- Beranda
- Stories from the Heart
CloudLove (TeenFiction)
...
TS
ayahnyabinbun
CloudLove (TeenFiction)

Assalamualaikum semua.
Ini hanya goresan tinta imajinasi seorang lelaki tua beranak dua yang telat menemukan hasratnya dalam hal menulis tentang cinta.
No Junk.
No Spam.
Pokoknya ikuti Rules dari Kaskus aja ya.
Ini cerita kedua ayahBinBun, sempat dilirik penerbit indie … namun, yah gitulah, hanya berujung PHP, daripada galau enggak jelas mending ayahBinBun gelar disini, enggak usah lama-lama mending langsung aja dibaca.
Spoiler for Index:
CHAPTER 1
CHAPTER 2
CHAPTER 3
CHAPTER 4
CHAPTER 5
[URL=]
CHAPTER 6
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 7
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 8
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 9
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 10
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 11
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 12
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 13
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 14
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 15
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 16
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 17
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 18
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 19
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 20
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 21
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 22
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 23
[/URL]
CHAPTER 24
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 27
Spoiler for prolog:
Hari senin di SMA Sinar jaya para murid mulai bersiap melakukan upacara pagi, di luar gerbang riuh anak murid yang terlambat datang.
"Akh elah telat lagi kan, elu sih Sin pake sarapan bubur kacang ijo dulu," dengus kesal seorang remaja perempuan dengan tas ransel di punggungnya.
"Hehe, mangap Gi diriku pan lavar, nanti cantik ini lunthur engga mamam dulu," jawab temannya dengan candaan.
"Tailah, yuk muter, kita lewat belakang," dengus kesal sang gadis berambut pendek tersebut.
Sang perempuan hanya mengangguk mengiyakan ide temannya, kedua gadis itu beranjak pergi menuju ke belakang sekolah sebelum guru yang menjaga gerbang melihat mereka.
Sreek..
Sreeek..
"Tas gua jangan di seret kampret..!"
"Mangap Gi, sempit ini lubang."
"Makanya diet..! Makan mulu hidup lu."
"Dailah kayak tetangga gua aje luh, mulutnye pedes kayak boncabe."
"Sstt.. Diem Sin, denger enggak lu? Kayak ada orang di belakang."
Kedua remaja itu mencari arah suara, kedua mata mereka melirik empat murid lelaki sedang berkumpul, Agni dan Sinta menguping pembicaraan mereka.
"Heh cupu kuadrat..! Gua udah bilang kerjain PR gua, kenapa masih kosong ini."
"Udah hajar aje bos, anak cupu gini mesti di takol biar nurut," jawab temannya mengompori keadaan.
"Aku mesti jaga ibu aku bang, jadi enggak sempet ngerjain, nanti aku bakal kerjain yang lainnya dah," jawab remaja yang tersungkur di tanah, pelipisnya terlihat lebam akibat tadi dipukul lelaki tambun itu.
"HEI..! KALO BERANI JANGAN KEROYOKAN BANCI..!" teriak Agni lantang dari arah belakang membuat Sinta di sebelahnya tersentak.
Keempat remaja tersebut mencari sumber suara, mereka serempak menatap seorang gadis berponi dengan potongan rambut pendek sepundak di belakang sekolah.
"Wuih berani juga nih cewe, perlu kita hajar nih."
"B..b.bos ntu Agni, si naga betina, kita pergi aja lah bos."
"Halah banci lu!" jawab lelaki tambun tersebut penuh kesombongan.
Agni melangkah maju menghadapi ke tiga lelaki di depannya, sang lelaki tambun ikut maju untuk menghadapi Agni.
"Heh pramuria, denger ye ini bukan urusan cewe macem elu, jadi...."
-BUUUGH...!!-
Sebuah tendangan telak mengenai selangkangan lelaki tambun itu.
"AAAAAaaaghhhh...!" teriak remaja tambun tersebut, sekujur tubuhnya bergetar, koneksi otak dan tubuhnya seketika terputus, hanya ada bulir air mata menetes di sisi matanya.
