- Beranda
- Stories from the Heart
SURYA Dikala SENJA (Horor, Komedi)
...
TS
ayahnyabinbun
SURYA Dikala SENJA (Horor, Komedi)

Assalamualaikum semua.
Ini hanya goresan tinta imajinasi seorang lelaki tua yang telat menemukan hasratnya dalam hal menulis.
No Junk.
No Spam.
Pokoknya ikuti Rules dari Kaskus ya.
Cerita ini murni Fiksi, jadi kalau ada kesamaan nama tokoh dan tempat mohon di maklumi.
Terakhir.
Selamat menikmati bacaan ringan ini.
Spoiler for Prolog:
-Jakarta-
UGD RS di jakarta.
"Bagaimana istri saya sus!? " tanya seorang pria kepada suster yang baru saja keluar dari ruang UGD.
"Maaf pak masih kritis saya tidak bisa memberitahu lebih rinci kondisi istri bapak, itu wewenang dokter," jawab suster cepat kemudian dia berlalu meninggalkan lelaki itu.
Lelaki itu pun bersandar di tembok rumah sakit, raut mukanya terlihat lemas dan pucat kedua tangannya gemetar tatkala menutup wajahnya.
"Maafkan aku Naura, hiks, maafkan aku, " gumam lelaki itu sambil terisak menangis tersedu-sedu.
Seberkas cahaya membentuk sosok manusia berjongkok di depan lelaki itu, "jangan menangis sayang, ini memang sudah waktuku, jaga anak kita ya, dia ganteng seperti kamu, cup. " seru sesosok cahaya tersebut sambil mencium kening sang lelaki, dan cahaya itu pun berlalu bersama sesosok laki-laki berjubah putih yang menemaninya.
Lelaki itu mengangguk lesu sambil tersenyum tipis, melihat ruh istrinya menghilang menuju ufuk matahari dikala senja.
"Krieeek" suara pintu UGD terbuka, keluar seorang dokter dan beberapa suster menggendong seorang bayi.
"Pak Bagas, bayi bapak kami bersihkan dulu di ruang bayi ya pak, dokter ingin bicara dengan bapak," jawab suster dengan lemah lembut ke lelaki itu.
Lelaki itu pun berdiri, berjalan pelan menuju dokter yang menundukkan kepala di depan lelaki itu, gurat penyesalan terlihat dari wajah sang dokter.
"Sudah tidak apa-apa dok, saya sudah tahu, sehebat apapun anda tidak bisa melawan takdir, " jawab lelaki itu sambil menepuk pundak sang dokter.
"Ba-bagaimana bapak bisa tahu!? " jawab dokter dengan rona kebingungan.
Lelaki itu kemudian berlalu menuju ruangan bayi, langkah demi langkah terasa berat, tangisan tak terbendung dari kedua matanya, lelaki itu memukul-mukul dadanya agar menyisakan kelegaan saat ia bernafas.
"OOOEeeeK...OOOEEEEK...OOOEEEK," seketika tangis bayi memecah kesunyian lorong rumah sakit, lelaki itu mempercepat langkah demi langkahnya, terlihat seorang bayi sedang di gendong suster, menangis dengan kencangnya.
"Silakan pak di gendong anaknya, sudah saya bersihkan dedek bayinya," jawab suster ke lelaki itu.
Sang lelaki menerima si bayi dari tangan suster, menggendong dengan penuh kehati-hatian, sang bayi yang tadi menangis kencang seketika terdiam di pelukan lembut sang ayah.
"Mau di beri nama siapa pak bayinya?" tanya suster.
"Surya, Surya dikala senja. " jawab bapak Bagas lirih.
Spoiler for Chapter 1 : sang Surya:
Jakarta, 2018.
"TENG!! TENG!! TENG!!" bunyi bel terdengar hingga ujung jalan setapak depan sebuah sekolah, segerombolan anak tunggang langgang berlarian menuju gerbang sekolah tersebut.
Pak Kusni penjaga sekolah, merangkap satpam, merangkap manusia terlihat mendorong gerbang dengan kepayahan, faktor usia seperti menggerogoti tenaganya yang dulu seperti kuda jantan, nafasnya terdengar mengebu-gebu seperti pemain film erotis tahun 80an, padahal gerbang sekolahnya hanya ada satu, bayangkan bila sekolah ini memiliki 7 gerbang layaknya pintu neraka, mungkin senin beliau sudah di kebumikan.
