Karena gw ada jadwal mengajar sekitar jam tiga dan pembicaraan kami butuh waktu, Didit memutuskan untuk mengantar gw dulu. Sepanjang perjalanan kami hanya membisu, padahal jarak kampus dan lembaga bahasa tempat gw mengajar lumayan jauh. Keheningan kami hanya ditingkahi oleh lagu-lagu yang mengalun dari radio. Gw ga betah sih diam begini, kalau Didit memang dari dulu adatnya begini.

"Lu ga mau cerita sambil jalan aja gitu, Dit. Bikin padat singkat jelas aja," gw lirik dia di kursi sebelah yang fokus ke jalan raya. Dia hanya menggeleng.
"Biar ga bertele-tele,Dit...sambil nyetir gitu...," gw masih coba merayu walau dalam hati gw tau apa jawabnya.
"My story, my rule..," jawabnya sedikit menoleh ke arah gw. Kalau sudah final begini, gw bisa apa?

Sampai di tujuan, gw hanya bilang kalau gw bubar sebelum maghrib tiba. Dia berkeras menunggu. Yah sa'karepe aja lah, gw males berbantahan dengan kepala batu ini. Setelah prepare ini itu dan wayah masuk kelas, i left the world outside. Kelas yang gw hadapi hari ini masih level basic, tapi untuk dewasa. Yah karena levelnya masih basic, materinya pun relatif enteng. I regarded nearly all my students as my friends..karena dengan minim jarak, they would speak in a larger scope no matter how old they are. Sejauh ini sih, taktik gw berhasil. Semoga aja pure sama-sama profesional, gw profesional sebagai teacher dan mereka profesional sebagai students..ga pakai bumbu FTV.

Saat gw balik, gw lihat Katana mungil itu masih terparkir manis di depan, lengkap dengan si empunya yang sedang asik menikmati asap racun yang entah sudah jatah ke berapa untuk hari ini. Melihat gw mendekat, diinjaknya rokok yang baru separuh jalan.

"Nasgor enak dimana,La? Gw laper," katanya sambil menyalakan mesin mobilnya setelah gw duduk manis di sampingnya. Gw mengarahkan dia ke kedai di sekitaran pertigaan Gudang Garam, ga jauh dari rumah gw. Kedai kaki lima, tapi menjelang malam begini ramai luar biasa. Entah sekarang masih ada atau engga kedainya. Dia asik menikmati sepiring nasi gorengnya, sementara gw hanya pesan es teh saja.
"Enak,La..yakin lu ga mau pesan," tawarnya berulang kali. Gw hanya menggeleng.
"Sering lu kesini?," tanyanya.
"Tempat favoritnya Adam ini," jawab gw.
Didit berhenti mengunyah dan memandang gw tajam. Diletakkannya sendoknya, dan dia berhenti makan, memilih menikmati es tehnya.
"Kok ga dihabiskan..sayang loh," kata gw melihat gelagatnya.
"Ga enak," jawabnya singkat.
"Lah tadi lu bilang enak," kata gw lagi.
"Tadi belum ditelan. Kaya ada pasirnya, pahit pula," jawabnya.
"Manaaa adaaa... Coba sini gw cicip," kata gw penasaran. Nasgor ini seenak terakhir gw makan dengan Adam. Yah mungkin Didit punya selera beda.
"Memang lu sukanya nasgor kaya apa?," tanya gw penasaran.
"yah..pokoknya ga gini. Jangan ajak gw makan disini lagi," katanya.
"GR amat lu..siapa juga yang punya rencana ngajak lu kemana-mana lagi," jawab gw.

Didit hanya diam, memberi isyarat untuk pergi dari sana. Setelah dia membayar, kamipun berlalu dari sana.

"Terus..kapan lu mau cerita?," tuntut gw.
"Udah gw bilang,La..my story..my rule. Gw cerita saat gw mau cerita," jawabnya sambil menghidupkan mesin dan mengarahkan mobil mungilnya ke arah rumah gw.

"La..." kata Didit saat gw akan turun. Gw ga menjawab, hanya menengok dan memandang ke arahnya.
"Can you please forgive me?," matanya lurus menatap gw. Ada penyesalan di sana.
"Kan gw udah bilang, udah gw maafin," jawab gw.
"Then can we start again?," tanyanya lagi.
"Itu lain cerita,Dit..." kata gw lagi.
"Tapi at least, bisa kan lu ga blokir jalan gw?," tanyanya.
"Dit..i ain't a yoyo...nor a mountain on your term... Gw ga mudah melupakan rasa sakit. Dan sakit yang pernah gw rasa membangun cangkang untuk gw. Nah..gw ada dalam cangkang itu saat ini. Kalau lu merasa terblokir, itu ulah lu sendiri," jawab gw. Didit hanya diam. Gw beranjak membuka pintu mobil dan melangkah keluar.
"Gw mau lu, La..." katanya lagi.
"Then a hard way you've gotta pass," jawab gw sambil berlalu.

Sampai di rumah, gw coba berulang kali hubungi Adam. Gw mau telpon, takut ganggu dia dan ceweknya. Mungkin sms aja ya...

To: Adam oneng
Dam, gw telpon boleh?

Sms ini ga pernah berbalas... Dan entah kenapa, i got a feeling that i would never get him back as my friend... This feeling was even more harmful than when Baboon left me.

Adam...i miss you...