- Beranda
- Stories from the Heart
SURYA Dikala SENJA (Horor, Komedi)
...
TS
ayahnyabinbun
SURYA Dikala SENJA (Horor, Komedi)

Assalamualaikum semua.
Ini hanya goresan tinta imajinasi seorang lelaki tua yang telat menemukan hasratnya dalam hal menulis.
No Junk.
No Spam.
Pokoknya ikuti Rules dari Kaskus ya.
Cerita ini murni Fiksi, jadi kalau ada kesamaan nama tokoh dan tempat mohon di maklumi.
Terakhir.
Selamat menikmati bacaan ringan ini.
Spoiler for Prolog:
-Jakarta-
UGD RS di jakarta.
"Bagaimana istri saya sus!? " tanya seorang pria kepada suster yang baru saja keluar dari ruang UGD.
"Maaf pak masih kritis saya tidak bisa memberitahu lebih rinci kondisi istri bapak, itu wewenang dokter," jawab suster cepat kemudian dia berlalu meninggalkan lelaki itu.
Lelaki itu pun bersandar di tembok rumah sakit, raut mukanya terlihat lemas dan pucat kedua tangannya gemetar tatkala menutup wajahnya.
"Maafkan aku Naura, hiks, maafkan aku, " gumam lelaki itu sambil terisak menangis tersedu-sedu.
Seberkas cahaya membentuk sosok manusia berjongkok di depan lelaki itu, "jangan menangis sayang, ini memang sudah waktuku, jaga anak kita ya, dia ganteng seperti kamu, cup. " seru sesosok cahaya tersebut sambil mencium kening sang lelaki, dan cahaya itu pun berlalu bersama sesosok laki-laki berjubah putih yang menemaninya.
Lelaki itu mengangguk lesu sambil tersenyum tipis, melihat ruh istrinya menghilang menuju ufuk matahari dikala senja.
"Krieeek" suara pintu UGD terbuka, keluar seorang dokter dan beberapa suster menggendong seorang bayi.
"Pak Bagas, bayi bapak kami bersihkan dulu di ruang bayi ya pak, dokter ingin bicara dengan bapak," jawab suster dengan lemah lembut ke lelaki itu.
Lelaki itu pun berdiri, berjalan pelan menuju dokter yang menundukkan kepala di depan lelaki itu, gurat penyesalan terlihat dari wajah sang dokter.
"Sudah tidak apa-apa dok, saya sudah tahu, sehebat apapun anda tidak bisa melawan takdir, " jawab lelaki itu sambil menepuk pundak sang dokter.
"Ba-bagaimana bapak bisa tahu!? " jawab dokter dengan rona kebingungan.
Lelaki itu kemudian berlalu menuju ruangan bayi, langkah demi langkah terasa berat, tangisan tak terbendung dari kedua matanya, lelaki itu memukul-mukul dadanya agar menyisakan kelegaan saat ia bernafas.
"OOOEeeeK...OOOEEEEK...OOOEEEK," seketika tangis bayi memecah kesunyian lorong rumah sakit, lelaki itu mempercepat langkah demi langkahnya, terlihat seorang bayi sedang di gendong suster, menangis dengan kencangnya.
"Silakan pak di gendong anaknya, sudah saya bersihkan dedek bayinya," jawab suster ke lelaki itu.
Sang lelaki menerima si bayi dari tangan suster, menggendong dengan penuh kehati-hatian, sang bayi yang tadi menangis kencang seketika terdiam di pelukan lembut sang ayah.
"Mau di beri nama siapa pak bayinya?" tanya suster.
"Surya, Surya dikala senja. " jawab bapak Bagas lirih.
Spoiler for Chapter 1 : sang Surya:
Jakarta, 2018.
"TENG!! TENG!! TENG!!" bunyi bel terdengar hingga ujung jalan setapak depan sebuah sekolah, segerombolan anak tunggang langgang berlarian menuju gerbang sekolah tersebut.
Pak Kusni penjaga sekolah, merangkap satpam, merangkap manusia terlihat mendorong gerbang dengan kepayahan, faktor usia seperti menggerogoti tenaganya yang dulu seperti kuda jantan, nafasnya terdengar mengebu-gebu seperti pemain film erotis tahun 80an, padahal gerbang sekolahnya hanya ada satu, bayangkan bila sekolah ini memiliki 7 gerbang layaknya pintu neraka, mungkin senin beliau sudah di kebumikan.
Dari ufuk timur terdengar suara dengan lantang.
"HEI KUSNI!!! HENTIKAN!!! GUA MASIH MAU SEKOLAH KUSNI!!!"
Remaja itu berlari bersama gerombolan murid yang telat bagai babi hutan.
Pak Kusni yang sedang mendorong gerbang terdiam sesaat, lalu melihat asal suara tersebut, matanya melotot melihat remaja tersebut berlari seperti maling BH yang dikejar warga, dengan sisa tenaga tuanya di dorong gerbang itu dengan tergesa-gesa,
"bocah sialan itu tak boleh masuk..! TIDAK BOLEH MASUK..! YOU SHALL NOT PASS..!" gumam lelaki tua itu sambil mengutip kata-kata Gandalf Lord Of The Ring.
