- Beranda
- Stories from the Heart
ASU AJAG PEGUNUNGAN TEPUS
...
TS
breaking182
ASU AJAG PEGUNUNGAN TEPUS
ASU AJAG PEGUNUNGAN TEPUS
Quote:

SINOPSIS
Quote:
Sekelompok anak muda dari universitas di Jogja yang sedang melaksanakan KKN di desa Telaga Muncar salah satu desa terpencil di kawasan Tepus Gunung Kidul. Tiga sosok anjing misterius mencegat salah satu dari mahasiswa itu yang bernama Zulham. Misteri berlanjut lagi tatkala sesampainya di base camp. Zulham harus dihadapkan dengan ketua kelompok KKN tersebut yang diterror oleh mahkluk –mahkluk asing yang memperlihatkan diri di mimpi –mimpi. Bahkan, bulu –bulu berwarna kelabu kehitaman ditemukan di ranjang Ida. Hingga pada akhirnya misteri ini berlanjut kedalam pertunjukan maut. Nyawa Zulham dan seluruh anggota KKN terancam oleh orang –orang pengabdi setan yang tidak segan –segan mengorbankan nyawa sesama manusia. Bahkan, nyawa darah dagingnya sendiri!
INDEX
Diubah oleh breaking182 22-02-2021 10:13
sukhhoi dan 35 lainnya memberi reputasi
32
110.5K
Kutip
378
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
breaking182
#223
ASMARA BERDARAH
Quote:
Di satu tempat yang agak gelap karena rapatnya pohon-pohon dan semak belukar yang tumbuh tiba-tiba anak rusa yang dikejar Nathan lenyap dari pemandangan. Pemuda ini menghentikan larinya dan memandang berkeliling. Kemudian didengarnya suara lengking binatang itu. Di lain kejap pemuda ini menjadi terkejut sewaktu di hadapannya muncul seorang gadis jelita memakai kaos pendek berwarna merah, dipadu dengan celana jenas dan sepasang sepatu boot berwarna hitam menghiasi kakinya. Ditangan kanannya memegang anak rusa yang sejak tadi di kejar-kejarnya.
" Apakah kau menginginkan binatang ini?" tanya dara yang memegang rusa itu. Di bibirnya terlukis seulas senyum yang teramat manis.
"Betul," jawab Nathan.
Lalu tanyanya, "Kau ini siapa? Kenapa berada dalam rimba belantara begini rupa?"
"Aku Nilam, seorang pecinta alam yang kebetulan sedang ada riset di tempat ini," jawab sang gadis masih dengan senyumnya yang memikat, "Binatang kecil ini tidak sepantasnya di tangkap. Biarkan ia hidup di alamnya dan menemukan kebebasannya “
Lalu gadis bernama Nilam itu melepaskan anak rusa yang berada di dalam dekapannya. Rusa itu segera melompat dan berlari. Tidak lama kemudian tubuhnya lenyap di telan semak belukar.
“ Aku sudah menjelaskan tentang diriku dan sekarang kau jelaskan siapa dirimu ini. Pemuda mana yang sangat kurang kerjaan sampai masuk hutan hanya karena berkejar –kejaran dengan anak rusa “
Kembali gadis cantik yang bernama Nilam tersenyum, hati Nathan berdebar –debar.
“ Oh, nama ku Nathan aku sedang beristirahat tadi di tepi telaga di sana. Tujuan ku hanya singgah saja, aku mau ke desa Glagah Sari ada saudara disana “
“ Tiba –tiba, aku lihat anak rusa itu. Terlalu indah kalau hanya dibiarkan tanpa dimiliki. Seperti dirimu..eh..contohnya..”
Nilam tersipu malu. Pipinya merona merah. Nathan hanya tersenyum lalu memandang wajah gadis itu tanpa berkedip.
Saat itulah tiba –tiba udara yang jadi panas terik menyengat kulit berangsur –angsur menjadi sejuk. Hanya dalam waktu relatif singkat, langit yang terang menjadi remang –remang. Mendung hitam bergumpal –gumpal menggantung di langit. Suasana yang ada telah berubah menjadi ganjil dan aneh.
Kilatan cahaya guntur tampak berkelebat seiring dengan gelegar suaranya yang membuat suasana menjadi semakin menegangkan. Angin berhembus kencang. Dedaunan kering berhamburan ke udara, pepohonan meliuk – liuk seperti akan rubuh ke tanah.
