- Beranda
- Stories from the Heart
[MATURE / 21+] Burung Kertas Merah Muda 2
...
TS
chrishana
[MATURE / 21+] Burung Kertas Merah Muda 2
![[MATURE / 21+] Burung Kertas Merah Muda 2](https://s.kaskus.id/images/2019/01/08/9503613_20190108120951.png)
Quote:
Cerita ini adalah kisah lanjutan dari Burung Kertas Merah Muda. Kalian boleh membaca dari awal atau memulai membaca dari kisah ini. Dengan catatan, kisah ini berkaitan dengan kisah pertama. Saya sangat merekomendasikan untuk membaca dari awal.
Silahkan klik link untuk menuju ke kisah pertama.
Terima kasih.
Spoiler for Perkenalan:
Quote:
Polling
0 suara
Siapakah sosok perempuan yang akan menjadi pendamping setia Rendy?
Diubah oleh chrishana 02-04-2020 09:31
jalakhideung dan 59 lainnya memberi reputasi
54
274.3K
981
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
chrishana
#747
Chapter 52
“Kalian dicariin, malah mesra-mesraan di sini.” ujar Anita.
Suara dari Anita membuyarkan kemesraan dan romantisme dari Rendy dan Anna yang sedang bernostalgia dengan sebuah pohon besar terletak di taman area gedung. Anita berjalan menghampiri mereka berdua dengan perlahan.
“Eh, Kak Anita.” ujar Anna yang terkejut.
“Ada apa, Kak?” tanya Rendy.
“Gak ada. Aku merhatiin kalian berdua loh dari tadi.” ujar Anita dengan senyumnya.
“Kalian romantis ya... Cocok. Aku suka lihat kalian.” lanjut Anita.
“Ah, biasa aja, Kak...” ujar Anna yang malu.
“No!Aku lihat kalian romantis. Romantis yang gak dibuat-buat. Romantis yang lahir karena cinta kalian.” pungkas Anita.
Anita menggenggam tangan Rendy dan Anna dengan kedua tangannya, “Teruslah seperti ini. Pernikahan kalian tinggal menghitung hari.”
“Tapi, Kak... Kalau aku dan Anna nikah di gedung ini, aku gak mampu. Mahal banget pasti.”
“Ada apa, Kak?” tanya Rendy.
“Gak ada. Aku merhatiin kalian berdua loh dari tadi.” ujar Anita dengan senyumnya.
“Kalian romantis ya... Cocok. Aku suka lihat kalian.” lanjut Anita.
“Ah, biasa aja, Kak...” ujar Anna yang malu.
“No!Aku lihat kalian romantis. Romantis yang gak dibuat-buat. Romantis yang lahir karena cinta kalian.” pungkas Anita.
Anita menggenggam tangan Rendy dan Anna dengan kedua tangannya, “Teruslah seperti ini. Pernikahan kalian tinggal menghitung hari.”
“Tapi, Kak... Kalau aku dan Anna nikah di gedung ini, aku gak mampu. Mahal banget pasti.”
Tiba-tiba saja terdengar suara langkah kaki yang melangkah perlahan menginjak rerumputan. Langkah kaki dari pria yang berbadan tegap sedang menghampiri Anna dan Rendy serta Anita. Dia pun langsung memeluk Anita dari belakang.
“Hei...” sapa Anita.
“Memangnya kenapa kalau mahal?” ujar Gavin.
“Gimana ya mas...”
“Ren... Gak perlu kamu khawatirin soal biaya.” ujar Gavin pada Rendy.
“Maksudnya gimana, mas?” tanya Rendy.
“Sebenarnya, gedung ini dan semua kebutuhan pernikahan sudah dilunasi sama Gavin...” ujar Anita.
“Iya betul... Awalnya, gedung ini mau aku pakai untuk pernikahanku dengan Anna.” ujar Gavin.
