- Beranda
- Stories from the Heart
SURYA Dikala SENJA (Horor, Komedi)
...
TS
ayahnyabinbun
SURYA Dikala SENJA (Horor, Komedi)

Assalamualaikum semua.
Ini hanya goresan tinta imajinasi seorang lelaki tua yang telat menemukan hasratnya dalam hal menulis.
No Junk.
No Spam.
Pokoknya ikuti Rules dari Kaskus ya.
Cerita ini murni Fiksi, jadi kalau ada kesamaan nama tokoh dan tempat mohon di maklumi.
Terakhir.
Selamat menikmati bacaan ringan ini.
Spoiler for Prolog:
-Jakarta-
UGD RS di jakarta.
"Bagaimana istri saya sus!? " tanya seorang pria kepada suster yang baru saja keluar dari ruang UGD.
"Maaf pak masih kritis saya tidak bisa memberitahu lebih rinci kondisi istri bapak, itu wewenang dokter," jawab suster cepat kemudian dia berlalu meninggalkan lelaki itu.
Lelaki itu pun bersandar di tembok rumah sakit, raut mukanya terlihat lemas dan pucat kedua tangannya gemetar tatkala menutup wajahnya.
"Maafkan aku Naura, hiks, maafkan aku, " gumam lelaki itu sambil terisak menangis tersedu-sedu.
Seberkas cahaya membentuk sosok manusia berjongkok di depan lelaki itu, "jangan menangis sayang, ini memang sudah waktuku, jaga anak kita ya, dia ganteng seperti kamu, cup. " seru sesosok cahaya tersebut sambil mencium kening sang lelaki, dan cahaya itu pun berlalu bersama sesosok laki-laki berjubah putih yang menemaninya.
Lelaki itu mengangguk lesu sambil tersenyum tipis, melihat ruh istrinya menghilang menuju ufuk matahari dikala senja.
"Krieeek" suara pintu UGD terbuka, keluar seorang dokter dan beberapa suster menggendong seorang bayi.
"Pak Bagas, bayi bapak kami bersihkan dulu di ruang bayi ya pak, dokter ingin bicara dengan bapak," jawab suster dengan lemah lembut ke lelaki itu.
Lelaki itu pun berdiri, berjalan pelan menuju dokter yang menundukkan kepala di depan lelaki itu, gurat penyesalan terlihat dari wajah sang dokter.
"Sudah tidak apa-apa dok, saya sudah tahu, sehebat apapun anda tidak bisa melawan takdir, " jawab lelaki itu sambil menepuk pundak sang dokter.
"Ba-bagaimana bapak bisa tahu!? " jawab dokter dengan rona kebingungan.
Lelaki itu kemudian berlalu menuju ruangan bayi, langkah demi langkah terasa berat, tangisan tak terbendung dari kedua matanya, lelaki itu memukul-mukul dadanya agar menyisakan kelegaan saat ia bernafas.
"OOOEeeeK...OOOEEEEK...OOOEEEK," seketika tangis bayi memecah kesunyian lorong rumah sakit, lelaki itu mempercepat langkah demi langkahnya, terlihat seorang bayi sedang di gendong suster, menangis dengan kencangnya.
"Silakan pak di gendong anaknya, sudah saya bersihkan dedek bayinya," jawab suster ke lelaki itu.
Sang lelaki menerima si bayi dari tangan suster, menggendong dengan penuh kehati-hatian, sang bayi yang tadi menangis kencang seketika terdiam di pelukan lembut sang ayah.
"Mau di beri nama siapa pak bayinya?" tanya suster.
"Surya, Surya dikala senja. " jawab bapak Bagas lirih.
Spoiler for Chapter 1 : sang Surya:
Jakarta, 2018.
"TENG!! TENG!! TENG!!" bunyi bel terdengar hingga ujung jalan setapak depan sebuah sekolah, segerombolan anak tunggang langgang berlarian menuju gerbang sekolah tersebut.
Pak Kusni penjaga sekolah, merangkap satpam, merangkap manusia terlihat mendorong gerbang dengan kepayahan, faktor usia seperti menggerogoti tenaganya yang dulu seperti kuda jantan, nafasnya terdengar mengebu-gebu seperti pemain film erotis tahun 80an, padahal gerbang sekolahnya hanya ada satu, bayangkan bila sekolah ini memiliki 7 gerbang layaknya pintu neraka, mungkin senin beliau sudah di kebumikan.
Dari ufuk timur terdengar suara dengan lantang.
"HEI KUSNI!!! HENTIKAN!!! GUA MASIH MAU SEKOLAH KUSNI!!!"
