Kaskus

Story

athoxzoemantaAvatar border
TS
athoxzoemanta
MYTHS
Assalamu'alaikum gan / sis....

Saya Athox dari Rangkasbitung, sedang mencoba membuat karya tulis berupa cerita fiksi yang beberapa diantaranya diambil dari kejadiannya nyata di kampung saya.. Mohon di koreksi kalau ada salah kata . emoticon-shakehand


selamat membaca...emoticon-Big Grinemoticon-Big Grin


INDEX
MYTHS JILID I (SIGUNDUL DAN MISTERI PABRIK PENGGILINGAN PADI)
CHAPTER I SI GUNDUL
CHAPTER II POS RONDA
CHAPTER III PABRIK PENGGILINGAN PADI
CHAPTER IV MABUK CINTA
CHAPTER V MALAPETAKA
CHAPTER VI TRAGEDI I
CHAPTER VII TRAGEDI II
CHAPTER VIII PASCA TRAGEDI
CHAPTER IX ARWAH PENASARAN
CHAPTER X MOBIL GHAIB
CHAPTER XI PEMBERSIHAN I
CHAPTER XII PEMBERSIHAN II
CHAPTER XIII SI GUNDUL PENCURI BERAS
CHAPTER XIV EKSEKUSI
CHAPTER XV MASA LALU I
CHAPTER XVI MASA LALU II
CHAPTER XVII BENANG MERAH
CHAPTER XVIII TERROR
CHAPTER XIX MENGANTAR PULANG

JILID II ADA DI SINI GAN/SIS : MYTHS JILID II (MISTERI ALAS MANGIN)







CHAPTER I

SI GUNDUL

 

Senja yang datang mengisyaratkan anak-anak untuk pulang setelah bermain bola di lapangan dekat pabrik gilingan padi. Athox yang masih asyik bermain terpaksa harus menghentikan permainannya karena waktu sebentar lagi menjelang maghrib. Suara anak-anak bershalawat di mesjid terdengar sampai ke penjuru kampung Pariuk Nangkub, membuat Athox harus segera bergegas pulang agar tidak terlambat ikut shalat maghrib berjamaah di mesjid yang lumayan jauh dari rumahnya.

Adzan berkumandang dari speaker masjid mengingatkan warga kampung Pariuk Nangkub agar segera melaksanakan ibadah shalat maghrib. Terdengar riuh anak-anak yang bercanda di depan teras masjid yang membuat Pak Amin geram. Tidak kurang dari sekali Pak Amin membentak anak-anak berhenti bercanda karena mengganggu bapak-bapak yang sedang berdzikir sambil menunggu imam datang.
Pak Amin adalah ketua pemuda di kampung Pariuk Nangkub yang disegani, hingga anak-anak pun takut jika Pak Amin membentak mereka. Mereka pun diam sambil menunggu imam datang, tak lama kemudian imam pun datang. Shalat berjamaah maghrib pun berjalan khusyuk karena anak-anak pun ikut shalat walaupun bacaannya belum fasih.

Semilir angin Menembus sela-sela sarung membuat Athox, Adong, Kukus, Jejen dan Endang merasakan kedinginan sambil terus berjalan menyusuri pematang sawah. Seperti biasa mereka berlima pergi belajar mengaji di rumah Hajjah Sapriah setelah shalat maghrib. Jalan yang agak becek karena sore tadi turun hujan tetap mereka lalui demi menuntut ilmu yang bermanfaat. Namun yang membuat mereka enggan untuk mengaji karena jalan yang dilalui harus melewati pabrik penggilingan padi yang terkesan angker.

Pabrik Penggilingan Padi milik Pak Mamat yang berada di pertengahan kampung itu telah berdiri sejak tahun 1948. Pabrik itu di kelola dan diwariskan turun temurun hingga saat ini. Saat malam suasana gelap menyelimuti pabrik itu karena tidak ada penerangan dan saat itu belum ada listrik yang di alirkan ke kampung Pariuk Nangkub. Banyak hal mistis yang sering di ceritakan turun temurun dari kakek-kakek buyut seperti beras yang di simpan di pabrik selalu berantakkan padahal sebelumnya sudah di susun rapi, kadang terdengar suara ibu-ibu dan bayi menangis dan masih banyak lagi cerita-cerita mistis yang sampai saat ini belum terungkap kebenarannya.

