- Beranda
- Stories from the Heart
HER (Sahabat dan Kekasih Bayanganku)
...
TS
fachreal5
HER (Sahabat dan Kekasih Bayanganku)
Quote:
Halo agan agan & sista penghuni sfth. Sebelumnya semua yang ane ceritain disini pure kejadian yang ane alami sendiri. Sebenarnya dari dulu banyak teman ane yang nganjurin untuk dituangkan dalam bentuk tulisan karena menurut mereka kisah ane ini cukup unik dan absurd untuk dicerna orang-orang yang tentu blm pernah ngalamin. Partnya juga ga akan banyak karena ane cuma tulis intinya plus apa yang ane inget aja. Well, ane sangat terbuka untuk kritik juga saran agar skill nulis ane berkembang dan maaf kalo tritnya sedikit berantakan karena udh lama banget ga nulis trit. Terima kasih untuk yang sudah mampir dan selamat membaca.

Quote:
Sumber gambar : mymodernmet.com
Sebelum mulai silahkan dengerin ini dulu gan biar berasa feelnya

Quote:
“Falling in love is kind of like a form of socially acceptable insanity.”
― Spike Jonze, HER
― Spike Jonze, HER
Quote:
1. Sebuah Pesan Yang Terabaikan
Ia datang tanpa pernah kuduga, menaruh cinta pada hati tanpa perlu melihat rupa ataupun mencoba meraih telapak tanganku kemudian menggandengnya. Mungkin kesan tersebutlah yang dapat kurangkai apabila pikiranku mendesak untuk mendeskripsikan perempuan yang sempat membuatku jatuh hati walau dengan cara yang absurd. Cukup absurd apabila kisah ini dibaca secara keseluruhan.
Kali pertama ia datang ialah ketika aku terbangun dari tidur siang yang bahkan belum berlangsung selama 5 menit. Tidak ia tidak datang ke rumahku ataupun secara spontan berada di hadapanku ketika membuka mata, tidak. Kehadirannya justru datang melalui pesan yang aku abaikan, pesan yang tersembunyi dibalik puluhan pesan lainnya dari peringatan masa aktif kartu perdana dari operator telepon selular milikku satu-satunya.
Kata di atas adalah salam perkenalan yang tanpa sengaja ia katakan kepadaku. Tidak dikatakan secara langsung, melainkan melalui teks dan tentu tidak ada yang spesial dari tulisan singkat dan berasal dari nomor yang tidak kukenal, maka cukup masuk akal apabila aku abaikan terlebih waktu itu dalam sebulan aku sering mendapati pesan nyasar dari nomor yang tidak tercantum di dalam kontak. Dan kebanyakan adalah pesan penipuan atau “mama minta pulsa”.
Usai membaca kembali aku taruh ponsel murah meriahku di tempat yang asal lalu aku merebahkan badan sembari memijit-mijit kepala untuk meredam kepenatan hariku yang terlanjur terekam di otak. Aku separuh tertidur namun ponselku berdering keras, aku geram dan menyumpah orang yang menghubungi ponselku karena secara tidak langsung telah mengganggu istirahatku.
“Halo, ini siapa?” tanyaku kepada orang di balik saluran telepon dan tentunya tidak kukenal karena namanya memang tidak tercantum di kontak.
“Pake nanya lagi. Lu jadi ke rumah ga!” ucapnya dengan nada tinggi. Aku terdiam lalu mengeplak jidatku. Sudah ganggu jam istirahat, marah-marah pula lagi.
“Maaf salah sambung, mbak” kataku ramah.
“Oh emang ini siapa?” tanya ia kikuk.
“Ari” jawabku lalu tanpa ia balas sepatah kata langsung ia matikan saluran teleponnya.
Sudah salah sambung, ganggu jam istirahat, ngegertak, main tutup telpon aja, tidak minta maaf pula. Kurang lebih itulah ungkapan kekesalan yang aku ingat kala itu. Aku langsung mematikan ponsel dan beranjak tidur tanpa pernah terpikir bahwa orang sialan itu akan kembali meneleponku pada malam harinya.
