- Beranda
- Stories from the Heart
HER (Sahabat dan Kekasih Bayanganku)
...
TS
fachreal5
HER (Sahabat dan Kekasih Bayanganku)
Quote:
Halo agan agan & sista penghuni sfth. Sebelumnya semua yang ane ceritain disini pure kejadian yang ane alami sendiri. Sebenarnya dari dulu banyak teman ane yang nganjurin untuk dituangkan dalam bentuk tulisan karena menurut mereka kisah ane ini cukup unik dan absurd untuk dicerna orang-orang yang tentu blm pernah ngalamin. Partnya juga ga akan banyak karena ane cuma tulis intinya plus apa yang ane inget aja. Well, ane sangat terbuka untuk kritik juga saran agar skill nulis ane berkembang dan maaf kalo tritnya sedikit berantakan karena udh lama banget ga nulis trit. Terima kasih untuk yang sudah mampir dan selamat membaca.

Quote:
Sumber gambar : mymodernmet.com
Sebelum mulai silahkan dengerin ini dulu gan biar berasa feelnya

Quote:
“Falling in love is kind of like a form of socially acceptable insanity.”
― Spike Jonze, HER
― Spike Jonze, HER
Quote:
1. Sebuah Pesan Yang Terabaikan
Ia datang tanpa pernah kuduga, menaruh cinta pada hati tanpa perlu melihat rupa ataupun mencoba meraih telapak tanganku kemudian menggandengnya. Mungkin kesan tersebutlah yang dapat kurangkai apabila pikiranku mendesak untuk mendeskripsikan perempuan yang sempat membuatku jatuh hati walau dengan cara yang absurd. Cukup absurd apabila kisah ini dibaca secara keseluruhan.
Kali pertama ia datang ialah ketika aku terbangun dari tidur siang yang bahkan belum berlangsung selama 5 menit. Tidak ia tidak datang ke rumahku ataupun secara spontan berada di hadapanku ketika membuka mata, tidak. Kehadirannya justru datang melalui pesan yang aku abaikan, pesan yang tersembunyi dibalik puluhan pesan lainnya dari peringatan masa aktif kartu perdana dari operator telepon selular milikku satu-satunya.
Kata di atas adalah salam perkenalan yang tanpa sengaja ia katakan kepadaku. Tidak dikatakan secara langsung, melainkan melalui teks dan tentu tidak ada yang spesial dari tulisan singkat dan berasal dari nomor yang tidak kukenal, maka cukup masuk akal apabila aku abaikan terlebih waktu itu dalam sebulan aku sering mendapati pesan nyasar dari nomor yang tidak tercantum di dalam kontak. Dan kebanyakan adalah pesan penipuan atau “mama minta pulsa”.
Usai membaca kembali aku taruh ponsel murah meriahku di tempat yang asal lalu aku merebahkan badan sembari memijit-mijit kepala untuk meredam kepenatan hariku yang terlanjur terekam di otak. Aku separuh tertidur namun ponselku berdering keras, aku geram dan menyumpah orang yang menghubungi ponselku karena secara tidak langsung telah mengganggu istirahatku.
“Halo, ini siapa?” tanyaku kepada orang di balik saluran telepon dan tentunya tidak kukenal karena namanya memang tidak tercantum di kontak.
“Pake nanya lagi. Lu jadi ke rumah ga!” ucapnya dengan nada tinggi. Aku terdiam lalu mengeplak jidatku. Sudah ganggu jam istirahat, marah-marah pula lagi.
“Maaf salah sambung, mbak” kataku ramah.
“Oh emang ini siapa?” tanya ia kikuk.
“Ari” jawabku lalu tanpa ia balas sepatah kata langsung ia matikan saluran teleponnya.
Sudah salah sambung, ganggu jam istirahat, ngegertak, main tutup telpon aja, tidak minta maaf pula. Kurang lebih itulah ungkapan kekesalan yang aku ingat kala itu. Aku langsung mematikan ponsel dan beranjak tidur tanpa pernah terpikir bahwa orang sialan itu akan kembali meneleponku pada malam harinya.
