- Beranda
- Stories from the Heart
ASU AJAG PEGUNUNGAN TEPUS
...
TS
breaking182
ASU AJAG PEGUNUNGAN TEPUS
ASU AJAG PEGUNUNGAN TEPUS
Quote:

SINOPSIS
Quote:
Sekelompok anak muda dari universitas di Jogja yang sedang melaksanakan KKN di desa Telaga Muncar salah satu desa terpencil di kawasan Tepus Gunung Kidul. Tiga sosok anjing misterius mencegat salah satu dari mahasiswa itu yang bernama Zulham. Misteri berlanjut lagi tatkala sesampainya di base camp. Zulham harus dihadapkan dengan ketua kelompok KKN tersebut yang diterror oleh mahkluk –mahkluk asing yang memperlihatkan diri di mimpi –mimpi. Bahkan, bulu –bulu berwarna kelabu kehitaman ditemukan di ranjang Ida. Hingga pada akhirnya misteri ini berlanjut kedalam pertunjukan maut. Nyawa Zulham dan seluruh anggota KKN terancam oleh orang –orang pengabdi setan yang tidak segan –segan mengorbankan nyawa sesama manusia. Bahkan, nyawa darah dagingnya sendiri!
INDEX
Diubah oleh breaking182 22-02-2021 10:13
sukhhoi dan 35 lainnya memberi reputasi
32
110.5K
Kutip
378
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
breaking182
#222
ROMBONGAN MISTERIUS
Quote:
Waktu seolah berhenti berdetak, aku diam tak bergerak. Sempat terpikir oleh ku bahwa ini hanya mimpi buruk. Ya, sekedar mimpi buruk. Tetapi hawa panas dan bau hangus menyengat segera tercium oleh hidungku. Bunyi mesin mobil yang masih tetap hidup pun terdengar jelas menyentuh gendang telingaku. Suara –suara orang panik dan erangan kesakitan terdengar jelas di belakangku. Lalu ada sesuatu suara seperti berputar –putar dengan hebat. Aku menoleh ke arah jok di sampingku. Ida diam tidak berderak. Keningnya terlihat ada goresan. Dari luka itu semburat berwarna merah.
Aku dengan sudah payah merangkak keluar. Suara berputar –putar dengan hebat itu ternyata keempat ban mobil yang mengarah ke atas. Ada perasaan nyeri dan sakit di beberapa bagian tubuh ku. Tidak satupun aku hiraukan. Masih dengan terhuyung –huyung aku berjalan ke arah pintu samping depan. Alit aku lihat membantu Ajeng keluar dari pintu samping. Sementara Nathan masih merangkak bersusah payah untuk keluar dari mobil. Aku jongkok tatkala sampai dipintu depan.
Perlahan –lahan aku buka pintu itu sembari aku tahan tubuh Ida dengan sebelah tangan ku agar tubuhnya tidak terhempas ke tanah. Sangat perlahan dan bersusah payah akhirnya aku berhasil mengeluarkan Ida dari dalam mobil. Lalu aku membawanya bergabung dengan teman –teman ku yang lain. Aku sandarkan tubuh Ida disebatang pohon asem yang tidak begitu besar.
Kelima kawan ku duduk di hamparan rumput dengan lesu. Aku perhatikan wajah mereka satu persatu. Tidak ada luka serius hanya sedikit lecet dan terkejut ketegangan masih tergambar jelas di wajah mereka. Mima tampak menangis dan sedang ditenangkan oleh Ajeng.
Nathan tiba – tiba beranjak dan berdiri menghampiri ku.
Duk!!
Jotosannya melayang dengan cepat dan tepat di ulu hati ku. Aku terkejut bukan kepalang. Tidak sempat mengindar lagi. Tubuhku sempat terjajar ke belakang. Pandanganku seketika menjadi nanar. Alit dan Mima serentak berdiri berusaha untuk menenangkan Nathan.
“ Apa yang kau lakukan Nath?”
“ Aku sudah tidak peduli lagi. Gara – gara si baik ini, kita semua mengalami hal sial. Dan sekarang kalian lihat. Satu –satunya kendaraan yang akan membawa kita pergi meninggalkan tempat laknat ini malah terbalik dengan begitu rupa “
Aku menarik nafas panjang. Wajar kalu Nathan marah karena aku tahu semua ini terjadi karena salah ku. Sembari menahan nyeri di ulu hati aku berkata,
“Maafkan, bukan maksudku untuk mencelakai kalian. Tidakkah kalian lihat tadi ada sesuatu yang menyebrang memotong jalan?!”