"SIALAN KAU KUSNI! GUA TIDAK AKAN KALAH DENGAN TUA BANGKA MACAM KAU KUSNI!!" teriak lagi remaja itu dengan lantang, langkah kakinya semakin kencang ia sampai lupa resleting celananya masih menganga memberikan sensasi cooling breeze di sekujur pangkal pahanya.
Mendengar itu Kusni geram, ia semakin menggebu-gebu mendorong gerbang, akan tetapi, "KREEK!!" suara tulang bergeser bersua, teriakan tertahan mengema di kalbu Kusni.
"AAARRRGGHH!! AMPUN GUSTI!! PINGGANGKU!!" sakit encok strata tiga Kusni kambuh, tubuh kusni tertahan gerbang, tanpa adanya gerbang mungkin tubuh Kusni akan tersungkur ke tanah, ada hubungan simbiosis mutualisme yang ironis antara Kusni dan gerbang.
"Pagi beh, kambuh?! AHAAY!" ejek remaja itu ke pak Kusni sambil berlenggang menuju kelas.
Sakit, malu, vertigo menjadi satu, itulah yang di rasakan Kusni sekarang, melihat murid itu berlalu membuat matanya berkaca-kaca seutas kata terucap dari bibir Kusni.
"Dasar bocah KAMPRET!!" Kusni tertahan mematung sambil menggenggam gerbang sekolah yang masih seperempat terbuka.
Kelas 2-A sudah di penuhi manusia-manusia unggulan, datang setiap pagi untuk mencari ilmu, bersiap-siap menatap masa depan dengan penuh harapan cemerlang, di belakang dua insan lelaki saling bercakap.
"Cok, film bokep yang kemaren elu kirim crash, kirim lagi dong bro," celoteh Bambang ke Ucok di baris belakang.
"BAH!! Handphone kau saza yang zadul Bams, buktinya zalan-zalan zaja tuh di hp ku, makanya beli hape zangan di pasar malam lai," jawab Ucok dengan logat medannya yang kental, sungguh percakapan yang menginspirasi kaum muda mudi INDONESIA.
"Eh eh eh, guru guru guru!" riuh anak-anak kelas 2-a, sesosok lelaki tinggi, atletis nan tampan terlihat di depan pintu, kemudian berlalu, berganti menjadi lelaki pendek, tambun dengan kepala botak di tengah layaknya lapangan bola, sekilas adegan tadi seperti iklan L-men yang gagal.
Pak Hartono masuk ke dalam kelas, melihat sekeliling kelas sambil menyapa.
"Pagi anak-anak!!", sapa pak Hartono.
"PAGI PAK GURUUU!!" Jawab murid-murid dengan serentak dan kompak.
Tiba-tiba seorang anak berdiri di depan pintu kelas, wajahnya terlihat kecapaian dan pucat.
"Yaaah! Telat!" ujar anak itu, pak Hartono menelisik dengan teliti anak yang terlambat itu, kemudian berujar "hei kamu! Berani kamu telat di jam saya! Kesini kamu!" perintah pak Hartono dengan galaknya, anak itu pun maju dengan perlahan, kepalanya menunduk malu tidak bisa menatap pak Hartono, "Push up 25 kali! Jikalau tidak sanggup silakan keluar kelas saya!!" ujar pak Hartono dengan tegas, ketika anak itu mengambil ancang-ancang untuk melakukan push up, sesosok mahkluk mengintip dari balik jendela di barisan pojok kanan belakang, matanya nanar namun tajam melihat situasi kelas.
"oke situasi aman," ujarnya dengan percaya diri, dengan mode silent ia menyelundupkan tasnya dari balik jendela menuju bangku belajar, lalu ia merangsek masuk dari celah jendela, bak ular kadut dengan licinnya ia masuk melewati celah lumayan sempit itu, setengah badannya sudah masuk ke dalam ruang kelas, tangan kirinya menyentuh meja kemudian ia mendorong sisa tubuhnya melalui tembok menggunakan tangan kanan, dengan sangat cepat dan tanpa satu makhluk pun mengetahui ia sudah masuk ke dalam kelas, dengan posisi menungging di atas meja, misi pun berhasil, ia turun dari meja kemudian menikmati pemandangan Budi yang sedang push up.
"Budi, terima kasih ya, tanpa elu sebagai pengalih perhatian gua ngak bisa sampai di dalam kelas, Budi, kamu, numero uno," gumam pria itu di dalam hati.
Iya, pria itu tidak lain dan tidak bukan adalah Surya, anak dari bapak Bagas prakasa yang kalian liat kisah pilunya di prolog, anak ini tumbuh besar menjadi sosok lelaki tampan, pintar dan soleh, itu hanya menurut penuturan bapaknya sendiri.
Push up Budi sudah berada di angka 23 kali, keringat bercucuran dari kening sampai badan Budi, bahkan sampai muncul bercak basah di daerah selangkangannya, pergelangan tangannya mulai goyah, lututnya bergetar 4,5 skala richter, tubuh yang di rancang untuk main warnet seharian itu tidak mampu menerima push up lebih dari 20 kali.