Dulu ketika aku masih duduk di bangku SMP, aku berkerja paruh waktu sebagai operator warnet. Ya pekerjaan yang memang dianggap sebelah mata memang, tak jarang pula teman-temanku melontarkan memanggilku dengan sebutan Anwar (as known as Anak Warnet). Walaupun terkadang pekerjaanku itu mendapati cibiran, nyatanya aku tetap menggeluti pekerjaan itu sampai duduk di bangku SMA. Jika berbicara gaji, memang pendapatannya tidak seberapa untuk sebulan dan dapat kukatakan tidak sesuai dengan tenaga dan waktu yang aku pertaruhkan. Akan tetapi, tidak sedikitpun aku menyesal karena merupakan suatu kebanggaan untukku apabila pada umur yang semuda itu aku bisa sedikit mandiri untuk keperluan jajan sehari-hari, terlebih karena bekerja di sana aku jadi mengenal teman-teman baru dari segala usia maupun profesi baik itu anak sekolahan (SD-SMA), anak kuliahan, guru karate, bahkan seorang wartawan dan tentunya beribu kenangan tentang kebersamaan yang aku dapatkan.
Untuk hari biasa aku bekerja dari jam 14.30 – 21.00 WIB sedangkan untuk hari libur aku bekerja mulai pukul 08.00 sampai 17.00 WIB. Aku lupa mengenai hari ketika perempuan itu menghubungiku untuk pertama kali, namun yang jelas ia kembali meneleponku usai aku pulang dari warnet sekitar jam sepuluh malam. Awalnya aku tidak ingin mengangkat telepon darinya, akan tetapi semakin aku diamkan nada dering keras bin norak ponselku semakin terngiang di telinga. Aku mulai menyesali perbuatanku yang menyetel musik ala ala metal sebagai nada dering.
“Ya halo, ini mbak yang tadi sore kan ya? Maaf mbak salah sambung lagi” kataku sebab aku menghafal tiga dingit angka nomor ponselnya yang mudah sekali untuk diingat.
“Engga, gue sengaja nelpon lo. Ngomong-ngomong boleh kenalan?” ucapnya, sedangkan aku hanya bergeming. Aku terdiam bukan karena ini adalah kali pertama aku mendapatkan seorang lawan bicara perempuan yang mengajak kenalan dengan frontal, akan tetapi ini adalah pengalaman pertama ada seorang perempuan yang entah darimana, mendapatkan nomorku dari siapa, dan pure salah sambung pula mengajakku kenalan. What the hell mate.
“Yah nama gua masih sama seperti tadi sore, ingat kan?” tanyaku.
“Iya ingat kok, btw nama gue Ara” ucapnya kemudian ia tertawa kecil untuk memecah keheningan diantara percakapan awkwardmalam itu.
“Ngomong-ngomong lu dapat nomor gua darimana?” tanyaku heran.
“Ga dapat darimana-mana, orang gue aja salah sambung. Tadi gue mau telfon teman gue tapi salah satu digit makanya jadi nyambungnya ke elo” jawabnya, namun aku tidak semudah itu percaya.
“Halah, lu jangan-jangan secret admirer gua yah. Ngaku aja udah” jawabku pede, aku bisa mengatakan seperti itu karena memang waktu itu sedang ada perempuan bahkan beberapa perempuan di sekolah yang mengejar-ngejarku secara bergerilya dan membuatku tidak nyaman, akan tetapi aku tidak merespon satupun dari mereka agar tidak merusak pertemanan. Dan kabar buruknya aku sempat diberi label sebagai laki-laki gay karena sampai detik itu aku tidak merespon satupun diantara mereka.
Kemudian percakapan dilanjutkan olehku untuk bertanya mengenai asal sekolah, tempat tinggal, ciri-ciri tubuhku dan yah ditengah percakapan itu aku mulai yakin bahwa kami tidak saling mengenal dan jarak kami berpuluh-puluh kilometer jauhnya. Akan tetapi, percakapan pertama kami malam itu benar-benar seperti orang yang sudah mengenal sangat lama sebab seiring detik demi detik berjalan pudar rasa canggung yang ada pada diri kami.
