- Beranda
- Stories from the Heart
SURYA Dikala SENJA (Horor, Komedi)
...
TS
ayahnyabinbun
SURYA Dikala SENJA (Horor, Komedi)

Assalamualaikum semua.
Ini hanya goresan tinta imajinasi seorang lelaki tua yang telat menemukan hasratnya dalam hal menulis.
No Junk.
No Spam.
Pokoknya ikuti Rules dari Kaskus ya.
Cerita ini murni Fiksi, jadi kalau ada kesamaan nama tokoh dan tempat mohon di maklumi.
Terakhir.
Selamat menikmati bacaan ringan ini.
Spoiler for Prolog:
-Jakarta-
UGD RS di jakarta.
"Bagaimana istri saya sus!? " tanya seorang pria kepada suster yang baru saja keluar dari ruang UGD.
"Maaf pak masih kritis saya tidak bisa memberitahu lebih rinci kondisi istri bapak, itu wewenang dokter," jawab suster cepat kemudian dia berlalu meninggalkan lelaki itu.
Lelaki itu pun bersandar di tembok rumah sakit, raut mukanya terlihat lemas dan pucat kedua tangannya gemetar tatkala menutup wajahnya.
"Maafkan aku Naura, hiks, maafkan aku, " gumam lelaki itu sambil terisak menangis tersedu-sedu.
Seberkas cahaya membentuk sosok manusia berjongkok di depan lelaki itu, "jangan menangis sayang, ini memang sudah waktuku, jaga anak kita ya, dia ganteng seperti kamu, cup. " seru sesosok cahaya tersebut sambil mencium kening sang lelaki, dan cahaya itu pun berlalu bersama sesosok laki-laki berjubah putih yang menemaninya.
Lelaki itu mengangguk lesu sambil tersenyum tipis, melihat ruh istrinya menghilang menuju ufuk matahari dikala senja.
"Krieeek" suara pintu UGD terbuka, keluar seorang dokter dan beberapa suster menggendong seorang bayi.
"Pak Bagas, bayi bapak kami bersihkan dulu di ruang bayi ya pak, dokter ingin bicara dengan bapak," jawab suster dengan lemah lembut ke lelaki itu.
Lelaki itu pun berdiri, berjalan pelan menuju dokter yang menundukkan kepala di depan lelaki itu, gurat penyesalan terlihat dari wajah sang dokter.
"Sudah tidak apa-apa dok, saya sudah tahu, sehebat apapun anda tidak bisa melawan takdir, " jawab lelaki itu sambil menepuk pundak sang dokter.
"Ba-bagaimana bapak bisa tahu!? " jawab dokter dengan rona kebingungan.
Lelaki itu kemudian berlalu menuju ruangan bayi, langkah demi langkah terasa berat, tangisan tak terbendung dari kedua matanya, lelaki itu memukul-mukul dadanya agar menyisakan kelegaan saat ia bernafas.
"OOOEeeeK...OOOEEEEK...OOOEEEK," seketika tangis bayi memecah kesunyian lorong rumah sakit, lelaki itu mempercepat langkah demi langkahnya, terlihat seorang bayi sedang di gendong suster, menangis dengan kencangnya.
"Silakan pak di gendong anaknya, sudah saya bersihkan dedek bayinya," jawab suster ke lelaki itu.
Sang lelaki menerima si bayi dari tangan suster, menggendong dengan penuh kehati-hatian, sang bayi yang tadi menangis kencang seketika terdiam di pelukan lembut sang ayah.
"Mau di beri nama siapa pak bayinya?" tanya suster.
"Surya, Surya dikala senja. " jawab bapak Bagas lirih.
Spoiler for Chapter 1 : sang Surya:
Jakarta, 2018.
"TENG!! TENG!! TENG!!" bunyi bel terdengar hingga ujung jalan setapak depan sebuah sekolah, segerombolan anak tunggang langgang berlarian menuju gerbang sekolah tersebut.
Pak Kusni penjaga sekolah, merangkap satpam, merangkap manusia terlihat mendorong gerbang dengan kepayahan, faktor usia seperti menggerogoti tenaganya yang dulu seperti kuda jantan, nafasnya terdengar mengebu-gebu seperti pemain film erotis tahun 80an, padahal gerbang sekolahnya hanya ada satu, bayangkan bila sekolah ini memiliki 7 gerbang layaknya pintu neraka, mungkin senin beliau sudah di kebumikan.