"Pak, sudah ya pak, saya sudah tidak sanggup," nego Budi ke pak Hartono.
Pak Hartono sedikit terenyuh melihat Budi yang kecapaian, "aduh, kasihan kamu nak, ya sudah … tambah lima lagi push upnya, biar genap jadi 30," tutur pak Hartono dengan melepas topeng kesedihannya, mata Budi nanar namun kosong menatap lantai, terlihat raut penyesalan teramat sangat dari wajah Budi.
Pak Hartono mulai menuju meja ia mengambil daftar absensi lalu mulai mengabsen satu per satu muridnya, dimulai dari Ani, Deni dan seterusnya, murid-murid saling bersahutan saat nama mereka disebut pak Hartono, ketika mulut pak Hartono menyebut nama Surya, "HADIR PAK..!" sahut seseorang pemuda dari belakang dengan lantang.
Seisi kelas kaget, terperanga sambil menganga melihat Surya sudah di dalam kelas, pertanyaan dan praduga berkecamuk di hati mereka.
"Bagaimana ia bisa masuk!?"
"Sejak kapan ia ada di kelas?!"
"Kenapa aku ada di kelas ini!!" gumam Ari yang seharusnya masuk kelas 2-d.
semua perhatian itu berbanding terbalik dengan kondisi Budi yang tanpa perhatian satupun dari teman-temannya.
"Sakit, banget, tapi tak berdarah, sungguh biadab temen-temen gua, kata mereka kita teman sejati, selalu di hati, HILIH KINTHIL!!" ujar Budi di dalam hati kesal dengan teman-temannya.
Pelajaran berjalan setelah sesi absensi, pak Hartono mulai menjelaskan di depan kelas, suasana hening terasa, murid-murid mulai mendengarkan dengan seksama, kecuali Surya yang sedang terlelap di mejanya, posisinya yang berada paling belakang dan di tutupi Bambang yang jangkung dan Ucok yang bulat menjadikan tempat duduknya seperti vila di puncak, tempat paling nyaman untuk beristirahat.
"TOK TOK TOK TOK" bunyi ketukan pintu memecah keheningan kelas, pak Zul sang kepala sekolah sedang berdiri dengan seorang gadis cantik nan manis di sebelahnya, "pagi pak, maaf ganggu kelasnya, ini ada murid baru kelas 2-a," ujar pak Zul, "oh iya pak, silakan neng masuk, perkenalkan diri dulu sama teman yang lain," jawab pak Hartono sambil mempersilakan gadis itu masuk.
Sesosok gadis manis memakai hijab putih berjalan perlahan menuju depan kelas, wajah manisnya terlihat malu-malu ketika bertatap muka dengan murid-murid kelas 2-A, "pagi semua, nama aku Naura kelana subhi, panggil saja Naura," jawab Naura sambil tersenyum simpul memperlihatkan lesung pipinya, seketika itu juga rentetan panah asmara menusuk hati para lelaki di kelas 2-A, kecuali Surya yang sedang berkelana di pulau kapuk dan para murid perempuan yang menunjukkan ekspresi tersaingi secara jasmani dan rohani.
"kamu duduk di belakang ya nak Naura, soalnya bangku yang kosong cuman ada di sebelah sana, " ujar pak Hartono sambil menunjuk bangku disebelah Surya.
Naura pun berjalan menuju bangkunya, diiringi tatapan nakal murid laki-laki di kelas itu, ia kemudian duduk sambil mulai mengeluarkan peralatan belajarnya.
Bambang dan Ucok yang duduk di depan Naura pun sontak membalikkan badan untuk berkenalan.
"Hai Naura, namanya cantik secantik orangnya," puji Bambang dengan gaya sok coolnya.
"hei Naura, cantik kali kau, nanti pulang ku antar pakai motor ninja ku mau tak?" goda Ucok sambil menyisir jambul khatulistiwa miliknya.
Melihat gelagat kedua lelaki di depannya naura langsung ilfeel stadium akhir, didalam hatinya ia berteriak "TIDAAAAAAK..!" akan tetapi Naura hanya membalas dengan senyum malu tapi palsu ke kedua orang utan itu.
"ikh amit-amit jabang bayi, masa hari pertama di sekolah baru gua udah di godain cowok alay macem keset kayak gini, Ya tuhan salah apa hambamu ini, " ketus Naura di dalam hati.
"Jangan di anggap serius, mereka cuman bercanda."
"DEG...!!"
Rona wajah Naura terlihat terkejut, sebuah telepati terkirim langsung menuju fikirannya, ia mencari sumber telepati itu, dan matanya tertuju pada punggung lelaki teman sebangkunya, Surya.