“Oh, iya aku ingat! Waktu kejadian itu, Mas pernah bilang ke aku kalau gedung dan semuanya sudah siap.” ujar Anna.
“Yes!Tapi, sekarang aku mau Rendy dan Anna yang menggunakannya.” ujar Gavin.
“Ren...” Gavin menepuk bahu Rendy, “Aku udah banyak membuat kesalahan di masa lalu. Walaupun nilainya gak seberapa dan gak sebanding dengan apa yang aku perbuat sama kamu di masa lalu, setidaknya terimalah sebagai permintaan maafku...” lanjutnya.
“Semua udah lewat, Mas... Dan ternyata, aku punya kakak ya... Walaupun kakak tiri...” ujar Rendy.
“Oh, iya... Aku mau lanjut ke dalam lagi ya... Kalian berkeliling aja... Lihat-lihat sekitar gedung ini... Yuk, Nit!” Gavin menggandeng tangan Anita.
“Dah, Rendy! Anna!”
****
“Ini kita mau ke mana sih, Mas?” tanya Tasya pada Danu.
“Udah deh kamu ikut aja.” jawab Danu.
“Dari tadi muter-muter gak jelas! Tau gitu aku ikut Kak Rendy!” Tasya marah.
“Hehehehehe... Sabar sayang...”
“Sabar sabar! Udah mati rasa nih pantatku!” ujar Tasya di atas motor Ninja milik Danu.
“Mana sini coba aku pegang...”
“Ih apaan sih! Dasar mesum! Mesum! Mesum!” ujar Tasya sambil memukul-mukuli helm milik Danu dengan kencang.
“Astaga, Ren... Adek lo galak bener kayak macan...” ledek Danu.
“Macan apa!”
“Itu... Mama cantik... Hehehehe...” jawab Danu.
“Mata lo mau gue colok hah! Jelalatan aja lagi di jalan!” Tasya mengamuk sambil menggoyang-goyangkan helm beserta kepala Danu.
“Aduh! Aduh! Ampun, Nyai... Untung lagi lampu merah...”
“Memangnya kenapa kalau mahal?” ujar Gavin.
“Gimana ya mas...”
“Ren... Gak perlu kamu khawatirin soal biaya.” ujar Gavin pada Rendy.
“Maksudnya gimana, mas?” tanya Rendy.
“Sebenarnya, gedung ini dan semua kebutuhan pernikahan sudah dilunasi sama Gavin...” ujar Anita.
“Iya betul... Awalnya, gedung ini mau aku pakai untuk pernikahanku dengan Anna.” ujar Gavin.
“Oh, iya aku ingat! Waktu kejadian itu, Mas pernah bilang ke aku kalau gedung dan semuanya sudah siap.” ujar Anna.
“Yes!Tapi, sekarang aku mau Rendy dan Anna yang menggunakannya.” ujar Gavin.
“Ren...” Gavin menepuk bahu Rendy, “Aku udah banyak membuat kesalahan di masa lalu. Walaupun nilainya gak seberapa dan gak sebanding dengan apa yang aku perbuat sama kamu di masa lalu, setidaknya terimalah sebagai permintaan maafku...” lanjutnya.
“Semua udah lewat, Mas... Dan ternyata, aku punya kakak ya... Walaupun kakak tiri...” ujar Rendy.
“Oh, iya... Aku mau lanjut ke dalam lagi ya... Kalian berkeliling aja... Lihat-lihat sekitar gedung ini... Yuk, Nit!” Gavin menggandeng tangan Anita.
“Dah, Rendy! Anna!”
****
“Ini kita mau ke mana sih, Mas?” tanya Tasya pada Danu.
“Udah deh kamu ikut aja.” jawab Danu.
“Dari tadi muter-muter gak jelas! Tau gitu aku ikut Kak Rendy!” Tasya marah.
“Hehehehehe... Sabar sayang...”
“Sabar sabar! Udah mati rasa nih pantatku!” ujar Tasya di atas motor Ninja milik Danu.