"PERGI LU SEMUA, DAN BAWA KARUNG SAMPAH INI DARI HADAPAN GUA..!" titah Agni sang naga betina kepada dua anak buah si lelaki tambun.
Sinta yang melihat dari belakang hanya bisa menganga melihat tindakan temannya yang sangat berani itu, ia pun melempar sampah dedaunan ke arah tiga berandalan yang lari melewati dirinya.
"Rasain luh! Agni dilawan, dasar pe'a, bonyok dah ntu kantong menyan," ledek Sinta puas.
Agni melihat lelaki yang menjadi korban tiga berandal tadi, ia berjongkok seraya melihat wajah lelaki tersebut.
"Nama lu siapa? Kelas berapa?" tanya Agni selidik.
"Ren..Renvil, kelas 1-A mba," jawab Renvil dengan menahan sakit di pelipisnya.
"Wuiiih anak pinter luh masuk golongan kelas A, jangan panggil gua mba gua bukan mba elu, kenapa si Johan kampret ganggu lu?" tanya Agni lagi.
"Dia..dia minta aku kerjain tugasnya."
"Terus elu mau?!"
Renvil hanya bisa mengangguk pelan atas pertanyaan Agni tersebut.
"bodoh...! elu pinter tapi bodoh, bingung gua," jawab Agni kasar.
Sinta melangkah menuju temannya dan lelaki yang sedang tersungkur di depannya.
"Ya Tuhan, tampan pisan, duh sini-sini neng Sinta bersihin lukanya cah kasep," seruduk Sinta menyenggol Agni yang sedang jongkok.
"Tai lu Sin, badan mirip banget buldoser satpol pp," jengah Agni yang tubuhnya terdorong tubuh sintal Sinta.
Sinta kemudian mengambil tissue dari dalam tasnya dan menyeka luka di pelipis Renvil.
"Nama kamu siapa? kelas berapa? Udah punya pacar? Mau enggak sama neng Sinta yang semok bin demplon ini?" rentetan pertanyaan membredel si Renvil.
"Renvil kak, kelas 1-A, belum kak, saya single by choice," jawab Renvil sekenanya.
"Maaf kak, liat kacamata saya tidak? tadi di lempar sama si Johan."
"Nih, untung kagak gua injek." jawab Agni sembari memberikan sebuah kacamata ke tangan Renvil.
Renvil pun langsung membersihkan lensa kacamatanya, kemudian menyangkutkannya di kedua daun telinganya.
Dua gadis di depannya tersentak, lelaki tampan di depannya langsung jatuh kadar ketampanannya, kacamata tebal bundar sempurna setebal pantat botol menghiasi wajah tampan tersebut.
"Jiaaah.. Buang tuh kacamata Ren, bikin ilfeel gua aja." jawab Sinta jujur sejujur-jujurnya.
Renvil hanya tersenyum mendengar perkataan Sinta, wajahnya memang berubah tatkala ia memakai kacamata pemberian ayahnya tersebut.
"Nama gua Agni, ini Sinta, kalo si Johan ganggu elu lagi bilang ke gua, ngerti lu..!?" terang Agni.
"Iya kak."
"Dan satu hal lagi!"
Renvil terdiam mendengarkan kata-kata selanjutnya dari Agni.
"Mulai hari ini elu jadi budak gua, ngerti lu..?!"
Sinta dan Renvil tersentak mendengar kata-kata Agni.
"I..iya kak Agni."
-Biarkanlah cintaku membawamu keatas awan hingga burung pun iri karena tidak bisa terbang begitu tinggi-
-CloudLove-
"Akh elah telat lagi kan, elu sih Sin pake sarapan bubur kacang ijo dulu," dengus kesal seorang remaja perempuan dengan tas ransel di punggungnya.
"Hehe, mangap Gi diriku pan lavar, nanti cantik ini lunthur engga mamam dulu," jawab temannya dengan candaan.
"Tailah, yuk muter, kita lewat belakang," dengus kesal sang gadis berambut pendek tersebut.