“ Tampaknya, akan turun hujan yang begitu deras. Kalau kau tidak berkeberatan aku akan membawamu ke tempat tinggal sementara ku disini. Tidak begitu jauh “
"Tentu saja aku tidak keberatan," jawab Nathan. Sudah barang tentu mana ada pemuda yang ; menolak begitu saja ajakan dara berparas secantik yang berdiri di depannya itu?
Lalu keduanya meninggalkan tempat itu. Sepanjang jalan mereka tak hentinya bercakap -cakap. Demikian gembiranya Nathan dapat berkenalan dengan seorang gadis jelita . Mereka tiba di luar rimba belantara. Di hadapan mereka kini terbentang satu daerah berbukit-bukit. Nilam setengah berlari –lari kecil menuju ke sebuah bukit di sebelah barat, diikuti oleh Nathan.
“ Ayo Nath, jangan sampai kita kehujanan. Kau tentu bisa merasakan gerimis sudah mulai turun membasahi bumi aku sangat tidak suka berbasah -basahan “
Nathan bergegas menyusul Nilam yang sudah beberapa langkah di depannya. Jalan yang dilaluinya menanjak ke atas. Dari atas ia masih bisa melihat jalanan setapak yang berada di bawahnya. Ekor matanya lamat –lamat melihat sebuah mobil terbalik yang terperosok di tepi jalan. Dan ada beberapa orang yang berdiri di sekitar mobil itu. Pikirannya buyar dan segera lupa tatkala sebuah tangan halus telah menyentuh dan menarik lengannya.
“ Ayo, buruan pondok sementara ku ada di balik semak belukar itu “
Nathan mengangguk, lalu mengikuti langkah Nilam.
Nilam menyibakkan serumpun semak belukar lebat. Maka kelihatanlah sebuah jalan setapak menuju ke muka sebuah pondok kayu beratapkan daun rumbia yang tidak begitu besar namun tampak kokoh dan nyaman untuk di tempati.
"Inilah tempat kediamanku sementara. Sekedar untuk bermalam dalam beberapa hari ini dan sekaligus kantor untuk riset. Harap kau maklum kalau kotor dan berantakan . . . ".
"Ah, tempat mu bersih dan bagus", kata Nathan memotong. Lalu setelah dipersilahkan dia pun masuk.
“ Kau tinggal sendiri di tempat ini? “
Nilam menggelengkan kepalanya.
“ Aku tinggal bersama saudara lelaki ku, kebetulan ia sudah dua hari ini demam. Sepertinya terkena malaria. Sudah kuberikan obat kepadanya. Mudah –mudahan besok sudah bisa sembuh “
“ Tidak kau bawa ke rumah sakit? “
Nilam tertawa renyah. Hati Nathan berdesir –desir indah mendengar tawa itu.
“ Terlalu jauh kalau di bawa ke rumah sakit, riset dan penelitian ku sebentar lagi juga akan selesai. Tanggung kalau musti turun ke bawah lagi “
Dan Nathan tidak mau melanjutkan pertanyaannya lagi. Sekilas ia mendengar suara seorang lelaki merintih kesakitan di bilik samping. Tapi semua itu tidak dihiraukannya.
Ia kini tiba di ruangan tengah yang harum semerbak, diterangi oleh sebuah lilin berwarna merah yang memancarkan sinar kekuningan, tertancap di dinding. Dua buah lemari kayu berderet dengan rapi di pojok ruangan.
"Silahkan duduk. Sementara aku akan menengok saudara ku dulu di bilik samping ", kata Nilam.
Nathan mengangguk. Nilam sudah lenyap di balik pintu. Nathan tinggal sendirian di ruangan itu. Pemuda ini memandang berkeliling. Selagi dia memperhatikan keadaan ruangan itu begitu rupa tiba –tiba nyala api lilin mengecil seperti akan padam. Sebaliknya bau harum bertambah-tambah, membuat pemuda ini merasa adanya aliran hawa aneh di dalam darah di sekujur tubuhnya. Semakin lama semakin kuat juga bau harum itu dan detik demi detik Nathan semakin terangsang dibuatnya.
Dari balik pintu Nilam muncul. Nathan berpaling dan… Untuk beberapa saat lamanya nafasnya terasa terhenti. Kedua matanya menyipit. Lalu cepat-cepat dipalingkannya kepalanya. Terdengar suara tertawa kecil. Dan Nilam melangkah ke hadapan pemuda itu. Nathan masih memandang ke jurusan lain, tak berani melihat kepada gadis ini.
