- Beranda
- Stories from the Heart
CloudLove (TeenFiction)
...
TS
ayahnyabinbun
CloudLove (TeenFiction)

Assalamualaikum semua.
Ini hanya goresan tinta imajinasi seorang lelaki tua beranak dua yang telat menemukan hasratnya dalam hal menulis tentang cinta.
No Junk.
No Spam.
Pokoknya ikuti Rules dari Kaskus aja ya.
Ini cerita kedua ayahBinBun, sempat dilirik penerbit indie … namun, yah gitulah, hanya berujung PHP, daripada galau enggak jelas mending ayahBinBun gelar disini, enggak usah lama-lama mending langsung aja dibaca.
Spoiler for Index:
CHAPTER 1
CHAPTER 2
CHAPTER 3
CHAPTER 4
CHAPTER 5
[URL=]
CHAPTER 6
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 7
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 8
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 9
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 10
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 11
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 12
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 13
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 14
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 15
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 16
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 17
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 18
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 19
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 20
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 21
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 22
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 23
[/URL]
CHAPTER 24
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 27
Spoiler for prolog:
Hari senin di SMA Sinar jaya para murid mulai bersiap melakukan upacara pagi, di luar gerbang riuh anak murid yang terlambat datang.
"Akh elah telat lagi kan, elu sih Sin pake sarapan bubur kacang ijo dulu," dengus kesal seorang remaja perempuan dengan tas ransel di punggungnya.
"Hehe, mangap Gi diriku pan lavar, nanti cantik ini lunthur engga mamam dulu," jawab temannya dengan candaan.
"Tailah, yuk muter, kita lewat belakang," dengus kesal sang gadis berambut pendek tersebut.
Sang perempuan hanya mengangguk mengiyakan ide temannya, kedua gadis itu beranjak pergi menuju ke belakang sekolah sebelum guru yang menjaga gerbang melihat mereka.
Sreek..
Sreeek..
"Tas gua jangan di seret kampret..!"
"Mangap Gi, sempit ini lubang."
"Makanya diet..! Makan mulu hidup lu."
"Dailah kayak tetangga gua aje luh, mulutnye pedes kayak boncabe."
"Sstt.. Diem Sin, denger enggak lu? Kayak ada orang di belakang."
Kedua remaja itu mencari arah suara, kedua mata mereka melirik empat murid lelaki sedang berkumpul, Agni dan Sinta menguping pembicaraan mereka.
"Heh cupu kuadrat..! Gua udah bilang kerjain PR gua, kenapa masih kosong ini."
"Udah hajar aje bos, anak cupu gini mesti di takol biar nurut," jawab temannya mengompori keadaan.
"Aku mesti jaga ibu aku bang, jadi enggak sempet ngerjain, nanti aku bakal kerjain yang lainnya dah," jawab remaja yang tersungkur di tanah, pelipisnya terlihat lebam akibat tadi dipukul lelaki tambun itu.
"HEI..! KALO BERANI JANGAN KEROYOKAN BANCI..!" teriak Agni lantang dari arah belakang membuat Sinta di sebelahnya tersentak.
Keempat remaja tersebut mencari sumber suara, mereka serempak menatap seorang gadis berponi dengan potongan rambut pendek sepundak di belakang sekolah.
"Wuih berani juga nih cewe, perlu kita hajar nih."
"B..b.bos ntu Agni, si naga betina, kita pergi aja lah bos."
"Halah banci lu!" jawab lelaki tambun tersebut penuh kesombongan.
Agni melangkah maju menghadapi ke tiga lelaki di depannya, sang lelaki tambun ikut maju untuk menghadapi Agni.
"Heh pramuria, denger ye ini bukan urusan cewe macem elu, jadi...."
-BUUUGH...!!-
Sebuah tendangan telak mengenai selangkangan lelaki tambun itu.