Sang perempuan hanya mengangguk mengiyakan ide temannya, kedua gadis itu beranjak pergi menuju ke belakang sekolah sebelum guru yang menjaga gerbang melihat mereka.
Sreek..
Sreeek..
"Tas gua jangan di seret kampret..!"
"Mangap Gi, sempit ini lubang."
"Makanya diet..! Makan mulu hidup lu."
"Dailah kayak tetangga gua aje luh, mulutnye pedes kayak boncabe."
"Sstt.. Diem Sin, denger enggak lu? Kayak ada orang di belakang."
Kedua remaja itu mencari arah suara, kedua mata mereka melirik empat murid lelaki sedang berkumpul, Agni dan Sinta menguping pembicaraan mereka.
"Heh cupu kuadrat..! Gua udah bilang kerjain PR gua, kenapa masih kosong ini."
"Udah hajar aje bos, anak cupu gini mesti di takol biar nurut," jawab temannya mengompori keadaan.
"Aku mesti jaga ibu aku bang, jadi enggak sempet ngerjain, nanti aku bakal kerjain yang lainnya dah," jawab remaja yang tersungkur di tanah, pelipisnya terlihat lebam akibat tadi dipukul lelaki tambun itu.
"HEI..! KALO BERANI JANGAN KEROYOKAN BANCI..!" teriak Agni lantang dari arah belakang membuat Sinta di sebelahnya tersentak.
Keempat remaja tersebut mencari sumber suara, mereka serempak menatap seorang gadis berponi dengan potongan rambut pendek sepundak di belakang sekolah.
"Wuih berani juga nih cewe, perlu kita hajar nih."
"B..b.bos ntu Agni, si naga betina, kita pergi aja lah bos."
"Halah banci lu!" jawab lelaki tambun tersebut penuh kesombongan.
Agni melangkah maju menghadapi ke tiga lelaki di depannya, sang lelaki tambun ikut maju untuk menghadapi Agni.
"Heh pramuria, denger ye ini bukan urusan cewe macem elu, jadi...."
-BUUUGH...!!-
Sebuah tendangan telak mengenai selangkangan lelaki tambun itu.
"AAAAAaaaghhhh...!" teriak remaja tambun tersebut, sekujur tubuhnya bergetar, koneksi otak dan tubuhnya seketika terputus, hanya ada bulir air mata menetes di sisi matanya.
"PERGI LU SEMUA, DAN BAWA KARUNG SAMPAH INI DARI HADAPAN GUA..!" titah Agni sang naga betina kepada dua anak buah si lelaki tambun.
Sinta yang melihat dari belakang hanya bisa menganga melihat tindakan temannya yang sangat berani itu, ia pun melempar sampah dedaunan ke arah tiga berandalan yang lari melewati dirinya.
"Rasain luh! Agni dilawan, dasar pe'a, bonyok dah ntu kantong menyan," ledek Sinta puas.
Agni melihat lelaki yang menjadi korban tiga berandal tadi, ia berjongkok seraya melihat wajah lelaki tersebut.
"Nama lu siapa? Kelas berapa?" tanya Agni selidik.
"Ren..Renvil, kelas 1-A mba," jawab Renvil dengan menahan sakit di pelipisnya.
"Wuiiih anak pinter luh masuk golongan kelas A, jangan panggil gua mba gua bukan mba elu, kenapa si Johan kampret ganggu lu?" tanya Agni lagi.
"Dia..dia minta aku kerjain tugasnya."
"Terus elu mau?!"
Renvil hanya bisa mengangguk pelan atas pertanyaan Agni tersebut.
"bodoh...! elu pinter tapi bodoh, bingung gua," jawab Agni kasar.
Sinta melangkah menuju temannya dan lelaki yang sedang tersungkur di depannya.
"Ya Tuhan, tampan pisan, duh sini-sini neng Sinta bersihin lukanya cah kasep," seruduk Sinta menyenggol Agni yang sedang jongkok.
"Tai lu Sin, badan mirip banget buldoser satpol pp," jengah Agni yang tubuhnya terdorong tubuh sintal Sinta.