Sewaktu Nilam muncul tadi, bukan saja nafas pemuda itu serasa terhenti tapi dadanya ikut berdebar dan darahnya bergejolak. Betapakan tidak! Gadis itu telah berganti pakaian dengan sehelai pakaian sutera merah yang amat tipis dan teramat pendek hingga jelas kelihatan potongan tubuh dan pakaian dalamnya. Sepasang kakinya yang jenjang terlihat telanjang mulus memacu gairah. Senyum yang dilayangkannya pun lain dan terasa aneh. Ini dirasakan betul oleh Nathan, membuat rangsangan ganjil yang menjalari tubuh pemuda itu semakin menjadi-jadi dan bergelora.
"Kau melamun Nath," ujar Nilam.
Pemuda itu memalingkan kepalanya sedikit dan terdiam.
"Aku telah menyediakan minuman hangat untukmu di ruangan dalam," kata Nilam.
"Terima kasih. Kenapa musti repot??”
"Jangan sungkan. Mari kita masuk ke dalam," ajak Nilam.
Nathan hendak menjawab agar minuman itu dibawa saja ke tempat itu. Namun sebelum itu terucapkan Nilam telah menarik lengannya dan membawanya masuk ke sebuah bilik besar. Di ruangan ini ada pelita yang aneh yang sinarnya lebih suram dari ruangan sebelumnya. Segala sesuatunya kelihatan samar-samar. Dan dalam kesamar-samaran itu Nathan masih dapat melihat kalau saat itu dirinya dibawa ke arah sebuah ranjang besar dengan kelambu tipis berwarna merah serupa darah.
"Nilam, apakah maksudmu membawaku ke sini?" tanya Nathan dengan suara bergetar.
"Nath, kau tahu apa maksudku", jawab Nilam berbisik ke telinga si pemuda hingga hembusan nafasnya terasa hangat di pipi Nathan. Kemudian pemuda ini merasakan lengan kiri sang gadis melingkar di pinggangnya.
"Nilam kau …"
Ucapan itu tidak terteruskan oleh Nathan karena saat itu Nilam mendekatkan parasnya ke wajahnya dengan amat berani. Kemudian dirasakannya bibir gadis itu menempel di atas bibirnya.
"Nilam, aku …"
Lagi-lagi Nathan tak bisa meneruskan kalimatnya. Kedua lututnya goyah,karena diberati tubuh gadis itu. Akhimya keduanya terguling ke atas ranjang.
"Kau tahu apa maksudku, Nath. Kau laki-laki, aku perempuan. Jangan jadi orang bodoh!"
"Tapi …"
"Tidak ada tapi-tapian Nath."
Dan sikap malu serta pikir panjang Nathan cukup cuma sampai di situ. Laksana seekor ular besar yang kelaparan pemuda itu menggeliat atas pembaringan dan nmerangkul tubuh Nilamaharani sekeras-kerasnya seperti mau melunyahkan dara itu sampai ke tulang-tulangnya. Desau nafas panas dan tertawa berguman Nilam membakar darah Nathan, membuat dia berlaku lebih berani lagi.
Nilam bagai kuda betina yang tengah berlari di padang rumput, nafasnya memburu berat. Gadis itu berbisik serak desah –desahan parau dan terdengar ganjil di telinga. Nathan tidak menangkap perubahan itu. Nilam meraung keras sembari mencopoti pakaiannya sedemikian rupa. Tanpa disadari oleh Nathan yang sudah berada dipuncak gairahnya, tampak di kulit mulus gadis itu muncul bulu –bulu panjang kelabu kehitaman yang dalam tempo hanya beberapa detik telah memenuhi sekujur tubuhnya.
Suatu saat, Nilam meraung dalam lolongan menusuk, sembari kepalanya tengadah ke atas. Wajah cantik rupawan itu pelan tetapi pasti berubah menjadi lonjong, semakin lonjong. Telinganya melebar, bertambah panjang. Bulu –bulu yang sama bermunculan di wajah yang tahu –tahu telah berubah seperti kepala anjing dengan moncong yang kecil lancip hitam dan berlendir. Moncong itu membuka lebar, memeprdengarkan raungan yang dahsyat. Lidahnya merah terjulur panjang, berbuih –buih di antara deretan gigi – gigi taring yang mencuat runcing mengerikan.