Remaja itu berlari bersama gerombolan murid yang telat bagai babi hutan.
Pak Kusni yang sedang mendorong gerbang terdiam sesaat, lalu melihat asal suara tersebut, matanya melotot melihat remaja tersebut berlari seperti maling BH yang dikejar warga, dengan sisa tenaga tuanya di dorong gerbang itu dengan tergesa-gesa,
"bocah sialan itu tak boleh masuk..! TIDAK BOLEH MASUK..! YOU SHALL NOT PASS..!" gumam lelaki tua itu sambil mengutip kata-kata Gandalf Lord Of The Ring.
"SIALAN KAU KUSNI! GUA TIDAK AKAN KALAH DENGAN TUA BANGKA MACAM KAU KUSNI!!" teriak lagi remaja itu dengan lantang, langkah kakinya semakin kencang ia sampai lupa resleting celananya masih menganga memberikan sensasi cooling breeze di sekujur pangkal pahanya.
Mendengar itu Kusni geram, ia semakin menggebu-gebu mendorong gerbang, akan tetapi, "KREEK!!" suara tulang bergeser bersua, teriakan tertahan mengema di kalbu Kusni.
"AAARRRGGHH!! AMPUN GUSTI!! PINGGANGKU!!" sakit encok strata tiga Kusni kambuh, tubuh kusni tertahan gerbang, tanpa adanya gerbang mungkin tubuh Kusni akan tersungkur ke tanah, ada hubungan simbiosis mutualisme yang ironis antara Kusni dan gerbang.
"Pagi beh, kambuh?! AHAAY!" ejek remaja itu ke pak Kusni sambil berlenggang menuju kelas.
Sakit, malu, vertigo menjadi satu, itulah yang di rasakan Kusni sekarang, melihat murid itu berlalu membuat matanya berkaca-kaca seutas kata terucap dari bibir Kusni.
"Dasar bocah KAMPRET!!" Kusni tertahan mematung sambil menggenggam gerbang sekolah yang masih seperempat terbuka.
Kelas 2-A sudah di penuhi manusia-manusia unggulan, datang setiap pagi untuk mencari ilmu, bersiap-siap menatap masa depan dengan penuh harapan cemerlang, di belakang dua insan lelaki saling bercakap.
"Cok, film bokep yang kemaren elu kirim crash, kirim lagi dong bro," celoteh Bambang ke Ucok di baris belakang.
"BAH!! Handphone kau saza yang zadul Bams, buktinya zalan-zalan zaja tuh di hp ku, makanya beli hape zangan di pasar malam lai," jawab Ucok dengan logat medannya yang kental, sungguh percakapan yang menginspirasi kaum muda mudi INDONESIA.
"Eh eh eh, guru guru guru!" riuh anak-anak kelas 2-a, sesosok lelaki tinggi, atletis nan tampan terlihat di depan pintu, kemudian berlalu, berganti menjadi lelaki pendek, tambun dengan kepala botak di tengah layaknya lapangan bola, sekilas adegan tadi seperti iklan L-men yang gagal.
Pak Hartono masuk ke dalam kelas, melihat sekeliling kelas sambil menyapa.
"Pagi anak-anak!!", sapa pak Hartono.
"PAGI PAK GURUUU!!" Jawab murid-murid dengan serentak dan kompak.
Tiba-tiba seorang anak berdiri di depan pintu kelas, wajahnya terlihat kecapaian dan pucat.
"Yaaah! Telat!" ujar anak itu, pak Hartono menelisik dengan teliti anak yang terlambat itu, kemudian berujar "hei kamu! Berani kamu telat di jam saya! Kesini kamu!" perintah pak Hartono dengan galaknya, anak itu pun maju dengan perlahan, kepalanya menunduk malu tidak bisa menatap pak Hartono, "Push up 25 kali! Jikalau tidak sanggup silakan keluar kelas saya!!" ujar pak Hartono dengan tegas, ketika anak itu mengambil ancang-ancang untuk melakukan push up, sesosok mahkluk mengintip dari balik jendela di barisan pojok kanan belakang, matanya nanar namun tajam melihat situasi kelas.
"oke situasi aman," ujarnya dengan percaya diri, dengan mode silent ia menyelundupkan tasnya dari balik jendela menuju bangku belajar, lalu ia merangsek masuk dari celah jendela, bak ular kadut dengan licinnya ia masuk melewati celah lumayan sempit itu, setengah badannya sudah masuk ke dalam ruang kelas, tangan kirinya menyentuh meja kemudian ia mendorong sisa tubuhnya melalui tembok menggunakan tangan kanan, dengan sangat cepat dan tanpa satu makhluk pun mengetahui ia sudah masuk ke dalam kelas, dengan posisi menungging di atas meja, misi pun berhasil, ia turun dari meja kemudian menikmati pemandangan Budi yang sedang push up.