Dari ufuk timur terdengar suara dengan lantang.
"HEI KUSNI!!! HENTIKAN!!! GUA MASIH MAU SEKOLAH KUSNI!!!"
Remaja itu berlari bersama gerombolan murid yang telat bagai babi hutan.
Pak Kusni yang sedang mendorong gerbang terdiam sesaat, lalu melihat asal suara tersebut, matanya melotot melihat remaja tersebut berlari seperti maling BH yang dikejar warga, dengan sisa tenaga tuanya di dorong gerbang itu dengan tergesa-gesa,
"bocah sialan itu tak boleh masuk..! TIDAK BOLEH MASUK..! YOU SHALL NOT PASS..!" gumam lelaki tua itu sambil mengutip kata-kata Gandalf Lord Of The Ring.
"SIALAN KAU KUSNI! GUA TIDAK AKAN KALAH DENGAN TUA BANGKA MACAM KAU KUSNI!!" teriak lagi remaja itu dengan lantang, langkah kakinya semakin kencang ia sampai lupa resleting celananya masih menganga memberikan sensasi cooling breeze di sekujur pangkal pahanya.
Mendengar itu Kusni geram, ia semakin menggebu-gebu mendorong gerbang, akan tetapi, "KREEK!!" suara tulang bergeser bersua, teriakan tertahan mengema di kalbu Kusni.
"AAARRRGGHH!! AMPUN GUSTI!! PINGGANGKU!!" sakit encok strata tiga Kusni kambuh, tubuh kusni tertahan gerbang, tanpa adanya gerbang mungkin tubuh Kusni akan tersungkur ke tanah, ada hubungan simbiosis mutualisme yang ironis antara Kusni dan gerbang.
"Pagi beh, kambuh?! AHAAY!" ejek remaja itu ke pak Kusni sambil berlenggang menuju kelas.
Sakit, malu, vertigo menjadi satu, itulah yang di rasakan Kusni sekarang, melihat murid itu berlalu membuat matanya berkaca-kaca seutas kata terucap dari bibir Kusni.
"Dasar bocah KAMPRET!!" Kusni tertahan mematung sambil menggenggam gerbang sekolah yang masih seperempat terbuka.
Kelas 2-A sudah di penuhi manusia-manusia unggulan, datang setiap pagi untuk mencari ilmu, bersiap-siap menatap masa depan dengan penuh harapan cemerlang, di belakang dua insan lelaki saling bercakap.
"Cok, film bokep yang kemaren elu kirim crash, kirim lagi dong bro," celoteh Bambang ke Ucok di baris belakang.
"BAH!! Handphone kau saza yang zadul Bams, buktinya zalan-zalan zaja tuh di hp ku, makanya beli hape zangan di pasar malam lai," jawab Ucok dengan logat medannya yang kental, sungguh percakapan yang menginspirasi kaum muda mudi INDONESIA.
"Eh eh eh, guru guru guru!" riuh anak-anak kelas 2-a, sesosok lelaki tinggi, atletis nan tampan terlihat di depan pintu, kemudian berlalu, berganti menjadi lelaki pendek, tambun dengan kepala botak di tengah layaknya lapangan bola, sekilas adegan tadi seperti iklan L-men yang gagal.
Pak Hartono masuk ke dalam kelas, melihat sekeliling kelas sambil menyapa.
"Pagi anak-anak!!", sapa pak Hartono.
"PAGI PAK GURUUU!!" Jawab murid-murid dengan serentak dan kompak.
Tiba-tiba seorang anak berdiri di depan pintu kelas, wajahnya terlihat kecapaian dan pucat.
"Yaaah! Telat!" ujar anak itu, pak Hartono menelisik dengan teliti anak yang terlambat itu, kemudian berujar "hei kamu! Berani kamu telat di jam saya! Kesini kamu!" perintah pak Hartono dengan galaknya, anak itu pun maju dengan perlahan, kepalanya menunduk malu tidak bisa menatap pak Hartono, "Push up 25 kali! Jikalau tidak sanggup silakan keluar kelas saya!!" ujar pak Hartono dengan tegas, ketika anak itu mengambil ancang-ancang untuk melakukan push up, sesosok mahkluk mengintip dari balik jendela di barisan pojok kanan belakang, matanya nanar namun tajam melihat situasi kelas.