Dari ufuk timur terdengar suara dengan lantang.
"HEI KUSNI!!! HENTIKAN!!! GUA MASIH MAU SEKOLAH KUSNI!!!"
Remaja itu berlari bersama gerombolan murid yang telat bagai babi hutan.
Pak Kusni yang sedang mendorong gerbang terdiam sesaat, lalu melihat asal suara tersebut, matanya melotot melihat remaja tersebut berlari seperti maling BH yang dikejar warga, dengan sisa tenaga tuanya di dorong gerbang itu dengan tergesa-gesa,
"bocah sialan itu tak boleh masuk..! TIDAK BOLEH MASUK..! YOU SHALL NOT PASS..!" gumam lelaki tua itu sambil mengutip kata-kata Gandalf Lord Of The Ring.
"SIALAN KAU KUSNI! GUA TIDAK AKAN KALAH DENGAN TUA BANGKA MACAM KAU KUSNI!!" teriak lagi remaja itu dengan lantang, langkah kakinya semakin kencang ia sampai lupa resleting celananya masih menganga memberikan sensasi cooling breeze di sekujur pangkal pahanya.
Mendengar itu Kusni geram, ia semakin menggebu-gebu mendorong gerbang, akan tetapi, "KREEK!!" suara tulang bergeser bersua, teriakan tertahan mengema di kalbu Kusni.
"AAARRRGGHH!! AMPUN GUSTI!! PINGGANGKU!!" sakit encok strata tiga Kusni kambuh, tubuh kusni tertahan gerbang, tanpa adanya gerbang mungkin tubuh Kusni akan tersungkur ke tanah, ada hubungan simbiosis mutualisme yang ironis antara Kusni dan gerbang.
"Pagi beh, kambuh?! AHAAY!" ejek remaja itu ke pak Kusni sambil berlenggang menuju kelas.
Sakit, malu, vertigo menjadi satu, itulah yang di rasakan Kusni sekarang, melihat murid itu berlalu membuat matanya berkaca-kaca seutas kata terucap dari bibir Kusni.
"Dasar bocah KAMPRET!!" Kusni tertahan mematung sambil menggenggam gerbang sekolah yang masih seperempat terbuka.
Kelas 2-A sudah di penuhi manusia-manusia unggulan, datang setiap pagi untuk mencari ilmu, bersiap-siap menatap masa depan dengan penuh harapan cemerlang, di belakang dua insan lelaki saling bercakap.
"Cok, film bokep yang kemaren elu kirim crash, kirim lagi dong bro," celoteh Bambang ke Ucok di baris belakang.
"BAH!! Handphone kau saza yang zadul Bams, buktinya zalan-zalan zaja tuh di hp ku, makanya beli hape zangan di pasar malam lai," jawab Ucok dengan logat medannya yang kental, sungguh percakapan yang menginspirasi kaum muda mudi INDONESIA.
"Eh eh eh, guru guru guru!" riuh anak-anak kelas 2-a, sesosok lelaki tinggi, atletis nan tampan terlihat di depan pintu, kemudian berlalu, berganti menjadi lelaki pendek, tambun dengan kepala botak di tengah layaknya lapangan bola, sekilas adegan tadi seperti iklan L-men yang gagal.
Pak Hartono masuk ke dalam kelas, melihat sekeliling kelas sambil menyapa.
"Pagi anak-anak!!", sapa pak Hartono.
"PAGI PAK GURUUU!!" Jawab murid-murid dengan serentak dan kompak.
Tiba-tiba seorang anak berdiri di depan pintu kelas, wajahnya terlihat kecapaian dan pucat.
"Yaaah! Telat!" ujar anak itu, pak Hartono menelisik dengan teliti anak yang terlambat itu, kemudian berujar "hei kamu! Berani kamu telat di jam saya! Kesini kamu!" perintah pak Hartono dengan galaknya, anak itu pun maju dengan perlahan, kepalanya menunduk malu tidak bisa menatap pak Hartono, "Push up 25 kali! Jikalau tidak sanggup silakan keluar kelas saya!!" ujar pak Hartono dengan tegas, ketika anak itu mengambil ancang-ancang untuk melakukan push up, sesosok mahkluk mengintip dari balik jendela di barisan pojok kanan belakang, matanya nanar namun tajam melihat situasi kelas.