"Budi, terima kasih ya, tanpa elu sebagai pengalih perhatian gua ngak bisa sampai di dalam kelas, Budi, kamu, numero uno," gumam pria itu di dalam hati.
Iya, pria itu tidak lain dan tidak bukan adalah Surya, anak dari bapak Bagas prakasa yang kalian liat kisah pilunya di prolog, anak ini tumbuh besar menjadi sosok lelaki tampan, pintar dan soleh, itu hanya menurut penuturan bapaknya sendiri.
Push up Budi sudah berada di angka 23 kali, keringat bercucuran dari kening sampai badan Budi, bahkan sampai muncul bercak basah di daerah selangkangannya, pergelangan tangannya mulai goyah, lututnya bergetar 4,5 skala richter, tubuh yang di rancang untuk main warnet seharian itu tidak mampu menerima push up lebih dari 20 kali.
"Pak, sudah ya pak, saya sudah tidak sanggup," nego Budi ke pak Hartono.
Pak Hartono sedikit terenyuh melihat Budi yang kecapaian, "aduh, kasihan kamu nak, ya sudah … tambah lima lagi push upnya, biar genap jadi 30," tutur pak Hartono dengan melepas topeng kesedihannya, mata Budi nanar namun kosong menatap lantai, terlihat raut penyesalan teramat sangat dari wajah Budi.
Pak Hartono mulai menuju meja ia mengambil daftar absensi lalu mulai mengabsen satu per satu muridnya, dimulai dari Ani, Deni dan seterusnya, murid-murid saling bersahutan saat nama mereka disebut pak Hartono, ketika mulut pak Hartono menyebut nama Surya, "HADIR PAK..!" sahut seseorang pemuda dari belakang dengan lantang.
Seisi kelas kaget, terperanga sambil menganga melihat Surya sudah di dalam kelas, pertanyaan dan praduga berkecamuk di hati mereka.
"Bagaimana ia bisa masuk!?"
"Sejak kapan ia ada di kelas?!"
"Kenapa aku ada di kelas ini!!" gumam Ari yang seharusnya masuk kelas 2-d.
semua perhatian itu berbanding terbalik dengan kondisi Budi yang tanpa perhatian satupun dari teman-temannya.
"Sakit, banget, tapi tak berdarah, sungguh biadab temen-temen gua, kata mereka kita teman sejati, selalu di hati, HILIH KINTHIL!!" ujar Budi di dalam hati kesal dengan teman-temannya.
Pelajaran berjalan setelah sesi absensi, pak Hartono mulai menjelaskan di depan kelas, suasana hening terasa, murid-murid mulai mendengarkan dengan seksama, kecuali Surya yang sedang terlelap di mejanya, posisinya yang berada paling belakang dan di tutupi Bambang yang jangkung dan Ucok yang bulat menjadikan tempat duduknya seperti vila di puncak, tempat paling nyaman untuk beristirahat.
"TOK TOK TOK TOK" bunyi ketukan pintu memecah keheningan kelas, pak Zul sang kepala sekolah sedang berdiri dengan seorang gadis cantik nan manis di sebelahnya, "pagi pak, maaf ganggu kelasnya, ini ada murid baru kelas 2-a," ujar pak Zul, "oh iya pak, silakan neng masuk, perkenalkan diri dulu sama teman yang lain," jawab pak Hartono sambil mempersilakan gadis itu masuk.
Sesosok gadis manis memakai hijab putih berjalan perlahan menuju depan kelas, wajah manisnya terlihat malu-malu ketika bertatap muka dengan murid-murid kelas 2-A, "pagi semua, nama aku Naura kelana subhi, panggil saja Naura," jawab Naura sambil tersenyum simpul memperlihatkan lesung pipinya, seketika itu juga rentetan panah asmara menusuk hati para lelaki di kelas 2-A, kecuali Surya yang sedang berkelana di pulau kapuk dan para murid perempuan yang menunjukkan ekspresi tersaingi secara jasmani dan rohani.
"kamu duduk di belakang ya nak Naura, soalnya bangku yang kosong cuman ada di sebelah sana, " ujar pak Hartono sambil menunjuk bangku disebelah Surya.
Naura pun berjalan menuju bangkunya, diiringi tatapan nakal murid laki-laki di kelas itu, ia kemudian duduk sambil mulai mengeluarkan peralatan belajarnya.
Bambang dan Ucok yang duduk di depan Naura pun sontak membalikkan badan untuk berkenalan.