"AAAAAaaaghhhh...!" teriak remaja tambun tersebut, sekujur tubuhnya bergetar, koneksi otak dan tubuhnya seketika terputus, hanya ada bulir air mata menetes di sisi matanya.
"PERGI LU SEMUA, DAN BAWA KARUNG SAMPAH INI DARI HADAPAN GUA..!" titah Agni sang naga betina kepada dua anak buah si lelaki tambun.
Sinta yang melihat dari belakang hanya bisa menganga melihat tindakan temannya yang sangat berani itu, ia pun melempar sampah dedaunan ke arah tiga berandalan yang lari melewati dirinya.
"Rasain luh! Agni dilawan, dasar pe'a, bonyok dah ntu kantong menyan," ledek Sinta puas.
Agni melihat lelaki yang menjadi korban tiga berandal tadi, ia berjongkok seraya melihat wajah lelaki tersebut.
"Nama lu siapa? Kelas berapa?" tanya Agni selidik.
"Ren..Renvil, kelas 1-A mba," jawab Renvil dengan menahan sakit di pelipisnya.
"Wuiiih anak pinter luh masuk golongan kelas A, jangan panggil gua mba gua bukan mba elu, kenapa si Johan kampret ganggu lu?" tanya Agni lagi.
"Dia..dia minta aku kerjain tugasnya."
"Terus elu mau?!"
Renvil hanya bisa mengangguk pelan atas pertanyaan Agni tersebut.
"bodoh...! elu pinter tapi bodoh, bingung gua," jawab Agni kasar.
Sinta melangkah menuju temannya dan lelaki yang sedang tersungkur di depannya.
"Ya Tuhan, tampan pisan, duh sini-sini neng Sinta bersihin lukanya cah kasep," seruduk Sinta menyenggol Agni yang sedang jongkok.
"Tai lu Sin, badan mirip banget buldoser satpol pp," jengah Agni yang tubuhnya terdorong tubuh sintal Sinta.
Sinta kemudian mengambil tissue dari dalam tasnya dan menyeka luka di pelipis Renvil.
"Nama kamu siapa? kelas berapa? Udah punya pacar? Mau enggak sama neng Sinta yang semok bin demplon ini?" rentetan pertanyaan membredel si Renvil.
"Renvil kak, kelas 1-A, belum kak, saya single by choice," jawab Renvil sekenanya.
"Maaf kak, liat kacamata saya tidak? tadi di lempar sama si Johan."
"Nih, untung kagak gua injek." jawab Agni sembari memberikan sebuah kacamata ke tangan Renvil.
Renvil pun langsung membersihkan lensa kacamatanya, kemudian menyangkutkannya di kedua daun telinganya.
Dua gadis di depannya tersentak, lelaki tampan di depannya langsung jatuh kadar ketampanannya, kacamata tebal bundar sempurna setebal pantat botol menghiasi wajah tampan tersebut.
"Jiaaah.. Buang tuh kacamata Ren, bikin ilfeel gua aja." jawab Sinta jujur sejujur-jujurnya.
Renvil hanya tersenyum mendengar perkataan Sinta, wajahnya memang berubah tatkala ia memakai kacamata pemberian ayahnya tersebut.
"Nama gua Agni, ini Sinta, kalo si Johan ganggu elu lagi bilang ke gua, ngerti lu..!?" terang Agni.
"Iya kak."
"Dan satu hal lagi!"
Renvil terdiam mendengarkan kata-kata selanjutnya dari Agni.
"Mulai hari ini elu jadi budak gua, ngerti lu..?!"
Sinta dan Renvil tersentak mendengar kata-kata Agni.
"I..iya kak Agni."
-Biarkanlah cintaku membawamu keatas awan hingga burung pun iri karena tidak bisa terbang begitu tinggi-
-CloudLove-
"Akh elah telat lagi kan, elu sih Sin pake sarapan bubur kacang ijo dulu," dengus kesal seorang remaja perempuan dengan tas ransel di punggungnya.