Dulu ketika aku masih duduk di bangku SMP, aku berkerja paruh waktu sebagai operator warnet. Ya pekerjaan yang memang dianggap sebelah mata memang, tak jarang pula teman-temanku melontarkan memanggilku dengan sebutan Anwar (as known as Anak Warnet). Walaupun terkadang pekerjaanku itu mendapati cibiran, nyatanya aku tetap menggeluti pekerjaan itu sampai duduk di bangku SMA. Jika berbicara gaji, memang pendapatannya tidak seberapa untuk sebulan dan dapat kukatakan tidak sesuai dengan tenaga dan waktu yang aku pertaruhkan. Akan tetapi, tidak sedikitpun aku menyesal karena merupakan suatu kebanggaan untukku apabila pada umur yang semuda itu aku bisa sedikit mandiri untuk keperluan jajan sehari-hari, terlebih karena bekerja di sana aku jadi mengenal teman-teman baru dari segala usia maupun profesi baik itu anak sekolahan (SD-SMA), anak kuliahan, guru karate, bahkan seorang wartawan dan tentunya beribu kenangan tentang kebersamaan yang aku dapatkan.
Untuk hari biasa aku bekerja dari jam 14.30 – 21.00 WIB sedangkan untuk hari libur aku bekerja mulai pukul 08.00 sampai 17.00 WIB. Aku lupa mengenai hari ketika perempuan itu menghubungiku untuk pertama kali, namun yang jelas ia kembali meneleponku usai aku pulang dari warnet sekitar jam sepuluh malam. Awalnya aku tidak ingin mengangkat telepon darinya, akan tetapi semakin aku diamkan nada dering keras bin norak ponselku semakin terngiang di telinga. Aku mulai menyesali perbuatanku yang menyetel musik ala ala metal sebagai nada dering.
“Ya halo, ini mbak yang tadi sore kan ya? Maaf mbak salah sambung lagi” kataku sebab aku menghafal tiga dingit angka nomor ponselnya yang mudah sekali untuk diingat.
“Engga, gue sengaja nelpon lo. Ngomong-ngomong boleh kenalan?” ucapnya, sedangkan aku hanya bergeming. Aku terdiam bukan karena ini adalah kali pertama aku mendapatkan seorang lawan bicara perempuan yang mengajak kenalan dengan frontal, akan tetapi ini adalah pengalaman pertama ada seorang perempuan yang entah darimana, mendapatkan nomorku dari siapa, dan pure salah sambung pula mengajakku kenalan. What the hell mate.
“Yah nama gua masih sama seperti tadi sore, ingat kan?” tanyaku.
“Iya ingat kok, btw nama gue Ara” ucapnya kemudian ia tertawa kecil untuk memecah keheningan diantara percakapan awkwardmalam itu.
“Ngomong-ngomong lu dapat nomor gua darimana?” tanyaku heran.
“Ga dapat darimana-mana, orang gue aja salah sambung. Tadi gue mau telfon teman gue tapi salah satu digit makanya jadi nyambungnya ke elo” jawabnya, namun aku tidak semudah itu percaya.
“Halah, lu jangan-jangan secret admirer gua yah. Ngaku aja udah” jawabku pede, aku bisa mengatakan seperti itu karena memang waktu itu sedang ada perempuan bahkan beberapa perempuan di sekolah yang mengejar-ngejarku secara bergerilya dan membuatku tidak nyaman, akan tetapi aku tidak merespon satupun dari mereka agar tidak merusak pertemanan. Dan kabar buruknya aku sempat diberi label sebagai laki-laki gay karena sampai detik itu aku tidak merespon satupun diantara mereka.
Kemudian percakapan dilanjutkan olehku untuk bertanya mengenai asal sekolah, tempat tinggal, ciri-ciri tubuhku dan yah ditengah percakapan itu aku mulai yakin bahwa kami tidak saling mengenal dan jarak kami berpuluh-puluh kilometer jauhnya. Akan tetapi, percakapan pertama kami malam itu benar-benar seperti orang yang sudah mengenal sangat lama sebab seiring detik demi detik berjalan pudar rasa canggung yang ada pada diri kami.
“Telfonannya sampe sini dulu yah, gue udah dipanggil ke bawah sama nyokap” ujarnya.
“Oh oke, gua juga sempet denger kok tadi walaupun agak samar. Gua juga mau mandi dan istirahat” kataku.
