- Beranda
- Stories from the Heart
HER (Sahabat dan Kekasih Bayanganku)
...
TS
fachreal5
HER (Sahabat dan Kekasih Bayanganku)
Quote:
Halo agan agan & sista penghuni sfth. Sebelumnya semua yang ane ceritain disini pure kejadian yang ane alami sendiri. Sebenarnya dari dulu banyak teman ane yang nganjurin untuk dituangkan dalam bentuk tulisan karena menurut mereka kisah ane ini cukup unik dan absurd untuk dicerna orang-orang yang tentu blm pernah ngalamin. Partnya juga ga akan banyak karena ane cuma tulis intinya plus apa yang ane inget aja. Well, ane sangat terbuka untuk kritik juga saran agar skill nulis ane berkembang dan maaf kalo tritnya sedikit berantakan karena udh lama banget ga nulis trit. Terima kasih untuk yang sudah mampir dan selamat membaca.

Quote:
Sumber gambar : mymodernmet.com
Sebelum mulai silahkan dengerin ini dulu gan biar berasa feelnya

Quote:
“Falling in love is kind of like a form of socially acceptable insanity.”
― Spike Jonze, HER
― Spike Jonze, HER
Quote:
1. Sebuah Pesan Yang Terabaikan
Ia datang tanpa pernah kuduga, menaruh cinta pada hati tanpa perlu melihat rupa ataupun mencoba meraih telapak tanganku kemudian menggandengnya. Mungkin kesan tersebutlah yang dapat kurangkai apabila pikiranku mendesak untuk mendeskripsikan perempuan yang sempat membuatku jatuh hati walau dengan cara yang absurd. Cukup absurd apabila kisah ini dibaca secara keseluruhan.
Kali pertama ia datang ialah ketika aku terbangun dari tidur siang yang bahkan belum berlangsung selama 5 menit. Tidak ia tidak datang ke rumahku ataupun secara spontan berada di hadapanku ketika membuka mata, tidak. Kehadirannya justru datang melalui pesan yang aku abaikan, pesan yang tersembunyi dibalik puluhan pesan lainnya dari peringatan masa aktif kartu perdana dari operator telepon selular milikku satu-satunya.
Kata di atas adalah salam perkenalan yang tanpa sengaja ia katakan kepadaku. Tidak dikatakan secara langsung, melainkan melalui teks dan tentu tidak ada yang spesial dari tulisan singkat dan berasal dari nomor yang tidak kukenal, maka cukup masuk akal apabila aku abaikan terlebih waktu itu dalam sebulan aku sering mendapati pesan nyasar dari nomor yang tidak tercantum di dalam kontak. Dan kebanyakan adalah pesan penipuan atau “mama minta pulsa”.
Usai membaca kembali aku taruh ponsel murah meriahku di tempat yang asal lalu aku merebahkan badan sembari memijit-mijit kepala untuk meredam kepenatan hariku yang terlanjur terekam di otak. Aku separuh tertidur namun ponselku berdering keras, aku geram dan menyumpah orang yang menghubungi ponselku karena secara tidak langsung telah mengganggu istirahatku.
“Halo, ini siapa?” tanyaku kepada orang di balik saluran telepon dan tentunya tidak kukenal karena namanya memang tidak tercantum di kontak.
“Pake nanya lagi. Lu jadi ke rumah ga!” ucapnya dengan nada tinggi. Aku terdiam lalu mengeplak jidatku. Sudah ganggu jam istirahat, marah-marah pula lagi.
“Maaf salah sambung, mbak” kataku ramah.
“Oh emang ini siapa?” tanya ia kikuk.
“Ari” jawabku lalu tanpa ia balas sepatah kata langsung ia matikan saluran teleponnya.
Sudah salah sambung, ganggu jam istirahat, ngegertak, main tutup telpon aja, tidak minta maaf pula. Kurang lebih itulah ungkapan kekesalan yang aku ingat kala itu. Aku langsung mematikan ponsel dan beranjak tidur tanpa pernah terpikir bahwa orang sialan itu akan kembali meneleponku pada malam harinya.
