Kaskus

Story

yohanaekkyAvatar border
TS
yohanaekky
Pintu Mimpi (Prolog)
Pintu Mimpi (Prolog)


Bagaimana jadinya jika pintu ke Narnia itu memang ada? Tapi bukan sekadar dunia yang penuh makhluk aneh nan unik. Itu adalah dunia yang kau impikan. Melody Harris tak sengaja menemukannya, dan dia menemukan sebuah dunia yang betul-betul ia impikan. Mimpi yang merupakan kehidupannya yang sesungguhnya.

All rights reserved.
Yohana Ekky. 2018.

Karakter (berdasarkan urutan keluar):
- Melody Harris a.k.a Putri Miloslava Cuda

Keluarga Krasny
- Madeline Krasny
- Garreth Krasny
- Guinevere Krasny
- Terrence Krasny
- Kystof Krasny

Kerajaan Milos (Tahta)
- Putri Irenka Cuda
- Raja Bedoich Cuda
- Ratu Ladislava Cuda
- Pangeran Klement Cuda

Kerajaan Mocny
- Duta besar Matous Zeleznik
- Ksatria Bohumir Zeleznik
- Raja Honza Elias
- Pangeran Dominic Elias

Orang tua angkat Miloslava
- Paul Harris
- Jeanette Harris

INDEX:
#1 (Pertemuan)
#2 (Kehidupan Baru)
#3 (Sebuah Perjalanan Dimulai)
#4 (Jati Diri)
#5 (Terjebak)
#6 (Hubungan)
#7 (Usaha Melarikan Diri)
#8 (Melarikan Diri)
#9 (Merangkai Teka-teki)
#10 (Kebenaran Terungkap)
#11 (Menuju Garis Akhir)
#12 (Akhirnya)
#Epilog (Mimpi Yang Menjadi Nyata)
Diubah oleh yohanaekky 23-05-2019 15:33
someshitnessAvatar border
zixzaxfireAvatar border
indrag057Avatar border
indrag057 dan 5 lainnya memberi reputasi
6
7.1K
47
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52.1KAnggota
Tampilkan semua post
yohanaekkyAvatar border
TS
yohanaekky
#33
Pintu Mimpi #12 (Akhirnya)
Mimpi? Aku rasa tidak.
Inilah kenyataannya.
-- Melody Harris


○●○●○●○●○●○●○●○●○●○●

Setelah menempuh perjalanan setengah hari lamanya, seluruh keluargaku sampai di Kerajaan Mocny. Kami mendapatkan sambutan hangat lalu dipersilakan untuk beristirahat dan mempersiapkan diri karena dua jam lagi pesta ulang tahun tuan Matous dimulai.

Namun, aku merasa begitu penasaran akan hasil pertemuan kembali Garry dengan papanya. Aku harap semuanya baik-baik saja. Itulah sebabnya daripada beristirahat, aku memutuskan untuk berkeliling di sekitar istana. Lagipula, aku telah mendapatkan cukup waktu untuk tidur selama perjalanan tadi.

Suasana di Kerajaan Mocny sejauh mata memandang, tak begitu banyak perbedaan jika dibandingkan dengan daerah tempat tinggalku. Satu-satunya perbedaan yang mencolok adalah warna yang terlihat. Jika Kerajaan Milos memiliki berbagai macam warna baik di alam maupun di bangunan, Kerajaan Mocny hanya memiliki warna monokrom dan dua warna pastel yaitu biru dan merah muda. Dengan hanya melihatnya sepintas aku mengerti bahwa biru dipakai untuk pria dan merah muda untuk wanita. Menarik sekali. Ini sama seperti di dunia yang satunya.

"Kau suka dengan pemandangan ini?" suara yang terdengar familiar menyapa dari sebelahku.

Pada awalnya kukira Garry yang datang, tetapi ia adalah orang lain yang tak kukenal. "Pangeran Dominic?" Aku menebak karena wajah mereka pun memiliki kemiripan.

Pemuda itu tersenyum mendengarku menyebut namanya. "Bagaimana kau dapat menebak siapa aku?" tanyanya heran.

"Kau mirip Garry," jawabku.

Pangeran Dominic memimikkan kata 'oh' tanpa suara. "Jadi kau Milos, yang seharusnya dijodohkan denganku?"

Kugigit bibir bawahku, merasa bersalah karena aku seolah telah menolaknya bahkan sebelum melihatnya. "Maaf," ucapku lirih.

Ia justru tertawa. "Hei, tak perlu minta maaf. Kau tidak bersalah," katanya. "Biar kuberitahu kau sebuah rahasia."

Aku mengerutkan dahiku. "Rahasia?"