"Hai Naura, namanya cantik secantik orangnya," puji Bambang dengan gaya sok coolnya.
"hei Naura, cantik kali kau, nanti pulang ku antar pakai motor ninja ku mau tak?" goda Ucok sambil menyisir jambul khatulistiwa miliknya.
Melihat gelagat kedua lelaki di depannya naura langsung ilfeel stadium akhir, didalam hatinya ia berteriak "TIDAAAAAAK..!" akan tetapi Naura hanya membalas dengan senyum malu tapi palsu ke kedua orang utan itu.
"ikh amit-amit jabang bayi, masa hari pertama di sekolah baru gua udah di godain cowok alay macem keset kayak gini, Ya tuhan salah apa hambamu ini, " ketus Naura di dalam hati.
"Jangan di anggap serius, mereka cuman bercanda."
"DEG...!!"
Rona wajah Naura terlihat terkejut, sebuah telepati terkirim langsung menuju fikirannya, ia mencari sumber telepati itu, dan matanya tertuju pada punggung lelaki teman sebangkunya, Surya.
Spoiler for Index:
PART 1
CHAPTER 1
CHAPTER 2
CHAPTER 3
CHAPTER 4
CHAPTER 5
CHAPTER 6
CHAPTER 7
CHAPTER 8
CHAPTER 9
CHAPTER 10
CHAPTER 11
CHAPTER 12
CHAPTER 13
CHAPTER 14
CHAPTER 15
CHAPTER 16
CHAPTER 17
CHAPTER 18
CHAPTER 19
CHAPTER 20
CHAPTER 21
CHAPTER 22
CHAPTER 23
CHAPTER 24
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 27
CHAPTER 28
CHAPTER 29
CHAPTER 30
PART 2
CHAPTER 2.1
CHAPTER 2.2
CHAPTER 2.3
CHAPTER 2.4
CHAPTER 2.5
CHAPTER 2.6
CHAPTER 2.7
CHAPTER 2.8
CHAPTER 2.9
CHAPTER 2.10
CHAPTER 2.11
CHAPTER 2.12
CHAPTER 2.13
CHAPTER 2.14
CHAPTER 2.15
CHAPTER 2.16
CHAPTER 2.17
CHAPTER 2.18
CHAPTER 2.19
CHAPTER 2.20
CHAPTER 2.21
CHAPTER 2.22
CHAPTER 2.23
CHAPTER 2.24
CHAPTER 2.25
CHAPTER 2.26
CHAPTER 2.27
CHAPTER 2.28
CHAPTER 2.29
Diubah oleh ayahnyabinbun 29-05-2022 00:42
namakuve dan 116 lainnya memberi reputasi
115
161.2K
Kutip
916
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
ayahnyabinbun
#89
Chapter 17
Spoiler for Evil:
Di sebuah ruangan luas nan megah Naura tak sadarkan diri di atas meja besar yang terbuat dari batu granit, di sekelilingnya berkumpul kepulan asap hitam manifestasi dari segala jenis makhluk lelembut dan dedemit ada juga beberapa manusia pengikut setia ajaran sesat Evelin.
"Ratu, segala persiapan telah selesai, saatnya memulai ritual," kata salah seorang pengikut Evelin.
"Hmm," angguk Evelin, "bangunkan dia cepat!" perintah Evelin kepada sang pengikut.
Pengikut tersebut mengambil sebuah ember berisikan air dingin dan menyiramkannya ke arah Naura yang tengah tak sadarkan diri.
-Splash-
Air dari ember telah berpindah ke tubuh Naura, seketika itu juga Naura terkejut dan terbangun, dengan tubuh yang basah dan dengan kesadaran yang masih belum penuh ia berusaha sekuat tenaga mencari tau dimanakah gerangan dirinya berada.
"Mama, ini dimana? Tolong lepaskan ikatan ini mama, Naura mohon," pinta Naura lirih.
"Shhhh," desis nyonya Evelin kepada anak gadis semata wayangnya tersebut, "diam Naura sayang, engkau sedang di persiapkan untuk menjadi wadah tuan kami," kata Evelin dingin.
"A-apa maksud mama?! Sadar mama, aku anak kamu."
"Sudah-sudah, nikmati saja malam ini dengan tenang, esok engkau akan menjadi seorang ibu," seru Evelin sembari tersenyum jahat, "namun dari titisan setan, HAHAHAHA...!" seru Evelin dengan tawa yang membahana memecah kesunyian ruangan tersebut yang kemudian diiringi tawa para pengikut dan para dedemit disana.