Dulu ketika aku masih duduk di bangku SMP, aku berkerja paruh waktu sebagai operator warnet. Ya pekerjaan yang memang dianggap sebelah mata memang, tak jarang pula teman-temanku melontarkan memanggilku dengan sebutan Anwar (as known as Anak Warnet). Walaupun terkadang pekerjaanku itu mendapati cibiran, nyatanya aku tetap menggeluti pekerjaan itu sampai duduk di bangku SMA. Jika berbicara gaji, memang pendapatannya tidak seberapa untuk sebulan dan dapat kukatakan tidak sesuai dengan tenaga dan waktu yang aku pertaruhkan. Akan tetapi, tidak sedikitpun aku menyesal karena merupakan suatu kebanggaan untukku apabila pada umur yang semuda itu aku bisa sedikit mandiri untuk keperluan jajan sehari-hari, terlebih karena bekerja di sana aku jadi mengenal teman-teman baru dari segala usia maupun profesi baik itu anak sekolahan (SD-SMA), anak kuliahan, guru karate, bahkan seorang wartawan dan tentunya beribu kenangan tentang kebersamaan yang aku dapatkan.
Untuk hari biasa aku bekerja dari jam 14.30 – 21.00 WIB sedangkan untuk hari libur aku bekerja mulai pukul 08.00 sampai 17.00 WIB. Aku lupa mengenai hari ketika perempuan itu menghubungiku untuk pertama kali, namun yang jelas ia kembali meneleponku usai aku pulang dari warnet sekitar jam sepuluh malam. Awalnya aku tidak ingin mengangkat telepon darinya, akan tetapi semakin aku diamkan nada dering keras bin norak ponselku semakin terngiang di telinga. Aku mulai menyesali perbuatanku yang menyetel musik ala ala metal sebagai nada dering.
“Ya halo, ini mbak yang tadi sore kan ya? Maaf mbak salah sambung lagi” kataku sebab aku menghafal tiga dingit angka nomor ponselnya yang mudah sekali untuk diingat.
“Engga, gue sengaja nelpon lo. Ngomong-ngomong boleh kenalan?” ucapnya, sedangkan aku hanya bergeming. Aku terdiam bukan karena ini adalah kali pertama aku mendapatkan seorang lawan bicara perempuan yang mengajak kenalan dengan frontal, akan tetapi ini adalah pengalaman pertama ada seorang perempuan yang entah darimana, mendapatkan nomorku dari siapa, dan pure salah sambung pula mengajakku kenalan. What the hell mate.
“Yah nama gua masih sama seperti tadi sore, ingat kan?” tanyaku.
“Iya ingat kok, btw nama gue Ara” ucapnya kemudian ia tertawa kecil untuk memecah keheningan diantara percakapan awkwardmalam itu.
“Ngomong-ngomong lu dapat nomor gua darimana?” tanyaku heran.
“Ga dapat darimana-mana, orang gue aja salah sambung. Tadi gue mau telfon teman gue tapi salah satu digit makanya jadi nyambungnya ke elo” jawabnya, namun aku tidak semudah itu percaya.
“Halah, lu jangan-jangan secret admirer gua yah. Ngaku aja udah” jawabku pede, aku bisa mengatakan seperti itu karena memang waktu itu sedang ada perempuan bahkan beberapa perempuan di sekolah yang mengejar-ngejarku secara bergerilya dan membuatku tidak nyaman, akan tetapi aku tidak merespon satupun dari mereka agar tidak merusak pertemanan. Dan kabar buruknya aku sempat diberi label sebagai laki-laki gay karena sampai detik itu aku tidak merespon satupun diantara mereka.
Kemudian percakapan dilanjutkan olehku untuk bertanya mengenai asal sekolah, tempat tinggal, ciri-ciri tubuhku dan yah ditengah percakapan itu aku mulai yakin bahwa kami tidak saling mengenal dan jarak kami berpuluh-puluh kilometer jauhnya. Akan tetapi, percakapan pertama kami malam itu benar-benar seperti orang yang sudah mengenal sangat lama sebab seiring detik demi detik berjalan pudar rasa canggung yang ada pada diri kami.
“Telfonannya sampe sini dulu yah, gue udah dipanggil ke bawah sama nyokap” ujarnya.
“Oh oke, gua juga sempet denger kok tadi walaupun agak samar. Gua juga mau mandi dan istirahat” kataku.