“ Aku yakin itu tadi orang, aku hanya refleks menghindar ke samping. Dan kemudian terjadilah kecelakaan ini. Sekali lagi maafkan aku “
“ Tidak usah kau banyak bicara Zul “
Nathan masih belum bisa menguasai amarahnya ia berusaha merangsek ke depan ke arahku. Alit bersusah payah untuk menahan tubuhnya. Suasana menjadi tegang.
“ Sudah hentikan!”
Ajeng berdiri sambil berteriak lantang.
“ Kita mengalami situasi tidak terduga seperti ini harusnya kita saling bekerja sama. Bukan malah bertengkar sendiri –sendiri! “
Gadis berkacamata itu berjalan menghampiri Nathan. Dipandanginya dengan tajam wajah Nathan yang masih memerah menahan amarah. Sesaat lamanya mereka beradu pandang. Lalu setelah itu Ajeng menghampiri ku.
“ Kau tidak apa –apa Zul?”
“ Tidak, aku tidak apa –apa “
“ Mari kita selesaikan segala ketegangan ini “
Ajeng meraih tangan ku lalu berusaha menuntunku menuju ke tempat yang lebih nyaman. Aku masih berjalan dengan terbungkuk –bungkuk. Tidak berapa lama Nathan, Mima dan Alit duduk bergabung dengan kami.
Sekian lamanya kita berlima hanya terdiam. Sibuk dengan pikiran masing –masing. Kesunyian yang tidak enak itu lantas terpecahkan oleh suara Ajeng.
“ Sekarang kita harus mencari jalan keluar dari tempat ini menuju ke Desa Glagah Sari yang kita semua juga tidak tahu dimana letak desa itu sebenarnya. Kita sudah hampir empat jam berkendara tapi gerbang desa itu belum juga kita temukan “
“ Atau kita lanjutkan saja dengan berjalan kaki? “
Aku terdiam. Pikiran ku berkemcamuk. Tidak mungkin melanjutkan perjalanan dnegan berjalan kaki. Disamping kawasan ini sangat asing dan tidak mungkin melanjutkan perjalanan dengan kondisi mendukung orang pingsan dan lagi beberapa dari kami juga kurang fit untuk berjalan kaki.
“ Mumpung waktu belum sore aku akan kembali ke Desa Telaga Muncar meminta bantuan kendaraan. Tentu kalian ingat Tuan Dargo punya mobil bisa untuk kita pinjam. Tidak mungkin kita lanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Mima dan Ajeng sepertinya kakinya terkilir dan Ida sedari tadi ia belum sadar juga dari pingsannya “
Nathan menawarkan dirinya. Sesaat kami hanya mampu beradu pandang satu dengan yang lainnya.
“ Aku setuju dengan usul Nathan kawan –kawan. Tapi sebelumnya, kau harus minta maaf pada Zulham Nath”
Kali ini Mima ikut berbicara.
Nathan hanya mendengus. Uluran tangannya terasa berat menjabat tangan ku.
Tanpa berpamitan Nathan segera meninggalkan tempat itu. Tidak lama tubuhnya sudah menghilang dibalik kerapatan semak belukar.
“ Sekarang kita coba bangunkan Ida lagi “
Ajeng lalu membuka tas ransel kecilnya. Diambil sebuah botol kecil berisi minyak kayu putih. Lalu gadis itu beranjak menuju ke arah Ida terbaring. Akupun segera menuyusulnya dari belakang. Aku perhatikan wajah gadis yang tengah pingsan itu di depan ku. Masih sama, masih cantik hanya saja wajah itu semakin pucat dan kuyu. Ajeng membuka penutup botol kecil minyak kayu putih. Aroma minyak menyeruak di sela –sela rongga hidung. Perlahan botol kecil yang sudah terbuka tutupnya itu di angsurkan ke arah lubang hidung Ida. Beberapa saat masih belum ada reaksi gerakan dari Ida.
Ajeng menarik nafas panjang. Lalu ditariknya botol kecil itu, ditutup kembali lalu dimasukkan ke dalam tasnya.
“ Tampaknya, cara ini tidak berhasil juga Zul. Ida masih juga belum membuka mata “
“ Lebih baik kita makan dulu dengan perbekalan yang kita bawa dari desa. Sudha hampir lewat tengah hari. Kita musti menimbun energi dari sekarang “
Kembali aku melirik ke pergelangan tangan kanan ku. Hampir jam satu siang.
