- Beranda
- Stories from the Heart
Gunung Hutan Dan Puisi
...
TS
arga.mahendraa
Gunung Hutan Dan Puisi
Pada pekat kabut yang menjalar di hamparan tanahtanah tinggi
Kulantunkan katakata sebagai penggalan doa
Untukmu yang kini telah sempurna hadir..
Pada peluh yang telah mengalir
Ketika kita ayunkan langkahlangkah
Menuju tempattempat teduh
Untuk menyemayamkan rasamu dan rasaku
Kini telah menyatu sudah
dan beku udara ini akan semakin kuat mengikatnya
Kita memang sering berbeda dalam banyak Hal
Namun Gunung, Hutan Dan Puisi selalu mampu menyatukannya..
***
Kulantunkan katakata sebagai penggalan doa
Untukmu yang kini telah sempurna hadir..
Pada peluh yang telah mengalir
Ketika kita ayunkan langkahlangkah
Menuju tempattempat teduh
Untuk menyemayamkan rasamu dan rasaku
Kini telah menyatu sudah
dan beku udara ini akan semakin kuat mengikatnya
Kita memang sering berbeda dalam banyak Hal
Namun Gunung, Hutan Dan Puisi selalu mampu menyatukannya..
***

Sebelumnya ijinkan saya untuk ikut berbagi cerita di forum ini. Forum yang sudah lumayan lama saya ikuti sebagai SR.. Salam kenal, saya Arga..
Cerita saya mungkin tidak terlalu menarik dan membahana seperti cerita-cerita fenomenal di SFTH ini. Hanya cerita biasa dari bagian kisah hidup saya. Semoga masih bisa dibaca dan dinikmati.
Seperti biasa, seluruh nama tokoh, dan tempat kejadian disamarkan demi kebaikan semuanya. Boleh kepo, tapi seperlunya saja ya.. seperti juga akan seperlunya pula saya menanggapinya..
Update cerita tidak akan saya jadwalkan karena saya juga punya banyak kesibukan. Tapi akan selalu saya usakan update sesering mungkin sampai cerita inI tamat, jadi jangan ditagih-tagih updetannya yaa..
Baiklah, tidak perlu terlalu berpanjang lebar, kita mulai saja...
****
Medio 2005...
Hari itu sore hari di sela kegiatan pendidikan untuk para calon anggota baru organisasi pencinta alam dan penempuh rimba gunung yang aku rintis tujuh tahun yang lalu sekaligus sekarang aku bina. Aku sedang santai sambil merokok ketika salah satu partnerku mendatangiku.
"Ga, tuh ada salah satu peserta cewek yg ikut pendidikan cuma karena Ada pacarnya yang ikut, kayaknya dia ga beneran mau ikut organisasi deh, tapi cuma ngikut pacarnya"
"Masak sih? Yang mana? Kok aku ga perhatiin ya" jawabku
"Kamu terlalu serius mikirin gimana nanti teknis di lapangan sih Ga, malah jadi ga merhatiin pesertamu sendiri" lanjutnya
"Coba deh nanti kamu panggil aja trus tanyain bener apa ga, namanya Ganis.. aku ke bagian logistik dulu" Kata temanku sambil meninggalkanku
"OK, nanti coba aku tanya" jawabku
"Pulangin aja kalo emang bener Ga.. ga bener itu ikut organisasi cuma buat pacaran" sahutnya lagi dari kejauhan sambil teriak
Dan aku pun cuma menjawab dengan acungan jempol saja
***
Pada malam harinya aku mengumpulkan seluruh peserta pendidikan di lapangan. Malam itu ada sesi pengecekan logistik peserta sekaligus persiapan untuk perjalanan ke gunung besok pagi untuk pendidikan lapangan.
Kurang lebih 2 jam selesai juga pengecekan logistik seluruh peserta pendidikan. Dan aku pun memulai aksiku.
"Yang merasa bernama Ganis keluar dari barisan dan maju menghadap saya sekarang..!!!" Teriakku di depan mereka
Tak lama keluarlah seorang cewek dari barisan dan menghadapku. Aku tidak terlalu memperhatikan wajahnya, entah cantik atau biasa saja aku tak terlalu peduli karena aku sudah sedikit emosi sejak sore tadi temanku mengatakan kalau dia ikut kegiatan ini cuma karena pacarnya ikut.
"Benar kamu yang bernama Ganis?"
"Ya benar, Kak"
"Kamu ngapain ikut kegiatan ini!?"
"Karena saya ingin jadi anggota Kak"
"Dasar pembohong..!!!" Bentakku seketika
Dan dia pun langsung menunduk
"Hey, siapa suruh nunduk?? Kalau ada yang ngomong dilihat!! Kamu tidak menghargai seniormu!!"
"Siap, maaf Kak" jawabnya sambil langsung melihatku
"Saya dengar kamu ikut kegiatan ini karena pacar kamu ikut juga!! Benar begitu? Jawab!!"
"Siap, tidak Kak, saya ikut karena saya sendiri ingin ikut, tidak ada hubungannya dengan pacar!" Jawabnya tegas
"Tapi pacar kamu juga ikut kan!?"
"Siap benar"
"Siapa namanya!?"
"Alan Kak"
"Yang merasa bernama Alan, maju ke depan" teriakku di depan peserta lainnya
Kemudian datanglah cowok bernama Alan itu di depanku
"Benar kamu yang bernama Alan?" Tanyaku pada cowok itu
"Siap, benar Kak" jawabnya
"Benar kamu pacarnya Ganis?"
"Siap benar Kak"
"Kamu ikut kegiatan ini cuma buat ajang pacaran!!?? Kamu cuma mau cari tempat buat pacaran??"