“Yaudah besok lanjut ya, bye”
Ia menutup saluran teleponnya. Aku mengurungkan niat sejenak untuk mandi, lalu menguntal-nguntal handuk hingga menyerupai sebuah bantal lalu kurebahkan badanku kemudian melihat langit-langit kamar yang mulai berkabang. Pikiranku masih menyimpan banyak pertanyaan, aku mengusap muka dan memejamkan mata setelahnya. Ara? Siapa sih dia, datang tiba-tiba macam roh yang dipanggil boneka jelangkung aja.
Ia datang tanpa pernah kuduga, menaruh cinta pada hati tanpa perlu melihat rupa ataupun mencoba meraih telapak tanganku kemudian menggandengnya. Mungkin kesan tersebutlah yang dapat kurangkai apabila pikiranku mendesak untuk mendeskripsikan perempuan yang sempat membuatku jatuh hati walau dengan cara yang absurd. Cukup absurd apabila kisah ini dibaca secara keseluruhan.
Kali pertama ia datang ialah ketika aku terbangun dari tidur siang yang bahkan belum berlangsung selama 5 menit. Tidak ia tidak datang ke rumahku ataupun secara spontan berada di hadapanku ketika membuka mata, tidak. Kehadirannya justru datang melalui pesan yang aku abaikan, pesan yang tersembunyi dibalik puluhan pesan lainnya dari peringatan masa aktif kartu perdana dari operator telepon selular milikku satu-satunya.
Iya w di rumah nih
Kata di atas adalah salam perkenalan yang tanpa sengaja ia katakan kepadaku. Tidak dikatakan secara langsung, melainkan melalui teks dan tentu tidak ada yang spesial dari tulisan singkat dan berasal dari nomor yang tidak kukenal, maka cukup masuk akal apabila aku abaikan terlebih waktu itu dalam sebulan aku sering mendapati pesan nyasar dari nomor yang tidak tercantum di dalam kontak. Dan kebanyakan adalah pesan penipuan atau “mama minta pulsa”.
Usai membaca kembali aku taruh ponsel murah meriahku di tempat yang asal lalu aku merebahkan badan sembari memijit-mijit kepala untuk meredam kepenatan hariku yang terlanjur terekam di otak. Aku separuh tertidur namun ponselku berdering keras, aku geram dan menyumpah orang yang menghubungi ponselku karena secara tidak langsung telah mengganggu istirahatku.
“Halo, ini siapa?” tanyaku kepada orang di balik saluran telepon dan tentunya tidak kukenal karena namanya memang tidak tercantum di kontak.
“Pake nanya lagi. Lu jadi ke rumah ga!” ucapnya dengan nada tinggi. Aku terdiam lalu mengeplak jidatku. Sudah ganggu jam istirahat, marah-marah pula lagi.
“Maaf salah sambung, mbak” kataku ramah.
“Oh emang ini siapa?” tanya ia kikuk.
“Ari” jawabku lalu tanpa ia balas sepatah kata langsung ia matikan saluran teleponnya.
Sudah salah sambung, ganggu jam istirahat, ngegertak, main tutup telpon aja, tidak minta maaf pula. Kurang lebih itulah ungkapan kekesalan yang aku ingat kala itu. Aku langsung mematikan ponsel dan beranjak tidur tanpa pernah terpikir bahwa orang sialan itu akan kembali meneleponku pada malam harinya.
Dulu ketika aku masih duduk di bangku SMP, aku berkerja paruh waktu sebagai operator warnet. Ya pekerjaan yang memang dianggap sebelah mata memang, tak jarang pula teman-temanku melontarkan memanggilku dengan sebutan Anwar (as known as Anak Warnet). Walaupun terkadang pekerjaanku itu mendapati cibiran, nyatanya aku tetap menggeluti pekerjaan itu sampai duduk di bangku SMA. Jika berbicara gaji, memang pendapatannya tidak seberapa untuk sebulan dan dapat kukatakan tidak sesuai dengan tenaga dan waktu yang aku pertaruhkan. Akan tetapi, tidak sedikitpun aku menyesal karena merupakan suatu kebanggaan untukku apabila pada umur yang semuda itu aku bisa sedikit mandiri untuk keperluan jajan sehari-hari, terlebih karena bekerja di sana aku jadi mengenal teman-teman baru dari segala usia maupun profesi baik itu anak sekolahan (SD-SMA), anak kuliahan, guru karate, bahkan seorang wartawan dan tentunya beribu kenangan tentang kebersamaan yang aku dapatkan.