Sinta kemudian mengambil tissue dari dalam tasnya dan menyeka luka di pelipis Renvil.
"Nama kamu siapa? kelas berapa? Udah punya pacar? Mau enggak sama neng Sinta yang semok bin demplon ini?" rentetan pertanyaan membredel si Renvil.
"Renvil kak, kelas 1-A, belum kak, saya single by choice," jawab Renvil sekenanya.
"Maaf kak, liat kacamata saya tidak? tadi di lempar sama si Johan."
"Nih, untung kagak gua injek." jawab Agni sembari memberikan sebuah kacamata ke tangan Renvil.
Renvil pun langsung membersihkan lensa kacamatanya, kemudian menyangkutkannya di kedua daun telinganya.
Dua gadis di depannya tersentak, lelaki tampan di depannya langsung jatuh kadar ketampanannya, kacamata tebal bundar sempurna setebal pantat botol menghiasi wajah tampan tersebut.
"Jiaaah.. Buang tuh kacamata Ren, bikin ilfeel gua aja." jawab Sinta jujur sejujur-jujurnya.
Renvil hanya tersenyum mendengar perkataan Sinta, wajahnya memang berubah tatkala ia memakai kacamata pemberian ayahnya tersebut.
"Nama gua Agni, ini Sinta, kalo si Johan ganggu elu lagi bilang ke gua, ngerti lu..!?" terang Agni.
"Iya kak."
"Dan satu hal lagi!"
Renvil terdiam mendengarkan kata-kata selanjutnya dari Agni.
"Mulai hari ini elu jadi budak gua, ngerti lu..?!"
Sinta dan Renvil tersentak mendengar kata-kata Agni.
"I..iya kak Agni."
-Biarkanlah cintaku membawamu keatas awan hingga burung pun iri karena tidak bisa terbang begitu tinggi-
-CloudLove-
Diubah oleh ayahnyabinbun 13-05-2019 21:02
iamzero dan 8 lainnya memberi reputasi
9
15.2K
Kutip
131
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
ayahnyabinbun
#3
Chapter 2
Spoiler for Naga betina:
-TRIINGGG...!-
-TRIINGGG...!-
-TRIINGGG...!-
Bel sekolah berdering dengan kencangnya, tanda masa belajar sekolah telah usai, murid-murid pun berhamburan keluar dari kelas menuju pintu gerbang, di kelas 1-A Renvil bersiap merapihkan peralatan belajarnya.
"Din kamu langsung pulang?" tanya Renvil ke sahabatnya Udin.
"Gua paling ke warnet dulu, elu mau ikut enggak?"
"Aku harus jaga ibu, aku duluan ya."
"Yo, hati-hati, salam buat ibu."
Renvil mengangguk sembari tersenyum ke temannya, ia berjalan melewati lorong menuju gerbang bersama murid-murid yang lain, jalannya agak bungkuk dengan kepala tertunduk berusaha menghindari kontak mata dari siapapun yang ditemuinya, sesampai di depan gerbang langkahnya terhenti, Johan dan dua anak buahnya sedang mengintai mencari-cari seseorang, firasat Renvil sangat jelek tentang melewati gerbang kala itu.
"Aku mending lewat pintu belakang yang tadi di lewatin kak Agni sama kak Sinta," gumamnya dalam hati.
Ia pun beranjak menuju belakang gedung sekolah, sangat sepi disini, sudah tidak terlihat murid-murid di sekitar, ia pun menjejalkan tubuh tingginya ke dalam lubang seukuran badan manusia dewasa yang tertutup triplek tipis, ia merangsek hingga keluar di sisi lainnya.
-PRAAK..!-
bunyi patahan kayu bersua.
"Satu lagi Sin..!" pinta Agni.
-PRAAK...!-
"Lagi sin, gua lagi on fire nih..!" tegasnya lagi.
"Yah abis Gi, adanya balok yang ada pakunya, mau?" jawab wanita sintal di depannya.
"Ogah!! ntar kena tetanus gua."