"Tidak Kak"
"Kalian berdua masih mau jadi anggota organisasi ga!!?"
"Siap, masih mau Kak" jawab mereka berdua
"Baik, saya berikan pilihan, kalian berdua saat ini juga putus dan lanjut ikut pendidikan, atau tetap pacaran tapi sekarang juga pulang tidak usah lanjut ikut pendidikan dan jadi anggota organisasi.. silahkan tentukan pilihan sekarang!!"
***
Spoiler for INDEX:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 10 suara
Siapakah yang bakal jadi istri TS?
Rika
30%
Winda
20%
Dita
0%
Ganis
40%
Tokoh Yang Belum Muncul
10%
Diubah oleh arga.mahendraa 20-10-2018 13:37
kimpoijahat dan anasabila memberi reputasi
3
31.4K
264
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
arga.mahendraa
#234
49. Malam Tahun Baru Bersama Ganis
31 Desember 2008
Malam ini aku sedang nonton tv di ruang tamu kost Ganis ditemani Septi. Ganis sedang berada di kamarnya untuk berisiap-siap. Aku sengaja tidak menunggunya di dalam kamar karena tidak enak saja kost sedang ramai. Anak-anak kost hampir semuanya ada di sini. Daripada menimbulkan dugaan yang tidak-tidak, lebih baik aku menunggu di ruang tamu. Beda dengan Septi yang cenderung santai. Aku berduaan dengan Ganis di dalam kamar pun Septi tidak pernah mempermasalahkan dan tidak akan koar-koar kepada siapapun. Oleh karenanya aku akrab dengan teman Ganis hanya Septi saja.
"Tahun baruan gak keluar, Sep?" Tanyaku.
"Gak mas. Lagian mau keluar sama siapa? Jomblo gini. Hahaha" ucapnya.
"Gak balik kampung aja? Rumahmu kan gak jauh juga kan?"
"Males mas. Libur cuma sehari. Dapat capeknya doang. Mendingan di kost aja tidur"
"Apa nanti kita keluar bertiga aja gimana?"
"Bonceng tiga gitu?
"Ya gak lah, Sep. Kamu naik motor sendiri"
"Ogah ah. Jalanan pasti rame banget. Ngeri aku kalo naik motor sendiri"
"Iya juga sih"ucapku.
"Kapan-kapan aja mas kita pergi bertiga" ucapnya.
"Boleh-boleh" ucapku.
"Udah lama pacaran sama Ganis, mas?"
"3 tahun lebih dikit, Sep" ucapku
"Wuih awet juga ya. Berarti dari Ganis masih SMA ya"
"Iya.. kamu gak nyari pacar?" Ucapku.
"Lagi males pacaran mas. Baru juga putus 2 bulanan yang lalu" ucapnya.
"Ooh.. sorry" ucapku.
"Nyantai aja lagi. Lagian dulu aku putus juga baek2.. karena aku sama pacarku kayak gak niat pacaran gitu. Enakan temenan" ucapnya.
"Cari lagi lah" ucapku.
"Lagi males pacaran aku, mas. Lagi menikmati kejombloan yang bermartabat ini. Hahaha. Btw, beruntung ya Ganis dapat kamu mas. Kamu baik terus ngalahan juga" ucapnya.
"Hahaha. Gak juga, Sep. Ganis juga ngalahan kok kalo sama aku. Aku yang beruntung dapat dia" ucapku.
"Tuh kan bener kataku. Tapi kalian cocok kok, mas. Wajahnya juga ada kemiripan. Kata orang kalo mirip gitu biasanya jodoh. Pertahanin mas. Coba aja aku kenal kamu lebih dulu daripada Ganis. Hahahaha" ucapnya.
"Hahahaha bisa aja. Ya moga aja jodoh, Sep" ucapku.
Jujur aku sedikit kaget dengan ucapan Septi barusan. Tapi ya sudahlah, aku anggap saja itu sanjungan bahwa banyak yang tertarik denganku. Tandanya aku ini ganteng (jangan protes). Tak lama kemudian Ganis pun keluar dengan setelan santai namun tetap cantik dan menawan. Dia memakai t-shirt hitam ketat bergambar salah satu gunung yang pernah kami daki dilapisi dengan cardigan warna abu-abu dan celana jeans panjang. Rambutnya diikat ekor kuda dan wajahnya dipoles make-up tipis. Tidak berlebihan tapi sangat cantik.
"Kamu udah makan belum, Om" ucap Ganis sambil duduk di sebelahku.
"Ya belum lah. Kan dari sore tadi aku udah di sini" ucapku.
"Oh iya.. hehehehe. Kirain dikasih makan Septi tadi" ucap Ganis lagi.
"Sembarangan.. laki siapa yang disuruh ngasih makan siapa.. loe emang bini gak bertanggung jawab Nis. Hahaha" timpal Septi.
"Yaa kan kirain loe kasian lihat laki gw kelaperan trus loe kasih makan, Sep. Hahaha" ucap Ganis.
"Mau gw ngasih makan laki loe. Asal loe mau tuker tambah sama gw" ucap Septi.
"Hahahaha.. enak aja.. loe cari sendiri lah.. yang kayak begini stoknya limited. Ini yg terakhir udah gw ambil" ucap Ganis dan aku hanya tepok jidat mendengar percakapan mereka.
"Udah-udah kalian buruan pergi sana lah.. pusing gw lihat kalian berdua-duaan gini.. gak kasihan apa mesra-mesraan di depan jomblo?" Ucap Septi.
"Bentar lah. Baru jam berapa sekarang" ucap Ganis.
"Makanya cari, Sep. Biar gak pusing kalo lihat aku sama Ganis" timpalku.