Para pengikut ajaran sesat Evelin menyalakan lilin-lilin yang membentuk sebuah pentagram di sekeliling tubuh Naura, aura hitam pekat berpendar dari tubuh Evelin aura hitam tersebut mengepul membentuk kumpulan awan hitam di atas tubuh Naura, salah satu pengikut Evelin memotong leher seekor ayam hitam di atas perut Naura, darah segar ayam itu membasahi perut Naura seluruhnya dan sekejap itu juga kumpulan awan hitam membentuk pusaran memasuki perut Naura.
"GYAAAAAAA...! HENTIKAAAN...! AKU MOHON...! HENTIKAAAAN...! MAMA...! HENTIKAN...! SAKIIIIT...!" teriak Naura kesakitan sembari memohon kearah Evelin.
"MUAHAHAHAHAHA...! TERIAKLAH TERUS ANAKKU...! TERIAKLAH SEKENCANG-KENCANGNYA...! KARENA INI AKAN MENJADI TERIAKAN TERAKHIRMU...! HAHAHAHAHAHA!!!"
Tubuh Naura meronta-ronta menahan sakit yang teramat sangat, pusaran energi hitam semakin lama semakin menipis kian terserap di tubuh Naura bak pusaran air memasuki corong di pusaran Naura.
"Baiklah, saatnya mengangkat sang penerus kerajaan kita," kata Evelin.
Evelin berjalan menuju Naura yang terkulai lemas di atas meja granit, dengan lembut ia mengusap perut Naura sebanyak lima kali sambil merapal matra kemudian ia mengangkat tangannya ke atas dan secara perlahan perut Naura kian mengempis tanda bahwa salah satu jabang bayinya telah diangkat secara gaib.
"Ma-ma, a-ku mo-hon jangan lakukan i-ni," pinta lemah Naura lirih.
Evelin mengambil wadah tertutup kain hitam yang berada tepat di bawah meja kemudian menyerahkannya ke salah satu pengikutnya.
"Simpan di tempat yang aman, laksanakan sekarang," perintah Evelin ke salah satu pengikutnya.
"Baik ratu."
-BRUAAK-
-BRUUK-
-BRUAAK-
Suara gaduh terdengar di depan sisi lain pintu.
"Hei kau...! Coba cari tahu ada apa di depan dan kau cepat amankan bayi itu." tunjuk Evelin ke pengikutnya.
Setengah jam sebelumnya
Sebuah mobil terparkir di depan gedung tak terurus yang menjulang tinggi di tengah padatnya ibukota, ketiga lelaki beranjak keluar dari mobil tersebut.
"Bagas, bapak dan pak Nur akan merangsek ke dalam untuk menjadi umpan sedangkan engkau diam-diam lewatlah pintu belakang untuk menyelamatkan Naura," seru pak Broto.
"Berusahalah untuk tidak terdeteksi nak Bagas, kami akan sekuat tenaga memancing Evelin untuk keluar dari ruangan dimana istrimu berada."
"Baik pak," jawab Bagas dengan sigap ke pak kusni.
"Jangan gugup, ingat bahwa engkau akan menjadi seorang ayah, bapak akan sekuat tenaga untuk melindungi cucu-cucu bapak," kata pak Broto mencoba menyemangati Bagas.
"Siap pak," seru Bagas sembari beranjak pergi menuju ke belakang gedung.
Suara deru kereta malam menemani langkah Bagas, terlihat sebuah pintu darurat di belakang gedung tersebut, tanpa pikir panjang Bagas segera memasuki gedung dengan perlahan-lahan.
Sementara di depan gedung kedua lelaki paruh baya sedang bersiap-siap untuk menyerbu gedung di depan mereka, aura merah berpendar dari tubuh pak Broto sedangkan aura putih berpendar dari tubuh pak Kusni.
"Hhe, seperti waktu muda ya Nur?"
"Hmm iya, kau ingat rupanya."
"Maafkan aku ya Nur, mungkin engkau tidak akan menerima maaf dariku tentang waktu itu, tetapi tidak ada salahnyakan aku meminta maaf kembali, anggap saja ini maaf terakhir dariku," kata pak Broto sembari memasuki pintu utama gedung.
Pak kusni terdiam.
"Aku sudah memaafkanmu sedari dulu Broto, aku seharusnya yang meminta maaf."
"Maaf untuk apa ?"
"Maaf aku tidak bisa melupakan kesalahan yang pernah engkau buat."
"Aku mengerti, sangat mengerti Nur, anakmu..."
"Ssst...! diam."
Langkah kedua lelaki itu terhenti tatkala di depan mereka berdiri dua gederuwo raksasa yang menjaga tangga untuk naik ke atas gedung bau anyir menyeruak indera penciuman mereka.