"oke situasi aman," ujarnya dengan percaya diri, dengan mode silent ia menyelundupkan tasnya dari balik jendela menuju bangku belajar, lalu ia merangsek masuk dari celah jendela, bak ular kadut dengan licinnya ia masuk melewati celah lumayan sempit itu, setengah badannya sudah masuk ke dalam ruang kelas, tangan kirinya menyentuh meja kemudian ia mendorong sisa tubuhnya melalui tembok menggunakan tangan kanan, dengan sangat cepat dan tanpa satu makhluk pun mengetahui ia sudah masuk ke dalam kelas, dengan posisi menungging di atas meja, misi pun berhasil, ia turun dari meja kemudian menikmati pemandangan Budi yang sedang push up.
"Budi, terima kasih ya, tanpa elu sebagai pengalih perhatian gua ngak bisa sampai di dalam kelas, Budi, kamu, numero uno," gumam pria itu di dalam hati.
Iya, pria itu tidak lain dan tidak bukan adalah Surya, anak dari bapak Bagas prakasa yang kalian liat kisah pilunya di prolog, anak ini tumbuh besar menjadi sosok lelaki tampan, pintar dan soleh, itu hanya menurut penuturan bapaknya sendiri.
Push up Budi sudah berada di angka 23 kali, keringat bercucuran dari kening sampai badan Budi, bahkan sampai muncul bercak basah di daerah selangkangannya, pergelangan tangannya mulai goyah, lututnya bergetar 4,5 skala richter, tubuh yang di rancang untuk main warnet seharian itu tidak mampu menerima push up lebih dari 20 kali.
"Pak, sudah ya pak, saya sudah tidak sanggup," nego Budi ke pak Hartono.
Pak Hartono sedikit terenyuh melihat Budi yang kecapaian, "aduh, kasihan kamu nak, ya sudah … tambah lima lagi push upnya, biar genap jadi 30," tutur pak Hartono dengan melepas topeng kesedihannya, mata Budi nanar namun kosong menatap lantai, terlihat raut penyesalan teramat sangat dari wajah Budi.
Pak Hartono mulai menuju meja ia mengambil daftar absensi lalu mulai mengabsen satu per satu muridnya, dimulai dari Ani, Deni dan seterusnya, murid-murid saling bersahutan saat nama mereka disebut pak Hartono, ketika mulut pak Hartono menyebut nama Surya, "HADIR PAK..!" sahut seseorang pemuda dari belakang dengan lantang.
Seisi kelas kaget, terperanga sambil menganga melihat Surya sudah di dalam kelas, pertanyaan dan praduga berkecamuk di hati mereka.
"Bagaimana ia bisa masuk!?"
"Sejak kapan ia ada di kelas?!"
"Kenapa aku ada di kelas ini!!" gumam Ari yang seharusnya masuk kelas 2-d.
semua perhatian itu berbanding terbalik dengan kondisi Budi yang tanpa perhatian satupun dari teman-temannya.
"Sakit, banget, tapi tak berdarah, sungguh biadab temen-temen gua, kata mereka kita teman sejati, selalu di hati, HILIH KINTHIL!!" ujar Budi di dalam hati kesal dengan teman-temannya.
Pelajaran berjalan setelah sesi absensi, pak Hartono mulai menjelaskan di depan kelas, suasana hening terasa, murid-murid mulai mendengarkan dengan seksama, kecuali Surya yang sedang terlelap di mejanya, posisinya yang berada paling belakang dan di tutupi Bambang yang jangkung dan Ucok yang bulat menjadikan tempat duduknya seperti vila di puncak, tempat paling nyaman untuk beristirahat.
"TOK TOK TOK TOK" bunyi ketukan pintu memecah keheningan kelas, pak Zul sang kepala sekolah sedang berdiri dengan seorang gadis cantik nan manis di sebelahnya, "pagi pak, maaf ganggu kelasnya, ini ada murid baru kelas 2-a," ujar pak Zul, "oh iya pak, silakan neng masuk, perkenalkan diri dulu sama teman yang lain," jawab pak Hartono sambil mempersilakan gadis itu masuk.