"Hehe, mangap Gi diriku pan lavar, nanti cantik ini lunthur engga mamam dulu," jawab temannya dengan candaan.
"Tailah, yuk muter, kita lewat belakang," dengus kesal sang gadis berambut pendek tersebut.
Sang perempuan hanya mengangguk mengiyakan ide temannya, kedua gadis itu beranjak pergi menuju ke belakang sekolah sebelum guru yang menjaga gerbang melihat mereka.
Sreek..
Sreeek..
"Tas gua jangan di seret kampret..!"
"Mangap Gi, sempit ini lubang."
"Makanya diet..! Makan mulu hidup lu."
"Dailah kayak tetangga gua aje luh, mulutnye pedes kayak boncabe."
"Sstt.. Diem Sin, denger enggak lu? Kayak ada orang di belakang."
Kedua remaja itu mencari arah suara, kedua mata mereka melirik empat murid lelaki sedang berkumpul, Agni dan Sinta menguping pembicaraan mereka.
"Heh cupu kuadrat..! Gua udah bilang kerjain PR gua, kenapa masih kosong ini."
"Udah hajar aje bos, anak cupu gini mesti di takol biar nurut," jawab temannya mengompori keadaan.
"Aku mesti jaga ibu aku bang, jadi enggak sempet ngerjain, nanti aku bakal kerjain yang lainnya dah," jawab remaja yang tersungkur di tanah, pelipisnya terlihat lebam akibat tadi dipukul lelaki tambun itu.
"HEI..! KALO BERANI JANGAN KEROYOKAN BANCI..!" teriak Agni lantang dari arah belakang membuat Sinta di sebelahnya tersentak.
Keempat remaja tersebut mencari sumber suara, mereka serempak menatap seorang gadis berponi dengan potongan rambut pendek sepundak di belakang sekolah.
"Wuih berani juga nih cewe, perlu kita hajar nih."
"B..b.bos ntu Agni, si naga betina, kita pergi aja lah bos."
"Halah banci lu!" jawab lelaki tambun tersebut penuh kesombongan.
Agni melangkah maju menghadapi ke tiga lelaki di depannya, sang lelaki tambun ikut maju untuk menghadapi Agni.
"Heh pramuria, denger ye ini bukan urusan cewe macem elu, jadi...."
-BUUUGH...!!-
Sebuah tendangan telak mengenai selangkangan lelaki tambun itu.
"AAAAAaaaghhhh...!" teriak remaja tambun tersebut, sekujur tubuhnya bergetar, koneksi otak dan tubuhnya seketika terputus, hanya ada bulir air mata menetes di sisi matanya.
"PERGI LU SEMUA, DAN BAWA KARUNG SAMPAH INI DARI HADAPAN GUA..!" titah Agni sang naga betina kepada dua anak buah si lelaki tambun.
Sinta yang melihat dari belakang hanya bisa menganga melihat tindakan temannya yang sangat berani itu, ia pun melempar sampah dedaunan ke arah tiga berandalan yang lari melewati dirinya.
"Rasain luh! Agni dilawan, dasar pe'a, bonyok dah ntu kantong menyan," ledek Sinta puas.
Agni melihat lelaki yang menjadi korban tiga berandal tadi, ia berjongkok seraya melihat wajah lelaki tersebut.
"Nama lu siapa? Kelas berapa?" tanya Agni selidik.
"Ren..Renvil, kelas 1-A mba," jawab Renvil dengan menahan sakit di pelipisnya.
"Wuiiih anak pinter luh masuk golongan kelas A, jangan panggil gua mba gua bukan mba elu, kenapa si Johan kampret ganggu lu?" tanya Agni lagi.
"Dia..dia minta aku kerjain tugasnya."
"Terus elu mau?!"
Renvil hanya bisa mengangguk pelan atas pertanyaan Agni tersebut.
"bodoh...! elu pinter tapi bodoh, bingung gua," jawab Agni kasar.
