Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread41.7KAnggota
Tampilkan semua post
storyharibawaAvatar border
TS
storyharibawa
#142
Deck 17 - La Piazza
Antonio memanggilku ke pantry. Kupikir beliau akan membicarakan tentang hasil inspeksi kebersihan yang terpampang di papan pengumuman pagi tadi. Ya, kabin kami tercatat dalam daftar kabin bermasalah. Aku lupa mencopot gorden kamar mandi dan menukarnya dengan yang baru. Alhasil, Davor dan tetangga kabin pun menggerutu. Sekarang Antonio mungkin akan memberi pengarahan dan kalau beruntung, aku tidak diberinya sanksi seperti jatah lunch off dialihkan ke kru lain, misalnya. Gila saja kalau jatah luch off dialihkan ke kru lain, lebih baik aku dihukum menyikat toilet selama seminggu.

“Selamat sore, Antonio. Noel bilang kau memanggil saya?”

“Kau berpengalaman di restauran empat tahun, bukan?”

Eh, bahas hal lain rupanya, bukan soal inspeksi.

“Iya, betul.”

“Ikutlah dengan saya.”

Antonio berjalan ke luar pantry, sementara aku mengekor di belakang seperti anak kucing yang mau diberi makan. Kami melalui galley utama, lalu melintasi pastry section yang penuh dengan aneka keik. Ludahku langsung meluncur ke tenggorokan ketika melihat keik cokelat teronggok nan menggiurkan di meja.

Kemudian kami memasuki area dinning room. Dinning room itu dipenuhi pasengasr yang sedang makan malam. Para pelayan dan asistennya sibuk mondar-mandir melayani pesanan. Aku pikir Antonio akan membuangku ke tempat ini untuk dijadikan tenaga bantuan, ternyata dugaanku lagi-lagi keliru. Lagipula, kalau head waiter di dinning room membutuhkan tenaga bantuan, tidak mungkin mereka mencomot karyawan baru sepertiku melalui Antonio. Kan ada Richard atau Bojan yang bekerja di officer mess, bahkan Noel pun lebih layak.

Keluar dari area dinning room kami memasuki sebuah café. Café itu terletak di atrium, persis di bagian muka dining room. Dari situlah aku tahu dining room yang barusan kami lewati bernama Capri Dinning Room. Tulisan itu terpampang di sebelah pintu keluar.

“Yudis, kemarilah!” kata Antnonio ketika aku masih tertinggal di belakang. “Saya ingin memperkenalkanmu dengan Christina. Christina ini Yudis, Yudis ini Christina.”

Eh, Christina? Aku tahu dia, pacarnya Marko. Benar saja, Christina langsung menyambutku dengan senyum ramah.

“Hai, Yudis, bagaimana kabarmu?”

“Lho, kalian sudah saling mengenal?” Antonio menatap kami secara bergantian.

“Iya, dia ini pacarnya Cici.”

Pacar? Hadeuh, terserah saja deh. Mungkin aku dan Christina skornya satu sama. Dia mengira Cici pacarku, dan aku mengira Marko pacarnya.

“Oh, baguslah kalian sudah saling mengenal. So, Christina, ini Yudis yang akan membantumu. Kalau begitu saya tidak perlu berlama-lama di sini karena crew mess juga sedang sibuk,” lalu Antonio beralih berbicara padaku, “Yudis, ikuti saja perintah Christina.”

Aku merapatkan mulut sambil mengangguk. “Siap, Antonio.” Kemudian Antonio pergi meninggalkan kami.

Christina tersenyum padaku sebelum mengatakan sesuatu. “Jadi, kau tahu apa yang harus dilakukan?”

Sejenak kuedarkan pandangan ke sekeliling, lalu menjawab pertanyaan Christina. “Ng, kurasa aku tahu. Ambil pesanan, mengantar pesanan dan membersihkan meja?”

“Oke, tunggu sebentar … Maura!” Christina memanggil rekannya.

Cewek yang sedang berkeliling di meja tamu itu menoleh kemudian berjalan menghampiri kami. Sejenak kubaca nametag-nya, Maureen Maura dari Peru. Puh, lega. Biasanya orang Peru sangat menyenangkan.

“Maura ini Yudis, Yudis ini Maura.” Christina memperkenalkan kami.