"Gampang lah mas. Nanti aku cari yang kayak kamu. Ya minimal 75% mirip lah.. kalo gak dapet-dapet ya ntar nyari berondong aja biar gak bawel. Hahahahaha" ucap Septi.
"Hahahahahaha" aku dan Ganis tertawa.
"Cari makan dulu aja yuk, Om" ucap Ganis.
"Boleh. Mau makan di mana?" Ucapku.
"Pecel ayam depan itu aja enak, Nis. Aku nitip sekalian" ucap Septi.
"Hhhmmmm boleh lah. Kamu mau, Om?" Ucap Ganis.
"Apa aja aku mah.. yang penting makan" ucapku.
"Ikut aja lah, Sep. Makan bareng-bareng di sana. Jalan kaki aja, nanti balik lagi ke kost" ucap Ganis.
"Ya udah deh. Aku ganti baju bentar" ucap Septi.
"Ngapain ganti baju segala.. orang cuma di depan situ" ucap Ganis.
"Biar cakepan dikit lah, Nis. Itu abangnya yang jual lumayan ganteng. Siapa tau dia ngelirik aku kalo kelihatan cakep. Hahahaha" ucap septi sembari beranjak menuju kamarnya.
"Dasar" ucap Ganis.
"Septi tu kayaknya jarang pulang rumah ya, Til? Tiap aku jemput kamu seringnya dia gak pulang. Kalo gak salah rumahnya juga gak terlalu jauh kan?" Ucapku.
"Dia emang jarang pulang, Om. Kasihan sebenernya dia" ucap Ganis.
"Kenapa emang, Til? Kok kasihan" ucapku.
"Orang tuanya cerai. Bokapnya pergi sama perempuan lain. Udah lama sih cerainya. Dari sejak Septi masih SMP" ucap Ganis.
"Ooo.. terus dia kalau pulang tinggal sama mamanya?" Ucapku.
"Iya dia ikut mamanya. Cuma mamanya udah nikah lagi. Makanya dia males pulang. Dia pulang palingan kalau pas duitnya abis doang" ucap Ganis.
"Oh gitu. Kasihan juga ya" ucapku.
"Iya, Om. Tapi dia bilang gak suka kalo dikasihani sama orang. Makanya dia gak pernah nunjukin masalah keluarganya di depan orang. Dia cenderung selalu ceria. Dia cerita masalah keluarganya juga sama aku aja, Om. Temen-temen yang lain gak ada yang tau. Dan kamu juga jangan singgung masalah dia di depannya. Dia paling gak suka bahas masalah keluarganya" ucap Ganis.
"Iya, Til. Aku juga gak tau kalo kamu gak kasih tau aku" ucapku.
"Septi itu paling deket cuma sama aku, Om. Kalo sama temen yang lain deket sih tapi ya biasa aja gitu" ucap Ganis lagi.
Tak lama Septi pun keluar kamar. Dia sudah berganti baju menggunakan t-shirt ketat warna putih dan celana jeans selutut. Hampir tak ada bedanya dengan penampilannya sebelumnya, hanya pakaiannya saja yang beda.
"Yuk" ucap Septi.
"Katanya biar cakepan dikit. Ini mah gak ada bedanya kali, Sep" ucap Ganis sampil menepok jidatnya.
"Hahahaha. Tadinya gw mau dandan. Tapu setelah dipikir-pikir, ngapain pake dandan segala. Kalo orang suka sama gw ya biar suka gw apa adanya. Bukan karena dandanan gw" ucap Septi.
"Ngeles aja kayak dokar. Tau gitu kan mendingan tadi gak usah ganti baju, Sep" sahut Ganis.
"Soalnya baju gw tadi baju dari kemarin, Nis. Masak cakep-cakep gini bajunya bau. Hahahaha" ucap Septi.
"Udah-udah.. yuk jalan sekarang" ucapku menengahi mereka.
"Ya udah yuk" ucap septi dan Ganis.
Kami pun makan bertiga di warung pecel ayam depan gang. Septi memesan ayam bakar, Ganis bebek bakar, sedangkan aku bebek goreng + tempe bakar. Usai makan kami kembali ke kost dan ngobrol lagi bertiga sambil menunggu waktu hingga jam 10 an malam baru aku dan Ganis akan pergi ke bukit cinta untuk menghabiskan malam pergantian tahun di sana.
***
Aku berboncengan dengan Ganis menyusuri jalanan kota ini. Di setiap sudut dipenuhi orang-orang berlalu lalang hendak merayakan malam pergantian tahun. Alhasil jalanan jadi agak macet. Aku yang sudah mulai bete melihat kondisi ini berusaha sekeras mungkin untuk menahan rasa beteku dan tidak menunjukkannya di depan Ganis. Ketika kami sedang berada di salah satu pusat keramaian, tiba-tiba dari arah belakang datang dua orang berboncengan motor hendak menyalip kami. Aku yang memang sedang malas ngebut pun memberi kesempatan orang itu untuk mendahului kami. Ketika mereka berada tepat di sebelah kami, tiba-tiba orang yang membonceng mencolek pantat Ganis sambil tertawa. Ganis spontan pun berteriak. Aku yang tidak mengetahui kejadian itu karena aku sedang konsentrasi menyetir motor pun menanyakan kepada Ganis apa yang terjadi.
"Ada apa, Til?" Tanyaku
"Orang itu nyolek pantatku, Om" ucap Ganis.
Aku yang sudah terlanjur sedikit bete jadi langsung tersulut emosi. Seketika aku pun mengejar dua orang tadi sambil terus membunyikan klakson supaya orang-orang mau minggir dan memberiku jalan. Singkat cerita, aku berhasil menyusul dua orang tadi. Aku memberi gestur supaya mereka menepi atau aku menendang motornya. Mereka pun menepi dan aku mengikutinya. Ganis berusaha menahanku supaya aku tidak membuat masalah. Tapi percuma, aku sudah terlanjur emosi dan dua orang tadi sudah terlanjur berhenti.
