah setengah jalan menuju gerbang tiap mata keheranan tak digubris pemuda tersebut, "Gerbang tutup jam tujuh tapi kalau aku lari secepat kilat macem Gundala aku mungkin bisa membalikkan waktu jadi setengah tujuh, enggak ada yang gak mungkin!" seru Surya meyakinkan diri sendiri dengan fikiran terlewat positif.
Jam menunjukkan pukul tujuh tiga puluh, pada akhirnya gerbang sekolah terlihat namun langkah Surya perlahan semakin tercekat dengan tatapan keheranan, didepan gerbang tengah berdiri Kusni hanya mengenakan kaos kutang putih dan sarung santai dengan gerbang yang terbuka lebar, Kusni yang sedang bersih-bersih halaman menggenggam sapu ijuk menatap tajam kearah Surya dengan rona keheranan.
Lelaki tua itu mengambil nafas panjang kemudian berteriak lantang, "BOCAH KAMPRET!! NGAPAIN ELU HARI MINGGU MASUK SEKOLAH!?! RAJIN ADA BATASNYA WOI!!" teriak Kusni puas dan bak disambar geledek Surya terjatuh bersimpuh ia lupa bahwa hari ini hari minggu ia menjenggut rambutnya seraya berteriak lantang, "TYYDAAAAAAACCCCKKK...!!!"
Pintu terbuka pelan dan Surya masuk kedalam rumah dengan perlahan, tatapan matanya kosong karena masih tidak percaya dengan kenyataan bahwa ia berangkat sekolah di hari minggu.
"Pffft … ayah sudah teriak manggil-manggil kamu loh, eh kamu kencang banget larinya, makanya kalau mau keluar rumah cium tangan orang tua dulu," seru sang ayah sambil mengacak rambut Surya.
Surya hanya mengangguk dengan tatapan kosong kemudian masuk kedalam kamar, tak lama ia sudah berganti pakaian berjalan menuju ruang makan.
"Ayah sudah beliin bubur ayam tuh di meja, makan dih Surya," perintahnya kepada sang anak.
Dengan langkah malas ia menuju meja makan sambil mengambil sendok dan mangkok.
"Udah jangan lemes gitu, anggep aja olahraga lari pagi," seru Bagas menyemangati anaknya.
"Bukan masalah capeknya ayah ini malunya, semua tetangga pada keluar ngeliatin Surya sambil ketawa-ketiwi, Surya malu ayah, mau ditaro dimana muka Surya," gerutu Surya dengan nada lirih sembari menutup wajahnya.
Bagas tersenyum seraya berbisik pelan, "ya taro di kepala lah masa taro di pantat, sudah makan dulu," seru Bagas sambil membuka kembali koran di tangannya.
"Nanti jam sepuluhan Surya mau pergi."
"Kemana?"
"Ketemuan sama teman," jawab Surya dengan sesendok bubur di mulutnya.
"Oh … trio kwek-kwek ngumpul?" tanya Bagas kembali.
"Bukan, sama cewe."
Bagas menaruh korannya dan langsung menatap tajam Surya.
"Cewe!! Perempuankan?" tanya Bagas tidak percaya.
"Ya iyalah cewe perempuan emang ada cewe tumbuh-tumbuhan," geram Surya.
"Kencan?!" tanya Bagas.
"Apaan sih ayah, bukan!! Ada urusan aja berkaitan sama kejadian semalam," seru Surya.
"Semalam? Memang ada apa semalam?"
Malam sebelumnya …
Surya memakai jaket dan mengambil tas milik Senja yang tergeletak di taman, selesai menghabisi Jagal ia hendak segera pergi meninggalkan gundukan sisa-sisa residual energi milik sang lawan yang menghitam bagai batu arang.
-Krek-
-Krek-
Sebuah suara retakan terdengar dari gundukan tersebut dan seketika bagai kepompong yang pecah muncul sesosok mahluk, didepan Surya, ia tengah meringkuk sesosok lelaki itu berpakaian lusuh ditengah kumpulan sisa-sisa pecahan tubuh raksasa sang Jagal, lelaki itu berdiri seraya menatap sekeliling dengan lubang di dada bidangnya yang menganga.
"Oh belum mati kau rupanya," seru Surya kembali mengeluarkan pedang cahaya dari balik telapak tangannya.