Untuk hari biasa aku bekerja dari jam 14.30 – 21.00 WIB sedangkan untuk hari libur aku bekerja mulai pukul 08.00 sampai 17.00 WIB. Aku lupa mengenai hari ketika perempuan itu menghubungiku untuk pertama kali, namun yang jelas ia kembali meneleponku usai aku pulang dari warnet sekitar jam sepuluh malam. Awalnya aku tidak ingin mengangkat telepon darinya, akan tetapi semakin aku diamkan nada dering keras bin norak ponselku semakin terngiang di telinga. Aku mulai menyesali perbuatanku yang menyetel musik ala ala metal sebagai nada dering.
“Ya halo, ini mbak yang tadi sore kan ya? Maaf mbak salah sambung lagi” kataku sebab aku menghafal tiga dingit angka nomor ponselnya yang mudah sekali untuk diingat.
“Engga, gue sengaja nelpon lo. Ngomong-ngomong boleh kenalan?” ucapnya, sedangkan aku hanya bergeming. Aku terdiam bukan karena ini adalah kali pertama aku mendapatkan seorang lawan bicara perempuan yang mengajak kenalan dengan frontal, akan tetapi ini adalah pengalaman pertama ada seorang perempuan yang entah darimana, mendapatkan nomorku dari siapa, dan pure salah sambung pula mengajakku kenalan. What the hell mate.
“Yah nama gua masih sama seperti tadi sore, ingat kan?” tanyaku.
“Iya ingat kok, btw nama gue Ara” ucapnya kemudian ia tertawa kecil untuk memecah keheningan diantara percakapan awkwardmalam itu.
“Ngomong-ngomong lu dapat nomor gua darimana?” tanyaku heran.
“Ga dapat darimana-mana, orang gue aja salah sambung. Tadi gue mau telfon teman gue tapi salah satu digit makanya jadi nyambungnya ke elo” jawabnya, namun aku tidak semudah itu percaya.
“Halah, lu jangan-jangan secret admirer gua yah. Ngaku aja udah” jawabku pede, aku bisa mengatakan seperti itu karena memang waktu itu sedang ada perempuan bahkan beberapa perempuan di sekolah yang mengejar-ngejarku secara bergerilya dan membuatku tidak nyaman, akan tetapi aku tidak merespon satupun dari mereka agar tidak merusak pertemanan. Dan kabar buruknya aku sempat diberi label sebagai laki-laki gay karena sampai detik itu aku tidak merespon satupun diantara mereka.
Kemudian percakapan dilanjutkan olehku untuk bertanya mengenai asal sekolah, tempat tinggal, ciri-ciri tubuhku dan yah ditengah percakapan itu aku mulai yakin bahwa kami tidak saling mengenal dan jarak kami berpuluh-puluh kilometer jauhnya. Akan tetapi, percakapan pertama kami malam itu benar-benar seperti orang yang sudah mengenal sangat lama sebab seiring detik demi detik berjalan pudar rasa canggung yang ada pada diri kami.
“Telfonannya sampe sini dulu yah, gue udah dipanggil ke bawah sama nyokap” ujarnya.
“Oh oke, gua juga sempet denger kok tadi walaupun agak samar. Gua juga mau mandi dan istirahat” kataku.
“Yaudah besok lanjut ya, bye”
Ia menutup saluran teleponnya. Aku mengurungkan niat sejenak untuk mandi, lalu menguntal-nguntal handuk hingga menyerupai sebuah bantal lalu kurebahkan badanku kemudian melihat langit-langit kamar yang mulai berkabang. Pikiranku masih menyimpan banyak pertanyaan, aku mengusap muka dan memejamkan mata setelahnya. Ara? Siapa sih dia, datang tiba-tiba macam roh yang dipanggil boneka jelangkung aja.
Spoiler for INDEX:
PART 1. Sebuah Pesan Yang Terabaikan
PART 2. Sebuah Persamaan Nama
PART 3. Suara Yang Masih Terngiang
PART 4. Cinta Yang Lain
PART 5. Bulan, Dimana Kita Dipertemukan
PART 6. Then We Know Each Other
PART 7. HER
PART 8. Could You Be Mine ?