"Ada apaan bang?" Ucap salah satunya yang tadi memegang kemudi.
Rupanya mereka berdua di bawah pengaruh alkohol, aku mengetahuinya dari bau alkohol ketika dia bicara. Tapi nampaknya yang membonceng lebih parah mabuknya, dia sedikit sempoyongan. Sedangkan yang mengemudi tidak terlalu parah mabuknya. Aaah, enteng kalo gini mah. Ngadepin orang mabuk mah paling gampang. Biasanya mereka kenceng gertakannya saja. Tapi biasanya nyalinya lebih gede. Batinku.
"Temen loe tadi nyolek cewek gw, bang. Cewek gw sampe teriak tadi. Gw minta dia minta maaf sama cewek gw" ucapku sambil menunjuk temannya.
"Bener loe tadi nyolek ceweknya abang ini?" Tanyanya kepada temannya.
"Halaaah.. cuma colek dikit aje loe sewot banget. Palingan juga cewek loe itu cewek bokingan kan? Bagi-bagi lah sama gw sini" ucapnya nyolot.
"Kurang ajar.. gw ancurin muka loe sini" ucapku sembari mendekat hendak menghajarnya. Tapi temannya menahanku.
"Tunggu-tunggu bang" ucapnya menahanku.
"Eh loe minta maaf sono sama abang ini. Sama ceweknya juga" ucapnya kepada temannya.
"Peduli setaaan. Sini loe kalo berani" ucapnya sembari melayangkan pukulan padaku. Tapi aku berhasil menghindarinya.
"Udah bang. Gw gak ikut-ikut. Kalian selesaiin aja sendiri dah. Males gw" ucap temannya tadi.
"Dengan senang hati" ucapku sambil tersenyum menyerigai.
Ganis masih berusaha menahanku dengan mendatangiki dan menarikku. Tapi aku menyuruhnya mundur kembali ke motor. Sedangkan orang yang menantangku tadi malah mengucapkan kata-kata yang lebih kurang ajar.
"Sini aja neng sama abang. Kita enak-enak. Hahaha" ucapnya sambil berusaha meraih tangan Ganis.
Mendengar ucapan orang itu, Ganis pun jadi ikut emosi. Dia pun lantas mundur setelah sebelumnya mengucapkan sesuatu padaku.
"Hajar dia, Om. Tapi jangan sampai kamu kena pukul" ucapnya. Aku pun hanya tersenyum.
"Loe mau tangan kanan apa tangan kiri loe yang gw patahin?" Ucapku.
"Aaaah banyak bacot loe" ucapnya sembari menyerangku dengan pukulan yang sama sekali tidak terarah dan tidak bertenaga.
Aku yang dalam kondisi jauh lebih sadar dan lebih fit bisa dengan mudah menghindari pukulan orang itu. Melihat pukulannya tidak mengenaiku, dia lantas mencoba menendangku. Tapi lagi-lagi aku dengan mudah bisa menghindarinya. Berkali-kali dia berusaha menyerangku tapi tak satupun serangannya mengenaiku. Aku masih bersabar menghindari setiap serangan orang itu sambil mengamati dan mencari celah untuk menyerang balik. Setelah beberapa kali dia berusaha menyerangku, akhirnya aku mendapatkan kesempatan. Aku memukulnya tepat di ulu hati. Tidak terlalu keras tapi berhasil membuatnya berlutut seketika dan merintih kesakitan. Tak mau kehilangan kesempatan, aku langsung melayangkan tendangan tepat di mukanya. Sangat telak hingga membuatnya langsung jatuh telentang tak sadarkan diri. Aku yang masih belum puas sudah membuatnya pingsan hanya dengan dua pukulan pun berusaha mendekat untuk melukis wajahnya dengan lebam biru. Tapi belum sempat aku mendekatinya, Ganis tiba-tiba memelukku dari belakang dan menahanku supaya tidak berbuat lebih jauh. Teman orang itu juga segera berlari mendekatiku berusaha menahanku.
"Om udah om.. dia udah gak sadar. Jangan berlebihan nanti urusannya bisa panjang" ucap Ganis.
"Udah-udah bang.. dia udah gak bisa ngelawan. Biarin gw yang urus dia. Gw minta maaf atas kelakuan temen gw bang" ucap temannya.
"Ya udah.. kalo temen loe masih gak terima, silahkan cari gw. Gw tinggal di kota *****, kecamatan ********, Desa ********. Loe tanya aja sama warga kampung gw semuanya kenal. Nama gw Arga" ucapku.
"Ooh.. loe orang situ, Bang? Kenal sama Bang Iwan?" Ucapnya.
"Iwan mana? Iwan preman? Iye kenal. Dia tetangga gw. Masih sodara juga" ucapku.
"Iye bang Iwan yang pegang pasar *******. Wah kalo sodaranya bang Iwan, ampun gw bang. Gak mau gw berurusan sama dia. Gw minta maaf bang" ucapnya sambil menyalamiku.
Aku penerima uluran tangannya untuk bersalaman. Nampaknya daerahku masih punya nama di sini. Dan Bang Iwan yang masih saudara jauhku yang terkenal preman ganas di sini juga disegani. Aku pun pergi meninggalkan orang itu setelah memastikan orang yang kupukul tadi masih hidup.
"Ayo, Til" ucapku.
"Kita pulang ke kost aja, Om. Gak usah ke bukit cinta. Aku takut. Apalagi tadi kamu udah bikin orang pingsan" ucap Ganis.