Sinta melangkah menuju temannya dan lelaki yang sedang tersungkur di depannya.
"Ya Tuhan, tampan pisan, duh sini-sini neng Sinta bersihin lukanya cah kasep," seruduk Sinta menyenggol Agni yang sedang jongkok.
"Tai lu Sin, badan mirip banget buldoser satpol pp," jengah Agni yang tubuhnya terdorong tubuh sintal Sinta.
Sinta kemudian mengambil tissue dari dalam tasnya dan menyeka luka di pelipis Renvil.
"Nama kamu siapa? kelas berapa? Udah punya pacar? Mau enggak sama neng Sinta yang semok bin demplon ini?" rentetan pertanyaan membredel si Renvil.
"Renvil kak, kelas 1-A, belum kak, saya single by choice," jawab Renvil sekenanya.
"Maaf kak, liat kacamata saya tidak? tadi di lempar sama si Johan."
"Nih, untung kagak gua injek." jawab Agni sembari memberikan sebuah kacamata ke tangan Renvil.
Renvil pun langsung membersihkan lensa kacamatanya, kemudian menyangkutkannya di kedua daun telinganya.
Dua gadis di depannya tersentak, lelaki tampan di depannya langsung jatuh kadar ketampanannya, kacamata tebal bundar sempurna setebal pantat botol menghiasi wajah tampan tersebut.
"Jiaaah.. Buang tuh kacamata Ren, bikin ilfeel gua aja." jawab Sinta jujur sejujur-jujurnya.
Renvil hanya tersenyum mendengar perkataan Sinta, wajahnya memang berubah tatkala ia memakai kacamata pemberian ayahnya tersebut.
"Nama gua Agni, ini Sinta, kalo si Johan ganggu elu lagi bilang ke gua, ngerti lu..!?" terang Agni.
"Iya kak."
"Dan satu hal lagi!"
Renvil terdiam mendengarkan kata-kata selanjutnya dari Agni.
"Mulai hari ini elu jadi budak gua, ngerti lu..?!"
Sinta dan Renvil tersentak mendengar kata-kata Agni.
"I..iya kak Agni."
-Biarkanlah cintaku membawamu keatas awan hingga burung pun iri karena tidak bisa terbang begitu tinggi-
-CloudLove-
Diubah oleh ayahnyabinbun 13-05-2019 21:02
iamzero dan 8 lainnya memberi reputasi
9
15.2K
Kutip
131
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
ayahnyabinbun
#6
Chapter 5
Spoiler for kesatria dan putri malu:
"Kamu bagai balon warna warni, selalu menarik mata ini untuk melihatmu dan menginginkanmu di genggamanku."
10 tahun yang lalu
"Epil tunggu?" dengus gadis cilik mengejar seorang anak lelaki.
"Ayo lun-lun cepatan, nanti monsternya mengejar kita," kata sang bocah lelaki.
"Aku takut!"
"Jangan takut, aku akan selalu melindungi kamu, aku kan kesatria kamu!!" kata sang bocah lelaki sambil berdecak pinggang.
"Makasih epil, lun-lun sayang lenpil," sang gadis memeluk bocah lelaki dengan eratnya.
Ibu kedua sang anak hanya bisa tertawa melihat tingkah anak-anak mereka.
"Hhmm.., apa dia masih ingat masa itu?" gumam seorang gadis berkacamata di tempat duduknya.
Bel panjang berbunyi nyaring, tanda sekolah telah usai murid-murid bersiap-siap untuk pulang, suasana mendung menghiasi langit di temani angin dan kilatan petir tanda hujan akan segera turun, beberapa murid beranjak pulang, tak mengindahkan warna sang awan yang kian kelabu.
"Ren gua duluan," sahut Udin sambil berlalu dengan motor vespanya.
