- Beranda
- Stories from the Heart
[MATURE / 21+] Burung Kertas Merah Muda 2
...
TS
chrishana
[MATURE / 21+] Burung Kertas Merah Muda 2
![[MATURE / 21+] Burung Kertas Merah Muda 2](https://s.kaskus.id/images/2019/01/08/9503613_20190108120951.png)
Quote:
Cerita ini adalah kisah lanjutan dari Burung Kertas Merah Muda. Kalian boleh membaca dari awal atau memulai membaca dari kisah ini. Dengan catatan, kisah ini berkaitan dengan kisah pertama. Saya sangat merekomendasikan untuk membaca dari awal.
Silahkan klik link untuk menuju ke kisah pertama.
Terima kasih.
Spoiler for Perkenalan:
Quote:
Polling
0 suara
Siapakah sosok perempuan yang akan menjadi pendamping setia Rendy?
Diubah oleh chrishana 02-04-2020 09:31
jalakhideung dan 59 lainnya memberi reputasi
54
274.3K
981
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
chrishana
#634
Chapter 42
Perempuan bertubuh langsing dengan tinggi 158cm berjalan perlahan setelah melihat mobil yang lampu belakangnya sudah hilang dari pandangan. Berjalan menuju kediaman sederhananya yang ditinggali oleh dia dan ibunda. Ditemani oleh pantulan cahaya dari rumah-rumah para tetangga dan alunan suara pengajian dari pengeras suara masjid dekat rumahnya. Di depan rumahnya, sudah menunggu ibundanya yang berdiri di daun pintu.
Waktu terus berputar maju. Jarum detik pada jam dinding terus bergerak berputar tak menentu kapan ia akan berhenti. Baskara masih terlihat nampak di pagi hari, tak menentu pula kapan ia akan meredup. Menghangatkan jagat raya alam semesta termasuk dunia di mana kita berpijak.
Vanessa tengah bersiap-siap berangkat menuju tempat di mana ia bekerja. Wajahnya masih terlihat murung setelah percakapan singkat dengan mamanya. Dia tak bisa membohongi perasaannya. Sungguh sakit namun dia tak dapat berbuat apa-apa. Pada saat dia membuka pintu rumahnya, dia melihat sosok perempuan yang tak asing lagi di matanya. Langsung saja dia menutup rapat pintu rumahnya.
Vanessa kembali melihat lewat jendela rumahnya. Bella masih berdiri di depan rumahnya. Mamanya semakin bertanya-tanya dalam hati. Ada apa gerangan Vanessa dan Bella.
Selang beberapa detik, telepon genggam milik Vanessa bergetar. Ada pesan singkat yang masuk. Nomor yang tak dia kenali nampak pada notifikasi telepon genggamnya. Vanessa membuka dan membacanya dengan segera.
Vanessa hanya bisa pasrah. Seakan menemukan jalan buntu untuk masalah yang baru saja datang secara tiba-tiba. Tak disangka, Bella muncul di depan kediamannya dan masih menyimpan dendam pada Vanessa karena kejadian masa lalu.
Selang beberapa detik, pintu rumah Vanessa diketuk oleh seseorang dari luar. Vanessa terkejut dan berpikir bahwa itu adalah Bella. Vanessa dan mamanya saling bertatapan dan mencari jalan keluar agar Vanessa bisa keluar dari rumah ini dengan selamat. Vanessa mengintip dari celah-celah jendela untuk melihat siapa yang ada di balik pintu. Ternyata benar, itu adalah Bella.
Vanessa langsung mengambil langkah seribu menuju kamar dan membuka jendela perlahan. Sedangkan ibunda Vanessa membuka pintu rumah dan mencoba bersikap ramah dengan Bella. Bella ternyata tidak sendiri, dia bersama dua orang lelaki berbadan besar dan tegap.
Kedua pria bertubuh besar itu justru saling bertatapan satu sama lain dan kebingungan. Mereka berniat ingin menculik paksa Vanessa, namun justru mendapat perlakuan sangat baik dari ibunya.
Sudah sepuluh menit ibunda Vanessa berada di dapur rumahnya. Lalu, ia membawakan dua cangkir kopi hitam dan satu cangkir teh hangat. Lalu, disajikan di atas nampan dan ditaruh di atas karpet lusuh dan tua di mana Bella dan komplotannya duduk.
Setelah puas menggeledah seisi rumah, kedua pria tersebut kembali ke ruang tamu yang ada di depan. Bella yang tadinya tak percaya, kini mau tak mau harus menerima kenyataan.
“Rendy sudah pulang, Nak?” tanya ibunda.
“Udah, Ma... Baru aja...” jawab Vanessa.