“Yaudah besok lanjut ya, bye”
Ia menutup saluran teleponnya. Aku mengurungkan niat sejenak untuk mandi, lalu menguntal-nguntal handuk hingga menyerupai sebuah bantal lalu kurebahkan badanku kemudian melihat langit-langit kamar yang mulai berkabang. Pikiranku masih menyimpan banyak pertanyaan, aku mengusap muka dan memejamkan mata setelahnya. Ara? Siapa sih dia, datang tiba-tiba macam roh yang dipanggil boneka jelangkung aja.
Ia datang tanpa pernah kuduga, menaruh cinta pada hati tanpa perlu melihat rupa ataupun mencoba meraih telapak tanganku kemudian menggandengnya. Mungkin kesan tersebutlah yang dapat kurangkai apabila pikiranku mendesak untuk mendeskripsikan perempuan yang sempat membuatku jatuh hati walau dengan cara yang absurd. Cukup absurd apabila kisah ini dibaca secara keseluruhan.
Kali pertama ia datang ialah ketika aku terbangun dari tidur siang yang bahkan belum berlangsung selama 5 menit. Tidak ia tidak datang ke rumahku ataupun secara spontan berada di hadapanku ketika membuka mata, tidak. Kehadirannya justru datang melalui pesan yang aku abaikan, pesan yang tersembunyi dibalik puluhan pesan lainnya dari peringatan masa aktif kartu perdana dari operator telepon selular milikku satu-satunya.
Iya w di rumah nih
Kata di atas adalah salam perkenalan yang tanpa sengaja ia katakan kepadaku. Tidak dikatakan secara langsung, melainkan melalui teks dan tentu tidak ada yang spesial dari tulisan singkat dan berasal dari nomor yang tidak kukenal, maka cukup masuk akal apabila aku abaikan terlebih waktu itu dalam sebulan aku sering mendapati pesan nyasar dari nomor yang tidak tercantum di dalam kontak. Dan kebanyakan adalah pesan penipuan atau “mama minta pulsa”.
Usai membaca kembali aku taruh ponsel murah meriahku di tempat yang asal lalu aku merebahkan badan sembari memijit-mijit kepala untuk meredam kepenatan hariku yang terlanjur terekam di otak. Aku separuh tertidur namun ponselku berdering keras, aku geram dan menyumpah orang yang menghubungi ponselku karena secara tidak langsung telah mengganggu istirahatku.
“Halo, ini siapa?” tanyaku kepada orang di balik saluran telepon dan tentunya tidak kukenal karena namanya memang tidak tercantum di kontak.
“Pake nanya lagi. Lu jadi ke rumah ga!” ucapnya dengan nada tinggi. Aku terdiam lalu mengeplak jidatku. Sudah ganggu jam istirahat, marah-marah pula lagi.
“Maaf salah sambung, mbak” kataku ramah.
“Oh emang ini siapa?” tanya ia kikuk.
“Ari” jawabku lalu tanpa ia balas sepatah kata langsung ia matikan saluran teleponnya.
Sudah salah sambung, ganggu jam istirahat, ngegertak, main tutup telpon aja, tidak minta maaf pula. Kurang lebih itulah ungkapan kekesalan yang aku ingat kala itu. Aku langsung mematikan ponsel dan beranjak tidur tanpa pernah terpikir bahwa orang sialan itu akan kembali meneleponku pada malam harinya.
Dulu ketika aku masih duduk di bangku SMP, aku berkerja paruh waktu sebagai operator warnet. Ya pekerjaan yang memang dianggap sebelah mata memang, tak jarang pula teman-temanku melontarkan memanggilku dengan sebutan Anwar (as known as Anak Warnet). Walaupun terkadang pekerjaanku itu mendapati cibiran, nyatanya aku tetap menggeluti pekerjaan itu sampai duduk di bangku SMA. Jika berbicara gaji, memang pendapatannya tidak seberapa untuk sebulan dan dapat kukatakan tidak sesuai dengan tenaga dan waktu yang aku pertaruhkan. Akan tetapi, tidak sedikitpun aku menyesal karena merupakan suatu kebanggaan untukku apabila pada umur yang semuda itu aku bisa sedikit mandiri untuk keperluan jajan sehari-hari, terlebih karena bekerja di sana aku jadi mengenal teman-teman baru dari segala usia maupun profesi baik itu anak sekolahan (SD-SMA), anak kuliahan, guru karate, bahkan seorang wartawan dan tentunya beribu kenangan tentang kebersamaan yang aku dapatkan.