“ Kalian makan lah dulu, aku masih disini menjaga Ida. Siapa tahu sebentar lagi ia sadar “
Ajeng hanya mengangguk saja. Gadis itu kembali bergabung dengan Alit dan Mima.
Waktu bergulir dengan cepat. Sang surya telah menggelincir ke barat. Sinarnya yang terik menyilaukan kini berubah redup kekuningan. Setiap benda yang disapu sinar itu seolah-olah berubah warnanya menjadi kuning. Kami berlima masih saja duduk di hamparan rumput. Ida belum juga sadar dari pingsan.
Pada saat itulah tiba –tiba dari balik rerimbunan semak bermunculan beberapa orang. Dua diantaranya seorang perempuan. Wajahnya cantik, tubuh tinggi semampai, sebuah celana jeans dan sepatu boot menambah anggun penampilannya. Tiga sisanya seorang lelaki. Rata –rata berbadan tinggi dan tegap. Rambut ketiganya ikal sampai ke bahu dan diikat dengan sebuah sapu tangan berwarna merah. Rata –rata orang ini masih berusia sekitar dua puluh lima tahunan. Tiga tahun lebih tua dibandingkan dengan usia kami. Salah satu dari mereka tersenyum ramah kepadaku.
“ Maaf tidak disangka kami bertemu rombongan lain di tempat yang terpencil ini “
“ Bolehkah kami ikut beristirahat di sini?
“ Silahkan “, aku menjawab sambil tersenyum berusaha ramah.
Lalu mereka berlima duduk tidak jauh dari tempat kami. Aku masih bisa menangkap manakala salah seorang wanita dari rombongan itu melirik ke arah Ida.
“ Itu teman mu pingsan?”
“ Iya “, aku menjawab pendek.
Sedetik aku terkejut, perempuan ini tahu kalau Ida sedang pingsan.
Tanpa meminta ijin, perempuan itu segera menghampiri Ida. Lalu ia memijat dan mengurut pangkal leher Ida. Dan ajaib dalam hitungan detik Ida siuman. Perlahan –lahan ia membuka matanya. Sempat bingung sesaat. Padangan matanya berputar melihat sekelilingnya. Aku bergegas mengangsurkan minuman ke arah Ida. Dan gadis itu menerima dengan sedikit gemetar. Perlahan –lahan ia minum air dari botol ku.
“ Dimana kita Zul?”
“ Masih di tempat tadi “
“ Aku takut Zul. Aku ingin secepatnya kita meninggalkan tempat ini “
Ida lalu menghambur ke pelukan ku. Tubuhku di dekapnya erat –erat. Gadis itu menangis tersedu –sedu di dada ku. Aku biarkan sekian lamanya Ida menangis. Setelah dirasa ia mulai tenang aku mengajaknya untuk bergabung dengan yang lainnya. Awalnya Ida menolak, akan tetapi setelah aku bujuk akhirnya ia menurut saja.
“ Oh, jadi kalian mengalami kecelakaan “
Lelaki muda yang bernama Sino tampak sedikit terkejut mendengar perkataan Alit. Sebentar ia menyingkap anak rambut yang sedikit menjela di wajahnya.
“ Aku tadi sempat melihat ada mobil terbalik di sebelah sana. Sepertinya mobil itu tidak mengalami kerusakan yang parah. Aku dan teman ku ini akan coba memperbaikinya kalau kalian berkenan. Kebetulan soal mesin mobil kita cukup bisa untuk diandalkan “
“ Tentu kami akan berterimakasih kalau kalian bisa membantu kami “
“ Kalau boleh tahu, kakak kakak ini sebenarnya siapa ya? “
Ajeng bertanya pada rombongan yang ternyata cukup ramah itu.
Lelaki bernama Sino yang tampaknya ketua rombongan tersenyum.
“ Kami rombongan pecinta alam. Kebetulan kali ini kita mengadakan perjalanan di kawasan Gunung Kidul. Sekalian riset dan survey apakah di daerah sini hutannya masih perawan atau tidak. Karena belakangan ini sering terjadi penebangan liar. Kalau hal ini dibiarkan terus menerus dalam hitungan tahun kita tidak akan pernah lagi bisa menghirup udara bersih. Sudah banyak daerah pegunungan dan hutan yang kami datangi “
“ Oh, jadi kalian orang –orang hebat ternyata yang sukarela meluangkan waktu tanpa dibayar untuk melakukan hal yang sangat positif “
Mima memuji.