"oke situasi aman," ujarnya dengan percaya diri, dengan mode silent ia menyelundupkan tasnya dari balik jendela menuju bangku belajar, lalu ia merangsek masuk dari celah jendela, bak ular kadut dengan licinnya ia masuk melewati celah lumayan sempit itu, setengah badannya sudah masuk ke dalam ruang kelas, tangan kirinya menyentuh meja kemudian ia mendorong sisa tubuhnya melalui tembok menggunakan tangan kanan, dengan sangat cepat dan tanpa satu makhluk pun mengetahui ia sudah masuk ke dalam kelas, dengan posisi menungging di atas meja, misi pun berhasil, ia turun dari meja kemudian menikmati pemandangan Budi yang sedang push up.
"Budi, terima kasih ya, tanpa elu sebagai pengalih perhatian gua ngak bisa sampai di dalam kelas, Budi, kamu, numero uno," gumam pria itu di dalam hati.
Iya, pria itu tidak lain dan tidak bukan adalah Surya, anak dari bapak Bagas prakasa yang kalian liat kisah pilunya di prolog, anak ini tumbuh besar menjadi sosok lelaki tampan, pintar dan soleh, itu hanya menurut penuturan bapaknya sendiri.
Push up Budi sudah berada di angka 23 kali, keringat bercucuran dari kening sampai badan Budi, bahkan sampai muncul bercak basah di daerah selangkangannya, pergelangan tangannya mulai goyah, lututnya bergetar 4,5 skala richter, tubuh yang di rancang untuk main warnet seharian itu tidak mampu menerima push up lebih dari 20 kali.
"Pak, sudah ya pak, saya sudah tidak sanggup," nego Budi ke pak Hartono.
Pak Hartono sedikit terenyuh melihat Budi yang kecapaian, "aduh, kasihan kamu nak, ya sudah … tambah lima lagi push upnya, biar genap jadi 30," tutur pak Hartono dengan melepas topeng kesedihannya, mata Budi nanar namun kosong menatap lantai, terlihat raut penyesalan teramat sangat dari wajah Budi.
Pak Hartono mulai menuju meja ia mengambil daftar absensi lalu mulai mengabsen satu per satu muridnya, dimulai dari Ani, Deni dan seterusnya, murid-murid saling bersahutan saat nama mereka disebut pak Hartono, ketika mulut pak Hartono menyebut nama Surya, "HADIR PAK..!" sahut seseorang pemuda dari belakang dengan lantang.
Seisi kelas kaget, terperanga sambil menganga melihat Surya sudah di dalam kelas, pertanyaan dan praduga berkecamuk di hati mereka.
"Bagaimana ia bisa masuk!?"
"Sejak kapan ia ada di kelas?!"
"Kenapa aku ada di kelas ini!!" gumam Ari yang seharusnya masuk kelas 2-d.
semua perhatian itu berbanding terbalik dengan kondisi Budi yang tanpa perhatian satupun dari teman-temannya.
"Sakit, banget, tapi tak berdarah, sungguh biadab temen-temen gua, kata mereka kita teman sejati, selalu di hati, HILIH KINTHIL!!" ujar Budi di dalam hati kesal dengan teman-temannya.
Pelajaran berjalan setelah sesi absensi, pak Hartono mulai menjelaskan di depan kelas, suasana hening terasa, murid-murid mulai mendengarkan dengan seksama, kecuali Surya yang sedang terlelap di mejanya, posisinya yang berada paling belakang dan di tutupi Bambang yang jangkung dan Ucok yang bulat menjadikan tempat duduknya seperti vila di puncak, tempat paling nyaman untuk beristirahat.
"TOK TOK TOK TOK" bunyi ketukan pintu memecah keheningan kelas, pak Zul sang kepala sekolah sedang berdiri dengan seorang gadis cantik nan manis di sebelahnya, "pagi pak, maaf ganggu kelasnya, ini ada murid baru kelas 2-a," ujar pak Zul, "oh iya pak, silakan neng masuk, perkenalkan diri dulu sama teman yang lain," jawab pak Hartono sambil mempersilakan gadis itu masuk.