Sesosok gadis manis memakai hijab putih berjalan perlahan menuju depan kelas, wajah manisnya terlihat malu-malu ketika bertatap muka dengan murid-murid kelas 2-A, "pagi semua, nama aku Naura kelana subhi, panggil saja Naura," jawab Naura sambil tersenyum simpul memperlihatkan lesung pipinya, seketika itu juga rentetan panah asmara menusuk hati para lelaki di kelas 2-A, kecuali Surya yang sedang berkelana di pulau kapuk dan para murid perempuan yang menunjukkan ekspresi tersaingi secara jasmani dan rohani.
"kamu duduk di belakang ya nak Naura, soalnya bangku yang kosong cuman ada di sebelah sana, " ujar pak Hartono sambil menunjuk bangku disebelah Surya.
Naura pun berjalan menuju bangkunya, diiringi tatapan nakal murid laki-laki di kelas itu, ia kemudian duduk sambil mulai mengeluarkan peralatan belajarnya.
Bambang dan Ucok yang duduk di depan Naura pun sontak membalikkan badan untuk berkenalan.
"Hai Naura, namanya cantik secantik orangnya," puji Bambang dengan gaya sok coolnya.
"hei Naura, cantik kali kau, nanti pulang ku antar pakai motor ninja ku mau tak?" goda Ucok sambil menyisir jambul khatulistiwa miliknya.
Melihat gelagat kedua lelaki di depannya naura langsung ilfeel stadium akhir, didalam hatinya ia berteriak "TIDAAAAAAK..!" akan tetapi Naura hanya membalas dengan senyum malu tapi palsu ke kedua orang utan itu.
"ikh amit-amit jabang bayi, masa hari pertama di sekolah baru gua udah di godain cowok alay macem keset kayak gini, Ya tuhan salah apa hambamu ini, " ketus Naura di dalam hati.
"Jangan di anggap serius, mereka cuman bercanda."
"DEG...!!"
Rona wajah Naura terlihat terkejut, sebuah telepati terkirim langsung menuju fikirannya, ia mencari sumber telepati itu, dan matanya tertuju pada punggung lelaki teman sebangkunya, Surya.
Spoiler for Index:
PART 1
CHAPTER 1
CHAPTER 2
CHAPTER 3
CHAPTER 4
CHAPTER 5
CHAPTER 6
CHAPTER 7
CHAPTER 8
CHAPTER 9
CHAPTER 10
CHAPTER 11
CHAPTER 12
CHAPTER 13
CHAPTER 14
CHAPTER 15
CHAPTER 16
CHAPTER 17
CHAPTER 18
CHAPTER 19
CHAPTER 20
CHAPTER 21
CHAPTER 22
CHAPTER 23
CHAPTER 24
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 27
CHAPTER 28
CHAPTER 29
CHAPTER 30
PART 2
CHAPTER 2.1
CHAPTER 2.2
CHAPTER 2.3
CHAPTER 2.4
CHAPTER 2.5
CHAPTER 2.6
CHAPTER 2.7
CHAPTER 2.8
CHAPTER 2.9
CHAPTER 2.10
CHAPTER 2.11
CHAPTER 2.12
CHAPTER 2.13
CHAPTER 2.14
CHAPTER 2.15
CHAPTER 2.16
CHAPTER 2.17
CHAPTER 2.18
CHAPTER 2.19
CHAPTER 2.20
CHAPTER 2.21
CHAPTER 2.22
CHAPTER 2.23
CHAPTER 2.24
CHAPTER 2.25
CHAPTER 2.26
CHAPTER 2.27
CHAPTER 2.28
CHAPTER 2.29
Diubah oleh ayahnyabinbun 29-05-2022 00:42
namakuve dan 116 lainnya memberi reputasi
115
161.2K
Kutip
916
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
ayahnyabinbun
#42
JAGAL
Spoiler for JAGAL:
Di sebuah desa di jawa barat berpuluh-puluh tahun yang lalu.
"Tunggu akang nyai."