“Telfonannya sampe sini dulu yah, gue udah dipanggil ke bawah sama nyokap” ujarnya.
“Oh oke, gua juga sempet denger kok tadi walaupun agak samar. Gua juga mau mandi dan istirahat” kataku.
“Yaudah besok lanjut ya, bye”
Ia menutup saluran teleponnya. Aku mengurungkan niat sejenak untuk mandi, lalu menguntal-nguntal handuk hingga menyerupai sebuah bantal lalu kurebahkan badanku kemudian melihat langit-langit kamar yang mulai berkabang. Pikiranku masih menyimpan banyak pertanyaan, aku mengusap muka dan memejamkan mata setelahnya. Ara? Siapa sih dia, datang tiba-tiba macam roh yang dipanggil boneka jelangkung aja.
Ia datang tanpa pernah kuduga, menaruh cinta pada hati tanpa perlu melihat rupa ataupun mencoba meraih telapak tanganku kemudian menggandengnya. Mungkin kesan tersebutlah yang dapat kurangkai apabila pikiranku mendesak untuk mendeskripsikan perempuan yang sempat membuatku jatuh hati walau dengan cara yang absurd. Cukup absurd apabila kisah ini dibaca secara keseluruhan.
Kali pertama ia datang ialah ketika aku terbangun dari tidur siang yang bahkan belum berlangsung selama 5 menit. Tidak ia tidak datang ke rumahku ataupun secara spontan berada di hadapanku ketika membuka mata, tidak. Kehadirannya justru datang melalui pesan yang aku abaikan, pesan yang tersembunyi dibalik puluhan pesan lainnya dari peringatan masa aktif kartu perdana dari operator telepon selular milikku satu-satunya.
Iya w di rumah nih
Kata di atas adalah salam perkenalan yang tanpa sengaja ia katakan kepadaku. Tidak dikatakan secara langsung, melainkan melalui teks dan tentu tidak ada yang spesial dari tulisan singkat dan berasal dari nomor yang tidak kukenal, maka cukup masuk akal apabila aku abaikan terlebih waktu itu dalam sebulan aku sering mendapati pesan nyasar dari nomor yang tidak tercantum di dalam kontak. Dan kebanyakan adalah pesan penipuan atau “mama minta pulsa”.
Usai membaca kembali aku taruh ponsel murah meriahku di tempat yang asal lalu aku merebahkan badan sembari memijit-mijit kepala untuk meredam kepenatan hariku yang terlanjur terekam di otak. Aku separuh tertidur namun ponselku berdering keras, aku geram dan menyumpah orang yang menghubungi ponselku karena secara tidak langsung telah mengganggu istirahatku.
“Halo, ini siapa?” tanyaku kepada orang di balik saluran telepon dan tentunya tidak kukenal karena namanya memang tidak tercantum di kontak.
“Pake nanya lagi. Lu jadi ke rumah ga!” ucapnya dengan nada tinggi. Aku terdiam lalu mengeplak jidatku. Sudah ganggu jam istirahat, marah-marah pula lagi.
“Maaf salah sambung, mbak” kataku ramah.
“Oh emang ini siapa?” tanya ia kikuk.
“Ari” jawabku lalu tanpa ia balas sepatah kata langsung ia matikan saluran teleponnya.
Sudah salah sambung, ganggu jam istirahat, ngegertak, main tutup telpon aja, tidak minta maaf pula. Kurang lebih itulah ungkapan kekesalan yang aku ingat kala itu. Aku langsung mematikan ponsel dan beranjak tidur tanpa pernah terpikir bahwa orang sialan itu akan kembali meneleponku pada malam harinya.