"Mau engkau dulu atau aku yang habisi keduanya?" tanya Broto.
"Cih, sikap sombongmu tidak hilang juga ternyata, aku saja yang hadapi engkau simpan saja kekuatanmu untuk menyambut mantan istrimu yang tercinta itu."
"Cih, ledekanmu tepat sasaran Nur, mulutmu masih pedas seperti waktu kita muda."
"GROAAAAR...!" teriak kedua genderuwo di depan mereka.
-Slash-
-SLASH-
Dua buah kepala genderuwo terpotong dengan sempurna di bagian lehernya, kepala itupun terjatuh dan berguling ke lantai granit diiringi semburan darah hitam segar mahkluk tersebut.
"Engkau memang mengerikan Nur," puji pak Broto.
"Cukup pujiannya, kita harus segera ke lantai atas, perasaan ku sudah tidak mengenakkan," perintah pak Kusni dengan bulu kuduk yang mulai berdiri .
Mereka berdua berlari menaiki tangga menuju lantai atas tempat ritual Evelin berlangsung.
Di bagian belakang Bagas telah melumpuhkan empat pengikut ajaran sesat Evelin dalam sekali serangan, aura hitam berpendar dari tubuhnya, auranya dingin akan tetapi mematikan, ia kembali mengendap-endap melihat keadaan aula utama tempat Naura di tahan, di sana Naura hanya di jaga segelintir orang, Bagas tidak melihat keberadaan nyonya Evelin di dalam ruangan tersebut namun ia tetap waspada kalau-kalau ada serangan dari belakang dirinya.
Dengan perlahan ia membekap salah satu penjaga yang sedang menjaga Naura dan membaringkannya di lantai dengan perlahan ia mengeluarkan energi hitam membentuk belati dari sela jari-jarinya dan menjepitnya menyerupai cakar macan kumbang.
"HIAAAT...!"
-Slaash-
-Slaash-
-Slaash-
Tiga jin kafir tumbang di depan Bagas, lima jin menyadari keberadaan Bagas, dengan sekali ayunan tangan, Bagas meluncurkan ke delapan menghempaskan bilah-bilah belati di sela-sela jarinya menuju kelima dedemit penjaga tubuh Naura istrinya.
Kelima jin itupun tumbang dengan belati hitam bersarang di dahi mereka, setelah memastikan tidak ada lagi penjaga ia segera menuju Naura yang terkulai lemah di meja granit.
"Naura, sadar Naura, aku disini sayang." seru Bagas sembari memeriksa keadaan Naura.
"Ba..gas, Hiks anak kita Bagas," pekik Naura sembari menangis.
"Kenapa anak kita Ra?! Kenapa!?"
Dengan lunglai Naura tak sadarkan diri di dekapan Bagas.
"Naura...! bertahanlah sayang," pekik Bagas sembari menggendong tubuh istrinya dengan kedua tangannya.
-BRUAAK-
Pak Broto terlempar dan terhempas ke dalam aula utama tempat dimana Bagas dan Naura berada, dengan tubuh bersimbah darah ia memberikan aba-aba agar Bagas segera pergi dari sini.
"JANGAN HIRAUKAN BAPAK, PERGILAH DAN SELAMATKAN CUCU BAPAK...!" teriak pak Broto dari kejauhan.
Bagas ingin sekali membantu mertuanya tersebut akan tetapi keadaan Naura tidak memungkinkan untuk itu, ia segera lari sambil menggendong Naura pergi melalui pintu belakang.
Dari depan pintu aula menyeruak kepulan aura hitam dan dengan segera memenuhi ruangan aula, di bibir pintu tampak dua buah mata berwarna ungu violet menyala dari balik kepulan aura hitam tersebut.
"Tolong jaga cucu-cucuku Bagas, semuanya telah aku serahkan padamu."
Bersambung..
"Ratu, segala persiapan telah selesai, saatnya memulai ritual," kata salah seorang pengikut Evelin.
"Hmm," angguk Evelin, "bangunkan dia cepat!" perintah Evelin kepada sang pengikut.
Pengikut tersebut mengambil sebuah ember berisikan air dingin dan menyiramkannya ke arah Naura yang tengah tak sadarkan diri.
-Splash-
Air dari ember telah berpindah ke tubuh Naura, seketika itu juga Naura terkejut dan terbangun, dengan tubuh yang basah dan dengan kesadaran yang masih belum penuh ia berusaha sekuat tenaga mencari tau dimanakah gerangan dirinya berada.
"Mama, ini dimana? Tolong lepaskan ikatan ini mama, Naura mohon," pinta Naura lirih.