"Sini atuh akang cepetan..!" jawab sang gadis manja.
Sang lelaki bergandengan tangan romantis dengan sang wanita, menikmati indahnya cinta muda, saling tersenyum mesra, sungguh pasangan yang serasi, sang wanita kembang desa, sedangkan pemudanya jejaka baik hati nan tampan yang sudah memiliki pekerjaan tetap di kota, akan tetapi tanpa mereka sadari sepasang mata penuh iri dan dengki menatap mereka dari kejauhan, menatap penuh nafsu kepada sang wanita, dan penuh amarah kepada sang pria.
"Aku akan memiliki tubuhmu Euis, camkan itu," katanya sambil berlalu menjauhi pasangan yang sedang di mabuk asmara itu.
"Akang janji nikahin Euis kan ?" tanya Euis di tengah pematang sawah.
"Iya Euis cantik, minggu depan akang sama orang tua akang akan ke sini ketemu abah kamu," jawab sang lelaki.
"Eeemmhhhh, makasih ya kang," peluk Euis mesra ke tubuh lelaki itu.
"Iya Euis, yuk pulang, udah mau malam lnih."
Euis menggangguk setuju, mereka berjalan pulang beriringan, warna jingga kian melukiskan langit sore yang indah itu, mereka bergandengan tangan lagi menuju rumah sang gadis yang berada di seberang hutan kecil desa tersebut ketika mereka melewati jalan hutan.
"BUGH...!" suara balok kayu terdengar Euis, lelaki pujaan hatinya ambruk seketika di sebelahnya.
"Eeemmffhhhh.." dan suara tertahan dari mulut Euis terdengar sayup-sayup oleh lelaki yang kian hilang kesadarannya itu.
Senja berlalu, malam kian gelap menyelimuti langit yang luas ini di sebuah gubuk tua, tawa lepas terdengar silih berganti, sedangkan rintihan dan seorang gadis sayup-sayup terdengar.
"Jangan rudapaksa Euis, kang Jaka tolong euis...!"
"Pacar kesayangan kamu sudah tidak bisa melakukan apa-apa Euis, ia sudah babak belur kami hajar, sudah nikmati sajalah, toh nanti kau akan menyukainya, HAHAHAHA..!" tawa pria tambun di depannya, pria yang tadi mengintipnya dengan kang Jaka, "Aku akan menikmati Euis dulu, jatah kalian setelah aku selesai, hajar lelaki itu sampai babak belur." dan lelaki itu masuk ke sebuah kamar sambil membopong Euis yang makin terisak-isak.
Jaka melotot nanar mendengar kata-kata pria tambun itu, jeritan tertahan keluar dari mulut Jaka, jikalau mulutnya tidak di sumpal mungkin segala jenis cacian akan terlontar dari lidahnya.
"Sip bos Roni, nikmati saja kembang desa itu sepuas-puasnya," jawab salah satu anak buah pria itu.
Kelima anak buah Roni bergantian memukuli Jaka, bogem mentah ke wajahnya hampir membuatnya tak sadarkan diri, akan tetapi teriakan Euis di kamar membuatnya terjaga.
"Maafkan akang Euis, maafkan akang."
Tengah malam itu warga desa berkumpul di alun-alun, kumpulan kayu bakar sudah di tempatkan di tengah tanah lapang hingga menggunung, sebuah pasak di tengahnya sedang mengikat Jaka.
"BAKAR PENZINA ITU, BIKIN MALU WARGA DESA..!"
"DASAR ORANG KOTA TIDAK TAU DIRI..! BERANI MErudapaksa KEMBANG DESA KITA..! BAKAR SAJA..!"
"TAMPANG SAJA ALIM, TAPI KELAKUAN BEDEBAH...!"
Dan api pun tersulut, Jaka meronta-ronta dalam jilatan api, didalam rontaan Jaka terdengar sebuah kata lirih, "ini tidak adil, tidak adil, aku ingin balas dendam, siapapun yang mendengarku, tolong, jin, setan, dedemit, siapapun, akan kupersembahkan jiwa ini untuknya, bahkan untuk iblis sekalipun."
Tiba-tiba waktu seakan terhenti, dari kejauhan berpendar cahaya merah, seorang wanita cantik berjalan di atas api menuju jaka yang tengah terbakar.