PART 9. Lover Over Phone
PART 10. Watch Over You
PART 11. Pesan Yang Tidak Pernah Terbalaskan
PART 2. Sebuah Persamaan Nama
PART 3. Suara Yang Masih Terngiang
PART 4. Cinta Yang Lain
PART 5. Bulan, Dimana Kita Dipertemukan
PART 6. Then We Know Each Other
PART 7. HER
PART 8. Could You Be Mine ?
PART 9. Lover Over Phone
PART 10. Watch Over You
PART 11. Pesan Yang Tidak Pernah Terbalaskan
Spoiler for Kunjungi juga thread ane yang lain:
Polling
0 suara
Apakah mereka akan bertemu ?
Diubah oleh fachreal5 11-09-2019 00:18
a.w.a.w.a.w dan 22 lainnya memberi reputasi
23
14.6K
Kutip
81
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
fachreal5
#19
6. Then, We Know Each Other
Ilustrasi Ara
Kebetulan ane nemu foto yang 11/12 sama doi

To be continued...
Kebetulan ane nemu foto yang 11/12 sama doi


Quote:
Untuk orang yang lebih dulu mengetahui kisah ini banyak yang bertanya kenapa aku waktu itu masih enggan untuk menemuinya padahal ia sudah beberapa kali mengajakku untuk bertemu. Tidak, aku bukannya tidak mau hanya saja aku malu apabila ekspetasinya mengenai fisikku tidak sesuai dan hal itu hanya akan membuat kami menjauh. Ya dulu aku memang minderan parah dan tidak malu untuk mengakui hal itu.
“Gua yakin ini cewek cakep” ucap sahabatku Bayu usai mendengarkan suara ia bernyanyi yang aku rekam dalam mp3 player ku
“Kenapa lu bisa ngomong kaya gitu?” tanyaku
“Ini suara dia lewat rekaman aja udah merdu banget. Lu bisa bayangin ga kalo dia beneran nyanyi di depan lu gimana?” ucapnya mantap
“Seumur-umur belum pernah gua dinyanyiin sama cewek dengan suara semerdu ini. sumpah lu musti ketemu, kalo perlu temen gua temenin deh” sambungnya lagi
“Iya tenang aja, gue juga lagi nabung kok biar bisa ketemu dia. Lu taulah kalo mau jalan cewek kan perlu modal, toh untuk sementara waktu gue masih nyaman kok kaya gini” sambutku.
“Kalo butuh bantuan bilang aja ke gue bray” ia menepuk pundakku.
Ngomong-ngomong perkenalanku dan Ara sudah memasuki usia setahun lebih , aku sudah lulus SMP dan Bayu sendiri adalah salah satu teman baik ku sewaktu di bangku SMA. Beberapa teman dekatku baik di SMP dan SMA rata-rata sudah berbincang dengan Ara, melalui telpon tentunya. Beberapa kali mereka juga sudah bertukar pesan dengannya begitupun denganku yang kadang-kadang bertukar pesan dengan sahabatnya. Pada masa itu kami merasa semakin dekat dan kehadirannya seolah-olah nyata, walaupun pada kenyataannya jarak diantara kami berada berkilo-kilo meter jauhnya.
Banyak temanku bahkan keluargaku yang bertanya bagaimana aku bisa dekat dan intim kepada seseorang yang belum pernah bertemu sekalipun bahkan mengetahui rupa kami satu sama lain. Kebanyakan pertanyaan dari mereka aku tidak bisa menjawab akan tetapi aku yakin kehadiran ia yang unik ini akan menjadi sebuah pelajaran dan kenangan yang akan terus kubawa sampai dewasa. Aku yakin Tuhan memiliki rencana yang tak pernah dipikirkan oleh manusia dan sampai detik ini aku meyakini hal itu walau terkadang aku berpikir mungkin kala itu Tuhan sedang bercanda.
“Lo punya facebook?” tanya Ara
“Ya punya. Kenapa?” jawabku ragu
“Boleh minta id dan passwordnya?” pintanya tentu tidak langsung aku iyakan saja untuk memberinya.