Nathan terpekik kaget, ia meloncat dan terjatuh dari ranjang. Sebelum sempat ia bangkit untuk melarikan diri, sosok mahkluk mengerikan itu telah menekamnya. Lalu dengan kejam dan buas merengkah lambungnya, mengoyaknya sedemikian rupa lalu dengan sentakan keras membetot keluar hatinya. Nathan tidak sempat lagi menjerit. Namun, ia masih sempat mendengar bunyi –bunyian mengerikan manakala tubuhnya direncah dan hatinya dibetot keluar. Samar- samar, sebelum ajalnya menjemput ia pun masih sempat melihat bagaimana mahkluk itu mengunyah hatinya yang dilumuri darah segar. Tidak berapa lama Nathan merasakan tubuhnya terhuyung dan jatuh ke lantai kayu. Pandangannya mendadak menjadi gelap dan semakin gelap.
" Apakah kau menginginkan binatang ini?" tanya dara yang memegang rusa itu. Di bibirnya terlukis seulas senyum yang teramat manis.
"Betul," jawab Nathan.
Lalu tanyanya, "Kau ini siapa? Kenapa berada dalam rimba belantara begini rupa?"
"Aku Nilam, seorang pecinta alam yang kebetulan sedang ada riset di tempat ini," jawab sang gadis masih dengan senyumnya yang memikat, "Binatang kecil ini tidak sepantasnya di tangkap. Biarkan ia hidup di alamnya dan menemukan kebebasannya “
Lalu gadis bernama Nilam itu melepaskan anak rusa yang berada di dalam dekapannya. Rusa itu segera melompat dan berlari. Tidak lama kemudian tubuhnya lenyap di telan semak belukar.
“ Aku sudah menjelaskan tentang diriku dan sekarang kau jelaskan siapa dirimu ini. Pemuda mana yang sangat kurang kerjaan sampai masuk hutan hanya karena berkejar –kejaran dengan anak rusa “
Kembali gadis cantik yang bernama Nilam tersenyum, hati Nathan berdebar –debar.
“ Oh, nama ku Nathan aku sedang beristirahat tadi di tepi telaga di sana. Tujuan ku hanya singgah saja, aku mau ke desa Glagah Sari ada saudara disana “
“ Tiba –tiba, aku lihat anak rusa itu. Terlalu indah kalau hanya dibiarkan tanpa dimiliki. Seperti dirimu..eh..contohnya..”
Nilam tersipu malu. Pipinya merona merah. Nathan hanya tersenyum lalu memandang wajah gadis itu tanpa berkedip.
Saat itulah tiba –tiba udara yang jadi panas terik menyengat kulit berangsur –angsur menjadi sejuk. Hanya dalam waktu relatif singkat, langit yang terang menjadi remang –remang. Mendung hitam bergumpal –gumpal menggantung di langit. Suasana yang ada telah berubah menjadi ganjil dan aneh.
Kilatan cahaya guntur tampak berkelebat seiring dengan gelegar suaranya yang membuat suasana menjadi semakin menegangkan. Angin berhembus kencang. Dedaunan kering berhamburan ke udara, pepohonan meliuk – liuk seperti akan rubuh ke tanah.
“ Tampaknya, akan turun hujan yang begitu deras. Kalau kau tidak berkeberatan aku akan membawamu ke tempat tinggal sementara ku disini. Tidak begitu jauh “
"Tentu saja aku tidak keberatan," jawab Nathan. Sudah barang tentu mana ada pemuda yang ; menolak begitu saja ajakan dara berparas secantik yang berdiri di depannya itu?
Lalu keduanya meninggalkan tempat itu. Sepanjang jalan mereka tak hentinya bercakap -cakap. Demikian gembiranya Nathan dapat berkenalan dengan seorang gadis jelita . Mereka tiba di luar rimba belantara. Di hadapan mereka kini terbentang satu daerah berbukit-bukit. Nilam setengah berlari –lari kecil menuju ke sebuah bukit di sebelah barat, diikuti oleh Nathan.
