Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

tnopiarAvatar border
TS
tnopiar
PENGGALAN PENGALAMAN MISTIS PENDAKIAN RINJANI


Penasaran ku yang semakin bertambah karena cerita dari salah seorang pemangku adat di salah satu desa yang berada di pulau Lombok tentang bagaimana seharusnya mendaki salah satu gunung tertinggi di Indonesia ini. Sedikit demi sedikit aku bertanya tentang pengalamannya itu dan akhirnya terjadilah pembicaraan penjang tentang hal itu.


Cerita ini berawal dari cerita gunung samalas yang erupsi sangat dahsyat pada kala itu yang mengakibatkan seluruh permukaan dunia diselimuti awan debu dan ledakan tersebut menyisakan kaldera yang sangat luas dan dalam dan salah satunya adalah gunung rinjani. Keadaan desa sekitarnya pun makmur, tanah yang subur, air yang mengalir dari mata air yang rasanya manis, seolah ini bisa melupakan bencana yang telah terjadi ratusan tahun lalu. Adanya mitos sosok perempuan nan rupawan yang dikisahkan menghilang dan merupakan keturunan para bangsawan pulau Lombok yang akhirnya mendiami dan menjaga ketentraman daerah tersebut semakin membuat pembicaraan kami semakin menarik.


Pemangku adat ini pun mulai bercerita tentang tata cara untuk mendaki gunung ini, dengan niat yang bagus dan hati yang bersih dan dalam perjalanan pun jangan pernah berbicara yang kotor atau beerprasangka aneh tentang apapun karena akan menjadi musibah nantinya. Sebenarnya sebelum berangkat pun perlu adanya ritual khusus katanya, “harus ada yang membukakan pintu”. “Pintu kemana saja ya kek” kataku, dan ternyata bukan. Membuka Pintu (dalam bahasa sasak Lawang)  dimaksudkan untuk penghormatan dan meminta keselamatan kepada Tuhan dan apa yang akan menjadi hajat kita nantinya akan tersampaikan. Akupun semakin penasaran tentang cerita yang mungkin akan sangat di luar logika pemikiran akal sehat manusia ini, tapi terlintas sebuah pengalaman aneh waktu aku menuruni lereng yang curam menuju danau Segara Anak yang merupakan peristirahatan yang sangat istimewa di tempat itu. Waktu itu ketika kami enam orang dari satu rombongan berjalan santai karena jalannya sudah agak landai dan cuacanya agak berkabut, seketika itu pula ada pasangan bule yang bertanya tinggal berpa jam untuk sampai ke Danau, dan kami mengatakan kira-kira 1,5 jam perjalanan dengan santai dan merekapun pergi. Kamipun melanjutkan perjalanan setelah 5 menit beristirahat karena perut sudah mulai keroncongan, dan kebetulan aku berada di paling depan membelakangi lima temanku ini, “Hai jalan yang pelan” kata si Andrey menyuruhku pelan, “ia, santai” kataku. Padahal jaraknya baru 5 meter. 15 menit pun berlalu dan aku menoleh ke belakang dan ternyata di luar dugaan teman-teman di belakang tadi tidak kelihatan sama sekali, akupun berinisiatif untuk menunggu di bawah pohon besar nan rindang di tepi pinggir jalan setapak, 30 menit aku menunggu tapi mereka tak kunjung sampai juga dan akupun memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke danau seorang diri, sesampai di danau aku duduk melihat dua sejoli yang sedang memancing mendapatkan ikan yang cukup besar. Sepuluh menit  menunggu tiba-tiba dari arah belakang ada orang yang memukul kepalaku, “kenapa kau tinggalkan kami”, “siapa yang ninggalin?, kan aku tunggu di bawah pohon rindang pingir jalan selama setengah jam tadi” jawabku. “lhaa,, aku ngejer kamu 1 jam, malah aku suruh Adi ngejar kamu tapi tak ketemu terus balik lagi” katanya. Adi adalah kawan penduduk setempat yang kerjaannya menjadi porter yang memikul barang 40 kilo di bahunya mengantarkan tamu yang hendak mendaki. Mendengar pernyataan kami ini Adi berkomentar “cukup jangan diceritakan lagi, ini perbuatan mereka”,.


Mendengar cerita ku sang kakek tersenyum saja, sambil menghisap rokok dan hendak menyeruput kopinya. “itu baru satu yang kamu alami”, “kakek berapa?” tanyaku penasaran. “Kakek sih sering” pungkasnya. Kakek pun meceritakan pengalamannya itu dari hendak menuju ke Gunung Baru Jari yang berada di tengah Danau Segara Anak, yang merupakan anak gunung rinjani yang aktif. Sesampainya di sana dengan seorang kawan mereka langsung melihat savana yang isinya berbagai macam hewan apapun ada di sana, kemudian dipersilahkan untuk duduk oleh pemilik hewan-hewan itu. Setelah menceritakan penjamuannya di lereng Gunung Baru Jari meceritakan pengalaman mistisnya di Goa Susu, Gunung Mas, Puncak Rinjani, Pelawangan Sembalun, Pelawangan Sangkareang dan masih banyak lagi yang tidak bisa dia ceritakan.