"Shhhh," desis nyonya Evelin kepada anak gadis semata wayangnya tersebut, "diam Naura sayang, engkau sedang di persiapkan untuk menjadi wadah tuan kami," kata Evelin dingin.
"A-apa maksud mama?! Sadar mama, aku anak kamu."
"Sudah-sudah, nikmati saja malam ini dengan tenang, esok engkau akan menjadi seorang ibu," seru Evelin sembari tersenyum jahat, "namun dari titisan setan, HAHAHAHA...!" seru Evelin dengan tawa yang membahana memecah kesunyian ruangan tersebut yang kemudian diiringi tawa para pengikut dan para dedemit disana.
Para pengikut ajaran sesat Evelin menyalakan lilin-lilin yang membentuk sebuah pentagram di sekeliling tubuh Naura, aura hitam pekat berpendar dari tubuh Evelin aura hitam tersebut mengepul membentuk kumpulan awan hitam di atas tubuh Naura, salah satu pengikut Evelin memotong leher seekor ayam hitam di atas perut Naura, darah segar ayam itu membasahi perut Naura seluruhnya dan sekejap itu juga kumpulan awan hitam membentuk pusaran memasuki perut Naura.
"GYAAAAAAA...! HENTIKAAAN...! AKU MOHON...! HENTIKAAAAN...! MAMA...! HENTIKAN...! SAKIIIIT...!" teriak Naura kesakitan sembari memohon kearah Evelin.
"MUAHAHAHAHAHA...! TERIAKLAH TERUS ANAKKU...! TERIAKLAH SEKENCANG-KENCANGNYA...! KARENA INI AKAN MENJADI TERIAKAN TERAKHIRMU...! HAHAHAHAHAHA!!!"
Tubuh Naura meronta-ronta menahan sakit yang teramat sangat, pusaran energi hitam semakin lama semakin menipis kian terserap di tubuh Naura bak pusaran air memasuki corong di pusaran Naura.
"Baiklah, saatnya mengangkat sang penerus kerajaan kita," kata Evelin.
Evelin berjalan menuju Naura yang terkulai lemas di atas meja granit, dengan lembut ia mengusap perut Naura sebanyak lima kali sambil merapal matra kemudian ia mengangkat tangannya ke atas dan secara perlahan perut Naura kian mengempis tanda bahwa salah satu jabang bayinya telah diangkat secara gaib.
"Ma-ma, a-ku mo-hon jangan lakukan i-ni," pinta lemah Naura lirih.
Evelin mengambil wadah tertutup kain hitam yang berada tepat di bawah meja kemudian menyerahkannya ke salah satu pengikutnya.
"Simpan di tempat yang aman, laksanakan sekarang," perintah Evelin ke salah satu pengikutnya.
"Baik ratu."
-BRUAAK-
-BRUUK-
-BRUAAK-
Suara gaduh terdengar di depan sisi lain pintu.
"Hei kau...! Coba cari tahu ada apa di depan dan kau cepat amankan bayi itu." tunjuk Evelin ke pengikutnya.
Setengah jam sebelumnya
Sebuah mobil terparkir di depan gedung tak terurus yang menjulang tinggi di tengah padatnya ibukota, ketiga lelaki beranjak keluar dari mobil tersebut.
"Bagas, bapak dan pak Nur akan merangsek ke dalam untuk menjadi umpan sedangkan engkau diam-diam lewatlah pintu belakang untuk menyelamatkan Naura," seru pak Broto.
"Berusahalah untuk tidak terdeteksi nak Bagas, kami akan sekuat tenaga memancing Evelin untuk keluar dari ruangan dimana istrimu berada."
"Baik pak," jawab Bagas dengan sigap ke pak kusni.
"Jangan gugup, ingat bahwa engkau akan menjadi seorang ayah, bapak akan sekuat tenaga untuk melindungi cucu-cucu bapak," kata pak Broto mencoba menyemangati Bagas.
"Siap pak," seru Bagas sembari beranjak pergi menuju ke belakang gedung.
Suara deru kereta malam menemani langkah Bagas, terlihat sebuah pintu darurat di belakang gedung tersebut, tanpa pikir panjang Bagas segera memasuki gedung dengan perlahan-lahan.
Sementara di depan gedung kedua lelaki paruh baya sedang bersiap-siap untuk menyerbu gedung di depan mereka, aura merah berpendar dari tubuh pak Broto sedangkan aura putih berpendar dari tubuh pak Kusni.
"Hhe, seperti waktu muda ya Nur?"
"Hmm iya, kau ingat rupanya."