“Kamu gak apa-apa?” tanya ibunda kembali seraya duduk di teras rumah.
“Maksudnya gimana, Ma?” Vanessa duduk di samping mamanya.
“Perasaanmu...”
“...”
“Kamu, cinta dengan Rendy kan?” tanya ibunda.
“...” Vanessa hanya mengangguk pelan. “Tapi, dia cuma menganggapku seperti adiknya, Ma...” ujar Vanessa.
“Lalu, siapa perempuan yang bersama Rendy?”
“Dia Anna... Perempuan yang selama ini mencintai dan dicintai Kak Rendy.”
“Sakitkah hatimu, Nak?” tanya ibunda.
“Jujur, iya Ma... Sakit...” Vanessa mulai menangis. “Tapi, aku akan lebih sakit lagi ketika melihat Kak Rendy sedih.” jelasnya.
Ibunda memegang kedua bahu Vanessa. “Masuk, yuk!”
****
“Udah, Ma... Baru aja...” jawab Vanessa.
“Kamu gak apa-apa?” tanya ibunda kembali seraya duduk di teras rumah.
“Maksudnya gimana, Ma?” Vanessa duduk di samping mamanya.
“Perasaanmu...”
“...”
“Kamu, cinta dengan Rendy kan?” tanya ibunda.
“...” Vanessa hanya mengangguk pelan. “Tapi, dia cuma menganggapku seperti adiknya, Ma...” ujar Vanessa.
“Lalu, siapa perempuan yang bersama Rendy?”
“Dia Anna... Perempuan yang selama ini mencintai dan dicintai Kak Rendy.”
“Sakitkah hatimu, Nak?” tanya ibunda.
“Jujur, iya Ma... Sakit...” Vanessa mulai menangis. “Tapi, aku akan lebih sakit lagi ketika melihat Kak Rendy sedih.” jelasnya.
Ibunda memegang kedua bahu Vanessa. “Masuk, yuk!”
****
Waktu terus berputar maju. Jarum detik pada jam dinding terus bergerak berputar tak menentu kapan ia akan berhenti. Baskara masih terlihat nampak di pagi hari, tak menentu pula kapan ia akan meredup. Menghangatkan jagat raya alam semesta termasuk dunia di mana kita berpijak.
Vanessa tengah bersiap-siap berangkat menuju tempat di mana ia bekerja. Wajahnya masih terlihat murung setelah percakapan singkat dengan mamanya. Dia tak bisa membohongi perasaannya. Sungguh sakit namun dia tak dapat berbuat apa-apa. Pada saat dia membuka pintu rumahnya, dia melihat sosok perempuan yang tak asing lagi di matanya. Langsung saja dia menutup rapat pintu rumahnya.
“Kenapa, Nak?” tanya ibunda.
“Ada Bella, Ma! Aduh, ngapain sih dia di sini!” Vanessa terlihat ketakutan.
“Bella? Temanmu?”
“Bu... Bukan, Ma...”
“Ada Bella, Ma! Aduh, ngapain sih dia di sini!” Vanessa terlihat ketakutan.
“Bella? Temanmu?”
“Bu... Bukan, Ma...”
Vanessa kembali melihat lewat jendela rumahnya. Bella masih berdiri di depan rumahnya. Mamanya semakin bertanya-tanya dalam hati. Ada apa gerangan Vanessa dan Bella.
“Ya terus siapa? Kamu sampai ketakutan gitu...” tanya Mama.
“Ma...” Vanessa menghela napas panjang dan duduk di atas karpet yang sudah lusuh dan tua. “Aku mau cerita tentang aku dan Bella... Tapi, aku takut Mama marah...” ujar Vanessa.
“Ma...” Vanessa menghela napas panjang dan duduk di atas karpet yang sudah lusuh dan tua. “Aku mau cerita tentang aku dan Bella... Tapi, aku takut Mama marah...” ujar Vanessa.
Selang beberapa detik, telepon genggam milik Vanessa bergetar. Ada pesan singkat yang masuk. Nomor yang tak dia kenali nampak pada notifikasi telepon genggamnya. Vanessa membuka dan membacanya dengan segera.
“Cepat keluar! Atau gue paksa lo keluar!”
Vanessa hanya bisa pasrah. Seakan menemukan jalan buntu untuk masalah yang baru saja datang secara tiba-tiba. Tak disangka, Bella muncul di depan kediamannya dan masih menyimpan dendam pada Vanessa karena kejadian masa lalu.
“Ma... Ingat kan waktu Mama di rumah sakit?” tanya Vanessa.
“Iya, Nak...”