Untuk hari biasa aku bekerja dari jam 14.30 – 21.00 WIB sedangkan untuk hari libur aku bekerja mulai pukul 08.00 sampai 17.00 WIB. Aku lupa mengenai hari ketika perempuan itu menghubungiku untuk pertama kali, namun yang jelas ia kembali meneleponku usai aku pulang dari warnet sekitar jam sepuluh malam. Awalnya aku tidak ingin mengangkat telepon darinya, akan tetapi semakin aku diamkan nada dering keras bin norak ponselku semakin terngiang di telinga. Aku mulai menyesali perbuatanku yang menyetel musik ala ala metal sebagai nada dering.
“Ya halo, ini mbak yang tadi sore kan ya? Maaf mbak salah sambung lagi” kataku sebab aku menghafal tiga dingit angka nomor ponselnya yang mudah sekali untuk diingat.
“Engga, gue sengaja nelpon lo. Ngomong-ngomong boleh kenalan?” ucapnya, sedangkan aku hanya bergeming. Aku terdiam bukan karena ini adalah kali pertama aku mendapatkan seorang lawan bicara perempuan yang mengajak kenalan dengan frontal, akan tetapi ini adalah pengalaman pertama ada seorang perempuan yang entah darimana, mendapatkan nomorku dari siapa, dan pure salah sambung pula mengajakku kenalan. What the hell mate.
“Yah nama gua masih sama seperti tadi sore, ingat kan?” tanyaku.
“Iya ingat kok, btw nama gue Ara” ucapnya kemudian ia tertawa kecil untuk memecah keheningan diantara percakapan awkwardmalam itu.
“Ngomong-ngomong lu dapat nomor gua darimana?” tanyaku heran.
“Ga dapat darimana-mana, orang gue aja salah sambung. Tadi gue mau telfon teman gue tapi salah satu digit makanya jadi nyambungnya ke elo” jawabnya, namun aku tidak semudah itu percaya.
“Halah, lu jangan-jangan secret admirer gua yah. Ngaku aja udah” jawabku pede, aku bisa mengatakan seperti itu karena memang waktu itu sedang ada perempuan bahkan beberapa perempuan di sekolah yang mengejar-ngejarku secara bergerilya dan membuatku tidak nyaman, akan tetapi aku tidak merespon satupun dari mereka agar tidak merusak pertemanan. Dan kabar buruknya aku sempat diberi label sebagai laki-laki gay karena sampai detik itu aku tidak merespon satupun diantara mereka.
Kemudian percakapan dilanjutkan olehku untuk bertanya mengenai asal sekolah, tempat tinggal, ciri-ciri tubuhku dan yah ditengah percakapan itu aku mulai yakin bahwa kami tidak saling mengenal dan jarak kami berpuluh-puluh kilometer jauhnya. Akan tetapi, percakapan pertama kami malam itu benar-benar seperti orang yang sudah mengenal sangat lama sebab seiring detik demi detik berjalan pudar rasa canggung yang ada pada diri kami.
“Telfonannya sampe sini dulu yah, gue udah dipanggil ke bawah sama nyokap” ujarnya.
“Oh oke, gua juga sempet denger kok tadi walaupun agak samar. Gua juga mau mandi dan istirahat” kataku.
“Yaudah besok lanjut ya, bye”
Ia menutup saluran teleponnya. Aku mengurungkan niat sejenak untuk mandi, lalu menguntal-nguntal handuk hingga menyerupai sebuah bantal lalu kurebahkan badanku kemudian melihat langit-langit kamar yang mulai berkabang. Pikiranku masih menyimpan banyak pertanyaan, aku mengusap muka dan memejamkan mata setelahnya. Ara? Siapa sih dia, datang tiba-tiba macam roh yang dipanggil boneka jelangkung aja.