Saya juga sempat diceritakan oleh teman yang profesinya sebagai tim Medis para pendaki Rinjani ketika dia bermalam di danau dan melihat ada banyak orang yang hendak melakukan pemakaman sambil mengusung keranda, kebetulan saat itu masih sepi pengunjung belum banyak yang jadi korban film 5CM. setelah dilihatnya tempat itu pagi hari memang tidak ada apa-apa.
 
 
Mau merasakan sensasi itu silahkan datang sendiri…!!!





PART I- AWAL
PART II- PENUNGGU MATA AIR
PART III-BUKIT PENYESALAN
Diubah oleh tnopiar 25-09-2018 12:54
anasabila
anasabila memberi reputasi
3
9.3K
25
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.6KAnggota
Tampilkan semua post
tnopiarAvatar border
TS
tnopiar
#8
Perjalanan pun dilanjutkan, mungkin ini adalah hari yang berat tapi menantang, melewati sebuah hutan kecil yang menutupi aliran sungai mati yang airnya tak kan ada kalau hujan tak turun. Langkah demi langkah, tak adapun dari kami yang melakukan obrolan karena jarak kami yang tidak berdekatan.

“Woyy.. Air Dong” kata Hendara dari arah paling belakang, rupanya dia banyak menghabiskan jatah persediaan airnya.
“Ini.. Dua Teguk ya, soalnya pos tempat pengambilan air belum ada di sekitar sini” sambil memberikan botol Didi Menjelaskan.
“Sambil jalan kita ngobrol saja, mungkin akan terasa santai saat perjalanan nanti” aku memberikan inisiatif.

Percakapan dimulai sambil berjalan, obrolan konyol, mistis, berandai-andai kalau di sini ada penjual Es Cendol, sampai-sampai ada yang curhat tentang kehidupan pribadinya dalam perjalanan ini, Ternyata seru.
Kami melihat Daerah lapang yang dikelilingi oleh rumput-rumput setinggi pundak orang dewasa yang disana berdiri sebuah bangunan semi permanen yang terlihat seperti sebuah persinggahan yang disalah satu sisi bertuliskan Pos Pemberhentian I, tak seorang pendakipun yang kami jumpai. Mungki sudah berjalan duluan, karena menurut teman yang sudah pergi disini lebih dahulu jarak Pos I dengan Pos II agak dekat dan jalannya masih landai.
Kami memutuskan untuk berangkat dan meninggalkan Pos pemberhentian pertama itu, jalanannya pun lebih landai dari jalur awal yang kami lewati. empat puluh lima menit kami berjalan dengan mempercepat langkah dan akhirnya sampai di sebuah jembatan yang konon katanya menjadi tempat peristirahatan favorit bagi para pendaki pada siang hari, dan di atas tebing adalah Pos Peristirahatan ke II yang biasanya para tamu beristirahat sejenak melepas lelah setidaknya menyantap sedikit bekal yang dibawa.

“Kita istirahan di sini dulu 15-20 menit lagi nanti kita lanjut” Andrey memberi instruksi, karena dia yang kami tunjuk sebagai pemimpin.
“Baiklah, mari makanan di sini saja, kebetulan perut sudah terasa kosng” kataku sambil menurunkan Carrier yang ku bawa.
“Di sini kan yang tadi malam kamu..” Didi berkata sambil melihat kawan yang lain.
“Ya, di sini” aku menegaskan sambil menganggukkan kepala.