“Bella itu yang pernah bayar semua perawatan Mama waktu Mama di bawa ke UGD... Awalnya aku pikir, dia perempuan baik-baik... Dia menawarkanku pekerjaan sampingan untuk tambahan biaya rumah sakit Mama...” jelas Vanessa.
“...”
“Ternyata, dia menjual aku, Ma... Dia jual aku ke lelaki yang kemarin hampir merudapaksa Kak Anna dalam mobilnya... Dia Gavin...” Vanessa berkata jujur sambil menitikkan air mata.
“Jadi... Benar kamu jual diri, Nak? Para tetangga bilang ke Mama demikian tapi Mama gak telan mentah-mentah karena bisa saja mereka bohong... Ternyata, semua benar?”
“Iya, Ma... Benar... Aku bingung harus cari biaya di mana lagi... Apa lagi, keadaan kita lagi sulit dan aku gak mau kehilangan Mama...” ujar Vanessa.
“Nak, lebih baik Mama meninggal dalam keadaan sakit dan dosa Mama diampuni daripada Mama dibiarkan hidup tapi harus menelan kenyataan pahit seperti ini... Apa lagi pekerjaan yang kamu kerjakan itu haram, Nak...” ujar ibunda Vanessa.
“Maafin aku, Ma... Aku gak punya pilihan lain...”
“Apa sekarang kamu masih seperti itu?” tanya ibunda.
“Nggak, Ma... Aku udah berhenti sejak lama...”
“Iya, Nak...”
“Bella itu yang pernah bayar semua perawatan Mama waktu Mama di bawa ke UGD... Awalnya aku pikir, dia perempuan baik-baik... Dia menawarkanku pekerjaan sampingan untuk tambahan biaya rumah sakit Mama...” jelas Vanessa.
“...”
“Ternyata, dia menjual aku, Ma... Dia jual aku ke lelaki yang kemarin hampir merudapaksa Kak Anna dalam mobilnya... Dia Gavin...” Vanessa berkata jujur sambil menitikkan air mata.
“Jadi... Benar kamu jual diri, Nak? Para tetangga bilang ke Mama demikian tapi Mama gak telan mentah-mentah karena bisa saja mereka bohong... Ternyata, semua benar?”
“Iya, Ma... Benar... Aku bingung harus cari biaya di mana lagi... Apa lagi, keadaan kita lagi sulit dan aku gak mau kehilangan Mama...” ujar Vanessa.
“Nak, lebih baik Mama meninggal dalam keadaan sakit dan dosa Mama diampuni daripada Mama dibiarkan hidup tapi harus menelan kenyataan pahit seperti ini... Apa lagi pekerjaan yang kamu kerjakan itu haram, Nak...” ujar ibunda Vanessa.
“Maafin aku, Ma... Aku gak punya pilihan lain...”
“Apa sekarang kamu masih seperti itu?” tanya ibunda.
“Nggak, Ma... Aku udah berhenti sejak lama...”
Selang beberapa detik, pintu rumah Vanessa diketuk oleh seseorang dari luar. Vanessa terkejut dan berpikir bahwa itu adalah Bella. Vanessa dan mamanya saling bertatapan dan mencari jalan keluar agar Vanessa bisa keluar dari rumah ini dengan selamat. Vanessa mengintip dari celah-celah jendela untuk melihat siapa yang ada di balik pintu. Ternyata benar, itu adalah Bella.
“Gimana nih, Ma... Aku takut...”
“Lewat jendela kamar aja. Kamu keluar pelan-pelan. Mama coba tahan dia di sini.” ujar ibunda Vanessa.
“Lewat jendela kamar aja. Kamu keluar pelan-pelan. Mama coba tahan dia di sini.” ujar ibunda Vanessa.
Vanessa langsung mengambil langkah seribu menuju kamar dan membuka jendela perlahan. Sedangkan ibunda Vanessa membuka pintu rumah dan mencoba bersikap ramah dengan Bella. Bella ternyata tidak sendiri, dia bersama dua orang lelaki berbadan besar dan tegap.
“Bella?” tanya ibunda Vanessa.
“Iya, betul saya Bella, Bu... Saya cari Vanessa...” ujar Bella.
“Mari masuk... Duduk dulu, Nak... Saya buatkan minuman dulu ya. Masnya mau teh atau kopi?”
“Iya, betul saya Bella, Bu... Saya cari Vanessa...” ujar Bella.
“Mari masuk... Duduk dulu, Nak... Saya buatkan minuman dulu ya. Masnya mau teh atau kopi?”
Kedua pria bertubuh besar itu justru saling bertatapan satu sama lain dan kebingungan. Mereka berniat ingin menculik paksa Vanessa, namun justru mendapat perlakuan sangat baik dari ibunya.