Pangeran Dominic mengangguk. "Aku berharap untuk menikah dengan seorang wanita yang bukan merupakan anggota kerajaan," bisiknya.

Mendengarnya membuatku cukup terkejut mengingat kedudukannya sebagai seorang pewaris tahta. "Mengapa begitu?" tanyaku penasaran.

Pemuda itu memandangku dengan seksama. "Karena bagiku wanita bangsawan tidak menyenangkan," celetuknya.

Aku berdehem.

"Oh, maaf. Aku tidak bermaksud menyinggungmu. Maksudku kebanyakan wanita bangsawan," ia buru-buru meralat ucapannya.

Aku tertawa. "Tenang saja. Aku juga berpikir seperti itu. Mereka terlalu kaku dan terlalu menjaga penampilan. Benar kan?" aku menambahi dan Pangeran Dominic mengangguk setuju. "Sebagai putri dari Kerajaan Milos, mungkin aku bukanlah seorang yang cocok."

Pangeran Dominic terkekeh. "Tapi walau bagaimanapun kaulah orang yang merebut hati adikku kan?" ucapnya.

Aku mengerutkan dahiku. "Bagaimana kau tahu?" celetukku dengan nada yang agak meninggi tapi aku menyadarinya lalu menyeringai, berharap aku tidak menyinggung.

"Tentu saja. Setelah Garry tiba-tiba saja muncul tadi, semua orang rasa-rasanya ingin mendengar semua ceritanya sepanjang hari. Tetapi tentu saja itu tidak perlu dilakukan karena mulai hari ini kami memiliki banyak waktu untuk bercerita. Salah satu ceritanya tadi menyebutkan namamu sebagai calon istrinya." Pangeran Dominic menjelaskan.

Tiba-tiba saja aku merasa kedua pipiku sedikit terbakar. Aku masih tidak bisa menahan rasa malu ini ketika mendengar diriku disebut sebagai calon istri Garry. "Lalu bagaimana dengan kau, Pangeran Dominic?" Aku cepat-cepat mengubah topik agar situasi tidak menjadi canggung. "Apakah kau memiliki wanita idamanmu?"

Pangeran Dominic menghela nafas. "Aku pernah mengunjungi kerajaan Milos bersama dengan temanku untuk mempelajari kehidupan masyarakat di kerajaan lain. Tentu saja pada saat itu, aku menyamar. Dan saat itulah aku bertemu dengan seorang gadis yang tak pernah kulupakan sampai sekarang, tapi juga tak pernah bertemu lagi sejak saat itu." Ia mengedikkan bahunya.

"Memangnya kau tak bertanya siapa namanya dan dimana ia tinggal?" tanyaku.

"Saat kutanyai siapa namanya, ia tidak memberitahuku. Ia hanya berkata bahwa ia adalah anggota sebuah keluarga yang satu-satunya dapat mengolah pohon kehidupan, yang aku tak tahu apa maksudnya." Jawabannya membuatku memikirkan seseorang.

"Madeline?" sontak aku menyebutkan namanya.

"Apa?"

"Itu Madeline. Adik angkat Garry," aku memberitahunya.

"Tunggu. Maksudmu, selama ini ia tinggal bersama dengan Garry?"

Aku mengangguk-angguk, lalu tertawa kecil. "Ini memang takdir. Yang pasti aku akan membawamu bertemu dengannya nanti," kataku berjanji.

"Janji?"

"Tentu saja. Madeline pasti akan sangat senang sekali," ucapku.

"MILOS!" Irenka muncul dari arah mana aku datang sebelumnya. "Kau harus istirahat atau setidaknya bergantilah pakaian. Kau ingat kan kita akan menghadiri pesta?" Lalu ia menoleh pada Pangeran Dominic seolah baru menyadari keberadaannya. "Oh, maaf."

Pangeran Dominic hanya tertawa kecil. "Tidak masalah. Aku memang terkadang tidak terlihat," candanya.

Mendengarnya, aku justru menertawainya dan Irenka langsung menyuruhku diam karena merasa apa yang kulakukan tidak sopan.

"Maaf, kami permisi," Irenka menundukkan kepalanya sedikit sebelum ia menarik tanganku untuk pergi.

Aku berdehem setelah kami berjalan agak jauh dari Pangeran Dominic. Pada saat itulah kami berhenti berjalan.

"Aku tidak dapat menemukan Ksatria Bohumir dimanapun," Irenka akhirnya membuka mulutnya, mengatakan alasan sebenarnya mengapa ia menarikku pergi. "Ayo bantu aku menemukannya."

Kutepuk bahunya. "Hei, jika ia milikmu, ia tidak akan pergi kemana-mana. Mengapa kau harus merasa khawatir seperti itu?" sergahku. "Kau ini berlebihan."