"Ma..maaf, permisi." sesosok kepala berkacamata menyembul keluar dari tembok.
"ASTAGFIRULLAH..! JURIG GI JURIG..!" Teriak Sinta terkaget-kaget.
"Apaan sih lo Sin, itu anak yang tadi pagi, ngapain lo di kandang naga betina." tanya Agni selidik.
"Saya numpang lewat sini kak Agni, di depan lagi ada Johan lagi nyariin saya," kata Renvil dengan santun dan polosnya.
Tiba-tiba Agni memasang seringai mengerikan menatap wajah Renvil, "Doa gua buat olahraga sore terkabulkan..! HUAHAHHAHA...!" tawa Agni memecah keheningan.Renvil dan Sinta hanya bisa bergidik melihat perubahan sikap Agni yang menjadi mengerikan itu.
Beberapa menit kemudian Renvil berjalan menyusuri lorong kelas menuju gerbang, tubuhnya gemetar bulir keringat mulai bercucuran dari atas keningnya dan bibir bawahnya di gigit pelan menunjukkan betapa gugup dirinya, Johan dan kedua anak buahnya berdiri di parkiran motor menyambut Renvil dengan penuh amarah.
"Nah ntu dia bos!" celetuk salah satu anak buah Johan menunjuk kearah Renvil.
"Ggrrrr..! Kejar...!" geram Johan penuh amarah.
Renvil mengambil ancang-ancang kemudian sejurus langkah seribu melesat meninggalkan tempat ia berpijak dilain sisi Johan dan antek-anteknya mengekor dari belakang mengejar langkah panjang Renvil, tubuh besar Johan sangat menyeramkan saat itu akan tetapi kata-kata Agni yang terngiang di fikiran Renvil lebih menyeramkan.
"Elu lari kesini bawa Johan ke gua, gua mau olahraga sore bareng dia sama anak buahnya, kalo elu sampe ke tangkep si Johan gua gak bakal ngelindungin lu lagi, NGERTI LU..!"
Karena bagi Renvil, enggak bisa dekat sama kak Agni adalah kesialan yang lebih besar dibanding di hajar Johan.
Langkah Renvil semakin melambat, di depannya terpampang tembok nan tinggi milik sekolah, ia terpojok matanya berpendar mencari-cari seseorang.
"Hufh..hufh..hufh..hufh..! Mati lu sekarang culun kuadrat..!" dengus Johan penuh amarah.
Johan dan kedua anak buahnya sampai di depan Renvil, mereka mengelilingi Renvil agar ia tidak bisa kabur.
"Siapa yang bakal mati? Dia apa elu..!?" pertanyaan seseorang mengalihkan perhatian Johan dan kedua anak buahnya, sekejap nyali mereka ciut, di depan mereka telah berdiri seorang wanita yang tadi pagi menendang selangkangan Johan.
Dan di belakang wanita itu berjejer 5 preman berbadan besar bagai pagar menjaga agar Johan dan anak buahnya tidak kabur.
Johan bergetar, ia semakin mundur hingga bertabrakan dengan tembok sekolah di belakangnya, ia mencari keberadaan Renvil akan tetapi Renvil menghilang, sekilas Johan melihat sebuah pantat menungging, tengah menjejal masuk ke sebuah celah di tembok sekolah, kemudian menghilang.
"JOHAN, MAAFIN AKU, AKU HANYA DISURUH KAK AGNI, KALO KAMU DENDAM YA KE DIA, SEKALI LAGI MAAFIN AKU JOHAN."
Teriakan Renvil menggema dibalik tembok sekolah, Johan sangat berharap bisa berada di sisi lain dari tembok tersebut.
"Hei..!" sebuah panggilan singkat memecah keheningan.
"Jadi siapa duluan yang mau olahraga sore sama gua."
Seringai Agni semakin menjadi, bahkan kelima preman insyaf di belakang Agni mundur beberapa langkah, seakan teringat memori yang menyakitkan saat Agni mengalahkan mereka berlima.
Sinta hanya duduk dengan santai di sebuah meja yang sudah tidak terpakai, ia merekam semua sebagai dokumentasi sang naga yang sedang olahraga.