Sesosok gadis manis memakai hijab putih berjalan perlahan menuju depan kelas, wajah manisnya terlihat malu-malu ketika bertatap muka dengan murid-murid kelas 2-A, "pagi semua, nama aku Naura kelana subhi, panggil saja Naura," jawab Naura sambil tersenyum simpul memperlihatkan lesung pipinya, seketika itu juga rentetan panah asmara menusuk hati para lelaki di kelas 2-A, kecuali Surya yang sedang berkelana di pulau kapuk dan para murid perempuan yang menunjukkan ekspresi tersaingi secara jasmani dan rohani.
"kamu duduk di belakang ya nak Naura, soalnya bangku yang kosong cuman ada di sebelah sana, " ujar pak Hartono sambil menunjuk bangku disebelah Surya.
Naura pun berjalan menuju bangkunya, diiringi tatapan nakal murid laki-laki di kelas itu, ia kemudian duduk sambil mulai mengeluarkan peralatan belajarnya.
Bambang dan Ucok yang duduk di depan Naura pun sontak membalikkan badan untuk berkenalan.
"Hai Naura, namanya cantik secantik orangnya," puji Bambang dengan gaya sok coolnya.
"hei Naura, cantik kali kau, nanti pulang ku antar pakai motor ninja ku mau tak?" goda Ucok sambil menyisir jambul khatulistiwa miliknya.
Melihat gelagat kedua lelaki di depannya naura langsung ilfeel stadium akhir, didalam hatinya ia berteriak "TIDAAAAAAK..!" akan tetapi Naura hanya membalas dengan senyum malu tapi palsu ke kedua orang utan itu.
"ikh amit-amit jabang bayi, masa hari pertama di sekolah baru gua udah di godain cowok alay macem keset kayak gini, Ya tuhan salah apa hambamu ini, " ketus Naura di dalam hati.
"Jangan di anggap serius, mereka cuman bercanda."
"DEG...!!"
Rona wajah Naura terlihat terkejut, sebuah telepati terkirim langsung menuju fikirannya, ia mencari sumber telepati itu, dan matanya tertuju pada punggung lelaki teman sebangkunya, Surya.
Spoiler for Index:
PART 1
CHAPTER 1
CHAPTER 2
CHAPTER 3
CHAPTER 4
CHAPTER 5
CHAPTER 6
CHAPTER 7
CHAPTER 8
CHAPTER 9
CHAPTER 10
CHAPTER 11
CHAPTER 12
CHAPTER 13
CHAPTER 14
CHAPTER 15
CHAPTER 16
CHAPTER 17
CHAPTER 18
CHAPTER 19
CHAPTER 20
CHAPTER 21
CHAPTER 22
CHAPTER 23
CHAPTER 24
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 27
CHAPTER 28
CHAPTER 29
CHAPTER 30
PART 2
CHAPTER 2.1
CHAPTER 2.2
CHAPTER 2.3
CHAPTER 2.4
CHAPTER 2.5
CHAPTER 2.6
CHAPTER 2.7
CHAPTER 2.8
CHAPTER 2.9
CHAPTER 2.10
CHAPTER 2.11
CHAPTER 2.12
CHAPTER 2.13
CHAPTER 2.14
CHAPTER 2.15
CHAPTER 2.16
CHAPTER 2.17
CHAPTER 2.18
CHAPTER 2.19
CHAPTER 2.20
CHAPTER 2.21
CHAPTER 2.22
CHAPTER 2.23
CHAPTER 2.24
CHAPTER 2.25
CHAPTER 2.26
CHAPTER 2.27
CHAPTER 2.28
CHAPTER 2.29
Diubah oleh ayahnyabinbun 29-05-2022 00:42
namakuve dan 116 lainnya memberi reputasi
115
161.2K
Kutip
916
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
ayahnyabinbun
#65
Pertolongan
Spoiler for pertolongan:
Seorang remaja lelaki tertidur di ruangan bercorak putih, tubuhnya sudah terlilit perban, ditemani seorang gadis yang tengah tertidur di sampingnya.
Mata sang lelaki membuka secara perlahan, matanya berpendar mencari tahu dimanakah gerangan ia berada, bau obat-obatan dan alkohol khas rumah sakit menyeruak rongga hidungnya, seketika ia tersentak disaat ia menyadari sesosok gadis tengah duduk sambil tertidur di pangkuannya, parasnya cantik nan manis sangat menenangkan hati sang remaja lelaki yang sedang melihatnya, sampai membuat sang lelaki bergumam, "jadi seperti ini jika bidadari sedang tidur."
Sebelumnya..