Sino tersenyum, diikuti oleh ke empat kawannya.
“ Sin, aku pergi sebentar “
Salah seorang perempuan dari rombongan itu tiba –tiba berbicara perlahan kepada Sino.
“ Mau kemana Nilam? “
“ Kau ingat, bekal kita yang aku simpan di dalam ransel coklat tertinggal di pos. Aku musti kembali untuk mengambilnya “
Sino terdiam sejenak. Tampaknya lelaki berambut panjang itu sedang berpikir. Sejurus kemudian,
“ Baiklah kalau begitu, Utari kau temani Nilam “
Perempuan yang bernama Utari sudah hendak beranjak dari tempat duduknya.
“ Tidak usah Sino, biar aku sendiri saja. Tidak akan ada apa –apa “
Nilam bersikeras menolak untuk ditemani.
Lalu gadis manis berkaos merah itu beranjak pergi dan sebelumnya mengerling kepadaku. Satu senyuman manis tersungging di bibir tipisnya.
Aku dengan sudah payah merangkak keluar. Suara berputar –putar dengan hebat itu ternyata keempat ban mobil yang mengarah ke atas. Ada perasaan nyeri dan sakit di beberapa bagian tubuh ku. Tidak satupun aku hiraukan. Masih dengan terhuyung –huyung aku berjalan ke arah pintu samping depan. Alit aku lihat membantu Ajeng keluar dari pintu samping. Sementara Nathan masih merangkak bersusah payah untuk keluar dari mobil. Aku jongkok tatkala sampai dipintu depan.
Perlahan –lahan aku buka pintu itu sembari aku tahan tubuh Ida dengan sebelah tangan ku agar tubuhnya tidak terhempas ke tanah. Sangat perlahan dan bersusah payah akhirnya aku berhasil mengeluarkan Ida dari dalam mobil. Lalu aku membawanya bergabung dengan teman –teman ku yang lain. Aku sandarkan tubuh Ida disebatang pohon asem yang tidak begitu besar.
Kelima kawan ku duduk di hamparan rumput dengan lesu. Aku perhatikan wajah mereka satu persatu. Tidak ada luka serius hanya sedikit lecet dan terkejut ketegangan masih tergambar jelas di wajah mereka. Mima tampak menangis dan sedang ditenangkan oleh Ajeng.
Nathan tiba – tiba beranjak dan berdiri menghampiri ku.
Duk!!
Jotosannya melayang dengan cepat dan tepat di ulu hati ku. Aku terkejut bukan kepalang. Tidak sempat mengindar lagi. Tubuhku sempat terjajar ke belakang. Pandanganku seketika menjadi nanar. Alit dan Mima serentak berdiri berusaha untuk menenangkan Nathan.
“ Apa yang kau lakukan Nath?”
“ Aku sudah tidak peduli lagi. Gara – gara si baik ini, kita semua mengalami hal sial. Dan sekarang kalian lihat. Satu –satunya kendaraan yang akan membawa kita pergi meninggalkan tempat laknat ini malah terbalik dengan begitu rupa “
Aku menarik nafas panjang. Wajar kalu Nathan marah karena aku tahu semua ini terjadi karena salah ku. Sembari menahan nyeri di ulu hati aku berkata,
“Maafkan, bukan maksudku untuk mencelakai kalian. Tidakkah kalian lihat tadi ada sesuatu yang menyebrang memotong jalan?!”
“ Aku yakin itu tadi orang, aku hanya refleks menghindar ke samping. Dan kemudian terjadilah kecelakaan ini. Sekali lagi maafkan aku “
“ Tidak usah kau banyak bicara Zul “
Nathan masih belum bisa menguasai amarahnya ia berusaha merangsek ke depan ke arahku. Alit bersusah payah untuk menahan tubuhnya. Suasana menjadi tegang.
“ Sudah hentikan!”
Ajeng berdiri sambil berteriak lantang.
“ Kita mengalami situasi tidak terduga seperti ini harusnya kita saling bekerja sama. Bukan malah bertengkar sendiri –sendiri! “
Gadis berkacamata itu berjalan menghampiri Nathan. Dipandanginya dengan tajam wajah Nathan yang masih memerah menahan amarah. Sesaat lamanya mereka beradu pandang. Lalu setelah itu Ajeng menghampiri ku.
“ Kau tidak apa –apa Zul?”