"Lah kok malah balik? Lagian tadi kan aku belain kamu, Til. Aku gak terima kalo kamu dilecehkan kayak gitu" ucapku.
"Iya makanya kita pulang aja. Aku takut nanti ada orang jahat lagi. Iya kalo orangnya mabok kayak tadi gampang dirobohin. Kalo orangnya lebih kuat dari kamu? Kalo dia bawa senjata? Gak gak.. aku gak mau.. pokoknya pulang" ucap Ganis.
"Iya iya.. ya udah kita pulang aja" ucapku.
Akhirnya rencana kami tahun baruan pun gagal total. Aku dan Ganis pun terpaksa kembali ke kost. Sesampainya di kost ternyata Septi dan beberapa temannya masih terjaga. Mereka sedang kumpul di teras kost untuk tahun baruan di situ. Sebagian juga ada cowoknya ikut ngumpul di situ.
"Loh kok balik lagi, Nis?" Tanya Septi ketika aku dan Ganis sampai.
"Ada masalah dikit tadi. Makanya balik lagi" ucapku.
"Masalah apaan mas?" Tanya Septi penasaran.
"Tanya Ganis aja tuh" ucapku.
"Iih kok aku sih. Kan kamu tadi yang habis bikin orang pingsan, Om" ucap Ganis.
"Haaaah??? Bikin orang pingsan? Gimana ceritanya mas?" Tanya Septi.
Aku pun menceritakan semua kejadian tadi kepada Septi dan yang lainnya yang ada di sini.
"Ya udah tahun baruan di sini aja kalo gitu. Malam tahun baru kayak gini jalanan kan emang rame banget. Rawan juga, banyak orang jahat" ucap Septi setelah aku selesai cerita.
"Iya, Sep. Aku takut banget tadi. Apalagi pas si om berantem" ucap Ganis.
"Tapi menang kan? Keren mas. Kapan-kapan aku mau lihat kamu berantem. Hahahahaha" ucap Septi.
"Sialan. Orang berantem kok pengen ditonton" ucapku.
"Tapi beneran aku penasaran mas. Pasti kayak di film2 berantemnya. Keren banget" ucap Septi lagi.
"Keren2 pala loe miring.. takut banget tau.." ucap Ganis sewot.
"Hahahahaha.. udah2.. kita begadang di sini aja. Bentar lagi udah mau ganti tahun nih" ucap Septi.
Benar saja. 15 menit lagi memang jam 12 malam. Artinya sebentar lagi tahun akan berganti. Harapanku di tahun mendatang hubunganku dengan Ganis bisa terus langgeng dan segera bisa mendapatkan restu dari orang tuanya. Akhirnya kami melewati moment pergantian tahun di teras kost Ganis bersama teman-temannya. Meskipun rencana semula pada akhirnya gagal, tapi kami semua tetap senang dan lega. Ganis senang karena bisa merayakan moment pergantian tahun bersamaku meskipun dengan cara yang sederhana, hanya di teras kost di temani canda tawa dan cemilan ala kadarnya. Aku pun juga senang karena bebas dari hingar bingar keramaian banyak orang yang sering kali membuatku tak nyaman. Meskipun kami harus melaluainya dengan sport jantung terlebih dahulu akibat betantem dengan orang di jalanan.
Malam ini aku sedang nonton tv di ruang tamu kost Ganis ditemani Septi. Ganis sedang berada di kamarnya untuk berisiap-siap. Aku sengaja tidak menunggunya di dalam kamar karena tidak enak saja kost sedang ramai. Anak-anak kost hampir semuanya ada di sini. Daripada menimbulkan dugaan yang tidak-tidak, lebih baik aku menunggu di ruang tamu. Beda dengan Septi yang cenderung santai. Aku berduaan dengan Ganis di dalam kamar pun Septi tidak pernah mempermasalahkan dan tidak akan koar-koar kepada siapapun. Oleh karenanya aku akrab dengan teman Ganis hanya Septi saja.
"Tahun baruan gak keluar, Sep?" Tanyaku.
"Gak mas. Lagian mau keluar sama siapa? Jomblo gini. Hahaha" ucapnya.
"Gak balik kampung aja? Rumahmu kan gak jauh juga kan?"
"Males mas. Libur cuma sehari. Dapat capeknya doang. Mendingan di kost aja tidur"
"Apa nanti kita keluar bertiga aja gimana?"
"Bonceng tiga gitu?
"Ya gak lah, Sep. Kamu naik motor sendiri"
"Ogah ah. Jalanan pasti rame banget. Ngeri aku kalo naik motor sendiri"
"Iya juga sih"ucapku.
"Kapan-kapan aja mas kita pergi bertiga" ucapnya.
"Boleh-boleh" ucapku.
"Udah lama pacaran sama Ganis, mas?"
"3 tahun lebih dikit, Sep" ucapku
"Wuih awet juga ya. Berarti dari Ganis masih SMA ya"
"Iya.. kamu gak nyari pacar?" Ucapku.
"Lagi males pacaran mas. Baru juga putus 2 bulanan yang lalu" ucapnya.
"Ooh.. sorry" ucapku.
"Nyantai aja lagi. Lagian dulu aku putus juga baek2.. karena aku sama pacarku kayak gak niat pacaran gitu. Enakan temenan" ucapnya.
"Cari lagi lah" ucapku.
"Lagi males pacaran aku, mas. Lagi menikmati kejombloan yang bermartabat ini. Hahaha. Btw, beruntung ya Ganis dapat kamu mas. Kamu baik terus ngalahan juga" ucapnya.
"Hahaha. Gak juga, Sep. Ganis juga ngalahan kok kalo sama aku. Aku yang beruntung dapat dia" ucapku.