Semua mengeluarkan bekal yang ada, mengelarkan kompor portable yang berguna untuk memasak air nantinya. Di bawah jambatan ini terletak mata air yang sudah diberi penampungan agar para pendaki tidak kerepotan kalau airnya habis.
Salah satu teman kami, Burhan berinisiatif mengambil air karena persediaan kami sudah menipis.
Auranya berbeda dari tempat yang lain meskipun tadi dua kali melewati hutan yang sepi.
Akupun teringat kembali dengan kisah temanku yang menjadi Tenaga Medis yang sering bolak balik mengawal tamu untuk mendaki, dan kisah ini telah aku ceritakan ke teman-teman ini waktu di penginapan.
Singkat ceritanya begini, Pernah sesekali dia berhenti di Pos Peristirahatan II ini sekitar pukul 12 malam itupun karena dia membawa tamunya untuk kembali, anehnya ketika sampai di Pos ini tamunya minta didirikan tenda, Munginkin karena sudah kelelahan atau kedinginan.
Mendirikan Tenda pun sudah selesai, tinggal menyiapkan kayu bakar dan makanan. Kebetulan persediaan airnya juga sudah menipis dan sebaiknya mengambil air di bawah jembatan sembari menemani temannya yang menjadi porter pendakian ini mencari kayu bakar. Senterpun mereka nyalakan dan turun menyusuri jalan licin di tepi tebing yang tidak begitu curam.
Sesampai di mata air, dia membuka tutup botolnya dan dari arah kanan yang terdapat tumpukan batu-batu besar terdengar suara aneh, dan dia terus memperhatikan suara itu sambil mengisi air ke dalam jerigen 5 liter.
Bulu kuduknya pun berdiri dan dengan berhati-hati dia menoleh kearah samping kanannya, rasa takut dan penasarannya pun bercampur menjadi satu. Semakin dia memperhatikan semakin jelas suara yang didengarkan.
Alunan irama sedih yang sangat kecil pun terdengar dari balik tumpukan batu besar itu. Dia segera memberikan isyarat senter kepada kawan porternya yang sedang mencari kayu bakar yang sekitar seratus meter jaraknya dari mata air. Kawannya pun menyahut “Kenapa? Ada apa?” dia tak berani berkomentar karena saking takutnya, suara itupun lenyap ketika kawan porternya itu menyahut tadi.
Jirigen sudah penuh dan perlahan-lahan dia melangkahkan kakinya ke arah kiri dan otomatis membelakangi tumpukan batu-batu besar itu, diapun berjalan sekitar empat langkah dari sana dan meminta temannya cepat untuk datang.

“Ada apa?” tanya temannya
“Itu, di belakang batu, ada yang nyanyi”
“ Ga ada suranya” jawabnya lagi

Sambil melihat ke arah belakangku diapun mengarahkan cahaya senternya
Seorang wanita berambut panjang sedang duduk di atas batu sambil menyisir rambutnya yang lurus terurai melantunkan lagu sedih dengan suara yang sangat kecil dilihatnya disana, temannya pun terdiam bergetar melongo melihat menampakan sosok putih berambut panjang itu, melihat kejadian itu diapun berlari sambil menggandeng tangan kawannya.
Sesampainya di tenda mereka terdiam, dan pura-pura santai seolah tidak ada apa-apa yang terjadi tetapi banyak keringat dingin keluar dari tubuhnya.
Berbicara dengan kedua tamu membuatnya melupakan hal itu untuk sejenak.
Saatnya istirahat, para tamupun segera masuk kedalam tenda yang telah disiapkan khusus mereka. Mereka mematikan api dulu supaya tidak terjadi kebakaran nantinya.
Di dalam tenda mereka mengingat kejadian mengerikan tadi tapi tetap berusaha untuk tidur, dan di dalam tidurnya pun mereka berdua dipertemukan kembali dengan sosok yang sama ditempat yang sama namun dalam wajah yang berbeda. Wajah cantik bagi putri, rambut yang panjang yang dipenuhi dengan hiasan bunga melati dan cendana yang memperkuat aroma mistisnya.
Saat kami sedang menyantap bekal tak sengaja Si Hendra menyapa seseorang yang berkulit agak hitam, tapi perawakannya tidak begitu tinggi tapi tampak kekar, dia memikul beban di pundaknya yang mungkin beratnya bisa mencapai 40 kg.

“Adi..” serunya
“Hai, Ndra” Adi balik menyapa
“Bagaimana Kabarmu?”
“Baik Ndra” sambil menjabat tangan kami dan berkenalan langsung.
“Kenapa gak ngabari kalau mau naik?” tegas Adi.
“Aku lupa rumahmu, kontak mu juga hilang.” Maklum mereka sudah berpisah 2 tahun sejak kelulusan dari SMA.
“Rombongan di mana?” tegasku
“Ada di belakang, 2 orang dari Prancis” jawabnya

Ternyata sekarang dia berprofesi sebagai seorang porter pendakian mungkin lebih tepatnya sebagai pekerjaan sampingan kalau tidak sibuk di sawah.

“Di… Istirahat di sini, dulu sambil menunggu rombongan.” Burhan mengajak sambil menyodorkan air untuk Adi.
“ Ia memang, di sini selalu menjadi tempat paforit untuk istirahat.” Katanya membalas.

Obrolan panjang pun terjadi, akupun penasaran dengan cerita temanku yang pernah melihat sosok astral di tempat ini dan akupun mempertanyakan hal itu kepada Adi.

“Benar” kata Adi sambil mengeluarkan perlengkapan memasak untuk para tamunya.
“Kebanyakan orang yang sempat menginap di sini pasti sudah melihat sosok itu, tapi hanya sebatas menampakkan diri saja, bisa dibilang dialah penunggu mata air itu,” tegasnya.

Bulu kuduk ku pun berdiri mendengar pernyataan itu.
“Ternyata Benar” kataku sambil memandangi teman-teman yang lain.
0
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.