"Kau ini memang tidak pernah jatuh cinta atau apa?" Irenka membalas ucapanku. Ia masih celingukan ke kanan dan ke kiri, mencari batang hidung orang yang ia sukai.

Perkataannya membuatku merona lagi. Aku benar-benar jatuh cinta saat ini. Hanya saja rasanya aku tidak seagresif Irenka saat jatuh cinta.

"Sudahlah. Nanti saat malam kau akan bertemu dengannya," ucapku. "Ayo tunjukkan padaku kamar kita. Katamu kita harus beristirahat dan bersiap untuk pesta tuan Matous kan? Aku yakin Bohumir juga sedang mengurus ulang tahun papanya."

Irenka seolah tidak mendengarku, tetapi kemudian menjawab, "Aku tidak tahu. Aku belum kesana. Beberapa waktu ini aku sibuk mencari Ksatria Bohumir," katanya.

Kupasang ekspresi wajah tak percaya padanya. "Irenka. Kau ini," aku tak melanjutkan ucapanku. "Ayolah, kita cari kamar kita."

Aku menarik paksa tangan Irenka tanpa mengetahui arah yang benar dan hanya mengikuti intuisiku. Saat ada pelayan yang melewati kami, aku bertanya padanya dimana kamar kami dan ia menuntun kami kesana.

//////////////////////

Pukul tujuh malam kami berkumpul di halaman rumah Tuan Matous yang didekorasi sedemikian rupa sehingga menjadi area pesta yang bagus. Disana banyak sekali bangsawan berkumpul, baik tua ataupun muda.

Masing-masing kami diarahkan untuk duduk di meja-meja bundar. Raja Honza, tuan Matous dan istrinya duduk bersama papa dan mama. Sementara itu, kami yang muda, duduk di satu tempat.

Acara dimulai, tuan Matous menyambut semua tamu yang hadir terutama Raja Honza lalu keluarga kerajaan Milos. Semua memberikan tepuk tangan meriah, lalu para tamu dipersilakan untuk menikmati hidangan sembari penampilan musik secara langsung dipertontonkan.

"Lihat itu, kekasih hati datang mendekat," aku menyenggol Irenka saat Bohumir datang menuju ke meja kami.

Tangan Irenka menepuk pahaku cukup keras di bawah meja.

Aku terkikik karena hal itu. Lalu aku berpaling kepada Garry yang memanggil namaku.

"Tidak biasanya kau memakai warna merah muda," komentarnya.

Aku mengangkat bahuku. "Irenka yang memasukkan gaun ini ke dalam tas dan mengeluarkan gaun pilihanku. Ia terkadang bisa jadi kakak yang menyebalkan rupanya," jawabku membuat Garry tertawa.

"Tapi tetap saja kau cantik, seperti biasanya, tak peduli apa yang kau pakai," Garry memberikanku tatapan yang dalam, mengunci kedua mataku seolah tak dapat berpaling kemanapun.

Suara berdehem datang dari Klement. "Rasa-rasanya dunia milik mereka berempat," ucapnya pada Pangeran Dominic yang duduk di sebelahnya, menyindir aku, Garry, Irenka dan Bohumir yang menikmati kebersamaan kami sendiri.

"Mungkin sebaiknya kalian mencari istri. Banyak wanita disini." Garry ganti menyindir.

"Itu ide yang bagus! Aku akan berjalan keliling dan menemukan wanita pujaanku." Klement beranjak dari kursinya, meneguk sedikit anggur dari gelasnya, lalu pergi dengan tekadnya itu.

Sementara itu, Pangeran Dominic menggeser kursinya sedikit lebih dekat dengan Garry. "Hei," ucapnya. "Jadi, Madeline adalah adikmu?"

Garry tampak terperanjat. "Bagaimana kau tahu?" tanyanya.

Pangeran Dominic menunjuk padaku dengan tatapan matanya. "Calon istrimu," jawabnya, membuatku diam-diam merona lagi.

"Oh? Jadi diam-diam kalian berdua sudah berbicara?" Garry melipat kedua lengannya di depan dada, bertingkah seolah marah, tetapi kemudian tertawa. Ia berpaling pada kakaknya. "Iya. Ada apa dengan Madeline?"

Pangeran Dominic tersenyum malu. "Aku mencarinya selama ini, karena aku," ia berhenti sejenak, "menyukainya."

Garry terkejut lalu berpaling padaku. "Ada apa ini?" Ia tertawa. "Mengapa rasanya seperti sebuah kebetulan?"

"Itu bukan kebetulan, Garry. Ini namanya takdir." Aku mengoreksi ucapannya.

"Oh, seperti kita berdua ditakdirkan bersama?" Garry justru menggodaku dengan ucapannya, membuatku langsung tertawa.