Spoiler for INDEX:
PART 1. Sebuah Pesan Yang Terabaikan
PART 2. Sebuah Persamaan Nama
PART 3. Suara Yang Masih Terngiang
PART 4. Cinta Yang Lain
PART 5. Bulan, Dimana Kita Dipertemukan
PART 6. Then We Know Each Other
PART 7. HER
PART 8. Could You Be Mine ?
PART 9. Lover Over Phone
PART 10. Watch Over You
PART 11. Pesan Yang Tidak Pernah Terbalaskan
PART 2. Sebuah Persamaan Nama
PART 3. Suara Yang Masih Terngiang
PART 4. Cinta Yang Lain
PART 5. Bulan, Dimana Kita Dipertemukan
PART 6. Then We Know Each Other
PART 7. HER
PART 8. Could You Be Mine ?
PART 9. Lover Over Phone
PART 10. Watch Over You
PART 11. Pesan Yang Tidak Pernah Terbalaskan
Spoiler for Kunjungi juga thread ane yang lain:
Polling
0 suara
Apakah mereka akan bertemu ?
Diubah oleh fachreal5 11-09-2019 00:18
a.w.a.w.a.w dan 22 lainnya memberi reputasi
23
14.6K
Kutip
81
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
fachreal5
#3
4. Cinta Yang Lain
Quote:
Berdasarkan pengakuannya dia tinggal di Menteng, ayahnya orang Australia dan ibunya asli pribumi. Selain mempunyai minat yang sama di dunia musik, kami mempunyai ketertarikan untuk memainkan instrumen yang sama yaitu drum namun sebatas pengagum dan sama-sama belum pernah memainkannya sedikitpun. Ia les vokal vokal di hari Minggu sedangkan aku di hari yang sama hanya memandangi monitor, setup billing warnet, dan menghitung recehan. Tentu terdapat sebuah ketimpangan sosial diantara kita berdua, akan tetapi nyatanya musik yang tetap berbaik hati untuk menyatukan kita hingga berbulan bulan lamanya.
Ngomong-ngomong tentang keluarganya aku pernah sekali berbicara dengan ayahnya via line telepon. Aksennya memang unik dan sepertinya memang benar bukan orang pribumi, ia bekerja di perminyakan dan pulang beberapa bulan sekali dan Ara sendiri adalah anak kesayangan dan sangat dekat dengan ayahnya. Baik ayah, ibu, dan kakaknya sangat menerima kehadiranku bahkan menganjurkanku untuk bertemu dengan mereka. Akan tetapi aku tak punya nyali untuk menerima tawaran itu, yah aku tahu aku memang pengecut.
Semakin lama kami kenal maka semakin banyak pula tema yang kami bahas dan terkadang kami membahas hal-hal absurd dimana biasanya dibahas oleh orang dewasa. Pernah sesekali aku disemprot oleh ibunya karena memplesetkan nama band Nidji menjadi “biji” dan sialnya Ara mengadukan hal itu ke ibunya yang ternyata adalah salah satu fans band tersebut.
“ Jangan ngomong kaya gitu lagi yah!” gertaknya, aku terdiam dan memelas.
“Iya tante, maaf saya bercanda” kataku namun setelahnya aku mendengar suara mereka berdua yang cekikikan.
“Tuh dengerin kata mamah” hardik Ara
“Rese lo. Pake ngadu lagi” kataku kesal namun ia hanya tertawa dan mengancam akan ngadu lagi. Aku menyerah dan mengganti topik obrolan.
Ngomong-ngomong setelah beberapa bulan aku mengenal Ara akhirnya aku mempunyai seorang pacar yang dengan sedikit terpaksa aku terima karena tidak enak hati dengan dalil tidak mau merusak pertemanan, walaupun aku tahu ini keputusan yang sangat salah.
“Ngomong-ngomong gimana kabar pacar lo ri? Tanyanya
“Alhamdulilah baik, tapi kita bisa ngobrolnya pas dia libur doang. Yu knowlah anak pesantren ga boleh bawa hape” kataku
“Tapi lo cinta sama dia?” tanyanya lagi serius.
“Dibilang cinta sih kayanya belum karena gue pacaran juga ga ada niat, tapi kalo sayang sih tentu ada. Kenapa lo tanya ini deh? Cemburu lo ya? Hahahaha”
“Pede lo”
“Terus kenapa?”