Dulu ketika aku masih duduk di bangku SMP, aku berkerja paruh waktu sebagai operator warnet. Ya pekerjaan yang memang dianggap sebelah mata memang, tak jarang pula teman-temanku melontarkan memanggilku dengan sebutan Anwar (as known as Anak Warnet). Walaupun terkadang pekerjaanku itu mendapati cibiran, nyatanya aku tetap menggeluti pekerjaan itu sampai duduk di bangku SMA. Jika berbicara gaji, memang pendapatannya tidak seberapa untuk sebulan dan dapat kukatakan tidak sesuai dengan tenaga dan waktu yang aku pertaruhkan. Akan tetapi, tidak sedikitpun aku menyesal karena merupakan suatu kebanggaan untukku apabila pada umur yang semuda itu aku bisa sedikit mandiri untuk keperluan jajan sehari-hari, terlebih karena bekerja di sana aku jadi mengenal teman-teman baru dari segala usia maupun profesi baik itu anak sekolahan (SD-SMA), anak kuliahan, guru karate, bahkan seorang wartawan dan tentunya beribu kenangan tentang kebersamaan yang aku dapatkan.
Untuk hari biasa aku bekerja dari jam 14.30 – 21.00 WIB sedangkan untuk hari libur aku bekerja mulai pukul 08.00 sampai 17.00 WIB. Aku lupa mengenai hari ketika perempuan itu menghubungiku untuk pertama kali, namun yang jelas ia kembali meneleponku usai aku pulang dari warnet sekitar jam sepuluh malam. Awalnya aku tidak ingin mengangkat telepon darinya, akan tetapi semakin aku diamkan nada dering keras bin norak ponselku semakin terngiang di telinga. Aku mulai menyesali perbuatanku yang menyetel musik ala ala metal sebagai nada dering.
“Ya halo, ini mbak yang tadi sore kan ya? Maaf mbak salah sambung lagi” kataku sebab aku menghafal tiga dingit angka nomor ponselnya yang mudah sekali untuk diingat.
“Engga, gue sengaja nelpon lo. Ngomong-ngomong boleh kenalan?” ucapnya, sedangkan aku hanya bergeming. Aku terdiam bukan karena ini adalah kali pertama aku mendapatkan seorang lawan bicara perempuan yang mengajak kenalan dengan frontal, akan tetapi ini adalah pengalaman pertama ada seorang perempuan yang entah darimana, mendapatkan nomorku dari siapa, dan pure salah sambung pula mengajakku kenalan. What the hell mate.
“Yah nama gua masih sama seperti tadi sore, ingat kan?” tanyaku.
“Iya ingat kok, btw nama gue Ara” ucapnya kemudian ia tertawa kecil untuk memecah keheningan diantara percakapan awkwardmalam itu.
“Ngomong-ngomong lu dapat nomor gua darimana?” tanyaku heran.
“Ga dapat darimana-mana, orang gue aja salah sambung. Tadi gue mau telfon teman gue tapi salah satu digit makanya jadi nyambungnya ke elo” jawabnya, namun aku tidak semudah itu percaya.
“Halah, lu jangan-jangan secret admirer gua yah. Ngaku aja udah” jawabku pede, aku bisa mengatakan seperti itu karena memang waktu itu sedang ada perempuan bahkan beberapa perempuan di sekolah yang mengejar-ngejarku secara bergerilya dan membuatku tidak nyaman, akan tetapi aku tidak merespon satupun dari mereka agar tidak merusak pertemanan. Dan kabar buruknya aku sempat diberi label sebagai laki-laki gay karena sampai detik itu aku tidak merespon satupun diantara mereka.
Kemudian percakapan dilanjutkan olehku untuk bertanya mengenai asal sekolah, tempat tinggal, ciri-ciri tubuhku dan yah ditengah percakapan itu aku mulai yakin bahwa kami tidak saling mengenal dan jarak kami berpuluh-puluh kilometer jauhnya. Akan tetapi, percakapan pertama kami malam itu benar-benar seperti orang yang sudah mengenal sangat lama sebab seiring detik demi detik berjalan pudar rasa canggung yang ada pada diri kami.
“Telfonannya sampe sini dulu yah, gue udah dipanggil ke bawah sama nyokap” ujarnya.
“Oh oke, gua juga sempet denger kok tadi walaupun agak samar. Gua juga mau mandi dan istirahat” kataku.