“Mana sini coba aku pegang...”
“Ih apaan sih! Dasar mesum! Mesum! Mesum!” ujar Tasya sambil memukul-mukuli helm milik Danu dengan kencang.
“Astaga, Ren... Adek lo galak bener kayak macan...” ledek Danu.
“Macan apa!”
“Itu... Mama cantik... Hehehehe...” jawab Danu.
“Mata lo mau gue colok hah! Jelalatan aja lagi di jalan!” Tasya mengamuk sambil menggoyang-goyangkan helm beserta kepala Danu.
“Aduh! Aduh! Ampun, Nyai... Untung lagi lampu merah...”
Setelah dua jam perjalanan, akhirnya sampailah mereka di tempat tujuan. Menyusuri jalan ibu kota dengan ciri khas kemacetan lalu lintas. Tapi tidak membuat usaha Danu luntur dan mengelupas. Demi membahagiakan kekasih berwajah emas.
Tempat ini berlokasi di daerah Tanah Abang, Jakarta Pusat. Banyak orang yang berkunjung ke tempat ini di hari libur. Menjadikan tempat ini padat dan orang-orang membaur. Tak sedikit pula pasangan muda yang datang untuk berbelanja dengan maksud menghibur.
“Duh! Penuh banget! Tempat apa sih ini...” keluh Tasya.
“Ikut ada deh, Sya...” Danu menggandeng Tasya.
“Ini kayak pasar tau, Mas... Sesak aku...” ujar Tasya. “Aku mau ke sana aja deh...” Tasya menunjuk ke sebuah kafe.
“Iya nanti...”
“Nggak! Aku mau sekarang!” Tasya melepaskan genggaman tangan Danu dan berjalan masuk ke kafe.
“Ikut ada deh, Sya...” Danu menggandeng Tasya.
“Ini kayak pasar tau, Mas... Sesak aku...” ujar Tasya. “Aku mau ke sana aja deh...” Tasya menunjuk ke sebuah kafe.
“Iya nanti...”
“Nggak! Aku mau sekarang!” Tasya melepaskan genggaman tangan Danu dan berjalan masuk ke kafe.
Tasya memesan segelas kopi dingin untuk melepas penat di kepalanya. Tubuhnya terlihat lelah karena lamanya perjalanan menembus kemacetan ibu kota. Dia pun duduk di kursi menghadap jendela. Sambil melihat pemandangan luar yang berhiaskan kendaraan yang merajalela.
“Mas Danu kalau mau beli apa di sini, beli aja dulu. Aku tunggu sini...” ujar Tasya.
“Ya masa aku sendirian...”
“Ya ampun, Mas! Lihat dong ceweknya lemes gini... Udah panas, macet, sesak pula...” ujar Tasya.
Danu menghela napas panjang lalu duduk di depannya, “Ya udah... Aku duduk sebentar ya...”
Tasya melihat ke arah Danu, “Mas Danu...”
“Iya.”
“Kamu sakit?” tanya Tasya.
“Nggak... Pusing sedikit... Ya udah deh, kamu tunggu sini aja...” Danu berdiri dan berjalan keluar meninggalkan Tasya.
****
“Ya masa aku sendirian...”
“Ya ampun, Mas! Lihat dong ceweknya lemes gini... Udah panas, macet, sesak pula...” ujar Tasya.
Danu menghela napas panjang lalu duduk di depannya, “Ya udah... Aku duduk sebentar ya...”
Tasya melihat ke arah Danu, “Mas Danu...”
“Iya.”
“Kamu sakit?” tanya Tasya.
“Nggak... Pusing sedikit... Ya udah deh, kamu tunggu sini aja...” Danu berdiri dan berjalan keluar meninggalkan Tasya.
****
Empat puluh menit, Tasya menunggu. Menyeruput kopi pesanannya perlahan melalui mulutnya. Begitu terasa nikmatnya dalam lidah yang mengecap rasa. Sambil melihat notifikasi dari akun media sosialnya yang mengganggu.