Aku dan Maura berjabat tangan. “Nice to meet you!” ucapku.

“Nice to meet you too!” balas Maura.

“So, Maura, kita sedang sibuk sekarang, saya ingin kau menunjukkan Yudis apa saja yang perlu dilakukan.

“Oke!” jawab maura Singkat. Ia kemudian menatapku dan berkata, “Follow me!”

Maura membawaku ke samping bar, sementara Christina kembali berbaur dengan para tamu. Rupanya meskipun jabatan Christina masih seorang waitress, di café ini ia berperan sebagai first incharge.

“Ambil baki itu dan mulai bereskan cangkir-cangkir kosong,” perintah Maura.

“Baiklah.”

“Kalau kau tidak tahu, jangan ragu bertanya.”

“Oke, semoga saya banyak membantu di sini.”

Maura tersenyum lebar, lalu kembali melakukan pekerjaannya.

Pekerjaan yang cukup mudah. Aku berjalan ke tengah atrium, menghapiri deretan meja dalam posisi melingkar menghadap ke para musician yang tengah mengalunkan irama musik klasik..

“Excuse me, Madam, do you want some more coffee or may I take your cup, please!” kataku ketika menghampiri salah satu meja dengan tamu seorang nyonya paruh baya.

“Oh, can I get one more capuccino, please!”

“Sure.”

Wanita itu lantas menunjukkan sebuah kartu. Oke, aku mulai bingung sekarang. Untuk apa kartu itu? Kuambil kartu itu dari tangan si Nyonya, kemudian mengangkut cangkir yang telah kosong. Sebelum memesan ke barista, kuangkut semua cangkir-cangkir kosong di meja lainnya.

Beberapa passenger memesan ulang kopi, sementara beberapa yang lainnya hanya duduk manis sambil menonton pertunjukkan gratis. Mereka mengobrol sambil mendengarkan alunan musik piano dan biola yang dibawakan oleh para musician itu.

Baiklah, sekarang di mana aku harus meletakan cangkir-cangkir ini? Kuperhatikan sekeliling berharap menemukan pantry atau area diswasher. Lalu kulihat Maura juga membawa baki berisi cangkir-cangkir kosong dan kubuntuti dia.

“So, you the new guys?” tanya Maura ketika kami berada di area diswasher.

“Maksudmu?”

“Kau yang akan menggantikan partner saya karena dia pulang ke negaranya pagi tadi.”

“Ng, entahlah. Sampai sekarang saya masih bekerja di crew mess dan Antonio tidak memberitahu soal itu.”

“Maybe soon,” kata Maura.

Dalam hati aku berharap besar bisa bekerja di sini dan tidak kembali lagi ke crew mess untuk selama-lamanya. Dengan demikian aku tidak perlu menghadapi Alfredo.

“I hope so.”

“Yeah, I think you will be here soon. Anyway, kau punya pesanan?”

“Oh iya, saya ada pesan dua cappucino untuk meja tengah. Dan omong-omong kartu ini untuk apa?” Aku menunjukkan dua lembar kartu berwarna cokelat yang diberikan pasengasr.

“Saya akan mengajarimu, tapi kau harus cuci tangan lebih dulu sebelum keluar. Ingat, setiap kali memegang peralatan kotor, kau harus cuci tangan sebelum meng-handle makanan atau minuman.”

Kuguyur kedua telapak tangan di bawah kran dengan kucuran air hangat seperti perintah Maura. Setelah itu kami keluar dari area diswasher dan berjalan menuju bar counter.

“John, two capuccino, please!” Maura berseru.

Pria kekar berkulit gelap yang bertugas sebagai bartender sekaligus barista itu menghampiri kami.

“Ok honey, two cappucinno,” balas pria bernama John itu, “Oh wow, kau punya teman baru, heh?”

“Ya, Yudis ini John, dia dari England. John ini Yudis, dia dari Indonesia.” Maura memperkenalkan.

“Indonesia. Saya suka Indonesia, terutama cewek-ceweknya yang imut dan manis. Beberapa cowoknya juga imut-imut.” John berkomentar.

Maura lantas berkata lirih, “Dia itu biseksual, kau harus hati-hati.”

Cegluk!