"Apa permintaanmu anak muda?" tanya wanita itu.
"Aku ingin balas dendam."
"Dan imbalan untukku?" tanya wanita itu lagi.
"Jiwaku, untukmu, selamanya."
Sang wanita tersenyum licik, ia mencium bibir Jaka, sebuah aura hitam berpindah dari tubuh wanita itu ke tubuh Jaka, sekejap wanita itu menghilang dan jaka tidak merasakan sakitnya panas api lagi.
"AKU MENGUTUK KALIAN SEMUA..! AKU AKAN MEMBUNUH SEMUA WARGA DESA INI..! DAN ORANG YANG MEMFITNAHKU AKAN SENGSARA SEUMUR HIDUPNYA..!" teriak Jaka dalam kobaran api, "HAHAHAHAHAHAHAHA...!" Tawa Jaka membahana seiring dengan api yang kian mengerogoti tubuhnya.
Pagi subuh menjelang, tubuh Jaka yang gosong kaku telah di kafani, darah bercampur arang merembes ke kain kafan, membuat kain yang tadinya putih menjadi hitam legam, mata Jaka tidak bisa tertutup, kelopak matanya mengering sehingga jasad itu melotot nanar, membuat warga enggan mendekatinya, ia di kuburkan di kuburan desa dengan nisan tak bernama, hanya segelintir orang saja yang datang ke pemakamannya tersebut, Euis dan keluarganya sudah di usir oleh warga desa, mereka membuat malu warga kata mereka, sejak kemarin Euis membisu, kalimat mengancam Roni terus terngiang di kepalanya.
"Kalo kamu beritahu kejadian yang sebenarnya ke warga, keluarga kamu akan aku bunuh satu persatu, ngerti kamu Euis!"
"Hiks, maafkan Euis kang Jaka, hiks, maaf," isak Euis di bus dengan air mata membasahi pipinya kembali selang beberapa lama kemudian ia pergi tak terdengar lagi bersama keluarganya.
Bersambung..
"Tunggu akang nyai."
"Sini atuh akang cepetan..!" jawab sang gadis manja.
Sang lelaki bergandengan tangan romantis dengan sang wanita, menikmati indahnya cinta muda, saling tersenyum mesra, sungguh pasangan yang serasi, sang wanita kembang desa, sedangkan pemudanya jejaka baik hati nan tampan yang sudah memiliki pekerjaan tetap di kota, akan tetapi tanpa mereka sadari sepasang mata penuh iri dan dengki menatap mereka dari kejauhan, menatap penuh nafsu kepada sang wanita, dan penuh amarah kepada sang pria.
"Aku akan memiliki tubuhmu Euis, camkan itu," katanya sambil berlalu menjauhi pasangan yang sedang di mabuk asmara itu.
"Akang janji nikahin Euis kan ?" tanya Euis di tengah pematang sawah.
"Iya Euis cantik, minggu depan akang sama orang tua akang akan ke sini ketemu abah kamu," jawab sang lelaki.
"Eeemmhhhh, makasih ya kang," peluk Euis mesra ke tubuh lelaki itu.
"Iya Euis, yuk pulang, udah mau malam lnih."
Euis menggangguk setuju, mereka berjalan pulang beriringan, warna jingga kian melukiskan langit sore yang indah itu, mereka bergandengan tangan lagi menuju rumah sang gadis yang berada di seberang hutan kecil desa tersebut ketika mereka melewati jalan hutan.
"BUGH...!" suara balok kayu terdengar Euis, lelaki pujaan hatinya ambruk seketika di sebelahnya.
"Eeemmffhhhh.." dan suara tertahan dari mulut Euis terdengar sayup-sayup oleh lelaki yang kian hilang kesadarannya itu.
Senja berlalu, malam kian gelap menyelimuti langit yang luas ini di sebuah gubuk tua, tawa lepas terdengar silih berganti, sedangkan rintihan dan seorang gadis sayup-sayup terdengar.
"Jangan rudapaksa Euis, kang Jaka tolong euis...!"
