Sesuai janjinya,Didit memang ga memaksa gw menjawab. Gw pun belum berani memastikan perasaan nyaman yang ada, masih waspada akan penyakit lamanya. Gw pun masih membuka kesempatan untuk beberapa kandidat lainnya.

Pak Ronald kadang email. Cerita soal kehidupannya, pesan sponsor ala-ala 'one day you've gotta be here', sampai SSI ala dia yang bilang kangen blabla. Ga gw tanggapi serius pula karena memang gw ga selera.

Ada Leo, murid gw. Dia ini temannya Danu. Uda Padang satu ini bersawo matang dengan tinggi 175. Anaknya ramai bin gokil. Sebagai mahasiswa fakultas hukum, doi jago mutar-mutar kalau bicara. Kedekatan?? Sering jalan bareng, main ke rumah, suka curcol-curcol lah.

Andy.. Rekan sama-sama tutor sekaligus kakak tingkat gw. Doi nyambi jadi dosen pula di salah satu perguruan tinggi swasta di sini, dan penyiar juga. Adem sih ngobrol sama dia tapi pikirannya sudah nikah aja.

Dan semua kandidat itu..nampak ga bermakna karena dia.

Senja itu, Didit jemput gw seperti biasa. Tapi yang diluar kebiasaan, dia pakai motor kali ini. Katanya mobilnya masuk bengkel karena Nira nabrak saat belajar nyetir. Untung Nira baik-baik saja. Karena khawatir terlalu nemplok, tas ransel Mickey Mouse gw letakkan sebagai pembatas gw dan Didit. Dengan segera ditariknya ransel itu ke depan. Iiishhh...awas aja dia sengaja rem mendadak. Gw ogah segel gw terkelupas karena penjahat kelamin satu ini. Gw duduk mojok di ujung jok. Ditariknya tangan gw melingkari pinggangnya. Karena jengkel, gw getok helmnya.

"Macem-macem, gw lompat," kata gw.
"Miss..is that your darling?," itu suara-suara murid children class gw. Suara tersebut disambut riuh cekikikan anak yang lain. Maklum ya pilihan diksinya, anak SD gitu loh.
"Hey no...children don't say that kinda thing," kata gw
"cieee...cieeee...," makin riuh. Diditpun membuka visor helmnya..
"you're right. I really wanna be his darling. Can you help me?," tanyanya kepada anak-anak itu.
"oooh no wonder..you are ugly...," sukuriiiiiiinnnn...hahaha. Didit yang jengkel segera tancap gas.

"Loh..lu mau bawa gw ke mana,Dit?," tanya gw menyadari motornya diarahkan bukan ke rumah gw.
"Ada undangan dari camer lu," katanya.
"Iih gila lu ya...gw kacau belum mandi begini," kata gw kalap. Kostum gw belum ganti dari pagi. Celana bahan pres badan plus kemeja biru lengan panjang.
"Tetap cakep,kok," katanya.
"Gw belum ijin orang rumah, Dit," kata gw lagi.
"Gw udah telpon tante lu,kok," jawabnya. What??sejak kapan dia punya nomor tante gw.

Motornya menembus kemacetan senja. Kami stop sebentar untuk Lapor Bos Besar di masjid terdekat. Sekitar jam tujuh, kami tiba disambut Nira yang santai dengan celana pendek motif Hawaii yang memamerkan kaki jenjangnya dan kaos oblong putih.

"Qylla...masuk-masuk...," katanya ramah. Setelah mengucap salam, gw melangkah masuk.

Ruang tamunya ga besar, tetapi hangat. Ada TV ukuran besar dan sofa layaknya rumah lainnya. Ayahnya Didit yang biasa jadi resepsionis telpon sedang menonton sebuah program. Melihat ada tamu, beliau menyapa ramah. Melihat keluarganya hangat begini, gw curiga Didit anak adopsi, deh. Hahaha

Ayah Didit menyuruh gw langsung ke dapur karena si Bunda ada di sana. Benar saja, aroma wangi masakan tercium begitu gw sampai di dapur terbukanya. Rumah Didit ini asik. Gw langsung suka. Ditambah suasana yang hangat dan ramah. Duh, kok jadi ngayal kalah gw bagian darinya. Wake up, Qylla.

"Masak apa,Tan?," kata gw setelah bersalaman.
"Ini Didit request Kepiting Saos Padang, Qylla suka?," tanyanya.
"Belum pernah coba sih,Tan. Boleh lihat cara masaknya?," tanya gw.

Dan tiba-tiba si Tante berubah menjadi Farah Quinn dengan segala prnjelasannya. Well, gw tertarik buat coba.

Setelah semua ready, kami berkumpul di ruang makan. Didit ga bohong, masakan nyokapnya memang maknyus. Padahal tadi ga ada sedikitpun tambahan penyedap. Ok, gw kudu coba resepnya.

"Jangan kalah sama Qylla kamu, Dit. Kuliah lancar, beasiswa, sudah kerja...kok mau tho Nduk sama si ndableg ini?," tanya Ayahnya.
"Justru Qylla belum mau sama Didit,Yah," kata Didit setelah gw melirik dia.
"Loh,piye tho? Katamu kemarin calon mantu," kata Bubdanya.
"Mas Didit tu bloon,Bun..dulu dapet mbak Qylla eh ditinggal selingkuh. Sekarang ngarep lagi, kalau aku jadi mbak Qylla sih ogaaaah," kata Nira menimpali.
"Ember lu,cumi," kata Didit galak yang dijawab Nira dengan menjulurkan lidah.
"Woooo dasar, bocah mbeling. Siapa lah yang ngajari kamu jadi boyo,gitu?," nyokapnya langsung spanning. Didit hanya diam, gw hanya tersenyum.

Pukul sembilan, gw pamitan. Didit yang sedari tadi wjaahnya kusut tampak agak lega begitu kami menjauh dari rumah hangat itu.

"Keluarga lu asik," kata gw memecah keheningan.
"Bakal dipermak gw pulang nanti," jawabnya.

Tiba-tiba seekor kucing lari dengan cepat melintas yang membuat motor sedikit oleng. Didit berhenti sejenak. Dipaksanya tangan gw melingkari pinggangny. Gw menolak, dia menarik...terus begitu sampai...

"Apa mau pindah duduk di depan?," katanya galak.

Gw pun menyerah. Tetap menjaga supaya bemper depan gw ga menyentuh punggungnya. Gw yakin dia nyengir lebar di balik helmnya.

Satu hal yang bikin gw benci dengan polisi...adalah ketika dia tidur...

Bruk...

Huaaaaa....

Lecek deeeh segel gw