Naura sedang berkutat dengan soal matematika di meja belajarnya, jam dinding tengah menunjukkan jam 10:05, sesekali Naura tengah menguap merasakan kantuk yang teramat sangat.
Tiba-tiba Naura tersentak, suara teriakan Romo di lantai bawah membuatnya terkaget dan bertanya-tanya, ada apakah gerangan dengan Romo, Naura pun segera berlari ke lantai dasar untuk mencari tahu.
"KAMU DIMANA SENJA..?!"
"......."
"BAIK ROMO KESANA, KAMU BERTAHAN DI SANA, ROMO KESANA SECEPAT MUNGKIN NAK..!"
Teriakan Romo yang tengah khawatir membuat Naura bertanya, "Romo ada apa?"
"Senja terluka, dia sendirian di gudang tua daerah pondok indah, Romo jalan dulu," jawab Romo cepat sambil mencari kunci mobil di meja.
"Naura ikut..!" seru Naura dengan nada khawatir.
"Jangan Ra..! Bahaya..! Kakek berangkat."
Naura mengekor di belakang Romo sambil memakai bergo dan jaket miliknya, saat Romo membuka kunci pintu mobil Naura merangsek masuk ke dalam mobil kemudian duduk di kursi penumpang depan.
"Kamu ini ya..! Cah bandel..! ya sudah, tapi kalau kenapa-napa kamu lari pergi ya..!" perintah Romo.
Naura hanya mengangguk mengiyakan perintah Romo, mobil tua Romo menyala kemudian membelah jalanan malam Jakarta, gurat rasa bersalah terukir jelas dari wajah tua Romo, ini karena yang memberikan tugas ke gudang tua itu untuk di bersihkan adalah Romo sendiri, Romo tidak habis fikir Senja bisa tumbang seperti ini.
Hampir setengah jam waktu berlalu, Romo dan Naura akhirnya sampai di gudang tua yang disebutkan Senja, mereka berdua menyusuri jalan mencari keberadaan Senja di gelapnya malam tanpa cahaya penerangan.
"Pakai ini Ra," kata Romo sambil menyodorkan senter, "kamu cari di kanan Romo di kiri."
"Iya," jawab naura singkat kemudian berlalu meninggalkan romo.
Sudah satu gudang di telusuri mereka akan tetapi jejak Senja tidak terlihat, hanya ada bekas papan kayu yang rusak di dalam gudang dan pecahan kaca di belakang gudang, seketika Naura mendapatkan ide, ia membuka Handphone miliknya kemudian menelepon nomor handphone milik Senja, sejurus kemudian sebuah ringtone terdengar dari hutan di belakang gudang, Naura dan Romo segera berlari menuju asal suara tersebut.
Sesosok manusia tengah tersungkur di tanah, genangan darah merembes ke baju dari punggung sang lelaki.
"KAKEK DISINI..!" teriak Naura.
Kakek pun berlari menuju Naura yang telah menemukan Senja, "Ya Tuhan, kenapa bisa begini nak Senja," kata Romo khawatir, Romo segera membopong tubuh Senja yang tak sadarkan diri di bantu Naura di sebelahnya, mereka menuju mobil kemudian segera menuju klinik terdekat.
Di klinik Naura menunggu bersama Romo, suasana tegang menyelimuti mereka berdua dan yang di tunggu-tunggu pun tiba seorang dokter jaga keluar dari ruang operasi, "Keluarga bapak Senja?" tanya dokter.
"Saya dok, bagaimana keadaan cucu saya?" tanya Romo.
"Sudah tidak apa-apa, untungnya tidak ada bagian penting yang rusak, lukanya hanya perlu di jahit ringan saja, untung bapak cepat menuju kesini sebelum mas Senja kehabisan darah."
"Puji Tuhan kalau begitu, Ra jaga Senja ya Romo mau ke depan dulu mengurus administrasi," jawab Romo
"Iya kek."
Romo pun berlalu menuju ke lobi depan untuk mengurus administrasi.
"Mba tenang saja, kejadian pembegalan seperti ini memang sedang marak, suaminya saya tinggal ya, permisi."
"Engh i-iya dok," jawab Naura dengan pipi yang memanas.
Naura pun membuka pintu ruangan Senja dengan perlahan, kemudian masuk secara perlahan pula, ia mengambil sebuah bangku kemudian mengangkatnya menuju ke sebelah kasur Senja.