“ Ayo Nath, jangan sampai kita kehujanan. Kau tentu bisa merasakan gerimis sudah mulai turun membasahi bumi aku sangat tidak suka berbasah -basahan “
Nathan bergegas menyusul Nilam yang sudah beberapa langkah di depannya. Jalan yang dilaluinya menanjak ke atas. Dari atas ia masih bisa melihat jalanan setapak yang berada di bawahnya. Ekor matanya lamat –lamat melihat sebuah mobil terbalik yang terperosok di tepi jalan. Dan ada beberapa orang yang berdiri di sekitar mobil itu. Pikirannya buyar dan segera lupa tatkala sebuah tangan halus telah menyentuh dan menarik lengannya.
“ Ayo, buruan pondok sementara ku ada di balik semak belukar itu “
Nathan mengangguk, lalu mengikuti langkah Nilam.
Nilam menyibakkan serumpun semak belukar lebat. Maka kelihatanlah sebuah jalan setapak menuju ke muka sebuah pondok kayu beratapkan daun rumbia yang tidak begitu besar namun tampak kokoh dan nyaman untuk di tempati.
"Inilah tempat kediamanku sementara. Sekedar untuk bermalam dalam beberapa hari ini dan sekaligus kantor untuk riset. Harap kau maklum kalau kotor dan berantakan . . . ".
"Ah, tempat mu bersih dan bagus", kata Nathan memotong. Lalu setelah dipersilahkan dia pun masuk.
“ Kau tinggal sendiri di tempat ini? “
Nilam menggelengkan kepalanya.
“ Aku tinggal bersama saudara lelaki ku, kebetulan ia sudah dua hari ini demam. Sepertinya terkena malaria. Sudah kuberikan obat kepadanya. Mudah –mudahan besok sudah bisa sembuh “
“ Tidak kau bawa ke rumah sakit? “
Nilam tertawa renyah. Hati Nathan berdesir –desir indah mendengar tawa itu.
“ Terlalu jauh kalau di bawa ke rumah sakit, riset dan penelitian ku sebentar lagi juga akan selesai. Tanggung kalau musti turun ke bawah lagi “
Dan Nathan tidak mau melanjutkan pertanyaannya lagi. Sekilas ia mendengar suara seorang lelaki merintih kesakitan di bilik samping. Tapi semua itu tidak dihiraukannya.
Ia kini tiba di ruangan tengah yang harum semerbak, diterangi oleh sebuah lilin berwarna merah yang memancarkan sinar kekuningan, tertancap di dinding. Dua buah lemari kayu berderet dengan rapi di pojok ruangan.
"Silahkan duduk. Sementara aku akan menengok saudara ku dulu di bilik samping ", kata Nilam.
Nathan mengangguk. Nilam sudah lenyap di balik pintu. Nathan tinggal sendirian di ruangan itu. Pemuda ini memandang berkeliling. Selagi dia memperhatikan keadaan ruangan itu begitu rupa tiba –tiba nyala api lilin mengecil seperti akan padam. Sebaliknya bau harum bertambah-tambah, membuat pemuda ini merasa adanya aliran hawa aneh di dalam darah di sekujur tubuhnya. Semakin lama semakin kuat juga bau harum itu dan detik demi detik Nathan semakin terangsang dibuatnya.
Dari balik pintu Nilam muncul. Nathan berpaling dan… Untuk beberapa saat lamanya nafasnya terasa terhenti. Kedua matanya menyipit. Lalu cepat-cepat dipalingkannya kepalanya. Terdengar suara tertawa kecil. Dan Nilam melangkah ke hadapan pemuda itu. Nathan masih memandang ke jurusan lain, tak berani melihat kepada gadis ini.
Sewaktu Nilam muncul tadi, bukan saja nafas pemuda itu serasa terhenti tapi dadanya ikut berdebar dan darahnya bergejolak. Betapakan tidak! Gadis itu telah berganti pakaian dengan sehelai pakaian sutera merah yang amat tipis dan teramat pendek hingga jelas kelihatan potongan tubuh dan pakaian dalamnya. Sepasang kakinya yang jenjang terlihat telanjang mulus memacu gairah. Senyum yang dilayangkannya pun lain dan terasa aneh. Ini dirasakan betul oleh Nathan, membuat rangsangan ganjil yang menjalari tubuh pemuda itu semakin menjadi-jadi dan bergelora.
"Kau melamun Nath," ujar Nilam.
Pemuda itu memalingkan kepalanya sedikit dan terdiam.
"Aku telah menyediakan minuman hangat untukmu di ruangan dalam," kata Nilam.
"Terima kasih. Kenapa musti repot??”