“Yaudah besok lanjut ya, bye”
Ia menutup saluran teleponnya. Aku mengurungkan niat sejenak untuk mandi, lalu menguntal-nguntal handuk hingga menyerupai sebuah bantal lalu kurebahkan badanku kemudian melihat langit-langit kamar yang mulai berkabang. Pikiranku masih menyimpan banyak pertanyaan, aku mengusap muka dan memejamkan mata setelahnya. Ara? Siapa sih dia, datang tiba-tiba macam roh yang dipanggil boneka jelangkung aja.
Spoiler for INDEX:
PART 1. Sebuah Pesan Yang Terabaikan
PART 2. Sebuah Persamaan Nama
PART 3. Suara Yang Masih Terngiang
PART 4. Cinta Yang Lain
PART 5. Bulan, Dimana Kita Dipertemukan
PART 6. Then We Know Each Other
PART 7. HER
PART 8. Could You Be Mine ?
PART 9. Lover Over Phone
PART 10. Watch Over You
PART 11. Pesan Yang Tidak Pernah Terbalaskan
PART 2. Sebuah Persamaan Nama
PART 3. Suara Yang Masih Terngiang
PART 4. Cinta Yang Lain
PART 5. Bulan, Dimana Kita Dipertemukan
PART 6. Then We Know Each Other
PART 7. HER
PART 8. Could You Be Mine ?
PART 9. Lover Over Phone
PART 10. Watch Over You
PART 11. Pesan Yang Tidak Pernah Terbalaskan
Spoiler for Kunjungi juga thread ane yang lain:
Polling
0 suara
Apakah mereka akan bertemu ?
Diubah oleh fachreal5 11-09-2019 00:18
a.w.a.w.a.w dan 22 lainnya memberi reputasi
23
14.7K
Kutip
81
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
fachreal5
#18
5. Bulan, Dimana Kita Dipertemukan
Quote:
Semakin lama waktu berjalan maka semakin unik juga hubungan antara kami berdua. Tak jarang kami bertikai dan lost contact selama beberapa minggu hingga sebulan lamanya. Aku akui dia adalah orang yang egois dan keras kepala sedangkan aku sendiri cuek dan cenderung sibuk dengan dunia dan lingkaran sosialku sendiri. Jadi apabila kami bertikai biasanya akulah yang lebih sering untuk meminta maaf karena memang kebanyakan penyebabnya adalah karena kesalahanku dan biasanya permintaan maaf pertama tidak pernah berhasil namun aku tidak ambil pusing dan kembali kepada teman-teman nocturnal ku untuk menguasai dunia maya lewat karakter game yang masing-masing kami buat.
Terkadang apabila fokusku sedang sibuk pada dunia maya tanpa sadar aku selalu mengecek layar ponselku hanya untuk mengecek apakah ada pesan masuk atau panggilan tak terjawab yang tanpa kujelaskan aku yakin kalian tahu aku mengharapkan pesan dari siapa. Namun masa bodoh dia bisa datang dan pergi sesukanya toh baik aku dan dia jika dilihat dari masing-masing persepsi kami hanyalah teman bayangan. Bertatap muka tidak, bersentuhan tidak, apalagi jatuh cinta. Bisik logika.
Akan tetapi aku tak bisa bohong, terlepas dari egoku aku merindukannya baik itu hal yang baik maupun yang buruknya. Jika pada malam malam sebelumnya aku hanya cukup mendengar lagu klasik sebagai pengantar tidur, namun malam ini aku perlu mendengar rekaman suara ia bernyanyi untuk mengantarkanku ke alam mimpi. Malam itu di awal bulan Juni sembilan tahun yang lalu untuk pertama kalinya aku merasakan bagaimana diserang rasa rindu yang cukup menganggu. Lalu kuakhiri malam itu dengan mengetik sebuah pesan kepadanya atas permintaan hati dan jemariku yang terus meraung.
. Keesokan paginya ketika aku membuka mata hal yang kulihat selain langit-langit kamar adalah layar ponselku. Masih tidak ada pesan balasan mungkin ia belum membaca pikirku, kemudian tanpa ambil pusing aku taruh ponselku di tempat biasa dan memilih untuk tidak membawa ponselku.