“ Tidak, aku tidak apa –apa “
“ Mari kita selesaikan segala ketegangan ini “
Ajeng meraih tangan ku lalu berusaha menuntunku menuju ke tempat yang lebih nyaman. Aku masih berjalan dengan terbungkuk –bungkuk. Tidak berapa lama Nathan, Mima dan Alit duduk bergabung dengan kami.
Sekian lamanya kita berlima hanya terdiam. Sibuk dengan pikiran masing –masing. Kesunyian yang tidak enak itu lantas terpecahkan oleh suara Ajeng.
“ Sekarang kita harus mencari jalan keluar dari tempat ini menuju ke Desa Glagah Sari yang kita semua juga tidak tahu dimana letak desa itu sebenarnya. Kita sudah hampir empat jam berkendara tapi gerbang desa itu belum juga kita temukan “
“ Atau kita lanjutkan saja dengan berjalan kaki? “
Aku terdiam. Pikiran ku berkemcamuk. Tidak mungkin melanjutkan perjalanan dnegan berjalan kaki. Disamping kawasan ini sangat asing dan tidak mungkin melanjutkan perjalanan dengan kondisi mendukung orang pingsan dan lagi beberapa dari kami juga kurang fit untuk berjalan kaki.
“ Mumpung waktu belum sore aku akan kembali ke Desa Telaga Muncar meminta bantuan kendaraan. Tentu kalian ingat Tuan Dargo punya mobil bisa untuk kita pinjam. Tidak mungkin kita lanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Mima dan Ajeng sepertinya kakinya terkilir dan Ida sedari tadi ia belum sadar juga dari pingsannya “
Nathan menawarkan dirinya. Sesaat kami hanya mampu beradu pandang satu dengan yang lainnya.
“ Aku setuju dengan usul Nathan kawan –kawan. Tapi sebelumnya, kau harus minta maaf pada Zulham Nath”
Kali ini Mima ikut berbicara.
Nathan hanya mendengus. Uluran tangannya terasa berat menjabat tangan ku.
Tanpa berpamitan Nathan segera meninggalkan tempat itu. Tidak lama tubuhnya sudah menghilang dibalik kerapatan semak belukar.
“ Sekarang kita coba bangunkan Ida lagi “
Ajeng lalu membuka tas ransel kecilnya. Diambil sebuah botol kecil berisi minyak kayu putih. Lalu gadis itu beranjak menuju ke arah Ida terbaring. Akupun segera menuyusulnya dari belakang. Aku perhatikan wajah gadis yang tengah pingsan itu di depan ku. Masih sama, masih cantik hanya saja wajah itu semakin pucat dan kuyu. Ajeng membuka penutup botol kecil minyak kayu putih. Aroma minyak menyeruak di sela –sela rongga hidung. Perlahan botol kecil yang sudah terbuka tutupnya itu di angsurkan ke arah lubang hidung Ida. Beberapa saat masih belum ada reaksi gerakan dari Ida.
Ajeng menarik nafas panjang. Lalu ditariknya botol kecil itu, ditutup kembali lalu dimasukkan ke dalam tasnya.
“ Tampaknya, cara ini tidak berhasil juga Zul. Ida masih juga belum membuka mata “
“ Lebih baik kita makan dulu dengan perbekalan yang kita bawa dari desa. Sudha hampir lewat tengah hari. Kita musti menimbun energi dari sekarang “
Kembali aku melirik ke pergelangan tangan kanan ku. Hampir jam satu siang.
“ Kalian makan lah dulu, aku masih disini menjaga Ida. Siapa tahu sebentar lagi ia sadar “
Ajeng hanya mengangguk saja. Gadis itu kembali bergabung dengan Alit dan Mima.
Waktu bergulir dengan cepat. Sang surya telah menggelincir ke barat. Sinarnya yang terik menyilaukan kini berubah redup kekuningan. Setiap benda yang disapu sinar itu seolah-olah berubah warnanya menjadi kuning. Kami berlima masih saja duduk di hamparan rumput. Ida belum juga sadar dari pingsan.
Pada saat itulah tiba –tiba dari balik rerimbunan semak bermunculan beberapa orang. Dua diantaranya seorang perempuan. Wajahnya cantik, tubuh tinggi semampai, sebuah celana jeans dan sepatu boot menambah anggun penampilannya. Tiga sisanya seorang lelaki. Rata –rata berbadan tinggi dan tegap. Rambut ketiganya ikal sampai ke bahu dan diikat dengan sebuah sapu tangan berwarna merah. Rata –rata orang ini masih berusia sekitar dua puluh lima tahunan. Tiga tahun lebih tua dibandingkan dengan usia kami. Salah satu dari mereka tersenyum ramah kepadaku.