"Pacar kesayangan kamu sudah tidak bisa melakukan apa-apa Euis, ia sudah babak belur kami hajar, sudah nikmati sajalah, toh nanti kau akan menyukainya, HAHAHAHA..!" tawa pria tambun di depannya, pria yang tadi mengintipnya dengan kang Jaka, "Aku akan menikmati Euis dulu, jatah kalian setelah aku selesai, hajar lelaki itu sampai babak belur." dan lelaki itu masuk ke sebuah kamar sambil membopong Euis yang makin terisak-isak.
Jaka melotot nanar mendengar kata-kata pria tambun itu, jeritan tertahan keluar dari mulut Jaka, jikalau mulutnya tidak di sumpal mungkin segala jenis cacian akan terlontar dari lidahnya.
"Sip bos Roni, nikmati saja kembang desa itu sepuas-puasnya," jawab salah satu anak buah pria itu.
Kelima anak buah Roni bergantian memukuli Jaka, bogem mentah ke wajahnya hampir membuatnya tak sadarkan diri, akan tetapi teriakan Euis di kamar membuatnya terjaga.
"Maafkan akang Euis, maafkan akang."
Tengah malam itu warga desa berkumpul di alun-alun, kumpulan kayu bakar sudah di tempatkan di tengah tanah lapang hingga menggunung, sebuah pasak di tengahnya sedang mengikat Jaka.
"BAKAR PENZINA ITU, BIKIN MALU WARGA DESA..!"
"DASAR ORANG KOTA TIDAK TAU DIRI..! BERANI MErudapaksa KEMBANG DESA KITA..! BAKAR SAJA..!"
"TAMPANG SAJA ALIM, TAPI KELAKUAN BEDEBAH...!"
Dan api pun tersulut, Jaka meronta-ronta dalam jilatan api, didalam rontaan Jaka terdengar sebuah kata lirih, "ini tidak adil, tidak adil, aku ingin balas dendam, siapapun yang mendengarku, tolong, jin, setan, dedemit, siapapun, akan kupersembahkan jiwa ini untuknya, bahkan untuk iblis sekalipun."
Tiba-tiba waktu seakan terhenti, dari kejauhan berpendar cahaya merah, seorang wanita cantik berjalan di atas api menuju jaka yang tengah terbakar.
"Apa permintaanmu anak muda?" tanya wanita itu.
"Aku ingin balas dendam."
"Dan imbalan untukku?" tanya wanita itu lagi.
"Jiwaku, untukmu, selamanya."
Sang wanita tersenyum licik, ia mencium bibir Jaka, sebuah aura hitam berpindah dari tubuh wanita itu ke tubuh Jaka, sekejap wanita itu menghilang dan jaka tidak merasakan sakitnya panas api lagi.
"AKU MENGUTUK KALIAN SEMUA..! AKU AKAN MEMBUNUH SEMUA WARGA DESA INI..! DAN ORANG YANG MEMFITNAHKU AKAN SENGSARA SEUMUR HIDUPNYA..!" teriak Jaka dalam kobaran api, "HAHAHAHAHAHAHAHA...!" Tawa Jaka membahana seiring dengan api yang kian mengerogoti tubuhnya.
Pagi subuh menjelang, tubuh Jaka yang gosong kaku telah di kafani, darah bercampur arang merembes ke kain kafan, membuat kain yang tadinya putih menjadi hitam legam, mata Jaka tidak bisa tertutup, kelopak matanya mengering sehingga jasad itu melotot nanar, membuat warga enggan mendekatinya, ia di kuburkan di kuburan desa dengan nisan tak bernama, hanya segelintir orang saja yang datang ke pemakamannya tersebut, Euis dan keluarganya sudah di usir oleh warga desa, mereka membuat malu warga kata mereka, sejak kemarin Euis membisu, kalimat mengancam Roni terus terngiang di kepalanya.
"Kalo kamu beritahu kejadian yang sebenarnya ke warga, keluarga kamu akan aku bunuh satu persatu, ngerti kamu Euis!"
"Hiks, maafkan Euis kang Jaka, hiks, maaf," isak Euis di bus dengan air mata membasahi pipinya kembali selang beberapa lama kemudian ia pergi tak terdengar lagi bersama keluarganya.
Bersambung..
namakuve dan 17 lainnya memberi reputasi
18
Kutip
Balas