“Kopi aja deh, Bu... Dua... Gulanya dikit aja ya...” ujar salah satu pria tersebut.
“Lo apa-apaan, sih!” Bella sedikit berbisik pada pria tersebut.
“Tunggu sebentar ya...” ibunda Vanessa pergi menuju dapur sambil melihat ke arah kamar dan mendapati Vanessa sudah keluar lewat jendela.
“Kok lo tolol banget sih, anjir!” Bella emosi dan berbicara dengan berbisik.
“Lupa, Bel... Gue belom ngopi...” ujar pria itu.
“Inget tujuan kita, bodoh!” ujar Bella sambil memukul kepala pria tersebut.
“Lo apa-apaan, sih!” Bella sedikit berbisik pada pria tersebut.
“Tunggu sebentar ya...” ibunda Vanessa pergi menuju dapur sambil melihat ke arah kamar dan mendapati Vanessa sudah keluar lewat jendela.
“Kok lo tolol banget sih, anjir!” Bella emosi dan berbicara dengan berbisik.
“Lupa, Bel... Gue belom ngopi...” ujar pria itu.
“Inget tujuan kita, bodoh!” ujar Bella sambil memukul kepala pria tersebut.
Sudah sepuluh menit ibunda Vanessa berada di dapur rumahnya. Lalu, ia membawakan dua cangkir kopi hitam dan satu cangkir teh hangat. Lalu, disajikan di atas nampan dan ditaruh di atas karpet lusuh dan tua di mana Bella dan komplotannya duduk.
“Maaf, ya Bella... Vanessa sudah gak di sini...” ujar ibunda.
“Terus, dia di mana sekarang? Saya mau dia bertanggung jawab atas apa yang sudah dia perbuat...” ujar Bella.
“Memangnya, ada apa dengan Vanessa?” tanya ibunda.
“Ibu gak tau dulu Vanessa itu pramuria? Dia sudah merugikan saya...” jelas Bella.
“Kalau soal itu, saya sudah tau...”
“Oh... Tau dari mana ya?” Bella terlihat terkejut.
“Dia bicara jujur sama saya...”
“Tapi, saya gak percaya dia udah gak di sini... Hei, coba lo berdua periksa rumahnya...” Bella meminta kedua pria tersebut menggeledah seisi rumah.
“Mari mas-mas saya antar untuk memeriksa...” ujar ibunda.
“Terus, dia di mana sekarang? Saya mau dia bertanggung jawab atas apa yang sudah dia perbuat...” ujar Bella.
“Memangnya, ada apa dengan Vanessa?” tanya ibunda.
“Ibu gak tau dulu Vanessa itu pramuria? Dia sudah merugikan saya...” jelas Bella.
“Kalau soal itu, saya sudah tau...”
“Oh... Tau dari mana ya?” Bella terlihat terkejut.
“Dia bicara jujur sama saya...”
“Tapi, saya gak percaya dia udah gak di sini... Hei, coba lo berdua periksa rumahnya...” Bella meminta kedua pria tersebut menggeledah seisi rumah.
“Mari mas-mas saya antar untuk memeriksa...” ujar ibunda.
Setelah puas menggeledah seisi rumah, kedua pria tersebut kembali ke ruang tamu yang ada di depan. Bella yang tadinya tak percaya, kini mau tak mau harus menerima kenyataan.
“Gak ada, Bel... Vanessa emang gak di sini...” ujar salah satu pria.
“Iya kan sudah saya bilang... Vanessa gak di sini lagi...”
“Ya udah kalau gitu, biar saya cari sendiri dia tinggal di mana sekarang... Yuk!” Bella dan komplotannya pergi meninggalkan rumah kediaman Vanessa.
“Iya, Vanessa memang gak di sini lagi karena sudah pergi... Bukan berarti sudah gak tinggal di sini lagi kan? Anak muda jaman sekarang kok gampang dikelabuhi orang tua...”ujar ibunda dalam pikirannya sambil tersenyum menutup pintu.
“Iya kan sudah saya bilang... Vanessa gak di sini lagi...”
“Ya udah kalau gitu, biar saya cari sendiri dia tinggal di mana sekarang... Yuk!” Bella dan komplotannya pergi meninggalkan rumah kediaman Vanessa.
“Iya, Vanessa memang gak di sini lagi karena sudah pergi... Bukan berarti sudah gak tinggal di sini lagi kan? Anak muda jaman sekarang kok gampang dikelabuhi orang tua...”ujar ibunda dalam pikirannya sambil tersenyum menutup pintu.
itkgid dan 10 lainnya memberi reputasi
11