“Engga, gue mikir sebagai cewek pasti bakal sedih banget kalo sampe dia tau bahwa pacarnya nerima dia karena terpaksa. Padahal disisi lain dia berharap banyak sama lo apalagi dia sampe bela-belain kabur pas jam istirahat cuma buat nembak lo”
“Iyah gue tau, suatu saat gue akan bilang seandainya perasaan gue ini masih begini-begini aja” kataku
“Nah terus menurut lo ni yah. Lo bakal bisa benar-benar sayang sama dia ga? Atau bakal begini aja kedepannya?” tanyanya lagi
“Gatau ra, bisa ngomongin yang lain ga? Lo nyanyi apa kek gitu?”
“Gue lagi gak mood nyanyi. Gue butuh jawaban lo” tukasnya
“Kenapa sih? Fix cemburu lo ya gue udah punya pacar. HAHAHA!” hardikku
“Jawab ga!” gertaknya, darah tingginya mulai kumat.
“Well, gue tau ini ga akan lama dan kayanya gue udah buat suatu keputusan yang salah”
“Ya dan lebih salah lagi kalo lu ga secepatnya jujur ke dia”
“I know. Tapi gue butuh waktu. Ngomong-ngomong kenapa sih lu curious banget?”
“Iyah, kenapa gue tanya hal itu. Karena gue takut jadi salah satu penyebab yang bikin lo ga bisa sepenuhnya sayang sama cewek lo. Jadi kalo lu memang mau fokus ke cewek lo, gue bisa pergi kok” ucapnya, namun aku merasa ada hal lain yang ia tidak sebutkan.
“Kita cuma sahabatan kan ra? Ga lebih dari itu?” tanyaku.
“Iyah but you know..”
“You know what?”
“Ahh entahlah, jadi cewek itu gaenak ya ternyata. Pikirannya terlalu rumit heheh”
“Kalo lo suka sama gue yaudah ngaku sih” aku kembali menghardiknya, ia terkekeh.
“Pede lo ah hahaha. Btw habis ngomongin hal tadi gue jadi laper. Udahan dulu yah telponannya, gue laper banget mau makan orang aja rasanya”
“Mau dong dimakan” candaku.
“Kalo lo ada di depan gue mungkin udah gue bunuh lo dari sejam yang lalu kali ri”
“Awww ngeri hahaha” kami saling tertawa lepas sebelum akhirnya pembicaraan itu ditutup.
Hubunganku dengan sang pacar kurang lebih hanya berjalan dua bulan dan tentu menjadi hal yang menyakitkan untuknya akan tetapi walau begitu ia tetap menghormati keputusanku dan kami tetap berhubungan baik. Walau bagaimanapun aku sangat menaruh hormat kepadanya karena berani untuk menyatakan rasa sukanya duluan kepada seorang pria. Tentu Ara sangat senang dengan keputusanku karena dengan begitu ia tidak perlu berpikir akan menyakiti perasaan seseorang apabila ia masih dekat denganku.
to be continued....
Ngomong-ngomong tentang keluarganya aku pernah sekali berbicara dengan ayahnya via line telepon. Aksennya memang unik dan sepertinya memang benar bukan orang pribumi, ia bekerja di perminyakan dan pulang beberapa bulan sekali dan Ara sendiri adalah anak kesayangan dan sangat dekat dengan ayahnya. Baik ayah, ibu, dan kakaknya sangat menerima kehadiranku bahkan menganjurkanku untuk bertemu dengan mereka. Akan tetapi aku tak punya nyali untuk menerima tawaran itu, yah aku tahu aku memang pengecut.
Semakin lama kami kenal maka semakin banyak pula tema yang kami bahas dan terkadang kami membahas hal-hal absurd dimana biasanya dibahas oleh orang dewasa. Pernah sesekali aku disemprot oleh ibunya karena memplesetkan nama band Nidji menjadi “biji” dan sialnya Ara mengadukan hal itu ke ibunya yang ternyata adalah salah satu fans band tersebut.
“ Jangan ngomong kaya gitu lagi yah!” gertaknya, aku terdiam dan memelas.
“Iya tante, maaf saya bercanda” kataku namun setelahnya aku mendengar suara mereka berdua yang cekikikan.