"Maafkan aku ya Nur, mungkin engkau tidak akan menerima maaf dariku tentang waktu itu, tetapi tidak ada salahnyakan aku meminta maaf kembali, anggap saja ini maaf terakhir dariku," kata pak Broto sembari memasuki pintu utama gedung.
Pak kusni terdiam.
"Aku sudah memaafkanmu sedari dulu Broto, aku seharusnya yang meminta maaf."
"Maaf untuk apa ?"
"Maaf aku tidak bisa melupakan kesalahan yang pernah engkau buat."
"Aku mengerti, sangat mengerti Nur, anakmu..."
"Ssst...! diam."
Langkah kedua lelaki itu terhenti tatkala di depan mereka berdiri dua gederuwo raksasa yang menjaga tangga untuk naik ke atas gedung bau anyir menyeruak indera penciuman mereka.
"Mau engkau dulu atau aku yang habisi keduanya?" tanya Broto.
"Cih, sikap sombongmu tidak hilang juga ternyata, aku saja yang hadapi engkau simpan saja kekuatanmu untuk menyambut mantan istrimu yang tercinta itu."
"Cih, ledekanmu tepat sasaran Nur, mulutmu masih pedas seperti waktu kita muda."
"GROAAAAR...!" teriak kedua genderuwo di depan mereka.
-Slash-
-SLASH-
Dua buah kepala genderuwo terpotong dengan sempurna di bagian lehernya, kepala itupun terjatuh dan berguling ke lantai granit diiringi semburan darah hitam segar mahkluk tersebut.
"Engkau memang mengerikan Nur," puji pak Broto.
"Cukup pujiannya, kita harus segera ke lantai atas, perasaan ku sudah tidak mengenakkan," perintah pak Kusni dengan bulu kuduk yang mulai berdiri .
Mereka berdua berlari menaiki tangga menuju lantai atas tempat ritual Evelin berlangsung.
Di bagian belakang Bagas telah melumpuhkan empat pengikut ajaran sesat Evelin dalam sekali serangan, aura hitam berpendar dari tubuhnya, auranya dingin akan tetapi mematikan, ia kembali mengendap-endap melihat keadaan aula utama tempat Naura di tahan, di sana Naura hanya di jaga segelintir orang, Bagas tidak melihat keberadaan nyonya Evelin di dalam ruangan tersebut namun ia tetap waspada kalau-kalau ada serangan dari belakang dirinya.
Dengan perlahan ia membekap salah satu penjaga yang sedang menjaga Naura dan membaringkannya di lantai dengan perlahan ia mengeluarkan energi hitam membentuk belati dari sela jari-jarinya dan menjepitnya menyerupai cakar macan kumbang.
"HIAAAT...!"
-Slaash-
-Slaash-
-Slaash-
Tiga jin kafir tumbang di depan Bagas, lima jin menyadari keberadaan Bagas, dengan sekali ayunan tangan, Bagas meluncurkan ke delapan menghempaskan bilah-bilah belati di sela-sela jarinya menuju kelima dedemit penjaga tubuh Naura istrinya.
Kelima jin itupun tumbang dengan belati hitam bersarang di dahi mereka, setelah memastikan tidak ada lagi penjaga ia segera menuju Naura yang terkulai lemah di meja granit.
"Naura, sadar Naura, aku disini sayang." seru Bagas sembari memeriksa keadaan Naura.
"Ba..gas, Hiks anak kita Bagas," pekik Naura sembari menangis.
"Kenapa anak kita Ra?! Kenapa!?"
Dengan lunglai Naura tak sadarkan diri di dekapan Bagas.
"Naura...! bertahanlah sayang," pekik Bagas sembari menggendong tubuh istrinya dengan kedua tangannya.
-BRUAAK-
Pak Broto terlempar dan terhempas ke dalam aula utama tempat dimana Bagas dan Naura berada, dengan tubuh bersimbah darah ia memberikan aba-aba agar Bagas segera pergi dari sini.
"JANGAN HIRAUKAN BAPAK, PERGILAH DAN SELAMATKAN CUCU BAPAK...!" teriak pak Broto dari kejauhan.
Bagas ingin sekali membantu mertuanya tersebut akan tetapi keadaan Naura tidak memungkinkan untuk itu, ia segera lari sambil menggendong Naura pergi melalui pintu belakang.
Dari depan pintu aula menyeruak kepulan aura hitam dan dengan segera memenuhi ruangan aula, di bibir pintu tampak dua buah mata berwarna ungu violet menyala dari balik kepulan aura hitam tersebut.
"Tolong jaga cucu-cucuku Bagas, semuanya telah aku serahkan padamu."
Bersambung..
simounlebon dan 17 lainnya memberi reputasi
14
Kutip
Balas