Spoiler for Index:
PART 1
CHAPTER 1
CHAPTER 2
CHAPTER 3
CHAPTER 4
CHAPTER 5
CHAPTER 6
CHAPTER 7
CHAPTER 8
CHAPTER 9
CHAPTER 10
CHAPTER 11
CHAPTER 12
CHAPTER 13
CHAPTER 14
CHAPTER 15
CHAPTER 16
CHAPTER 17
CHAPTER 18
CHAPTER 19
CHAPTER 20
CHAPTER 21
CHAPTER 22
CHAPTER 23
CHAPTER 24
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 27
CHAPTER 28
CHAPTER 29
CHAPTER 30
PART 2
CHAPTER 2.1
CHAPTER 2.2
CHAPTER 2.3
CHAPTER 2.4
CHAPTER 2.5
CHAPTER 2.6
CHAPTER 2.7
CHAPTER 2.8
CHAPTER 2.9
CHAPTER 2.10
CHAPTER 2.11
CHAPTER 2.12
CHAPTER 2.13
CHAPTER 2.14
CHAPTER 2.15
CHAPTER 2.16
CHAPTER 2.17
CHAPTER 2.18
CHAPTER 2.19
CHAPTER 2.20
CHAPTER 2.21
CHAPTER 2.22
CHAPTER 2.23
CHAPTER 2.24
CHAPTER 2.25
CHAPTER 2.26
CHAPTER 2.27
CHAPTER 2.28
CHAPTER 2.29
Diubah oleh ayahnyabinbun 29-05-2022 00:42
namakuve dan 116 lainnya memberi reputasi
115
161.2K
Kutip
916
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
ayahnyabinbun
#113
Chapter 22
Spoiler for Date:
Naura dan Senja turun dari bus umum dan berdiri di pinggir jalanan yang terhitung sepi, mereka berdua perlahan berjalan di daerah terpencil di pinggir kota.
"Mas Senja ini dimana? Kalau seperti ini Naura berasa diculik tahu," gerutu Naura pada Senja yang berada di depannya.
Senja tersenyum tipis seraya berkata, "sebentar lagi sampai kok, ayo ikuti mas," jawab Senja sembari berjalan semakin jauh kearah sebuah gudang tua.
"Huft, Senja tungguin, aku takut," manja Naura sambil memainkan ujung jilbab putih miliknya.
Sesampai di gudang tua Senja langsung meringsek masuk ke sela-sela pintu tua yang sudah lapuk termakan usia, langkahnya pelan menyusuri lorong gelap nan pengap di dalam gudang tua tersebut, dibelakangnya Naura mengikuti dengan perlahan kemana langkah kaki Senja berjalan.
"Kamu ngajak jalan-jalan apa mau uji nyali sih?" tanya Naura dengan sedikit nada kesal.
"Aku ingin memperkenalkan kamu dengan mereka," jawab Senja masih fokus dengan lorong gelap di depannya.
"Mereka?"
"Iya mereka," seru Senja menghentikan langkahnya.
Senja dan Naura berhenti di sebuah ruangan besar nan gelap, hanya ada seberkas cahaya bulan purnama yang mengintip dari celah-celah atap gudang yang sudah lapuk tersebut.
"Kalian keluarlah, ini aku Senja," panggil Senja pada ruangan kosong didepannya sambil berjalan perlahan menuju ke tengah ruangan luas tersebut.
Seketika puluhan bahkan ratusan kunang-kunang menyala-nyala dan berterbangan mengelilingi Senja bagai berdansa menyambut kedatangan kedua insan manusia tersebut.
"Waaah indah banget," gumam Naura melihat kunang- berterbangan mengelilingi Senja.
Senja berjalan menghampiri Naura dan menarik ujung jaket milik Naura agar Naura ikut bersama dirinya di kerumunan kunang-kunang tersebut.
"Waaah," seru Naura takjub dengan cahaya kunang-kunang yang mengelilinginya, sedangkan Senja hanya bisa terpesona menatap gadis di depannya tersebut.
"Ini yang namanya kunang-kunang Ra," jelas Senja.
"Issh, aku juga tau kali kalau ini kunang-kunang."
"Tapi mereka ini bukan kunang-kunang biasa," terang Senja pelan.
"Hah? Lalu ini semua apa?"
"Kamu tahu kan kalau jin kafir bisa merubah wujudnya bahkan menjadi seekor lalat."
"Iya, lalu?"
"Yang mengelilingi kita ini para jin," seru Senja.
"Huh! Beneran?! Kok kunang-kunang?"
"Iya, itu karena mereka bukan jin kafir, mereka jin baik yang selama ini sudah mendapatkan hidayah dan melihat kebenaran," jawab Senja.
"Se-Senja itu apa?" tanya Naura sambil menunjuk sesosok raksasa bermata biru yang menatap kedua manusia itu dari pojok ruangan.
"Mana? Oh … tenang saja dia salah satu teman aku kok disini, Raka kemarilah," panggil Senja pada sesosok mahkluk besar layaknya raksasa tersebut.
Dengan langkah berat Raka sang penunggu gudang tua itu berjalan menghadap Senja dan Naura yang berada persis di tengah ruangan tersebut.
"Naura mahkluk ini bernama Raka, dia jin sejenis genderuwo jadi sudah pasti dia seperti raksasa," jelas Senja.
"Engh," Naura menatap sang genderuwo sedikit takut sambil berlindung di belakang pundak Senja.
"Tidak apa-apa dia baik kok, jangan melihat sesuatu dari luarnya saja Naura," terang Senja berusaha meyakinkan Naura.