“ Maaf tidak disangka kami bertemu rombongan lain di tempat yang terpencil ini “
“ Bolehkah kami ikut beristirahat di sini?
“ Silahkan “, aku menjawab sambil tersenyum berusaha ramah.
Lalu mereka berlima duduk tidak jauh dari tempat kami. Aku masih bisa menangkap manakala salah seorang wanita dari rombongan itu melirik ke arah Ida.
“ Itu teman mu pingsan?”
“ Iya “, aku menjawab pendek.
Sedetik aku terkejut, perempuan ini tahu kalau Ida sedang pingsan.
Tanpa meminta ijin, perempuan itu segera menghampiri Ida. Lalu ia memijat dan mengurut pangkal leher Ida. Dan ajaib dalam hitungan detik Ida siuman. Perlahan –lahan ia membuka matanya. Sempat bingung sesaat. Padangan matanya berputar melihat sekelilingnya. Aku bergegas mengangsurkan minuman ke arah Ida. Dan gadis itu menerima dengan sedikit gemetar. Perlahan –lahan ia minum air dari botol ku.
“ Dimana kita Zul?”
“ Masih di tempat tadi “
“ Aku takut Zul. Aku ingin secepatnya kita meninggalkan tempat ini “
Ida lalu menghambur ke pelukan ku. Tubuhku di dekapnya erat –erat. Gadis itu menangis tersedu –sedu di dada ku. Aku biarkan sekian lamanya Ida menangis. Setelah dirasa ia mulai tenang aku mengajaknya untuk bergabung dengan yang lainnya. Awalnya Ida menolak, akan tetapi setelah aku bujuk akhirnya ia menurut saja.
“ Oh, jadi kalian mengalami kecelakaan “
Lelaki muda yang bernama Sino tampak sedikit terkejut mendengar perkataan Alit. Sebentar ia menyingkap anak rambut yang sedikit menjela di wajahnya.
“ Aku tadi sempat melihat ada mobil terbalik di sebelah sana. Sepertinya mobil itu tidak mengalami kerusakan yang parah. Aku dan teman ku ini akan coba memperbaikinya kalau kalian berkenan. Kebetulan soal mesin mobil kita cukup bisa untuk diandalkan “
“ Tentu kami akan berterimakasih kalau kalian bisa membantu kami “
“ Kalau boleh tahu, kakak kakak ini sebenarnya siapa ya? “
Ajeng bertanya pada rombongan yang ternyata cukup ramah itu.
Lelaki bernama Sino yang tampaknya ketua rombongan tersenyum.
“ Kami rombongan pecinta alam. Kebetulan kali ini kita mengadakan perjalanan di kawasan Gunung Kidul. Sekalian riset dan survey apakah di daerah sini hutannya masih perawan atau tidak. Karena belakangan ini sering terjadi penebangan liar. Kalau hal ini dibiarkan terus menerus dalam hitungan tahun kita tidak akan pernah lagi bisa menghirup udara bersih. Sudah banyak daerah pegunungan dan hutan yang kami datangi “
“ Oh, jadi kalian orang –orang hebat ternyata yang sukarela meluangkan waktu tanpa dibayar untuk melakukan hal yang sangat positif “
Mima memuji.
Sino tersenyum, diikuti oleh ke empat kawannya.
“ Sin, aku pergi sebentar “
Salah seorang perempuan dari rombongan itu tiba –tiba berbicara perlahan kepada Sino.
“ Mau kemana Nilam? “
“ Kau ingat, bekal kita yang aku simpan di dalam ransel coklat tertinggal di pos. Aku musti kembali untuk mengambilnya “
Sino terdiam sejenak. Tampaknya lelaki berambut panjang itu sedang berpikir. Sejurus kemudian,
“ Baiklah kalau begitu, Utari kau temani Nilam “
Perempuan yang bernama Utari sudah hendak beranjak dari tempat duduknya.
“ Tidak usah Sino, biar aku sendiri saja. Tidak akan ada apa –apa “
Nilam bersikeras menolak untuk ditemani.
Lalu gadis manis berkaos merah itu beranjak pergi dan sebelumnya mengerling kepadaku. Satu senyuman manis tersungging di bibir tipisnya.