Pukul 21.00
MYTHS

Athox, Adong, Kukus, Jejen dan Endang bersiap pulang dari pengajian, di perjalanan mereka saling bercanda satu sama lain untuk menghilangkan rasa takut karena sebentar lagi mereka akan melintasi pabrik penggilingan padi yang angker itu. Hawa dingin semakin membuat rasa takut meluap-luap hingga mereka pun semakin mempercepat langkahnya. Tanpa disadari, Jejen yang tidak bisa melihat dengan jelas karena memiliki kelainan mata tertinggal di belakang.

 “Wooy... Tunggu aku dong “ Sahut Jejen dengan nada setengah teriak.



HUHAHAHAHAHA...... HUHAHAHAHAHA.....



Tiba-tiba terdengar suara makhluk yang tertawa di atas pohon Randu belakang pabrik sehingga membuat teriakan Jejen tidak di hiraukan Athox dan yang lainnya karena mereka langsung lari terbirit-birit. Sementara itu, Jejen yang sempat melihat ke arah pohon randu gemetar tidak karuan. Sosok yang terlihat menyeramkan dan berkepala Gundul membuat Jejen hampir kehabisan nafas dan sarungnya yang lusuh harus rela terkena banjir bandang yang tak terduga. Jejen pun pingsan di di dekat pohon randu belakang pabrik.



“Hah.. Hah.. Hah.. Aku lihat lho makhluk tadi yang di atas pohon randu” Kata Athox dengan nafas yang masih sesak setelah berlari lumayan jauh dari pabrik.



“Ah masa sih, hah..hah..hah.. yang aku dengar Cuma suara tertawa yang menyeramkan” Kata Kukus dengan nafas terengah juga.



“Iya, aku juga lihat makhluk itu, kepalanya gundul” Kata Adong menimpali.



“Terus bagaimana soal Jejen, apa kita susul saja?” Tanya Endang.



“Ogah, tadi aja lihatnya udah seram banget apalagi harus balik lagi kesana” jawab Athox dengan wajah setengah takut.



“Yaudah begini saja, Endang dan Adong pergi ke Pos Ronda, nanti saya dan Athox yang akan pergi ke rumah Pak Amin untuk memberitahu beliau, lagian anak-anak macam kita bisa apa tanpa bantuan bapak-bapak” Jawab Kukus.


Kukus memang yang paling tua di antara mereka berlima dan mereka pun menyetujui usulan kukus dan langsung bergerak sesuai yang di perintahkan.

Bersambung......
Diubah oleh athoxzoemanta 23-12-2018 19:49
v3ah1307Avatar border
redricesAvatar border
simounlebonAvatar border
simounlebon dan 14 lainnya memberi reputasi
15
19.7K
46
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
athoxzoemantaAvatar border
TS
athoxzoemanta
#22
CHAPTER XIV
EKSEKUSI


Hujan masih terus mengguyur perkampungan, sesekali angin malam bertiup kencang, membawa hawa dingin yang mampu menggoyangkan pepohonan yang tinggi menjulang. Ditengah derasnya hujan, tampak tiga orang anak berlarian tanpa menghiraukan hujan membasahi seluruh tubuhnya. Mereka adalah Si Doel, Nahuri dan Saep yang lari pontang-panting sambil berteriak meminta pertolongan warga.

“Tolong.. Tolong…. Ada Maling di Pabrik Penggilingan Padi”. Teriak Mereka bersamaan dan berulang-ulang.

Para warga pun terusik dengan teriakan anak-anak di tengah hujan deras yang mengguyur. Mendengar teriakan itu, Pak Suganda yang rumahnya lumayan dekat dengan pabrik segera bersiap dengan obor di tangan, bergegas menyusul anak-anak yang masih berlari ke tengah perkampungan. Sama halnya dengan Pak Suganda, warga lain pun bergegas keluar rumah dengan obor di tangannya. Setelah bertemu satu sama lain, mereka pun bergegas menyusul anak-anak yang ternyata sudah di hadang oleh Pak Jupri yang kebetulan baru pulang dari Pos Ronda. Tak lama berselang, warga pun sudah berkerumun mengelilingi anak-anak yang masih mengatur nafas karena sesak setelah berlari.