-Krek-
-Krek-
Bunyi jari-jari yang sedang di kepal keras terdengar dari arah tangan Agni.
"Ayo kita mulai," kata Agni dengan tatapan tajam nan mencekam.
Johan dan kedua anak buahnya hanya bisa berpelukan, di fikiran mereka terbersit masa-masa indah ketika mereka masih menjadi anak baik-baik sampai menjadi begundal sekolah, bahkan sekilas Johan berdoa kepada tuhan, agar terhindar dari malapetaka ini akan tetapi mau dikata apa nasi sudah menjadi lontong, naga betina di depan mereka sudah menyeringai dengan buasnya.
Renvil berjalan menjauhi tembok belakang sekolah, sayup-sayup ia mendengar teriakan minta tolong dari Johan dan anak buahnya, Renvil sedikit bergidik, ia jadi teringat siksa kubur, ia berlari kecil menuju gerbang sekolah untuk pulang ke rumahnya dengan damai sentosa.
Bersambung..
-TRIINGGG...!-
-TRIINGGG...!-
Bel sekolah berdering dengan kencangnya, tanda masa belajar sekolah telah usai, murid-murid pun berhamburan keluar dari kelas menuju pintu gerbang, di kelas 1-A Renvil bersiap merapihkan peralatan belajarnya.
"Din kamu langsung pulang?" tanya Renvil ke sahabatnya Udin.
"Gua paling ke warnet dulu, elu mau ikut enggak?"
"Aku harus jaga ibu, aku duluan ya."
"Yo, hati-hati, salam buat ibu."
Renvil mengangguk sembari tersenyum ke temannya, ia berjalan melewati lorong menuju gerbang bersama murid-murid yang lain, jalannya agak bungkuk dengan kepala tertunduk berusaha menghindari kontak mata dari siapapun yang ditemuinya, sesampai di depan gerbang langkahnya terhenti, Johan dan dua anak buahnya sedang mengintai mencari-cari seseorang, firasat Renvil sangat jelek tentang melewati gerbang kala itu.
"Aku mending lewat pintu belakang yang tadi di lewatin kak Agni sama kak Sinta," gumamnya dalam hati.
Ia pun beranjak menuju belakang gedung sekolah, sangat sepi disini, sudah tidak terlihat murid-murid di sekitar, ia pun menjejalkan tubuh tingginya ke dalam lubang seukuran badan manusia dewasa yang tertutup triplek tipis, ia merangsek hingga keluar di sisi lainnya.
-PRAAK..!-
bunyi patahan kayu bersua.
"Satu lagi Sin..!" pinta Agni.
-PRAAK...!-
"Lagi sin, gua lagi on fire nih..!" tegasnya lagi.
"Yah abis Gi, adanya balok yang ada pakunya, mau?" jawab wanita sintal di depannya.
"Ogah!! ntar kena tetanus gua."
"Ma..maaf, permisi." sesosok kepala berkacamata menyembul keluar dari tembok.
"ASTAGFIRULLAH..! JURIG GI JURIG..!" Teriak Sinta terkaget-kaget.
"Apaan sih lo Sin, itu anak yang tadi pagi, ngapain lo di kandang naga betina." tanya Agni selidik.
"Saya numpang lewat sini kak Agni, di depan lagi ada Johan lagi nyariin saya," kata Renvil dengan santun dan polosnya.
Tiba-tiba Agni memasang seringai mengerikan menatap wajah Renvil, "Doa gua buat olahraga sore terkabulkan..! HUAHAHHAHA...!" tawa Agni memecah keheningan.Renvil dan Sinta hanya bisa bergidik melihat perubahan sikap Agni yang menjadi mengerikan itu.
Beberapa menit kemudian Renvil berjalan menyusuri lorong kelas menuju gerbang, tubuhnya gemetar bulir keringat mulai bercucuran dari atas keningnya dan bibir bawahnya di gigit pelan menunjukkan betapa gugup dirinya, Johan dan kedua anak buahnya berdiri di parkiran motor menyambut Renvil dengan penuh amarah.