Renvil hanya mengangguk sambil melihat punggung sahabatnya yang menjauh, jalur pulang Udin berbeda dengan Renvil, lagi pula ia lebih senang berjalan kaki, lebih sehat menurutnya, seperti biasa Renvil harus berjalan lumayan jauh untuk menuju jalan raya, setapak demi setapak di susuri Renvil untuk bisa naik angkutan kota, perlahan hujan turun, semakin lama semakin deras, ia pun meneduh di sebuah rumah toko yang kebetulan tutup, Renvil berjongkok sambil mengecek layar telepon genggamnya.
"Huft, sms operator lagi, nasib jomblo," gumam Renvil sambil mengacak-acak rambutnya sendiri yang terkena tetesan air hujan.
Tiba-tiba seorang gadis ikut meneduh di bawah rumah toko itu, Renvil masih sibuk dengan telepon genggamnya sehingga tidak menyadari kehadiran gadis di sebelahnya.
"R-renvil b-bukannya punya payung? Kok neduh?" tanya gadis tersebut.
Renvil menoleh ke asal suara tersebut, gadis berkacamata dan berambut panjang sepinggang yang tadi pagi ia payungi sedang berada di sampingnya.
"Eh, Bening, engh iya payung ku ketinggalan di kelas," jawab Renvil berbohong.
Kenyataannya setelah ia melihat mendung di langit ia langsung memberikan payungnya ke kak Agni supaya kak Agni pulang tidak kehujanan.
"Oh, a-aku boleh duduk s-sebelah kamu..?" tanya Bening.
"Oh iya boleh lah, tapi tunggu sebentar."
Renvil membuka jaketnya kemudian mengibas-ngibaskan lantai yang hendak di duduki Bening, ia menggelar jaketnya agar menjadi alas bagi Bening duduk.
"Silakan duduk Bening."
"Eh enggak usah kayak gini!!, nanti jaket kamu kotor," kata Bening dengan rona merah di pipinya.
"Iish, gpp kali, nanti pulang juga aku cuci, udah ayo duduk, hujannya masih deras."
Bening pun duduk dengan sungkan dan Renvil kembali jongkok sambil memainkan telepon genggamnya.
Suasana hening persis tadi pagi menyelimuti mereka, suara hujan dan bunyi kodok yang mendominasi suara di sana.
"Kamu lagi main apa?" tanya Bening memecah keheningan.
"Oh, enggak lagi main, lagi ngehapus sms operator, maklum jomblo, yang sms cuman operator, hhmmm," jawab Renvil sambil mendengus panjang.
Bening hanya tersenyum melihat kelakuan Renvil, dan suasana kembali hening, suara hujan mendominasi kembali sesekali hanya ada suara kendaraan yang lewat di depan mereka.
Tiba-tiba Renvil teringat sesuatu, hal yang ingin di tanyakan ke Bening ketika mereka bertemu lagi.
"Eh iya, kamu kok tau nama ku, apa kita pernah bertemu sebelumnya?!" tanya Renvil penuh antusias.
"Kamu masih belum ingat?" jawab Bening dengan pertanyaan.
"Coba ingat lagi, aku saja masih ingat sama kamu Ren."
"Hhmmm, Bening, Bening, coba ku ingat-ingat lagi," wajah Renvil penuh tanda tanya, Renvil mulai mengernyitkan dahinya kemudian menggembungkan pipinya sambil mengerucutkan bibirnya.
"Hihihi, kamu masih sama seperti dulu, saat sedang berfikir keras dan saat sedang di marahi pipi kamu menggelembung dan bibir kamu maju lima centi," kata Bening sambil menahan tawa.
"Hehehe, maaf sudah kebiasaan, apa kamu teman SMP ku? Akh tapi sepertinya tidak, waktu SMP aku tidak memiliki teman, Hmmmm," dengus Renvil panjang karena mengingat masa SMPnya.
"Haaaa..! Aku tau...! Kamu pasti teman bimbel aku..!, tapi tunggu, aku enggak pernah ikut bimbel, Hmmmm," dengus panjang Renvil sambil mengerucutkan bibirnya kembali, membuat Bening tertawa kembali.