Aku membalas kedipan mata John dengan senyum seolah itu hal biasa. Untunglah pria itu segera disibukan dengan pesanan sehingga tidak perlu berlama-lama berhadapan dengan pria itu.

“Jadi Yudis, kau harus melubangi kartu ini tiap kali tamu memesan kopi.” Maura mengajari sesuatu. Ia mengambil alat pembuat lubang, lalu melubangi karu itu dengan cara menekan seperti stepless. “Satu kartu untuk 25 porsi kopi, dan tamu bisa memesan semua jenis kopi kecuali kopi beralkohol, kau mengerti?”

“Oke, saya mengerti.”

“Baiklah, saya akan meng-handle yang lain. Kalau bartender sedang banyak pesanan kau tak perlu menunggu di sini, kau bisa membereskan meja lebih dulu selagi pesanan belum siap. Satu lagi yang paling penting, bersikap baik dan ramah-lah pada para tamu.”


***

Itulah pengalaman pertamaku bekerja dengan Maura dan Christina di La Piazza. Dan ya, bertemu dengan John si pria biseksual itu. Omong-omong soal John, aku harus menghindari tatapan mata nakalnya setiap kali melakukan pesanan. Sementara Maura dan Christina, tentu saja mereka bersikap sangat baik dan menerima kehadiranku sebagai tenaga bantu sementara.

Sungguh berbeda rasanya dibandingkan bekerja di crew mess. Kalau boleh aku ingin terus bekerja di sana hingga kontrak berakhir. Namun, Christina memintaku kembali pada Antonio setelah jam sibuk di La Piazza mulai normal. Kata Christina, ia dan Maura bisa meng-handle-nya sendiri.

Ugh! Lagi-lagi aku harus menghadapi si King Kong Filipina Alfredo.

“Yudis, dari mana saja kau? Kita hampir saja selesai, dan kau baru muncul?!” Alfredo menyambut dengan ketidak sukaannya ketika aku menampakkan diri di jus konter.

Aku tidak perlu repot-repot menjawab pertanyaan Alfredo karena Noel yang menjawabnya.

“Yudis membantu Christina di La Piazza, sebentar lagi dia pasti naik jabatan.”

“Eh, saya cuma bantu-bantu karena salah satu karyawan di sana pulang pagi tadi.” Aku mencoba meluruskan perkataan Noel.

“Ya, mereka men-trainingmu, setelah itu kau akan bekerja di sana.” Noel melirik ke arah Alfredo.

Kemudian Orlando datang dan ikut nimbrung.

“Selamat Yudis, tidak lama lagi kau enyah dari sini.”

Tunggu sebentar. Apa-apan ini? Kenapa mereka bersikap kekanak-kanakan seperti itu? Candaan Noel dan Orlando membuat raut wajah Alfredo memerah.

“Biarkan dia bekerja sendiri sekarang, sejak tadi kita belum sempat makan gara-gara dia menghilang.” Alfredo sewot dan pergi. Sementara Orlando dan Noel malah cekikikan. Aku memandang ke arah mereka dengan penuh tanda tanya.

“He just jelous, Yudis!” kata Noel lirih.

“Jelous?”

“Tentu saja, kenapa Antonio memilihmu untuk menjadi tenaga bantu di Piazza, bukannya dia.”

Oh, aku mengerti. Orlando dan Noel sedang memans-manasi Alfredo. Omong-omong kasihan juga Alfredo. Orlando benar, kenapa Antonio tidak menyuruhnya saja untuk membantu Christina. Dengan begitu Alfredo punya kesempatan naik posisi. Bukannya ia paling senior di crew mess?

“Sori kalau saya membuat kalian sibuk. Alfredo benar, kalau kalian ingin makan malam, makan saja dulu, saya bisa meng-handle ini sendirian, lagipula sekarang jam-jam sepi.”

Aku menoleh ke jam dinding menujukkan pukul sepuluh malam. Rupanya tanpa terasa tiga jam bekerja di La Piazza. Dan aku tahu jam bekerja di crew mess antara pukul tujuh hingga pukul sepuluh malam itu sibuknya kayak apa. Orlando dan Noel pasti kepayahan mengurus rak troli dan jus konter hanya berdua.

Diubah oleh storyharibawa 20-12-2018 14:03
6
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.