"Nah ntu dia bos!" celetuk salah satu anak buah Johan menunjuk kearah Renvil.
"Ggrrrr..! Kejar...!" geram Johan penuh amarah.
Renvil mengambil ancang-ancang kemudian sejurus langkah seribu melesat meninggalkan tempat ia berpijak dilain sisi Johan dan antek-anteknya mengekor dari belakang mengejar langkah panjang Renvil, tubuh besar Johan sangat menyeramkan saat itu akan tetapi kata-kata Agni yang terngiang di fikiran Renvil lebih menyeramkan.
"Elu lari kesini bawa Johan ke gua, gua mau olahraga sore bareng dia sama anak buahnya, kalo elu sampe ke tangkep si Johan gua gak bakal ngelindungin lu lagi, NGERTI LU..!"
Karena bagi Renvil, enggak bisa dekat sama kak Agni adalah kesialan yang lebih besar dibanding di hajar Johan.
Langkah Renvil semakin melambat, di depannya terpampang tembok nan tinggi milik sekolah, ia terpojok matanya berpendar mencari-cari seseorang.
"Hufh..hufh..hufh..hufh..! Mati lu sekarang culun kuadrat..!" dengus Johan penuh amarah.
Johan dan kedua anak buahnya sampai di depan Renvil, mereka mengelilingi Renvil agar ia tidak bisa kabur.
"Siapa yang bakal mati? Dia apa elu..!?" pertanyaan seseorang mengalihkan perhatian Johan dan kedua anak buahnya, sekejap nyali mereka ciut, di depan mereka telah berdiri seorang wanita yang tadi pagi menendang selangkangan Johan.
Dan di belakang wanita itu berjejer 5 preman berbadan besar bagai pagar menjaga agar Johan dan anak buahnya tidak kabur.
Johan bergetar, ia semakin mundur hingga bertabrakan dengan tembok sekolah di belakangnya, ia mencari keberadaan Renvil akan tetapi Renvil menghilang, sekilas Johan melihat sebuah pantat menungging, tengah menjejal masuk ke sebuah celah di tembok sekolah, kemudian menghilang.
"JOHAN, MAAFIN AKU, AKU HANYA DISURUH KAK AGNI, KALO KAMU DENDAM YA KE DIA, SEKALI LAGI MAAFIN AKU JOHAN."
Teriakan Renvil menggema dibalik tembok sekolah, Johan sangat berharap bisa berada di sisi lain dari tembok tersebut.
"Hei..!" sebuah panggilan singkat memecah keheningan.
"Jadi siapa duluan yang mau olahraga sore sama gua."
Seringai Agni semakin menjadi, bahkan kelima preman insyaf di belakang Agni mundur beberapa langkah, seakan teringat memori yang menyakitkan saat Agni mengalahkan mereka berlima.
Sinta hanya duduk dengan santai di sebuah meja yang sudah tidak terpakai, ia merekam semua sebagai dokumentasi sang naga yang sedang olahraga.
-Krek-
-Krek-
Bunyi jari-jari yang sedang di kepal keras terdengar dari arah tangan Agni.
"Ayo kita mulai," kata Agni dengan tatapan tajam nan mencekam.
Johan dan kedua anak buahnya hanya bisa berpelukan, di fikiran mereka terbersit masa-masa indah ketika mereka masih menjadi anak baik-baik sampai menjadi begundal sekolah, bahkan sekilas Johan berdoa kepada tuhan, agar terhindar dari malapetaka ini akan tetapi mau dikata apa nasi sudah menjadi lontong, naga betina di depan mereka sudah menyeringai dengan buasnya.
Renvil berjalan menjauhi tembok belakang sekolah, sayup-sayup ia mendengar teriakan minta tolong dari Johan dan anak buahnya, Renvil sedikit bergidik, ia jadi teringat siksa kubur, ia berlari kecil menuju gerbang sekolah untuk pulang ke rumahnya dengan damai sentosa.
Bersambung..
0
Kutip
Balas