"Maafin aku ya mas Senja," kata Naura lirih, mata Naura mulai berkaca-kaca sambil menggenggam erat tangan Senja, secara perlahan Naura mengistirahatkan kepalanya di paha Senja, seiring waktu Naura pun tertidur di pangkuan Senja.
Sebuah elusan lembut mengelus pucuk kepala Naura, mata Naura membuka secara perlahan kemudian ia mengerjap mencari asal elusan lembut itu.
"Eh, kamu kebangun ya, maaf ya," kata Senja pelan.
Dengan setengah sadar Naura tersenyum ke arah Senja, sekejap kesadaran Naura penuh, wajah Naura memerah seperti kepiting rebus saat kedua pandang mereka bertemu.
"Eh, engh, m-mas S-senja udah bangun," jawab Naura terbata-bata.
"Romo ada dimana?" tanya Naura lagi.
"Aku enggak lama juga baru bangun Naura cantik," kata Senja lembut.
Pipi Naura kembali memerah, Naura langsung mengecek layar handphonenya, sudah jam 1 pagi sekarang, di layar terpampang sebuah pesan.
-Ra asam urat kakek kumat, kakek pulang ngambil obat, disini obatnya enggak dijual, besok subuh kakek balik ke klinik, kamu jagain Senja ya di sana.-
P.s
Anak perjaka orang jangan di apa-apain.
Naura mendengus kesal setelah melihat pesan singkat dari kakeknya.
"Kenapa?" tanya Senja heran.
"Enggak kenapa-napa kok, aku hanya disuruh jagain mas disini sama kakek."
Senja hanya tersenyum simpul sambil melihat wajah Naura.
"Ih jangan di liatin kayak gitu dong, aku risih tau," wajah Naura memerah melihat Senja yang sedang tersenyum ke arahnya.
"Naura."
"Iya."
"Kalau aku sudah sembuh kita kencan yuk?"
Mata sang lelaki membuka secara perlahan, matanya berpendar mencari tahu dimanakah gerangan ia berada, bau obat-obatan dan alkohol khas rumah sakit menyeruak rongga hidungnya, seketika ia tersentak disaat ia menyadari sesosok gadis tengah duduk sambil tertidur di pangkuannya, parasnya cantik nan manis sangat menenangkan hati sang remaja lelaki yang sedang melihatnya, sampai membuat sang lelaki bergumam, "jadi seperti ini jika bidadari sedang tidur."
Sebelumnya..
Naura sedang berkutat dengan soal matematika di meja belajarnya, jam dinding tengah menunjukkan jam 10:05, sesekali Naura tengah menguap merasakan kantuk yang teramat sangat.
Tiba-tiba Naura tersentak, suara teriakan Romo di lantai bawah membuatnya terkaget dan bertanya-tanya, ada apakah gerangan dengan Romo, Naura pun segera berlari ke lantai dasar untuk mencari tahu.
"KAMU DIMANA SENJA..?!"
"......."
"BAIK ROMO KESANA, KAMU BERTAHAN DI SANA, ROMO KESANA SECEPAT MUNGKIN NAK..!"
Teriakan Romo yang tengah khawatir membuat Naura bertanya, "Romo ada apa?"
"Senja terluka, dia sendirian di gudang tua daerah pondok indah, Romo jalan dulu," jawab Romo cepat sambil mencari kunci mobil di meja.
"Naura ikut..!" seru Naura dengan nada khawatir.
"Jangan Ra..! Bahaya..! Kakek berangkat."
Naura mengekor di belakang Romo sambil memakai bergo dan jaket miliknya, saat Romo membuka kunci pintu mobil Naura merangsek masuk ke dalam mobil kemudian duduk di kursi penumpang depan.
"Kamu ini ya..! Cah bandel..! ya sudah, tapi kalau kenapa-napa kamu lari pergi ya..!" perintah Romo.
Naura hanya mengangguk mengiyakan perintah Romo, mobil tua Romo menyala kemudian membelah jalanan malam Jakarta, gurat rasa bersalah terukir jelas dari wajah tua Romo, ini karena yang memberikan tugas ke gudang tua itu untuk di bersihkan adalah Romo sendiri, Romo tidak habis fikir Senja bisa tumbang seperti ini.
Hampir setengah jam waktu berlalu, Romo dan Naura akhirnya sampai di gudang tua yang disebutkan Senja, mereka berdua menyusuri jalan mencari keberadaan Senja di gelapnya malam tanpa cahaya penerangan.