Danu akhirnya datang dengan langkah pelan cenderung lemah. Duduk di depan Tasya sambil membawa sebuah kantong belanja yang berisi mukenah dan sajadah. Membuat Tasya bingung dan juga bertanya-tanya untuk apa Danu membeli barang tersebut.
“Ini buat apa, yang?” tanya Tasya.
“...” Danu hanya diam dengan wajahnya yang memucat.
“Sayang...” Tasya memanggil.
“Nanti dulu... Kepalaku sakit...”
“Ini untuk apa semua?” tanya Tasya.
“Untuk mahar. Aku mau segera lamar dan nikahin kamu, Sya. Makanya aku ajak kamu ke sini...” ujar Danu.
“Maaf ya udah bikin kamu kepanasan dan kecapean...” lanjutnya.
Tasya menggenggam tangan Danu, “Mas...” ucapnya lirih.
“Kenapa, Sya?”
“Maaf...”
“Kenapa lagi?”
“Aku gak tau kalau kamu ke sini untuk itu. Aku malah marah-marah gak jelas sama kamu... Mukul-mukulin kamu...” ujar Tasya sambil menahan air mata.
“Kamu belum makan kan? Kita cari makan ya... Setelah itu kita pulang aja...” lanjutnya.
“Jangan... Aku masih mau beli cincin pernikahan...” ujar Danu.
“Nggak, Mas... Kamu terlihat lelah... Jangan dipaksain ya...”
“Ya udah kalau gitu... Tapi, nanti dulu ya jalannya...” ujar Danu.
“Kenapa?”
“Aku sedang memandangi pemandangan yang indah... Ciptaan Tuhan yang sangat indah...” ujar Danu.
“Ih, kamu apaan deh...” ujar Tasya yang tersipu malu.
“Bukan kamu... Tapi itu...” Danu menunjuk ke arah belakang Tasya.
“...” Danu hanya diam dengan wajahnya yang memucat.
“Sayang...” Tasya memanggil.
“Nanti dulu... Kepalaku sakit...”
“Ini untuk apa semua?” tanya Tasya.
“Untuk mahar. Aku mau segera lamar dan nikahin kamu, Sya. Makanya aku ajak kamu ke sini...” ujar Danu.
“Maaf ya udah bikin kamu kepanasan dan kecapean...” lanjutnya.
Tasya menggenggam tangan Danu, “Mas...” ucapnya lirih.
“Kenapa, Sya?”
“Maaf...”
“Kenapa lagi?”
“Aku gak tau kalau kamu ke sini untuk itu. Aku malah marah-marah gak jelas sama kamu... Mukul-mukulin kamu...” ujar Tasya sambil menahan air mata.
“Kamu belum makan kan? Kita cari makan ya... Setelah itu kita pulang aja...” lanjutnya.
“Jangan... Aku masih mau beli cincin pernikahan...” ujar Danu.
“Nggak, Mas... Kamu terlihat lelah... Jangan dipaksain ya...”
“Ya udah kalau gitu... Tapi, nanti dulu ya jalannya...” ujar Danu.
“Kenapa?”
“Aku sedang memandangi pemandangan yang indah... Ciptaan Tuhan yang sangat indah...” ujar Danu.
“Ih, kamu apaan deh...” ujar Tasya yang tersipu malu.
“Bukan kamu... Tapi itu...” Danu menunjuk ke arah belakang Tasya.
Di sana terlihat seorang perempuan masih muda. Berkulit putih yang hanya menggunakan kaos ketat dan hotpants. Membuat pahanya yang mulus dan bersih terlihat jelas dipandangi oleh Danu.
“Dasar brengsek!”
*PLAK!*
*PLAK!*
Sebuah tamparan keras mendarat dengan sempurna di pipi Danu yang dilayangkan oleh Tasya.
itkgid dan 7 lainnya memberi reputasi
8
Tutup