"Ya," ucapku, lalu mendapatkan belaian lembut dari tangan Garry yang cukup besar untuk menutup bagian atas kepalaku sambil tertawa kecil.

Di tengah perbincangan kami, Raja Honza yang sudah berdiri di atas panggung, menarik perhatian semua yang hadir. "Hari ini saya merasa sangat bahagia." Hal itu jelas terlihat dari ekspresi wajahnya yang dihiasi dengan senyuman lebarnya. "Yang pertama, saya menemukan kembali anak kedua saya yang selama ini menghilang. Pangeran Garry, berdirilah di sampingku, nak."

Sepintas, Garry menoleh ke arahku lalu ia beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju ke panggung. Ia disambut dengan tepuk tangan yang riuh saat ia berdiri di samping Raja Honza.

"Sungguh mengejutkan ketika ia tiba-tiba saja muncul bersama Ksatria Bohumir, disertai dengan cerita yang menakjubkan dan rasanya seperti tidak masuk akal," ucap Raja Honza membuat semuanya merasa geli. "Akan tetapi aku juga merasa sungguh bahagia ketika mengetahui bahwa ia pun sudah memiliki calon istri."

Mendengar ucapan itu, pipiku secara tiba-tiba merasa begitu panas. Rasanya warna merah sudah mendominasi kulitku yang putih ini.

"Putri Miloslava, bolehkah datang kemari dan berdiri di samping Pangeran Garry?" pinta Raja Honza.

Tanpa menunggu, aku pun beranjak. Saat aku berjalan, bisikan-bisikan terdengar. Ada yang memuji kecantikanku, ada juga yang berkata bahwa aku dan Garry memang serasi. Aku harap aku tidak pingsan karena terbuai dengan pujian-pujian ini.

Garry mengulurkan tangannya padaku saat aku sampai di panggung. Ia pun menggenggam tanganku saat kami berdiri bersebelahan.

"Ah, walaupun begitu, kebahagiaan ini tidak akan lengkap tanpa pengumuman yang satu ini juga." Raja Honza melanjutkan. "Pangeran Dominic, sebagai seorang ayah, aku mengharapkanmu untuk segera menikah dan menjadi penerusku. Selama ini kau terus menolak dalam perjodohan demi perjodohan yang aku atur. Namun, kali ini kau tidak akan menolak lagi."

Pangeran Dominic tampak begitu panik. Percakapanku dengannya yang sebelumnya menyiratkan bahwa ia tidak mau menikah jika bukan dengan Madeline.

Aku pun menoleh pada Garry, menukar pikiran hanya dengan pandangan mata kami. Tetapi Garry justru tampak tenang dan berbisik padaku agar aku tetap tenang. Aku tidak mengerti apa maksudnya, tetapi aku mempercayainya.

"Berdirilah di sampingku, nak." Raja Honza mengundan putra pertamanya ke atas panggung.

Dengan langkah gontai, Pangeran Dominic berjalan. Saat ia melewatiku dan kemudian berdiri di sisi lain Raja Honza, dengan jelas kulihat ekspresi wajahnya yang menyedihkan.

"Nak, aku tahu aku tidak dapat memaksakan perjodohan padamu, karena setiap manusia memiliki pilihannya masing-masing. Aku tahu cinta tak dapat dipaksakan. Karena itu, aku pun mengharapkan yang terbaik untukmu juga. Maka, inilah yang dapat kulakukan untukmu." Raja Honza menyelesaikan ucapannya dan merentangkan tangan kanannya, seolah menujuk pada sesuatu di sebelah kanannya.

Dari sisi itulah, seseorang yang tidak kusangka datang dengan langkah yang anggun dan gemulai.

"Madeline?" ucapku tanpa sengaja, membuat Pangeran Dominic yang tadinya enggan melihat akhirnya menoleh juga ke arah yang sama.

Pangeran Dominic tampak begitu berbinar melihat sosok gadis yang selama ini ia sukai. Begitu juga Madeline yang tersenyum lebar seolah memang telah menantikan saat ini. Masih malu-malu, keduanya berdiri bersebelahan.

"Tampak indah bukan?" Raja Honza lagi-lagi membuat semua yang hadir tertawa geli. "Karena itu, aku akan segera mengumumkan pernikahan mereka. Kalian semua, tentu saja harus hadir."

Aku tahu bukan hanya aku yang terkejut. Siapapun yang berada di pesta ini juga merasakannya. Mereka bersorak dan bertepuk tangan bagi kami.

"Mimpi?" aku bergumam.

"Bukan. Ini nyata." Garry membalas ucapanku.


○●○●○●○●○●○●○●○●○●○●
0
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.