"Aku lun-lun," jawab Bening sambil menatap Renvil sembari tersenyum manis.
"HAH..! APA..!? LUN-LUN...!" Teriak Renvil tidak percaya, sangking terkejutnya Renvil sampai terjungkal ke belakang hingga terduduk di lantai ruko.
"Eh, kamu gpp? sakit gak?" tanya Bening cemas.
"Aduh, hehe, gpp kok, ikh lun-lun udah lama bangeeeeet...!" kata Renvil penuh antusias.
"Gimana kabar kedua orang tua kamu?" tanya Bening.
Wajah Renvil sedikit berubah, rona mukanya menjadi sedih.
"Ayah udah enggak ada," jawab Renvil.
"Hmm, maaf ya aku enggak tau,"
"Iya enggak kenapa-napa, lagian masih ada ibu yang nemenin aku," jawab Renvil sembari tersenyum manis menatap Bening.
Tanpa di sadari Bening pipinya merona merah melihat senyum Renvil yang tulus.
"Senyum itu, aku merindukan senyum itu, senyum yang dapat menghangatkan relung hati ini, senyum yang membuat ku jatuh ke lubang yang dalam, lubang yang bernama cinta."
10 tahun yang lalu
"Epil tunggu?" dengus gadis cilik mengejar seorang anak lelaki.
"Ayo lun-lun cepatan, nanti monsternya mengejar kita," kata sang bocah lelaki.
"Aku takut!"
"Jangan takut, aku akan selalu melindungi kamu, aku kan kesatria kamu!!" kata sang bocah lelaki sambil berdecak pinggang.
"Makasih epil, lun-lun sayang lenpil," sang gadis memeluk bocah lelaki dengan eratnya.
Ibu kedua sang anak hanya bisa tertawa melihat tingkah anak-anak mereka.
"Hhmm.., apa dia masih ingat masa itu?" gumam seorang gadis berkacamata di tempat duduknya.
Bel panjang berbunyi nyaring, tanda sekolah telah usai murid-murid bersiap-siap untuk pulang, suasana mendung menghiasi langit di temani angin dan kilatan petir tanda hujan akan segera turun, beberapa murid beranjak pulang, tak mengindahkan warna sang awan yang kian kelabu.
"Ren gua duluan," sahut Udin sambil berlalu dengan motor vespanya.
Renvil hanya mengangguk sambil melihat punggung sahabatnya yang menjauh, jalur pulang Udin berbeda dengan Renvil, lagi pula ia lebih senang berjalan kaki, lebih sehat menurutnya, seperti biasa Renvil harus berjalan lumayan jauh untuk menuju jalan raya, setapak demi setapak di susuri Renvil untuk bisa naik angkutan kota, perlahan hujan turun, semakin lama semakin deras, ia pun meneduh di sebuah rumah toko yang kebetulan tutup, Renvil berjongkok sambil mengecek layar telepon genggamnya.
"Huft, sms operator lagi, nasib jomblo," gumam Renvil sambil mengacak-acak rambutnya sendiri yang terkena tetesan air hujan.
Tiba-tiba seorang gadis ikut meneduh di bawah rumah toko itu, Renvil masih sibuk dengan telepon genggamnya sehingga tidak menyadari kehadiran gadis di sebelahnya.
"R-renvil b-bukannya punya payung? Kok neduh?" tanya gadis tersebut.
Renvil menoleh ke asal suara tersebut, gadis berkacamata dan berambut panjang sepinggang yang tadi pagi ia payungi sedang berada di sampingnya.
"Eh, Bening, engh iya payung ku ketinggalan di kelas," jawab Renvil berbohong.
Kenyataannya setelah ia melihat mendung di langit ia langsung memberikan payungnya ke kak Agni supaya kak Agni pulang tidak kehujanan.
"Oh, a-aku boleh duduk s-sebelah kamu..?" tanya Bening.