Sepulang sekolah aku langsung bergegas ke kamar tentu untuk mengecek layar ponsel untuk melihat balasan pesan darinya. Ada dua pesan masuk dan dengan harap-harap cemas aku membuka isinya, malang dua pesan yang masuk adalah pesan dari bukan dari sosok yang aku harapkan satu pesan berisi promo RBT dan satunya lagi adalah promo dari chat bersama selebritis. Aku kembali letakan ponselku lalu merubuhkan tubuhku di kasur tanpa ingin berfikir apa-apa sampai aku terlelap.
Pesanku akhirnya dibalas setelah aku pulang bekerja. Jamnya seperti biasa yaitu pada pukul setengah sepuluh. Aku tidak ingat apa isi pesannya namun aku ingat tak lama aku merespon pesannya aku langsung ditelpon. Ia kembali membahas kesalahanku yang mengabaikan pembicaraannya di telpon dan malah memilih untuk merespon celotehannya dengan temanku sekitar sebulan yang lalu.
“Cewek itu maunya didengarkan ri. Jangan begitu, sakit tau orang cerita panjang-panjang ga lo dengerin” ucapnya mengkritik. Aku mengangguk.
“Iyah sorry” kataku singkat.
Malam itu hanya ada tawa kecil diantara kami, sebab kami masih segan untuk berceloteh ria akan tetapi pada bulan itu aku merasakan bahwa kehadirannya semakin terasa walau ia jauh entah dimana.
“Ri, maaf yah kalo gue ngilangnya kelamaan dan cuekin lo. Karena waktu itu gue kesel banget sama lo. Jujur aja, cuma lo mungkin cowok yang ketika gue lagi curhat malah fokusnya kemana tau dan gue bener-bener ga merasa lo hargai disitu” ujarnya
“Iya gapapa, anggaplah itu sebagai hukuman gue yang tanpa sadar gak ngehargain orang lain”
“Ngomong-ngomong sebelum telpon ini ditutup gue mau ngomong sesuatu”
“Ya boleh mau ngomong apa?” tanyaku namun ia tak kunjung menjawab dan hanya menggumam.
“Ra, Hallo?”
“Gue kangen sama lo” ucapnya, aku terdiam dan entah kenapa dadaku rasanya sesak lalu tanpa bisa kutahan senyumku menyeruak.
“Gua juga ra” kataku.
“Kok lu ngomongnya jadi GUA lagi sih? Baru sebulan ga telponan juga”
“Lidah gua eh gue keserimpet. Lo juga kenapa jadi ngomong Lu coba biasanya kan lo ngomongnya L to the O to the E. L-O-E” balasku
“Dah ah gue mau tidur!” serunya
“Yaudah gua juga” balasku dan telpon langsung dimatikan. Ya, kami mengakhiri malam itu dengan pertikaian sepele lainnya. Namun beruntungnya hal itu tidak berlangsung lama.
Dipertengahan bulan hubungan kami menjadi intens tiada seharipun kami lalui tanpa saling bertukar suara dan bernyanyi bersama. Semua cerita tentang kesehariannya aku dengarkan dengan seksama sekaligus membayangkan seperti apa wajahnya, bagaimana kala ia tersenyum dan tertawa. Tak jarang aku tertidur ditengah ceritanya begitupun apabila giliran aku yang bercerita, namun percayalah ada perasaan bahagia entah darimana ketika aku bisa mendengar suara nafasnya kala ia sedang tertidur ditengah cerita. Ingin rasanya aku memeluknya atau membetulkan selimutnya sembari mengecup keningnya kala ia sedang mengembara di alam mimpi.
“Lo lagi apa ri?” tanyanya ketika topik obrolan kami mulai habis.
“Lagi pandangin bulan. Lo coba keluar deh, ada rasi bintang mirip kalajengking masa. Eh mirip lobster juga deng, coba keluar deh” pintaku dan ia menurutinya.
“Mana ga ada. Di balkon gue cuma kelihatan bulan dan dua biji bintang doang” ujarnya.
“Oh gitu, nah sekarang coba liat bulan deh” pintaku lagi
“Iya udah, ada apa emangnya?” tanyanya
“Gue juga lagi liatin bulan ra” kataku tersenyum kemudian tercipta keheningan antara kami berdua.