"Tuh kan bener kataku. Tapi kalian cocok kok, mas. Wajahnya juga ada kemiripan. Kata orang kalo mirip gitu biasanya jodoh. Pertahanin mas. Coba aja aku kenal kamu lebih dulu daripada Ganis. Hahahaha" ucapnya.
"Hahahaha bisa aja. Ya moga aja jodoh, Sep" ucapku.
Jujur aku sedikit kaget dengan ucapan Septi barusan. Tapi ya sudahlah, aku anggap saja itu sanjungan bahwa banyak yang tertarik denganku. Tandanya aku ini ganteng (jangan protes). Tak lama kemudian Ganis pun keluar dengan setelan santai namun tetap cantik dan menawan. Dia memakai t-shirt hitam ketat bergambar salah satu gunung yang pernah kami daki dilapisi dengan cardigan warna abu-abu dan celana jeans panjang. Rambutnya diikat ekor kuda dan wajahnya dipoles make-up tipis. Tidak berlebihan tapi sangat cantik.
"Kamu udah makan belum, Om" ucap Ganis sambil duduk di sebelahku.
"Ya belum lah. Kan dari sore tadi aku udah di sini" ucapku.
"Oh iya.. hehehehe. Kirain dikasih makan Septi tadi" ucap Ganis lagi.
"Sembarangan.. laki siapa yang disuruh ngasih makan siapa.. loe emang bini gak bertanggung jawab Nis. Hahaha" timpal Septi.
"Yaa kan kirain loe kasian lihat laki gw kelaperan trus loe kasih makan, Sep. Hahaha" ucap Ganis.
"Mau gw ngasih makan laki loe. Asal loe mau tuker tambah sama gw" ucap Septi.
"Hahahaha.. enak aja.. loe cari sendiri lah.. yang kayak begini stoknya limited. Ini yg terakhir udah gw ambil" ucap Ganis dan aku hanya tepok jidat mendengar percakapan mereka.
"Udah-udah kalian buruan pergi sana lah.. pusing gw lihat kalian berdua-duaan gini.. gak kasihan apa mesra-mesraan di depan jomblo?" Ucap Septi.
"Bentar lah. Baru jam berapa sekarang" ucap Ganis.
"Makanya cari, Sep. Biar gak pusing kalo lihat aku sama Ganis" timpalku.
"Gampang lah mas. Nanti aku cari yang kayak kamu. Ya minimal 75% mirip lah.. kalo gak dapet-dapet ya ntar nyari berondong aja biar gak bawel. Hahahahaha" ucap Septi.
"Hahahahahaha" aku dan Ganis tertawa.
"Cari makan dulu aja yuk, Om" ucap Ganis.
"Boleh. Mau makan di mana?" Ucapku.
"Pecel ayam depan itu aja enak, Nis. Aku nitip sekalian" ucap Septi.
"Hhhmmmm boleh lah. Kamu mau, Om?" Ucap Ganis.
"Apa aja aku mah.. yang penting makan" ucapku.
"Ikut aja lah, Sep. Makan bareng-bareng di sana. Jalan kaki aja, nanti balik lagi ke kost" ucap Ganis.
"Ya udah deh. Aku ganti baju bentar" ucap Septi.
"Ngapain ganti baju segala.. orang cuma di depan situ" ucap Ganis.
"Biar cakepan dikit lah, Nis. Itu abangnya yang jual lumayan ganteng. Siapa tau dia ngelirik aku kalo kelihatan cakep. Hahahaha" ucap septi sembari beranjak menuju kamarnya.
"Dasar" ucap Ganis.
"Septi tu kayaknya jarang pulang rumah ya, Til? Tiap aku jemput kamu seringnya dia gak pulang. Kalo gak salah rumahnya juga gak terlalu jauh kan?" Ucapku.
"Dia emang jarang pulang, Om. Kasihan sebenernya dia" ucap Ganis.
"Kenapa emang, Til? Kok kasihan" ucapku.
"Orang tuanya cerai. Bokapnya pergi sama perempuan lain. Udah lama sih cerainya. Dari sejak Septi masih SMP" ucap Ganis.
"Ooo.. terus dia kalau pulang tinggal sama mamanya?" Ucapku.
"Iya dia ikut mamanya. Cuma mamanya udah nikah lagi. Makanya dia males pulang. Dia pulang palingan kalau pas duitnya abis doang" ucap Ganis.
"Oh gitu. Kasihan juga ya" ucapku.
"Iya, Om. Tapi dia bilang gak suka kalo dikasihani sama orang. Makanya dia gak pernah nunjukin masalah keluarganya di depan orang. Dia cenderung selalu ceria. Dia cerita masalah keluarganya juga sama aku aja, Om. Temen-temen yang lain gak ada yang tau. Dan kamu juga jangan singgung masalah dia di depannya. Dia paling gak suka bahas masalah keluarganya" ucap Ganis.
"Iya, Til. Aku juga gak tau kalo kamu gak kasih tau aku" ucapku.
"Septi itu paling deket cuma sama aku, Om. Kalo sama temen yang lain deket sih tapi ya biasa aja gitu" ucap Ganis lagi.
Tak lama Septi pun keluar kamar. Dia sudah berganti baju menggunakan t-shirt ketat warna putih dan celana jeans selutut. Hampir tak ada bedanya dengan penampilannya sebelumnya, hanya pakaiannya saja yang beda.
"Yuk" ucap Septi.
"Katanya biar cakepan dikit. Ini mah gak ada bedanya kali, Sep" ucap Ganis sampil menepok jidatnya.