Sesosok lelaki itu terjatuh dan terjerembab kebelakang dengan rona wajah ketakutan, "Tu-tunggu du-dulu! Jangan bakar saya lagi! Ampun!!" pinta lelaki tersebut.
Surya berjalan perlahan, "butuh alasan yang kuat agar aku melepaskanmu serangga," geram Surya.
"A-aku akan memberikan apapun yang kau inginkan!! Harta! tahta! wanita! tinggal sebutkan maka akan aku kabulkan," pekik lelaki tersebut mencoba bernegosiasi.
"Aku tidak memerlukan hal-hal seperti itu, toh aku hanya perlu meminta kepada yang maha kuasa bukannya malah meminta kepada serangga sepertimu," seru Surya semakin mendekat dengan pedangnya yang berayun-ayun bebas.
Lelaki itu tampak kebingungan dan semakin terjerembab kebelakang, pedang cahaya itu semakin dekat dan siap menghunus kepalanya, "AKU MOHON JANGAN!! AKU AKHIRNYA BEBAS DARI JERATAN NENEKMU!! AKU HARUS MENEMUKAN EUIS!!" teriak lelaki tersebut.
Surya terdiam menatap lekat wajah lelaki tersebut, "lalu? Apa peduliku" tanya Surya dingin dengan nada sarkas.
"Dia kekasihku sebelum aku berubah menjadi Jagal, izinkan aku bertemu dengannya sekali lagi … a-aku mohon," seru lelaki itu sembari bersimpuh.
Lengan Surya terangkat tinggi siap untuk menebas entitas di depannya namun seketika pedang cahaya milik Surya membias dan menghilang seketika, tubuh Surya kaku seakan ada seseorang yang menahan gerakannya, "cih sial!!" serunya kesal.
Senja membuka mata, setelah energi sukmanya terisi jiwanya kembali mengambil alih tubuh fana mereka, ia merogoh tas ransel miliknya dan mengambil sebuah botol berpenutup gabus.
"Namamu siapa?" tanya Senja.
"Jaka," jawabnya pelan, "a-apa kau kembali menjadi Senja?" tanya Jaka pelan.
Senja mengangguk seraya membuka tutup botol miliknya.
"Masuklah … besok akan aku carikan kekasihmu," seru Senja.
Jaka bersujud sambil menangis sesengguhan, "terima kasih," serunya lirih.
Disebuah kafe dibilangan jakarta selatan tengah duduk Surya ditemani dua perempuan manis didepannya, yang satu berambut panjang dan yang satu berjilbab biru muda.
"Sebelumnya maafkan ketidak sopanan saya kemarin bli Surya, saya tidak mengetahui kalau Senja memiliki jiwa lain didalam tubuh …" kata-kata Devi terhenti tatkala telapak tangan Surya terangkat.
"Aku memintamu kesini bukan untuk membahas tentang kemarin," serunya dingin, "aku kesini karena Senja memintaku mencarikan seseorang dan dia menyuruhku untuk bertemu denganmu," terangnya malas.
"Mencari siapa?" tanya Naura yang duduk disebelah Devi.
"Kekasih dari entitas ini," seru Surya sambil menunjukkan botol bertutup gabus tempat entitas Jaka berada.
"Maaf namun aku tidak pernah menerawang jiwa yang tidak memiliki tubuh fana," jelas Devi menatap lekat kearah botol tersebut.
"Tidak pernah bukannya tidak bisa kan, aku akan membimbingmu kau hanya perlu menuntunku ketika menerawang entitas ini," seru Surya.
Devi menarik nafas panjang dan sejurus kemudian ia menggenggam botol tersebut dan memejamkan matanya, tangan Devi bergetar ketika ia membuka mata bulir air mata menetes di pelipisnya.
"Aku takut … hiks," seru Devi menghapus air matanya.
"Kamu kenapa Dev?" tanya Naura khawatir.
"Apa yang Entitas ini lakukan sungguh mengerikan, aku … aku tidak bisa," seru Devi pelan.
Surya mendesal nafas panjang sembari mendelikkan matanya sejurus kemudian ia menggenggam tangan Devi, "jangan takut, ada aku kita akan terawang sama-sama," serunya menenangkan Devi.
Semburat merah tercipta di kedua gadis tersebut terutama di pipi Devi, "i-iya," mereka berdua pada akhirnya mengenggam botol itu bersamaan dan mulai menerawang keberadaan dari Euis.
Bersambung..
simounlebon dan 17 lainnya memberi reputasi
18
Kutip
Balas