“Bulannya cerah ya” ucapnya, aku mengangguk.
“Ngomong-ngomong kenapa lo nyuruh gue lihat bulan?” tanyanya lagi.
“Kenapa gue minta lo lihat bulan. Well, itu karena walaupun kita jauh dan ga tahu ada dimana. Tapi setidaknya pandangan kita menuju ke arah yang sama” jelasku sedikit mendramatisir.
“Iyah, walaupun kita belum bisa ketemu tapi setidaknya pandangan kita bertemu yah ri” ucapnya.
Layaknya seorang yang sedang jatuh cinta, malam itu aku tidur dengan memeluk erat ponselku di dada dan tersenyum membayangkan wajah Ara dengan penalaranku sendiri. Sebelum aku jauh lebih dalam kehilangan kesadaran aku rasakan ponselku bergetar sekali sebagai tanda sebuah pesan telah masuk lalu dengan sedikit malas aku baca isinya.
Selamat tidur ri, semoga kita bertemu di alam mimpi
Aku amini harapannya kemudian kembali tidur tanpa sempat membalas pesannya.
Terkadang apabila fokusku sedang sibuk pada dunia maya tanpa sadar aku selalu mengecek layar ponselku hanya untuk mengecek apakah ada pesan masuk atau panggilan tak terjawab yang tanpa kujelaskan aku yakin kalian tahu aku mengharapkan pesan dari siapa. Namun masa bodoh dia bisa datang dan pergi sesukanya toh baik aku dan dia jika dilihat dari masing-masing persepsi kami hanyalah teman bayangan. Bertatap muka tidak, bersentuhan tidak, apalagi jatuh cinta. Bisik logika.
Akan tetapi aku tak bisa bohong, terlepas dari egoku aku merindukannya baik itu hal yang baik maupun yang buruknya. Jika pada malam malam sebelumnya aku hanya cukup mendengar lagu klasik sebagai pengantar tidur, namun malam ini aku perlu mendengar rekaman suara ia bernyanyi untuk mengantarkanku ke alam mimpi. Malam itu di awal bulan Juni sembilan tahun yang lalu untuk pertama kalinya aku merasakan bagaimana diserang rasa rindu yang cukup menganggu. Lalu kuakhiri malam itu dengan mengetik sebuah pesan kepadanya atas permintaan hati dan jemariku yang terus meraung.
Maaf atas semuanya. Selamat tidur, ra
. Keesokan paginya ketika aku membuka mata hal yang kulihat selain langit-langit kamar adalah layar ponselku. Masih tidak ada pesan balasan mungkin ia belum membaca pikirku, kemudian tanpa ambil pusing aku taruh ponselku di tempat biasa dan memilih untuk tidak membawa ponselku.
Sepulang sekolah aku langsung bergegas ke kamar tentu untuk mengecek layar ponsel untuk melihat balasan pesan darinya. Ada dua pesan masuk dan dengan harap-harap cemas aku membuka isinya, malang dua pesan yang masuk adalah pesan dari bukan dari sosok yang aku harapkan satu pesan berisi promo RBT dan satunya lagi adalah promo dari chat bersama selebritis. Aku kembali letakan ponselku lalu merubuhkan tubuhku di kasur tanpa ingin berfikir apa-apa sampai aku terlelap.
Pesanku akhirnya dibalas setelah aku pulang bekerja. Jamnya seperti biasa yaitu pada pukul setengah sepuluh. Aku tidak ingat apa isi pesannya namun aku ingat tak lama aku merespon pesannya aku langsung ditelpon. Ia kembali membahas kesalahanku yang mengabaikan pembicaraannya di telpon dan malah memilih untuk merespon celotehannya dengan temanku sekitar sebulan yang lalu.
“Cewek itu maunya didengarkan ri. Jangan begitu, sakit tau orang cerita panjang-panjang ga lo dengerin” ucapnya mengkritik. Aku mengangguk.
“Iyah sorry” kataku singkat.
Malam itu hanya ada tawa kecil diantara kami, sebab kami masih segan untuk berceloteh ria akan tetapi pada bulan itu aku merasakan bahwa kehadirannya semakin terasa walau ia jauh entah dimana.