"Hahahaha. Tadinya gw mau dandan. Tapu setelah dipikir-pikir, ngapain pake dandan segala. Kalo orang suka sama gw ya biar suka gw apa adanya. Bukan karena dandanan gw" ucap Septi.
"Ngeles aja kayak dokar. Tau gitu kan mendingan tadi gak usah ganti baju, Sep" sahut Ganis.
"Soalnya baju gw tadi baju dari kemarin, Nis. Masak cakep-cakep gini bajunya bau. Hahahaha" ucap Septi.
"Udah-udah.. yuk jalan sekarang" ucapku menengahi mereka.
"Ya udah yuk" ucap septi dan Ganis.
Kami pun makan bertiga di warung pecel ayam depan gang. Septi memesan ayam bakar, Ganis bebek bakar, sedangkan aku bebek goreng + tempe bakar. Usai makan kami kembali ke kost dan ngobrol lagi bertiga sambil menunggu waktu hingga jam 10 an malam baru aku dan Ganis akan pergi ke bukit cinta untuk menghabiskan malam pergantian tahun di sana.
***
Aku berboncengan dengan Ganis menyusuri jalanan kota ini. Di setiap sudut dipenuhi orang-orang berlalu lalang hendak merayakan malam pergantian tahun. Alhasil jalanan jadi agak macet. Aku yang sudah mulai bete melihat kondisi ini berusaha sekeras mungkin untuk menahan rasa beteku dan tidak menunjukkannya di depan Ganis. Ketika kami sedang berada di salah satu pusat keramaian, tiba-tiba dari arah belakang datang dua orang berboncengan motor hendak menyalip kami. Aku yang memang sedang malas ngebut pun memberi kesempatan orang itu untuk mendahului kami. Ketika mereka berada tepat di sebelah kami, tiba-tiba orang yang membonceng mencolek pantat Ganis sambil tertawa. Ganis spontan pun berteriak. Aku yang tidak mengetahui kejadian itu karena aku sedang konsentrasi menyetir motor pun menanyakan kepada Ganis apa yang terjadi.
"Ada apa, Til?" Tanyaku
"Orang itu nyolek pantatku, Om" ucap Ganis.
Aku yang sudah terlanjur sedikit bete jadi langsung tersulut emosi. Seketika aku pun mengejar dua orang tadi sambil terus membunyikan klakson supaya orang-orang mau minggir dan memberiku jalan. Singkat cerita, aku berhasil menyusul dua orang tadi. Aku memberi gestur supaya mereka menepi atau aku menendang motornya. Mereka pun menepi dan aku mengikutinya. Ganis berusaha menahanku supaya aku tidak membuat masalah. Tapi percuma, aku sudah terlanjur emosi dan dua orang tadi sudah terlanjur berhenti.
"Ada apaan bang?" Ucap salah satunya yang tadi memegang kemudi.
Rupanya mereka berdua di bawah pengaruh alkohol, aku mengetahuinya dari bau alkohol ketika dia bicara. Tapi nampaknya yang membonceng lebih parah mabuknya, dia sedikit sempoyongan. Sedangkan yang mengemudi tidak terlalu parah mabuknya. Aaah, enteng kalo gini mah. Ngadepin orang mabuk mah paling gampang. Biasanya mereka kenceng gertakannya saja. Tapi biasanya nyalinya lebih gede. Batinku.
"Temen loe tadi nyolek cewek gw, bang. Cewek gw sampe teriak tadi. Gw minta dia minta maaf sama cewek gw" ucapku sambil menunjuk temannya.
"Bener loe tadi nyolek ceweknya abang ini?" Tanyanya kepada temannya.
"Halaaah.. cuma colek dikit aje loe sewot banget. Palingan juga cewek loe itu cewek bokingan kan? Bagi-bagi lah sama gw sini" ucapnya nyolot.
"Kurang ajar.. gw ancurin muka loe sini" ucapku sembari mendekat hendak menghajarnya. Tapi temannya menahanku.
"Tunggu-tunggu bang" ucapnya menahanku.
"Eh loe minta maaf sono sama abang ini. Sama ceweknya juga" ucapnya kepada temannya.
"Peduli setaaan. Sini loe kalo berani" ucapnya sembari melayangkan pukulan padaku. Tapi aku berhasil menghindarinya.
"Udah bang. Gw gak ikut-ikut. Kalian selesaiin aja sendiri dah. Males gw" ucap temannya tadi.
"Dengan senang hati" ucapku sambil tersenyum menyerigai.
Ganis masih berusaha menahanku dengan mendatangiki dan menarikku. Tapi aku menyuruhnya mundur kembali ke motor. Sedangkan orang yang menantangku tadi malah mengucapkan kata-kata yang lebih kurang ajar.
"Sini aja neng sama abang. Kita enak-enak. Hahaha" ucapnya sambil berusaha meraih tangan Ganis.
Mendengar ucapan orang itu, Ganis pun jadi ikut emosi. Dia pun lantas mundur setelah sebelumnya mengucapkan sesuatu padaku.
"Hajar dia, Om. Tapi jangan sampai kamu kena pukul" ucapnya. Aku pun hanya tersenyum.
"Loe mau tangan kanan apa tangan kiri loe yang gw patahin?" Ucapku.
"Aaaah banyak bacot loe" ucapnya sembari menyerangku dengan pukulan yang sama sekali tidak terarah dan tidak bertenaga.