Quote:
Kita tinggalkan dulu Zulham dan kawan –kawannya yang sedang beristirahat bersama rombongan pecinta alam. Kita ikuti perjalanan Nathan kembali ke Desa Telaga Muncar. Pemuda itu berjalan menyusuri jalanan setapak yang menanjak. Sesekali berhenti lalu mengusap peluh yang membanjiri sekujur tubuh. Bajunya telah basah dan lembab.
“ Aku akan langsung pulang saja ke Jogja, persetan dengan mereka. Toh, semua itu salah si brengsek Zulham. Aku tidak mau konyol di tempat ini “
Nathan tersenyum dalam hati. Lalu pemuda itu berbalik arah dan kembali berjalan menyusuri jalan setapak penuh bebatuan kapur. Tiba –tiba ia menghentikan langkah kakinya. Telinganya mendengar suara gemericik air.
“ Tampaknya ada sungai di depan sana. Kebetulan aku bisa beristirahat, menyegarkan badan cuci muka sambil makan perbekalan ku tadi “
Bergegas Nathan berjalan menghampiri sumber suara itu. Tidak butuh waktu lama untuk sampai di tujuannya. Dan benar saja di balik bebatuan yang menonjol menyerupai tembok, menghampar telaga yang tidak begitu luas. Airnya sangat bening. Memantulkan sinar matahari yang menyengat permukaan air. Riak - riak kecil manakala angin kencang meniup permukaan. Nathan kemudian memilih duduk di atas batu di bawah sebuah pohon besar. Ia melepaskan lelahnya di tepi telaga itu.
Dibuka tas ranselnya, dikeluarkan sebuah bungkusan berisi makanan. Lalu pemuda itu makan sembari memasukkan ke dua kakinya ke dalam telaga.
"Sejuk sekali air telaga ini," kata Nthan dalam hati itu sambil merendamkan kedua kakinya ke dalam air telaga.
" Tidak kuduga sama sekali ada telaga sejuk dan indah di daerah ini “
Baru saja Nathan menyelesaikan lima suapan ke mulutnya, di tepi telaga yang terletak di seberang mereka muncullah seekor anak rusa. Binatang ini memandang kian kemari lalu melangkah lebih dekat ke tepi telaga dan mencelupkan mulutnya ke dalam air.
Anak rusa itu bagus sekali bulunya. Coklat berbintik-bintik putih besar-besar. Karena kelihatannya anak rusa ini cukup jinak, maka Nathan akhirnya memutuskan untuk menangkapnya hidup-hidup. Nathan berdiri perlahan –lahan bungkusan nasinya tadi diletakkan di atas batuan. Tampaknya rasa laparnya tiba –tiba sirna. Nathan berjalan mengendap - endap dan mengambil jalan memutar. Sesaat kemudian dia sudah mengendap - endap di belakang anak rusa itu. Begitulah, ketika tinggal beberapa langkah lagi, Nathan laksana seekor harimau melompat menerkam anak rusa itu.
Tapi si anak rusa lebih cepat lagi. Dengan gesit dia melompat ke samping hingga Nathan menangkap angin. Nyaris saja tubuhnya akan terjun ke dalam telaga!
Nathan menjadi penasaran karena anak rusa itu tidak lari jauh, tapi berdiri sekitar enam tujuh langkah dari hadapannya, memandang kepadanya dengan mengendip -endipkan sepasang matanya, seolah-olah menantang pemuda itu untuk menangkapnya. Kedua kalinya Nathan melompat. Hampir pemuda ini berhasil menangkap tengkuk binatang itu, si anak rusa melompat dan lari ke dekat serumpun semak belukar yang terletak sepuluh langkah dari si pemuda.
"Sialan!" maki Nathan dengan kesal. "Kau mau lari ke mana hah?! Kau musti dapat kutangkap hidup-hidup!" Maka dikejarnya binatang itu.
Demikianlah kejar mengejar terjadi hingga tanpa disadari Nathan telah berada jauh dalam rimba belantara yang lebat. Penuh lelah dan juga kesal pemuda ini akhirnya mendudukkan dirinya di satu akar pohon. Sewaktu dia memandang ke kiri dilihatnya anak rusa tadi berdiri pula tak berapa jauh darinya dan mengedip-ngedipkan sepasang matanya. Ini membuat hati Nathan tambah kesal.
Benar-benar kini Nathan menjadi naik darah. "Binatang celaka! Ke manapun akan kukejar kau!" Dikejarnya kembali anak rusa itu. Dengan demikian semakin jauhlah dia masuk ke dalam rimba belantara yang lebat. Sementara itu tanpa setahu Nathan, sepasang mata sejak tadi mengikuti gerak geriknya.