Raka sang jin menjulurkan jari telunjuknya ke depan wajah Naura, dengan sedikit gugup Naura memberanikan diri menggenggam telunjuk Raka dan berusaha berkenalan dengan jin tersebut.
"Hai, namaku Naura, salam kenal," seru Naura sambil bersalaman dengan jari telunjuk sang genderuwo.
Raka menatap wajah Naura teduh sembari tersenyum lebar dan mengangguk menerima perkenalan dari gadis manis tersebut.
Salah satu kunang-kunang turun mendekati Senja dan Naura kemudian berpendar menjadi sesosok wanita berparas manis dengan kebaya hijau menyelimuti tubuhnya.
"Halo nona Naura, perkenalkan nama saya Dian, saya ingin memohon maaf atas kelakuan lancang saya waktu itu," seru sang wanita tersebut yang langsung meminta maaf kepada Naura sembari bersujud di hadapan Naura.
"Senja ini siapa?" tanya Naura heranl kepada Senja.
"Kamu ingat jin ular yang merasuki Calista?"
"Iya, yang bersisik dan berusaha menyerang kita waktu itu kan?"
"Iya, wanita ini adalah jin tersebut," terang Senja.
"Hah!! Kok wujudnya beda?" tanya Naura heran.
"Bangsa jin bisa merubah bentuk sesuka hati mereka, itu semua tergantung lingkungan yang mereka tempati dan kadang kala mereka mengambil wujud dari ketakutan manusia di sekitarnya."
"Oh jadi kalau Calista takut ular …"
"Yuph! Pintar!" potong Senja sembari mengelus puncak kepala Naura yang tertutup kain jilbab.
"Iiissshhh! Jangan pegang-pegang! Bukan muhrim!!" geram Naura pada Senja.
"Raka bagaimana keadaan disini?" tanya Senja pada sosok raksasa tersebut.
Dengan telepati Raka dan Senja saling bertukar informasi tentang keadaan yang terjadi saat ini, sedangkan Naura hanya bisa menyaksikan tanpa bisa mendengarkan pembicaraan mereka.
"Baiklah yang penting semua aman, kamu enggak usah terlalu khawatir, aku sudah baik-baik saja kok," seru Senja pada Raka yang mengkhawatirkan keadaan Senja pasca penyerangan dirinya.
Kumpulan kunang-kunang yang mengelilingi Naura dan Senja perlahan mulai menghilang meninggalkan Raka di tengah gudang tua tersebut.
"Baiklah aku pergi dulu ya Raka, jika ada info mengenai nenekku dan aliran sesatnya diantara bangsa jin segera beritahukan aku," seru Senja.
Raka sang genderuwo bermata biru tersebut mengangguk mengiyakan permintaan Senja, ia segera pamit dan berjalan kembali ke pojok gudang tua tersebut tempat semula ia berdiri, sedangkan Senja dan Naura berbalik arah kembali berjalan menuju pintu masuk gudang tua tersebut.
"Jadi kamu menampung jin-jin kafir yang telah kamu tangkap?" tanya Naura memecah keheningan.
"Iya, bukan hanya menampung aku juga mengajarkan mereka tentang agama dan bahayanya bersinggungan dengan alam manusia," terang Senja.
"Aku kira setelah kamu menangkap jin-jin tersebut kamu bakar habis mereka," seru Naura sedikit penasaran.
"Mereka mahluk tuhan juga Ra, mereka punya kesempatan untuk bertaubat sama seperti manusia," seru Senja, selang beberapa menit mereka sampai di depan pintu gudang, Senja membantu Naura yang kelihatan kesusahan untuk keluar dari celah pintu tua tersebut.
"Fiuh, seru juga jalan-jalan sama kamu, aku jadi lebih tahu tentang jin baik dan kebiasaan mereka," kata Naura sembari menatap punggung Senja, tiba-tiba langkah Senja terhenti.
-dugh-
Naura menabrak punggung Senja, "kok berhenti sih?" tanya Naura dengan nada kesal sembari mengelus-elus hidung mancungnya.
Senja menatap kedepan dengan pandangan waspada, di depan Senja dan Naura sedang berdiri dua orang gadis belia berjas hitam yang terlihat menunggu kedatangan mereka sedari tadi.
"Apa kamu yang bernama Senja?" tanya salah satu gadis berambut pendek kepada Senja.
Senja terdiam mencoba menerka siapa sesungguhnya dua orang perempuan di depannya tersebut.
"Iya, aku Senja, siapa kalian dan mau apa dengan ku?" tanya Senja tanpa basa basi.
Salah satu gadis yang berambut panjang membisikkan sesuatu ke daun telinga temannya yang berambut pendek tersebut.
"Bisa enggak elu diam! Gua lagi berusaha memperkenalkan diri!" geram perempuan berambut pendek kepada teman di sebelahnya.
"Perkenalkan aku Luna dan ini temanku Devi kami agen dari Other, divisi khusus Badan Intel yang bertugas untuk menjaga persinggungan antara dua dunia," terang gadis yang bernama Luna tersebut.