Aku yang dalam kondisi jauh lebih sadar dan lebih fit bisa dengan mudah menghindari pukulan orang itu. Melihat pukulannya tidak mengenaiku, dia lantas mencoba menendangku. Tapi lagi-lagi aku dengan mudah bisa menghindarinya. Berkali-kali dia berusaha menyerangku tapi tak satupun serangannya mengenaiku. Aku masih bersabar menghindari setiap serangan orang itu sambil mengamati dan mencari celah untuk menyerang balik. Setelah beberapa kali dia berusaha menyerangku, akhirnya aku mendapatkan kesempatan. Aku memukulnya tepat di ulu hati. Tidak terlalu keras tapi berhasil membuatnya berlutut seketika dan merintih kesakitan. Tak mau kehilangan kesempatan, aku langsung melayangkan tendangan tepat di mukanya. Sangat telak hingga membuatnya langsung jatuh telentang tak sadarkan diri. Aku yang masih belum puas sudah membuatnya pingsan hanya dengan dua pukulan pun berusaha mendekat untuk melukis wajahnya dengan lebam biru. Tapi belum sempat aku mendekatinya, Ganis tiba-tiba memelukku dari belakang dan menahanku supaya tidak berbuat lebih jauh. Teman orang itu juga segera berlari mendekatiku berusaha menahanku.
"Om udah om.. dia udah gak sadar. Jangan berlebihan nanti urusannya bisa panjang" ucap Ganis.
"Udah-udah bang.. dia udah gak bisa ngelawan. Biarin gw yang urus dia. Gw minta maaf atas kelakuan temen gw bang" ucap temannya.
"Ya udah.. kalo temen loe masih gak terima, silahkan cari gw. Gw tinggal di kota *****, kecamatan ********, Desa ********. Loe tanya aja sama warga kampung gw semuanya kenal. Nama gw Arga" ucapku.
"Ooh.. loe orang situ, Bang? Kenal sama Bang Iwan?" Ucapnya.
"Iwan mana? Iwan preman? Iye kenal. Dia tetangga gw. Masih sodara juga" ucapku.
"Iye bang Iwan yang pegang pasar *******. Wah kalo sodaranya bang Iwan, ampun gw bang. Gak mau gw berurusan sama dia. Gw minta maaf bang" ucapnya sambil menyalamiku.
Aku penerima uluran tangannya untuk bersalaman. Nampaknya daerahku masih punya nama di sini. Dan Bang Iwan yang masih saudara jauhku yang terkenal preman ganas di sini juga disegani. Aku pun pergi meninggalkan orang itu setelah memastikan orang yang kupukul tadi masih hidup.
"Ayo, Til" ucapku.
"Kita pulang ke kost aja, Om. Gak usah ke bukit cinta. Aku takut. Apalagi tadi kamu udah bikin orang pingsan" ucap Ganis.
"Lah kok malah balik? Lagian tadi kan aku belain kamu, Til. Aku gak terima kalo kamu dilecehkan kayak gitu" ucapku.
"Iya makanya kita pulang aja. Aku takut nanti ada orang jahat lagi. Iya kalo orangnya mabok kayak tadi gampang dirobohin. Kalo orangnya lebih kuat dari kamu? Kalo dia bawa senjata? Gak gak.. aku gak mau.. pokoknya pulang" ucap Ganis.
"Iya iya.. ya udah kita pulang aja" ucapku.
Akhirnya rencana kami tahun baruan pun gagal total. Aku dan Ganis pun terpaksa kembali ke kost. Sesampainya di kost ternyata Septi dan beberapa temannya masih terjaga. Mereka sedang kumpul di teras kost untuk tahun baruan di situ. Sebagian juga ada cowoknya ikut ngumpul di situ.
"Loh kok balik lagi, Nis?" Tanya Septi ketika aku dan Ganis sampai.
"Ada masalah dikit tadi. Makanya balik lagi" ucapku.
"Masalah apaan mas?" Tanya Septi penasaran.
"Tanya Ganis aja tuh" ucapku.
"Iih kok aku sih. Kan kamu tadi yang habis bikin orang pingsan, Om" ucap Ganis.
"Haaaah??? Bikin orang pingsan? Gimana ceritanya mas?" Tanya Septi.
Aku pun menceritakan semua kejadian tadi kepada Septi dan yang lainnya yang ada di sini.
"Ya udah tahun baruan di sini aja kalo gitu. Malam tahun baru kayak gini jalanan kan emang rame banget. Rawan juga, banyak orang jahat" ucap Septi setelah aku selesai cerita.
"Iya, Sep. Aku takut banget tadi. Apalagi pas si om berantem" ucap Ganis.
"Tapi menang kan? Keren mas. Kapan-kapan aku mau lihat kamu berantem. Hahahahaha" ucap Septi.
"Sialan. Orang berantem kok pengen ditonton" ucapku.
"Tapi beneran aku penasaran mas. Pasti kayak di film2 berantemnya. Keren banget" ucap Septi lagi.
"Keren2 pala loe miring.. takut banget tau.." ucap Ganis sewot.
"Hahahahaha.. udah2.. kita begadang di sini aja. Bentar lagi udah mau ganti tahun nih" ucap Septi.
Benar saja. 15 menit lagi memang jam 12 malam. Artinya sebentar lagi tahun akan berganti. Harapanku di tahun mendatang hubunganku dengan Ganis bisa terus langgeng dan segera bisa mendapatkan restu dari orang tuanya. Akhirnya kami melewati moment pergantian tahun di teras kost Ganis bersama teman-temannya. Meskipun rencana semula pada akhirnya gagal, tapi kami semua tetap senang dan lega. Ganis senang karena bisa merayakan moment pergantian tahun bersamaku meskipun dengan cara yang sederhana, hanya di teras kost di temani canda tawa dan cemilan ala kadarnya. Aku pun juga senang karena bebas dari hingar bingar keramaian banyak orang yang sering kali membuatku tak nyaman. Meskipun kami harus melaluainya dengan sport jantung terlebih dahulu akibat betantem dengan orang di jalanan.
0