“Bentar-bentar. Buat apa minta akun facebook gue?” tanyaku heran
“Kita udah setahun lebih kenal. Tapi sampai sekarang gue ga pernah tau wajah lo kaya apa. Diajak ketemuan susah, so gue pengen tau rupa lo kaya apa gue capek nerka-nerka” jawabnya serius
“Emang lo ga punya akunya apa?” sahutku
“Kalo gue punya kenapa harus minta akun lo coba” jawabnya ketus
“Bikin sih”
“Ga boleh sama mamah” jawabnya
“Kenapa ga boleh coba?” tanyaku lagi heran
“Lagi banyak kasus penculikan, mamah takut gue kepincut orang di dunia maya yang ga jelas asal usulnya” jawabnya lagi
“Ah alesan, terus apa bedanya sama gue yang sama-sama lo kenal lewat dunia yang antah berantah dan lo ga tau juga asal-usul gue darimana” jawabku lagi
“Udah jangan banyak nanya. Kasih ga!” ia menggertak namun aku justru semakin gemas untuk menggodanya
“Hahahaha oke oke, tapi jangan aneh-aneh ya. Awas lo kalo sampe buat status yang aneh-aneh” kecamku
“Lo percaya gue kan?” tanyanya dan tanpa ia bertanya hal seperti itupun aku percaya ia tidak akan membuat sesuatu yang aneh-aneh
“Iya, percaya kok. Tapi ada syaratnya”
“Apa?”
“Berhubung gue mau lihat juga wajah lo, jadi lo harus upload juga foto lo di galeri foto gue”
“Deal” serunya mantap
Tak lama telpon kumatikan dengan dalil bateraiku lowbat, padahal kenyataannya secepat kilat aku mencari setelan pakaian terbaikku kemudian berlari ke lantai bawah dan memita adikku untuk mengambil fotoku yang menurutku “keren”. Ia melihatku penuh keheranan, karena untuk apa malam-malam begini aku berpakaian rapih dan ngebet minta difoto pula. Senyum kecut nan jahat menyeruak di bibirnya dan ia sepertinya mengerti kenapa aku melakukan hal bodoh ini.
“Buat Ara ya?” tanyanya, senyum jahatnya mulai menyeruak
“Udeh cepet foto gue!” pintaku sedikit membentak, ia menurut lalu tanpa berterima kasih aku rebut ponsel milik ibuku yang digunakan untuk mengambil gambar dan buru-buru meng-uploadnya ke ranah dunia maya.
Aku kembali menghubunginya tak lupa mengarang sedikit cerita mengenai ponselku yang tiba-tiba mati. Username dan password akunku sudah aku berikan, bisa aku rasakan ia kegirangan, telepon dimatikan lalu aku hanya lanjut telentang di ranjang dan pasrah dengan apa yang akan ia lakukan kemudian. Mungkin ia akan menjauh dariku usai melihat aib-aibku yang bertebaran di sosial media sialan itu. Aku mulai terlelap, dapat kurasakan getaran ponselku selama beberapa detik di kasur namun tidak aku angkat. Bukan tidak mau, aku hanya belum siap.
***********
Keesokan harinya usai pulang sekolah aku langsung meluncur menuju warnet tempat langgananku untuk segera mengecek foto dirinya yang dia upload sendiri di akun media sosialku. Bu Faiz yang merupakan sang pemilik warnet melihatku keheranan karena belum ada sejarahnya aku pergi ke warnet itu sepulang sekolah sendirian dan hanya memasang billing selama 30 menit.
“Tumben” ucapnya keheranan
“Ada tugas bu” jawabku singkat, ia mengangguk curiga.
“Maksudnya tumben 30 menit doang” imbuhnya menggoda
“Tugasnya gampang bu” kilahku lalu kembali fokus kepada layar monitor
Betapa terkejutnya ketika aku melihat foto seorang perempuan cantik di dalam galeri akun facebook ku. Warna kulitnya kuning langsat, rambut hitam ikalnya terurai hingga membuatku tergoda untuk dapat menguntal-untalnya apabila dapat bertemu dengannya secara nyata. Benar apa yang dibilang Bayu pikirku, bahwa Ara memang cantik malah jauh diluar ekspetasiku. Tentunya tidak hanya aku karena Ara juga mendapatkan aku yang diluar ekspetasinya. Ya jauh diluar ekspetasinya.
***********
“YA AMPUN ARI GUE KIRA LO GANTENG” serunya lantang kemudian tertawa lepas, aku tersenyum kecut.