"Kami disini ingin meng …"
"Maaf," potong Senja, "tapi aku tidak tertarik untuk bergabung dengan grup apapun yang kalian tawarkan, ayo Naura kita pergi," seru Senja yang sejurus kemudian kembali berjalan beriringan dengan Naura.
"Evelin!" pekik gadis berambut panjang, "kami punya informasi tentang nenekmu!" sambungnya kembali setengah berteriak.
Langkah Senja terhenti mendengar nama neneknya disebut orang asing yang baru bertemu dengannya, "bagaiman mereka mengetahui tentang nenek," gumamnya dalam hati sambil menatap kembali kearah dua gadis tersebut dengan tatapan tajam.
"Kalian mendapatkan perhatianku," seru Senja.
"Pertama-tama kami perlu kamu ikut dengan kami ke markas, ketua kami ingin bertemu dengan anda," seru Luna.
"Baik, tunjukkan jalannya pada kami," seru Senja.
"Engh, maaf bli tapi gadis yang menemani bli tidak boleh ikut dengan kita," seru Devi menjelaskan lebih menyeluruh.
"Maaf, jika dia tidak ikut aku juga tidak ikut kalian," jawab Senja tanpa basa-basi.
Dua gadis tersebut saling berbisik tengah membicarakan sesuatu, sedangkan Naura menatap Senja dengan tatapan penuh pertanyaan.
"Mas mereka siapa?" bisik Naura.
"Aku juga enggak tahu Ra, tapi sepertinya mereka bukan orang-orang nenekku," jelas Senja berbisik, "gadis yang berambut pendek ia beragama kristen sedangkan gadis yang berambut panjang dia beragama hindu," sambung Senja menerangkan kepada Naura.
"Ih tau darimana kamu soal itu?" sanggah Naura.
"Gadis yang bernama Luna itu memakai kalung salib di lehernya sedangkan gadis satunya lagi terlihat dari titik merah di dahinya terlebih lagi logat balinya sangat kental."
"Waaah, mas Senja hebat," puji Naura yang membuat pipi Senja bersemu merah.
"Biasa aja kali Ra," gumam Senja dengan gaya sok cool.
Selang beberapa menit kedua gadis itupun akhirnya selesai berdiskusi dan perlahan mendekati Senja dan Naura.
"Baiklah pacar kamu boleh ikut namun apapun yang pacar kamu lihat dan dengar harus dirahasiakan, mengerti?" tanya Luna pada Naura dan Senja.
Naura dengan wajah memanas hanya bisa mengangguk mengiyakan pertanyaan tersebut, dilain pihak Senja tengah melihat-lihat sekitar mencari sesuatu di gelapnya malam.
"Ada apa Senja?" tanya Luna.
"Tidak, tidak ada apa-apa, ayo kita berangkat," seru Senja.
Mereka akhirnya memasuki mobil sedan hitam milik Luna dan beranjak pergi di gelapnya malam, sedangkan dari kejauhan sesosok pocong berkain kafan hitam legam tengah memantau gerak gerik Senja dan Naura.
"Hmm, sepertinya mulai dari sekarang segalanya akan lebih menarik," gumam Jagal dengan ratusan pocong bermata merah di belakang dirinya, ia kemudian menghilang di rindangnya pepohonan.
Bersambung...
"Mas Senja ini dimana? Kalau seperti ini Naura berasa diculik tahu," gerutu Naura pada Senja yang berada di depannya.
Senja tersenyum tipis seraya berkata, "sebentar lagi sampai kok, ayo ikuti mas," jawab Senja sembari berjalan semakin jauh kearah sebuah gudang tua.
"Huft, Senja tungguin, aku takut," manja Naura sambil memainkan ujung jilbab putih miliknya.
Sesampai di gudang tua Senja langsung meringsek masuk ke sela-sela pintu tua yang sudah lapuk termakan usia, langkahnya pelan menyusuri lorong gelap nan pengap di dalam gudang tua tersebut, dibelakangnya Naura mengikuti dengan perlahan kemana langkah kaki Senja berjalan.
"Kamu ngajak jalan-jalan apa mau uji nyali sih?" tanya Naura dengan sedikit nada kesal.
"Aku ingin memperkenalkan kamu dengan mereka," jawab Senja masih fokus dengan lorong gelap di depannya.
"Mereka?"
"Iya mereka," seru Senja menghentikan langkahnya.
Senja dan Naura berhenti di sebuah ruangan besar nan gelap, hanya ada seberkas cahaya bulan purnama yang mengintip dari celah-celah atap gudang yang sudah lapuk tersebut.
"Kalian keluarlah, ini aku Senja," panggil Senja pada ruangan kosong didepannya sambil berjalan perlahan menuju ke tengah ruangan luas tersebut.
Seketika puluhan bahkan ratusan kunang-kunang menyala-nyala dan berterbangan mengelilingi Senja bagai berdansa menyambut kedatangan kedua insan manusia tersebut.
"Waaah indah banget," gumam Naura melihat kunang- berterbangan mengelilingi Senja.
Senja berjalan menghampiri Naura dan menarik ujung jaket milik Naura agar Naura ikut bersama dirinya di kerumunan kunang-kunang tersebut.