“Ada apa ini, Doel”. Pak Jupri mulai bertanya.

Si Doel, Nahuri dan Saep secara bergantian menceritakan semua kejadian, tanpa satu pun yang terlewat. Sementara itu warga hanya memasang wajah keheranan.

“Wah..wah..wah.. ternyata ada yang memanfaatkan cerita keangkeran Pabrik itu untuk melakukan kejahatan”. Gumam Pak Suganda.

“Ayo kita kesana, biar kita beri pelajaran Si Maling itu”. Ajak Pak Jupri yang terlihat kesal.

Warga pun berbondong-bondong pergi menuju Pabrik penggilingan padi. Sementara Anak-anak di antar pulang ke rumah masing-masing oleh Pak Suganda. Nyala obor yang redup karena tak henti-hentinya terkena air hujan, tidak menyurutkan langkah mereka untuk memberi pelajaran Si Maling yang sudah kelewatan.

Sementara itu, Si Gundul yang kalang kabut setelah mendengar teriakan anak-anak, langsung bergegas mengemasi beras curiannya yang baru terisi setengah karung. Dengan susah payah ia langsung bergegas memanggul beras curiannya dan pergi dari pabrik melalui pintu belakang. Namun beratnya beras curian yang ia bawa, membuat langkahnya kalah cepat dengan warga yang ternyata sudah berada di depan pabrik. Si Gundul pun panik, ia pun mempercepat langkahnya tanpa menghiraukan pijakannya, sehingga kakinya yang menginjak dedaunan dan ranting menimbulkan suara yang membuat warga langsung berlari menyusulnya. Si Gundul pun terpojok, karena pagar kebun Pak Suganda di dekat pabrik menghalangi laju langkahnya. Warga yang mengepung Si Gundul, sudah bersiap mengeksekusi Si Gundul yang wajahnya sudah terlihat pucat pasi.

SRING..

Si Gundul yang terpojok, menghunuskan golok dari pinggangnya ke arah warga, membuat warga tak berani mendekat.

“Jangan mendekat, atau nyawa kalian akan melayang”. Ancam Si Gundul.

Warga pun mundur perlahan, sementara Si Gundul melihat sekeliling memperhatikan gerak-gerik warga. Namun tanpa ia sadari, Pak Jupri yang berada di belakang terhalang seorang warga, melemparkan obor ke arah Si Gundul, membuat Si Gundul kehilangan fokus.

DUAK..DUAK..

Pak Jupri dengan kecepatan kilat menendang tangan Si Gundul yang dalam keadaan lengah, membuat golok di tangannya terpental. Tanpa pikir panjang, warga pun dengan gencar langsung mengeroyok Si Gundul.

“Ampun..Ampuunn…”. Teriak Si Gundul kesakitan sambil menahan pukulan dan tendangan warga dengan kedua tangannya.

Tanpa ampun, warga terus menghajar Si Gundul sampai membuatnya tidak berdaya. Wajah memar dan darah mengucur di sela-sela bibir dan hidungnya. Tak cukup sampai disitu, warga yang tengah membabi buta, menyeret tubuh Si Gundul yang tak berdaya, dan mengikatkannya ke pohon randu di belakang pabrik. Di taburkannya minyak tanah dari dalam obor bambu milik masing-masing warga, ke seluruh tubuh si Gundul yang terikat tak berdaya. Warga yang kesetanan berniat membakar tubuh Si Gundul kala itu. Sementara Si Gundul yang tak berdaya, hanya menatap jauh ke arah langit, seolah membayangkan masa lalu hidupnya dan dosa-dosa yang ia telah lakukan.

Bersambung gan..... jangan lupa kasih emoticon-Toastyah emoticon-Ngakak
chisaa
MFriza85
v3ah1307
v3ah1307 dan 5 lainnya memberi reputasi
6
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.