"Jangan sungkan. Mari kita masuk ke dalam," ajak Nilam.
Nathan hendak menjawab agar minuman itu dibawa saja ke tempat itu. Namun sebelum itu terucapkan Nilam telah menarik lengannya dan membawanya masuk ke sebuah bilik besar. Di ruangan ini ada pelita yang aneh yang sinarnya lebih suram dari ruangan sebelumnya. Segala sesuatunya kelihatan samar-samar. Dan dalam kesamar-samaran itu Nathan masih dapat melihat kalau saat itu dirinya dibawa ke arah sebuah ranjang besar dengan kelambu tipis berwarna merah serupa darah.
"Nilam, apakah maksudmu membawaku ke sini?" tanya Nathan dengan suara bergetar.
"Nath, kau tahu apa maksudku", jawab Nilam berbisik ke telinga si pemuda hingga hembusan nafasnya terasa hangat di pipi Nathan. Kemudian pemuda ini merasakan lengan kiri sang gadis melingkar di pinggangnya.
"Nilam kau …"
Ucapan itu tidak terteruskan oleh Nathan karena saat itu Nilam mendekatkan parasnya ke wajahnya dengan amat berani. Kemudian dirasakannya bibir gadis itu menempel di atas bibirnya.
"Nilam, aku …"
Lagi-lagi Nathan tak bisa meneruskan kalimatnya. Kedua lututnya goyah,karena diberati tubuh gadis itu. Akhimya keduanya terguling ke atas ranjang.
"Kau tahu apa maksudku, Nath. Kau laki-laki, aku perempuan. Jangan jadi orang bodoh!"
"Tapi …"
"Tidak ada tapi-tapian Nath."
Dan sikap malu serta pikir panjang Nathan cukup cuma sampai di situ. Laksana seekor ular besar yang kelaparan pemuda itu menggeliat atas pembaringan dan nmerangkul tubuh Nilamaharani sekeras-kerasnya seperti mau melunyahkan dara itu sampai ke tulang-tulangnya. Desau nafas panas dan tertawa berguman Nilam membakar darah Nathan, membuat dia berlaku lebih berani lagi.
Nilam bagai kuda betina yang tengah berlari di padang rumput, nafasnya memburu berat. Gadis itu berbisik serak desah –desahan parau dan terdengar ganjil di telinga. Nathan tidak menangkap perubahan itu. Nilam meraung keras sembari mencopoti pakaiannya sedemikian rupa. Tanpa disadari oleh Nathan yang sudah berada dipuncak gairahnya, tampak di kulit mulus gadis itu muncul bulu –bulu panjang kelabu kehitaman yang dalam tempo hanya beberapa detik telah memenuhi sekujur tubuhnya.
Suatu saat, Nilam meraung dalam lolongan menusuk, sembari kepalanya tengadah ke atas. Wajah cantik rupawan itu pelan tetapi pasti berubah menjadi lonjong, semakin lonjong. Telinganya melebar, bertambah panjang. Bulu –bulu yang sama bermunculan di wajah yang tahu –tahu telah berubah seperti kepala anjing dengan moncong yang kecil lancip hitam dan berlendir. Moncong itu membuka lebar, memeprdengarkan raungan yang dahsyat. Lidahnya merah terjulur panjang, berbuih –buih di antara deretan gigi – gigi taring yang mencuat runcing mengerikan.
Nathan terpekik kaget, ia meloncat dan terjatuh dari ranjang. Sebelum sempat ia bangkit untuk melarikan diri, sosok mahkluk mengerikan itu telah menekamnya. Lalu dengan kejam dan buas merengkah lambungnya, mengoyaknya sedemikian rupa lalu dengan sentakan keras membetot keluar hatinya. Nathan tidak sempat lagi menjerit. Namun, ia masih sempat mendengar bunyi –bunyian mengerikan manakala tubuhnya direncah dan hatinya dibetot keluar. Samar- samar, sebelum ajalnya menjemput ia pun masih sempat melihat bagaimana mahkluk itu mengunyah hatinya yang dilumuri darah segar. Tidak berapa lama Nathan merasakan tubuhnya terhuyung dan jatuh ke lantai kayu. Pandangannya mendadak menjadi gelap dan semakin gelap.
Diubah oleh breaking182 30-10-2018 14:03
User telah dihapus dan 7 lainnya memberi reputasi
8
Kutip
Balas