"Pakai ini Ra," kata Romo sambil menyodorkan senter, "kamu cari di kanan Romo di kiri."
"Iya," jawab naura singkat kemudian berlalu meninggalkan romo.
Sudah satu gudang di telusuri mereka akan tetapi jejak Senja tidak terlihat, hanya ada bekas papan kayu yang rusak di dalam gudang dan pecahan kaca di belakang gudang, seketika Naura mendapatkan ide, ia membuka Handphone miliknya kemudian menelepon nomor handphone milik Senja, sejurus kemudian sebuah ringtone terdengar dari hutan di belakang gudang, Naura dan Romo segera berlari menuju asal suara tersebut.
Sesosok manusia tengah tersungkur di tanah, genangan darah merembes ke baju dari punggung sang lelaki.
"KAKEK DISINI..!" teriak Naura.
Kakek pun berlari menuju Naura yang telah menemukan Senja, "Ya Tuhan, kenapa bisa begini nak Senja," kata Romo khawatir, Romo segera membopong tubuh Senja yang tak sadarkan diri di bantu Naura di sebelahnya, mereka menuju mobil kemudian segera menuju klinik terdekat.
Di klinik Naura menunggu bersama Romo, suasana tegang menyelimuti mereka berdua dan yang di tunggu-tunggu pun tiba seorang dokter jaga keluar dari ruang operasi, "Keluarga bapak Senja?" tanya dokter.
"Saya dok, bagaimana keadaan cucu saya?" tanya Romo.
"Sudah tidak apa-apa, untungnya tidak ada bagian penting yang rusak, lukanya hanya perlu di jahit ringan saja, untung bapak cepat menuju kesini sebelum mas Senja kehabisan darah."
"Puji Tuhan kalau begitu, Ra jaga Senja ya Romo mau ke depan dulu mengurus administrasi," jawab Romo
"Iya kek."
Romo pun berlalu menuju ke lobi depan untuk mengurus administrasi.
"Mba tenang saja, kejadian pembegalan seperti ini memang sedang marak, suaminya saya tinggal ya, permisi."
"Engh i-iya dok," jawab Naura dengan pipi yang memanas.
Naura pun membuka pintu ruangan Senja dengan perlahan, kemudian masuk secara perlahan pula, ia mengambil sebuah bangku kemudian mengangkatnya menuju ke sebelah kasur Senja.
"Maafin aku ya mas Senja," kata Naura lirih, mata Naura mulai berkaca-kaca sambil menggenggam erat tangan Senja, secara perlahan Naura mengistirahatkan kepalanya di paha Senja, seiring waktu Naura pun tertidur di pangkuan Senja.
Sebuah elusan lembut mengelus pucuk kepala Naura, mata Naura membuka secara perlahan kemudian ia mengerjap mencari asal elusan lembut itu.
"Eh, kamu kebangun ya, maaf ya," kata Senja pelan.
Dengan setengah sadar Naura tersenyum ke arah Senja, sekejap kesadaran Naura penuh, wajah Naura memerah seperti kepiting rebus saat kedua pandang mereka bertemu.
"Eh, engh, m-mas S-senja udah bangun," jawab Naura terbata-bata.
"Romo ada dimana?" tanya Naura lagi.
"Aku enggak lama juga baru bangun Naura cantik," kata Senja lembut.
Pipi Naura kembali memerah, Naura langsung mengecek layar handphonenya, sudah jam 1 pagi sekarang, di layar terpampang sebuah pesan.
-Ra asam urat kakek kumat, kakek pulang ngambil obat, disini obatnya enggak dijual, besok subuh kakek balik ke klinik, kamu jagain Senja ya di sana.-
P.s
Anak perjaka orang jangan di apa-apain.
Naura mendengus kesal setelah melihat pesan singkat dari kakeknya.
"Kenapa?" tanya Senja heran.
"Enggak kenapa-napa kok, aku hanya disuruh jagain mas disini sama kakek."
Senja hanya tersenyum simpul sambil melihat wajah Naura.
"Ih jangan di liatin kayak gitu dong, aku risih tau," wajah Naura memerah melihat Senja yang sedang tersenyum ke arahnya.
"Naura."
"Iya."
"Kalau aku sudah sembuh kita kencan yuk?"
namakuve dan 19 lainnya memberi reputasi
20
Kutip
Balas