“Kenapa lo bisa berpikiran gue ganteng coba?” tanyaku
“Karena kalo di telpon suara lo ngebass dan laki banget. Biasanya cowok-cowok ganteng yang pernah gue telpon suaranya mirip kaya lo”
“Tapi biarpun lo ga ganteng kalo gue perhatiin lo manis kok” imbuhnya
“Gausah menghibur deh” kataku sinis
“Yah ketauan deh hahahaha”
Malam itu kami bercengkrama dan bergurau seperti biasa nampak tiada yang berbeda usai ia mengetahui rupa asliku yang nyatanya berbeda dengan ekspetasi yang terbayang dalam pikirannya. Sejujurnya di sepanjang obrolan kami berdua entah kenapa hati dan pikiranku selalu berkata bahwa ia akan menjauh dan mungkin saja malam ini kami masih biasa saja karena sudah terlanjur bercengkrama.
“Gua yakin ini cewek cakep” ucap sahabatku Bayu usai mendengarkan suara ia bernyanyi yang aku rekam dalam mp3 player ku
“Kenapa lu bisa ngomong kaya gitu?” tanyaku
“Ini suara dia lewat rekaman aja udah merdu banget. Lu bisa bayangin ga kalo dia beneran nyanyi di depan lu gimana?” ucapnya mantap
“Seumur-umur belum pernah gua dinyanyiin sama cewek dengan suara semerdu ini. sumpah lu musti ketemu, kalo perlu temen gua temenin deh” sambungnya lagi
“Iya tenang aja, gue juga lagi nabung kok biar bisa ketemu dia. Lu taulah kalo mau jalan cewek kan perlu modal, toh untuk sementara waktu gue masih nyaman kok kaya gini” sambutku.
“Kalo butuh bantuan bilang aja ke gue bray” ia menepuk pundakku.
Ngomong-ngomong perkenalanku dan Ara sudah memasuki usia setahun lebih , aku sudah lulus SMP dan Bayu sendiri adalah salah satu teman baik ku sewaktu di bangku SMA. Beberapa teman dekatku baik di SMP dan SMA rata-rata sudah berbincang dengan Ara, melalui telpon tentunya. Beberapa kali mereka juga sudah bertukar pesan dengannya begitupun denganku yang kadang-kadang bertukar pesan dengan sahabatnya. Pada masa itu kami merasa semakin dekat dan kehadirannya seolah-olah nyata, walaupun pada kenyataannya jarak diantara kami berada berkilo-kilo meter jauhnya.
Banyak temanku bahkan keluargaku yang bertanya bagaimana aku bisa dekat dan intim kepada seseorang yang belum pernah bertemu sekalipun bahkan mengetahui rupa kami satu sama lain. Kebanyakan pertanyaan dari mereka aku tidak bisa menjawab akan tetapi aku yakin kehadiran ia yang unik ini akan menjadi sebuah pelajaran dan kenangan yang akan terus kubawa sampai dewasa. Aku yakin Tuhan memiliki rencana yang tak pernah dipikirkan oleh manusia dan sampai detik ini aku meyakini hal itu walau terkadang aku berpikir mungkin kala itu Tuhan sedang bercanda.
“Lo punya facebook?” tanya Ara
“Ya punya. Kenapa?” jawabku ragu
“Boleh minta id dan passwordnya?” pintanya tentu tidak langsung aku iyakan saja untuk memberinya.
“Bentar-bentar. Buat apa minta akun facebook gue?” tanyaku heran
“Kita udah setahun lebih kenal. Tapi sampai sekarang gue ga pernah tau wajah lo kaya apa. Diajak ketemuan susah, so gue pengen tau rupa lo kaya apa gue capek nerka-nerka” jawabnya serius
“Emang lo ga punya akunya apa?” sahutku
“Kalo gue punya kenapa harus minta akun lo coba” jawabnya ketus
“Bikin sih”
“Ga boleh sama mamah” jawabnya
“Kenapa ga boleh coba?” tanyaku lagi heran
“Lagi banyak kasus penculikan, mamah takut gue kepincut orang di dunia maya yang ga jelas asal usulnya” jawabnya lagi
“Ah alesan, terus apa bedanya sama gue yang sama-sama lo kenal lewat dunia yang antah berantah dan lo ga tau juga asal-usul gue darimana” jawabku lagi
“Udah jangan banyak nanya. Kasih ga!” ia menggertak namun aku justru semakin gemas untuk menggodanya
“Hahahaha oke oke, tapi jangan aneh-aneh ya. Awas lo kalo sampe buat status yang aneh-aneh” kecamku
“Lo percaya gue kan?” tanyanya dan tanpa ia bertanya hal seperti itupun aku percaya ia tidak akan membuat sesuatu yang aneh-aneh
“Iya, percaya kok. Tapi ada syaratnya”
“Apa?”