"Waaah," seru Naura takjub dengan cahaya kunang-kunang yang mengelilinginya, sedangkan Senja hanya bisa terpesona menatap gadis di depannya tersebut.
"Ini yang namanya kunang-kunang Ra," jelas Senja.
"Issh, aku juga tau kali kalau ini kunang-kunang."
"Tapi mereka ini bukan kunang-kunang biasa," terang Senja pelan.
"Hah? Lalu ini semua apa?"
"Kamu tahu kan kalau jin kafir bisa merubah wujudnya bahkan menjadi seekor lalat."
"Iya, lalu?"
"Yang mengelilingi kita ini para jin," seru Senja.
"Huh! Beneran?! Kok kunang-kunang?"
"Iya, itu karena mereka bukan jin kafir, mereka jin baik yang selama ini sudah mendapatkan hidayah dan melihat kebenaran," jawab Senja.
"Se-Senja itu apa?" tanya Naura sambil menunjuk sesosok raksasa bermata biru yang menatap kedua manusia itu dari pojok ruangan.
"Mana? Oh … tenang saja dia salah satu teman aku kok disini, Raka kemarilah," panggil Senja pada sesosok mahkluk besar layaknya raksasa tersebut.
Dengan langkah berat Raka sang penunggu gudang tua itu berjalan menghadap Senja dan Naura yang berada persis di tengah ruangan tersebut.
"Naura mahkluk ini bernama Raka, dia jin sejenis genderuwo jadi sudah pasti dia seperti raksasa," jelas Senja.
"Engh," Naura menatap sang genderuwo sedikit takut sambil berlindung di belakang pundak Senja.
"Tidak apa-apa dia baik kok, jangan melihat sesuatu dari luarnya saja Naura," terang Senja berusaha meyakinkan Naura.
Raka sang jin menjulurkan jari telunjuknya ke depan wajah Naura, dengan sedikit gugup Naura memberanikan diri menggenggam telunjuk Raka dan berusaha berkenalan dengan jin tersebut.
"Hai, namaku Naura, salam kenal," seru Naura sambil bersalaman dengan jari telunjuk sang genderuwo.
Raka menatap wajah Naura teduh sembari tersenyum lebar dan mengangguk menerima perkenalan dari gadis manis tersebut.
Salah satu kunang-kunang turun mendekati Senja dan Naura kemudian berpendar menjadi sesosok wanita berparas manis dengan kebaya hijau menyelimuti tubuhnya.
"Halo nona Naura, perkenalkan nama saya Dian, saya ingin memohon maaf atas kelakuan lancang saya waktu itu," seru sang wanita tersebut yang langsung meminta maaf kepada Naura sembari bersujud di hadapan Naura.
"Senja ini siapa?" tanya Naura heranl kepada Senja.
"Kamu ingat jin ular yang merasuki Calista?"
"Iya, yang bersisik dan berusaha menyerang kita waktu itu kan?"
"Iya, wanita ini adalah jin tersebut," terang Senja.
"Hah!! Kok wujudnya beda?" tanya Naura heran.
"Bangsa jin bisa merubah bentuk sesuka hati mereka, itu semua tergantung lingkungan yang mereka tempati dan kadang kala mereka mengambil wujud dari ketakutan manusia di sekitarnya."
"Oh jadi kalau Calista takut ular …"
"Yuph! Pintar!" potong Senja sembari mengelus puncak kepala Naura yang tertutup kain jilbab.
"Iiissshhh! Jangan pegang-pegang! Bukan muhrim!!" geram Naura pada Senja.
"Raka bagaimana keadaan disini?" tanya Senja pada sosok raksasa tersebut.
Dengan telepati Raka dan Senja saling bertukar informasi tentang keadaan yang terjadi saat ini, sedangkan Naura hanya bisa menyaksikan tanpa bisa mendengarkan pembicaraan mereka.
"Baiklah yang penting semua aman, kamu enggak usah terlalu khawatir, aku sudah baik-baik saja kok," seru Senja pada Raka yang mengkhawatirkan keadaan Senja pasca penyerangan dirinya.
Kumpulan kunang-kunang yang mengelilingi Naura dan Senja perlahan mulai menghilang meninggalkan Raka di tengah gudang tua tersebut.
"Baiklah aku pergi dulu ya Raka, jika ada info mengenai nenekku dan aliran sesatnya diantara bangsa jin segera beritahukan aku," seru Senja.
Raka sang genderuwo bermata biru tersebut mengangguk mengiyakan permintaan Senja, ia segera pamit dan berjalan kembali ke pojok gudang tua tersebut tempat semula ia berdiri, sedangkan Senja dan Naura berbalik arah kembali berjalan menuju pintu masuk gudang tua tersebut.
"Jadi kamu menampung jin-jin kafir yang telah kamu tangkap?" tanya Naura memecah keheningan.
"Iya, bukan hanya menampung aku juga mengajarkan mereka tentang agama dan bahayanya bersinggungan dengan alam manusia," terang Senja.
"Aku kira setelah kamu menangkap jin-jin tersebut kamu bakar habis mereka," seru Naura sedikit penasaran.