“Tuh dengerin kata mamah” hardik Ara
“Rese lo. Pake ngadu lagi” kataku kesal namun ia hanya tertawa dan mengancam akan ngadu lagi. Aku menyerah dan mengganti topik obrolan.
Ngomong-ngomong setelah beberapa bulan aku mengenal Ara akhirnya aku mempunyai seorang pacar yang dengan sedikit terpaksa aku terima karena tidak enak hati dengan dalil tidak mau merusak pertemanan, walaupun aku tahu ini keputusan yang sangat salah.
“Ngomong-ngomong gimana kabar pacar lo ri? Tanyanya
“Alhamdulilah baik, tapi kita bisa ngobrolnya pas dia libur doang. Yu knowlah anak pesantren ga boleh bawa hape” kataku
“Tapi lo cinta sama dia?” tanyanya lagi serius.
“Dibilang cinta sih kayanya belum karena gue pacaran juga ga ada niat, tapi kalo sayang sih tentu ada. Kenapa lo tanya ini deh? Cemburu lo ya? Hahahaha”
“Pede lo”
“Terus kenapa?”
“Engga, gue mikir sebagai cewek pasti bakal sedih banget kalo sampe dia tau bahwa pacarnya nerima dia karena terpaksa. Padahal disisi lain dia berharap banyak sama lo apalagi dia sampe bela-belain kabur pas jam istirahat cuma buat nembak lo”
“Iyah gue tau, suatu saat gue akan bilang seandainya perasaan gue ini masih begini-begini aja” kataku
“Nah terus menurut lo ni yah. Lo bakal bisa benar-benar sayang sama dia ga? Atau bakal begini aja kedepannya?” tanyanya lagi
“Gatau ra, bisa ngomongin yang lain ga? Lo nyanyi apa kek gitu?”
“Gue lagi gak mood nyanyi. Gue butuh jawaban lo” tukasnya
“Kenapa sih? Fix cemburu lo ya gue udah punya pacar. HAHAHA!” hardikku
“Jawab ga!” gertaknya, darah tingginya mulai kumat.
“Well, gue tau ini ga akan lama dan kayanya gue udah buat suatu keputusan yang salah”
“Ya dan lebih salah lagi kalo lu ga secepatnya jujur ke dia”
“I know. Tapi gue butuh waktu. Ngomong-ngomong kenapa sih lu curious banget?”
“Iyah, kenapa gue tanya hal itu. Karena gue takut jadi salah satu penyebab yang bikin lo ga bisa sepenuhnya sayang sama cewek lo. Jadi kalo lu memang mau fokus ke cewek lo, gue bisa pergi kok” ucapnya, namun aku merasa ada hal lain yang ia tidak sebutkan.
“Kita cuma sahabatan kan ra? Ga lebih dari itu?” tanyaku.
“Iyah but you know..”
“You know what?”
“Ahh entahlah, jadi cewek itu gaenak ya ternyata. Pikirannya terlalu rumit heheh”
“Kalo lo suka sama gue yaudah ngaku sih” aku kembali menghardiknya, ia terkekeh.
“Pede lo ah hahaha. Btw habis ngomongin hal tadi gue jadi laper. Udahan dulu yah telponannya, gue laper banget mau makan orang aja rasanya”
“Mau dong dimakan” candaku.
“Kalo lo ada di depan gue mungkin udah gue bunuh lo dari sejam yang lalu kali ri”
“Awww ngeri hahaha” kami saling tertawa lepas sebelum akhirnya pembicaraan itu ditutup.
Hubunganku dengan sang pacar kurang lebih hanya berjalan dua bulan dan tentu menjadi hal yang menyakitkan untuknya akan tetapi walau begitu ia tetap menghormati keputusanku dan kami tetap berhubungan baik. Walau bagaimanapun aku sangat menaruh hormat kepadanya karena berani untuk menyatakan rasa sukanya duluan kepada seorang pria. Tentu Ara sangat senang dengan keputusanku karena dengan begitu ia tidak perlu berpikir akan menyakiti perasaan seseorang apabila ia masih dekat denganku.
to be continued....
Diubah oleh fachreal5 18-01-2019 21:50
axxis2sixx dan 4 lainnya memberi reputasi
5
Kutip
Balas