“Berhubung gue mau lihat juga wajah lo, jadi lo harus upload juga foto lo di galeri foto gue”
“Deal” serunya mantap
Tak lama telpon kumatikan dengan dalil bateraiku lowbat, padahal kenyataannya secepat kilat aku mencari setelan pakaian terbaikku kemudian berlari ke lantai bawah dan memita adikku untuk mengambil fotoku yang menurutku “keren”. Ia melihatku penuh keheranan, karena untuk apa malam-malam begini aku berpakaian rapih dan ngebet minta difoto pula. Senyum kecut nan jahat menyeruak di bibirnya dan ia sepertinya mengerti kenapa aku melakukan hal bodoh ini.
“Buat Ara ya?” tanyanya, senyum jahatnya mulai menyeruak
“Udeh cepet foto gue!” pintaku sedikit membentak, ia menurut lalu tanpa berterima kasih aku rebut ponsel milik ibuku yang digunakan untuk mengambil gambar dan buru-buru meng-uploadnya ke ranah dunia maya.
Aku kembali menghubunginya tak lupa mengarang sedikit cerita mengenai ponselku yang tiba-tiba mati. Username dan password akunku sudah aku berikan, bisa aku rasakan ia kegirangan, telepon dimatikan lalu aku hanya lanjut telentang di ranjang dan pasrah dengan apa yang akan ia lakukan kemudian. Mungkin ia akan menjauh dariku usai melihat aib-aibku yang bertebaran di sosial media sialan itu. Aku mulai terlelap, dapat kurasakan getaran ponselku selama beberapa detik di kasur namun tidak aku angkat. Bukan tidak mau, aku hanya belum siap.
***********
Keesokan harinya usai pulang sekolah aku langsung meluncur menuju warnet tempat langgananku untuk segera mengecek foto dirinya yang dia upload sendiri di akun media sosialku. Bu Faiz yang merupakan sang pemilik warnet melihatku keheranan karena belum ada sejarahnya aku pergi ke warnet itu sepulang sekolah sendirian dan hanya memasang billing selama 30 menit.
“Tumben” ucapnya keheranan
“Ada tugas bu” jawabku singkat, ia mengangguk curiga.
“Maksudnya tumben 30 menit doang” imbuhnya menggoda
“Tugasnya gampang bu” kilahku lalu kembali fokus kepada layar monitor
Betapa terkejutnya ketika aku melihat foto seorang perempuan cantik di dalam galeri akun facebook ku. Warna kulitnya kuning langsat, rambut hitam ikalnya terurai hingga membuatku tergoda untuk dapat menguntal-untalnya apabila dapat bertemu dengannya secara nyata. Benar apa yang dibilang Bayu pikirku, bahwa Ara memang cantik malah jauh diluar ekspetasiku. Tentunya tidak hanya aku karena Ara juga mendapatkan aku yang diluar ekspetasinya. Ya jauh diluar ekspetasinya.
***********
“YA AMPUN ARI GUE KIRA LO GANTENG” serunya lantang kemudian tertawa lepas, aku tersenyum kecut.
“Kenapa lo bisa berpikiran gue ganteng coba?” tanyaku
“Karena kalo di telpon suara lo ngebass dan laki banget. Biasanya cowok-cowok ganteng yang pernah gue telpon suaranya mirip kaya lo”
“Tapi biarpun lo ga ganteng kalo gue perhatiin lo manis kok” imbuhnya
“Gausah menghibur deh” kataku sinis
“Yah ketauan deh hahahaha”
Malam itu kami bercengkrama dan bergurau seperti biasa nampak tiada yang berbeda usai ia mengetahui rupa asliku yang nyatanya berbeda dengan ekspetasi yang terbayang dalam pikirannya. Sejujurnya di sepanjang obrolan kami berdua entah kenapa hati dan pikiranku selalu berkata bahwa ia akan menjauh dan mungkin saja malam ini kami masih biasa saja karena sudah terlanjur bercengkrama.
To be continued...
Diubah oleh fachreal5 11-02-2019 11:22
axxis2sixx dan mmuji1575 memberi reputasi
5
Kutip
Balas