“ Aku akan langsung pulang saja ke Jogja, persetan dengan mereka. Toh, semua itu salah si brengsek Zulham. Aku tidak mau konyol di tempat ini “
Nathan tersenyum dalam hati. Lalu pemuda itu berbalik arah dan kembali berjalan menyusuri jalan setapak penuh bebatuan kapur. Tiba –tiba ia menghentikan langkah kakinya. Telinganya mendengar suara gemericik air.
“ Tampaknya ada sungai di depan sana. Kebetulan aku bisa beristirahat, menyegarkan badan cuci muka sambil makan perbekalan ku tadi “
Bergegas Nathan berjalan menghampiri sumber suara itu. Tidak butuh waktu lama untuk sampai di tujuannya. Dan benar saja di balik bebatuan yang menonjol menyerupai tembok, menghampar telaga yang tidak begitu luas. Airnya sangat bening. Memantulkan sinar matahari yang menyengat permukaan air. Riak - riak kecil manakala angin kencang meniup permukaan. Nathan kemudian memilih duduk di atas batu di bawah sebuah pohon besar. Ia melepaskan lelahnya di tepi telaga itu.
Dibuka tas ranselnya, dikeluarkan sebuah bungkusan berisi makanan. Lalu pemuda itu makan sembari memasukkan ke dua kakinya ke dalam telaga.
"Sejuk sekali air telaga ini," kata Nthan dalam hati itu sambil merendamkan kedua kakinya ke dalam air telaga.
" Tidak kuduga sama sekali ada telaga sejuk dan indah di daerah ini “
Baru saja Nathan menyelesaikan lima suapan ke mulutnya, di tepi telaga yang terletak di seberang mereka muncullah seekor anak rusa. Binatang ini memandang kian kemari lalu melangkah lebih dekat ke tepi telaga dan mencelupkan mulutnya ke dalam air.
Anak rusa itu bagus sekali bulunya. Coklat berbintik-bintik putih besar-besar. Karena kelihatannya anak rusa ini cukup jinak, maka Nathan akhirnya memutuskan untuk menangkapnya hidup-hidup. Nathan berdiri perlahan –lahan bungkusan nasinya tadi diletakkan di atas batuan. Tampaknya rasa laparnya tiba –tiba sirna. Nathan berjalan mengendap - endap dan mengambil jalan memutar. Sesaat kemudian dia sudah mengendap - endap di belakang anak rusa itu. Begitulah, ketika tinggal beberapa langkah lagi, Nathan laksana seekor harimau melompat menerkam anak rusa itu.
Tapi si anak rusa lebih cepat lagi. Dengan gesit dia melompat ke samping hingga Nathan menangkap angin. Nyaris saja tubuhnya akan terjun ke dalam telaga!
Nathan menjadi penasaran karena anak rusa itu tidak lari jauh, tapi berdiri sekitar enam tujuh langkah dari hadapannya, memandang kepadanya dengan mengendip -endipkan sepasang matanya, seolah-olah menantang pemuda itu untuk menangkapnya. Kedua kalinya Nathan melompat. Hampir pemuda ini berhasil menangkap tengkuk binatang itu, si anak rusa melompat dan lari ke dekat serumpun semak belukar yang terletak sepuluh langkah dari si pemuda.
"Sialan!" maki Nathan dengan kesal. "Kau mau lari ke mana hah?! Kau musti dapat kutangkap hidup-hidup!" Maka dikejarnya binatang itu.
Demikianlah kejar mengejar terjadi hingga tanpa disadari Nathan telah berada jauh dalam rimba belantara yang lebat. Penuh lelah dan juga kesal pemuda ini akhirnya mendudukkan dirinya di satu akar pohon. Sewaktu dia memandang ke kiri dilihatnya anak rusa tadi berdiri pula tak berapa jauh darinya dan mengedip-ngedipkan sepasang matanya. Ini membuat hati Nathan tambah kesal.
Benar-benar kini Nathan menjadi naik darah. "Binatang celaka! Ke manapun akan kukejar kau!" Dikejarnya kembali anak rusa itu. Dengan demikian semakin jauhlah dia masuk ke dalam rimba belantara yang lebat. Sementara itu tanpa setahu Nathan, sepasang mata sejak tadi mengikuti gerak geriknya.
User telah dihapus dan 7 lainnya memberi reputasi
8
Kutip
Balas