“Ri, maaf yah kalo gue ngilangnya kelamaan dan cuekin lo. Karena waktu itu gue kesel banget sama lo. Jujur aja, cuma lo mungkin cowok yang ketika gue lagi curhat malah fokusnya kemana tau dan gue bener-bener ga merasa lo hargai disitu” ujarnya
“Iya gapapa, anggaplah itu sebagai hukuman gue yang tanpa sadar gak ngehargain orang lain”
“Ngomong-ngomong sebelum telpon ini ditutup gue mau ngomong sesuatu”
“Ya boleh mau ngomong apa?” tanyaku namun ia tak kunjung menjawab dan hanya menggumam.
“Ra, Hallo?”
“Gue kangen sama lo” ucapnya, aku terdiam dan entah kenapa dadaku rasanya sesak lalu tanpa bisa kutahan senyumku menyeruak.
“Gua juga ra” kataku.
“Kok lu ngomongnya jadi GUA lagi sih? Baru sebulan ga telponan juga”
“Lidah gua eh gue keserimpet. Lo juga kenapa jadi ngomong Lu coba biasanya kan lo ngomongnya L to the O to the E. L-O-E” balasku
“Dah ah gue mau tidur!” serunya
“Yaudah gua juga” balasku dan telpon langsung dimatikan. Ya, kami mengakhiri malam itu dengan pertikaian sepele lainnya. Namun beruntungnya hal itu tidak berlangsung lama.
Dipertengahan bulan hubungan kami menjadi intens tiada seharipun kami lalui tanpa saling bertukar suara dan bernyanyi bersama. Semua cerita tentang kesehariannya aku dengarkan dengan seksama sekaligus membayangkan seperti apa wajahnya, bagaimana kala ia tersenyum dan tertawa. Tak jarang aku tertidur ditengah ceritanya begitupun apabila giliran aku yang bercerita, namun percayalah ada perasaan bahagia entah darimana ketika aku bisa mendengar suara nafasnya kala ia sedang tertidur ditengah cerita. Ingin rasanya aku memeluknya atau membetulkan selimutnya sembari mengecup keningnya kala ia sedang mengembara di alam mimpi.
“Lo lagi apa ri?” tanyanya ketika topik obrolan kami mulai habis.
“Lagi pandangin bulan. Lo coba keluar deh, ada rasi bintang mirip kalajengking masa. Eh mirip lobster juga deng, coba keluar deh” pintaku dan ia menurutinya.
“Mana ga ada. Di balkon gue cuma kelihatan bulan dan dua biji bintang doang” ujarnya.
“Oh gitu, nah sekarang coba liat bulan deh” pintaku lagi
“Iya udah, ada apa emangnya?” tanyanya
“Gue juga lagi liatin bulan ra” kataku tersenyum kemudian tercipta keheningan antara kami berdua.
“Bulannya cerah ya” ucapnya, aku mengangguk.
“Ngomong-ngomong kenapa lo nyuruh gue lihat bulan?” tanyanya lagi.
“Kenapa gue minta lo lihat bulan. Well, itu karena walaupun kita jauh dan ga tahu ada dimana. Tapi setidaknya pandangan kita menuju ke arah yang sama” jelasku sedikit mendramatisir.
“Iyah, walaupun kita belum bisa ketemu tapi setidaknya pandangan kita bertemu yah ri” ucapnya.
Layaknya seorang yang sedang jatuh cinta, malam itu aku tidur dengan memeluk erat ponselku di dada dan tersenyum membayangkan wajah Ara dengan penalaranku sendiri. Sebelum aku jauh lebih dalam kehilangan kesadaran aku rasakan ponselku bergetar sekali sebagai tanda sebuah pesan telah masuk lalu dengan sedikit malas aku baca isinya.
Selamat tidur ri, semoga kita bertemu di alam mimpi

Aku amini harapannya kemudian kembali tidur tanpa sempat membalas pesannya.
to be continued...
Diubah oleh fachreal5 18-01-2019 21:54
axxis2sixx dan mmuji1575 memberi reputasi
4
Kutip
Balas