"Mereka mahluk tuhan juga Ra, mereka punya kesempatan untuk bertaubat sama seperti manusia," seru Senja, selang beberapa menit mereka sampai di depan pintu gudang, Senja membantu Naura yang kelihatan kesusahan untuk keluar dari celah pintu tua tersebut.
"Fiuh, seru juga jalan-jalan sama kamu, aku jadi lebih tahu tentang jin baik dan kebiasaan mereka," kata Naura sembari menatap punggung Senja, tiba-tiba langkah Senja terhenti.
-dugh-
Naura menabrak punggung Senja, "kok berhenti sih?" tanya Naura dengan nada kesal sembari mengelus-elus hidung mancungnya.
Senja menatap kedepan dengan pandangan waspada, di depan Senja dan Naura sedang berdiri dua orang gadis belia berjas hitam yang terlihat menunggu kedatangan mereka sedari tadi.
"Apa kamu yang bernama Senja?" tanya salah satu gadis berambut pendek kepada Senja.
Senja terdiam mencoba menerka siapa sesungguhnya dua orang perempuan di depannya tersebut.
"Iya, aku Senja, siapa kalian dan mau apa dengan ku?" tanya Senja tanpa basa basi.
Salah satu gadis yang berambut panjang membisikkan sesuatu ke daun telinga temannya yang berambut pendek tersebut.
"Bisa enggak elu diam! Gua lagi berusaha memperkenalkan diri!" geram perempuan berambut pendek kepada teman di sebelahnya.
"Perkenalkan aku Luna dan ini temanku Devi kami agen dari Other, divisi khusus Badan Intel yang bertugas untuk menjaga persinggungan antara dua dunia," terang gadis yang bernama Luna tersebut.
"Kami disini ingin meng …"
"Maaf," potong Senja, "tapi aku tidak tertarik untuk bergabung dengan grup apapun yang kalian tawarkan, ayo Naura kita pergi," seru Senja yang sejurus kemudian kembali berjalan beriringan dengan Naura.
"Evelin!" pekik gadis berambut panjang, "kami punya informasi tentang nenekmu!" sambungnya kembali setengah berteriak.
Langkah Senja terhenti mendengar nama neneknya disebut orang asing yang baru bertemu dengannya, "bagaiman mereka mengetahui tentang nenek," gumamnya dalam hati sambil menatap kembali kearah dua gadis tersebut dengan tatapan tajam.
"Kalian mendapatkan perhatianku," seru Senja.
"Pertama-tama kami perlu kamu ikut dengan kami ke markas, ketua kami ingin bertemu dengan anda," seru Luna.
"Baik, tunjukkan jalannya pada kami," seru Senja.
"Engh, maaf bli tapi gadis yang menemani bli tidak boleh ikut dengan kita," seru Devi menjelaskan lebih menyeluruh.
"Maaf, jika dia tidak ikut aku juga tidak ikut kalian," jawab Senja tanpa basa-basi.
Dua gadis tersebut saling berbisik tengah membicarakan sesuatu, sedangkan Naura menatap Senja dengan tatapan penuh pertanyaan.
"Mas mereka siapa?" bisik Naura.
"Aku juga enggak tahu Ra, tapi sepertinya mereka bukan orang-orang nenekku," jelas Senja berbisik, "gadis yang berambut pendek ia beragama kristen sedangkan gadis yang berambut panjang dia beragama hindu," sambung Senja menerangkan kepada Naura.
"Ih tau darimana kamu soal itu?" sanggah Naura.
"Gadis yang bernama Luna itu memakai kalung salib di lehernya sedangkan gadis satunya lagi terlihat dari titik merah di dahinya terlebih lagi logat balinya sangat kental."
"Waaah, mas Senja hebat," puji Naura yang membuat pipi Senja bersemu merah.
"Biasa aja kali Ra," gumam Senja dengan gaya sok cool.
Selang beberapa menit kedua gadis itupun akhirnya selesai berdiskusi dan perlahan mendekati Senja dan Naura.
"Baiklah pacar kamu boleh ikut namun apapun yang pacar kamu lihat dan dengar harus dirahasiakan, mengerti?" tanya Luna pada Naura dan Senja.
Naura dengan wajah memanas hanya bisa mengangguk mengiyakan pertanyaan tersebut, dilain pihak Senja tengah melihat-lihat sekitar mencari sesuatu di gelapnya malam.
"Ada apa Senja?" tanya Luna.
"Tidak, tidak ada apa-apa, ayo kita berangkat," seru Senja.
Mereka akhirnya memasuki mobil sedan hitam milik Luna dan beranjak pergi di gelapnya malam, sedangkan dari kejauhan sesosok pocong berkain kafan hitam legam tengah memantau gerak gerik Senja dan Naura.
"Hmm, sepertinya mulai dari sekarang segalanya akan lebih menarik," gumam Jagal dengan ratusan pocong bermata merah di belakang dirinya, ia kemudian menghilang di rindangnya pepohonan.
Bersambung...
simounlebon dan 16 lainnya memberi reputasi
15
Kutip
Balas