"Oh iya boleh lah, tapi tunggu sebentar."
Renvil membuka jaketnya kemudian mengibas-ngibaskan lantai yang hendak di duduki Bening, ia menggelar jaketnya agar menjadi alas bagi Bening duduk.
"Silakan duduk Bening."
"Eh enggak usah kayak gini!!, nanti jaket kamu kotor," kata Bening dengan rona merah di pipinya.
"Iish, gpp kali, nanti pulang juga aku cuci, udah ayo duduk, hujannya masih deras."
Bening pun duduk dengan sungkan dan Renvil kembali jongkok sambil memainkan telepon genggamnya.
Suasana hening persis tadi pagi menyelimuti mereka, suara hujan dan bunyi kodok yang mendominasi suara di sana.
"Kamu lagi main apa?" tanya Bening memecah keheningan.
"Oh, enggak lagi main, lagi ngehapus sms operator, maklum jomblo, yang sms cuman operator, hhmmm," jawab Renvil sambil mendengus panjang.
Bening hanya tersenyum melihat kelakuan Renvil, dan suasana kembali hening, suara hujan mendominasi kembali sesekali hanya ada suara kendaraan yang lewat di depan mereka.
Tiba-tiba Renvil teringat sesuatu, hal yang ingin di tanyakan ke Bening ketika mereka bertemu lagi.
"Eh iya, kamu kok tau nama ku, apa kita pernah bertemu sebelumnya?!" tanya Renvil penuh antusias.
"Kamu masih belum ingat?" jawab Bening dengan pertanyaan.
"Coba ingat lagi, aku saja masih ingat sama kamu Ren."
"Hhmmm, Bening, Bening, coba ku ingat-ingat lagi," wajah Renvil penuh tanda tanya, Renvil mulai mengernyitkan dahinya kemudian menggembungkan pipinya sambil mengerucutkan bibirnya.
"Hihihi, kamu masih sama seperti dulu, saat sedang berfikir keras dan saat sedang di marahi pipi kamu menggelembung dan bibir kamu maju lima centi," kata Bening sambil menahan tawa.
"Hehehe, maaf sudah kebiasaan, apa kamu teman SMP ku? Akh tapi sepertinya tidak, waktu SMP aku tidak memiliki teman, Hmmmm," dengus Renvil panjang karena mengingat masa SMPnya.
"Haaaa..! Aku tau...! Kamu pasti teman bimbel aku..!, tapi tunggu, aku enggak pernah ikut bimbel, Hmmmm," dengus panjang Renvil sambil mengerucutkan bibirnya kembali, membuat Bening tertawa kembali.
"Aku lun-lun," jawab Bening sambil menatap Renvil sembari tersenyum manis.
"HAH..! APA..!? LUN-LUN...!" Teriak Renvil tidak percaya, sangking terkejutnya Renvil sampai terjungkal ke belakang hingga terduduk di lantai ruko.
"Eh, kamu gpp? sakit gak?" tanya Bening cemas.
"Aduh, hehe, gpp kok, ikh lun-lun udah lama bangeeeeet...!" kata Renvil penuh antusias.
"Gimana kabar kedua orang tua kamu?" tanya Bening.
Wajah Renvil sedikit berubah, rona mukanya menjadi sedih.
"Ayah udah enggak ada," jawab Renvil.
"Hmm, maaf ya aku enggak tau,"
"Iya enggak kenapa-napa, lagian masih ada ibu yang nemenin aku," jawab Renvil sembari tersenyum manis menatap Bening.
Tanpa di sadari Bening pipinya merona merah melihat senyum Renvil yang tulus.
"Senyum itu, aku merindukan senyum itu, senyum yang dapat menghangatkan relung hati ini, senyum yang membuat ku jatuh ke lubang yang dalam, lubang yang bernama cinta."
Diubah oleh ayahnyabinbun 04-12-2018 10:56
1
Kutip
Balas