Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

kulon.kaliAvatar border
TS
kulon.kali
YANG HIDUP BERCERITA (Dwilogi 100 Tahun Setelah Aku Mati)
YANG HIDUP BERCERITA


(DWILOGI 100 TAHUN SETELAH AKU MATI)


 
YANG HIDUP BERCERITA (Dwilogi 100 Tahun Setelah Aku Mati)

Jika cerita lalu tentang kematian, maka ini cerita tentang hidup


 
MUKADIMAH



Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh



Sudah cukup lama sejak pertama kali akun kulon.kali memposting 100 Tahun Setelah Aku Mati pada 2016 yang lalu. Tidak terasa dua tahun sudah terlewati, dan ternyata benar bahwa perpisahan itu menyisakan rindu.


Kali ini perkenankanlah saya (WN) mewakili Mas Rizal untuk berterimakasih sebesar-besarnya kepada Mimin, Momod, dan semua agan dan agan wati jagad KASKUS yang sudah membaca 100 Tahun Setelah Aku Mati. Berkat dukungan dan doa dari semua agan dan aganwati di sini, 100TSAM sudah menjelma menjadi sebuah Novel yang bisa di terima dengan baik oleh pembaca tanah air, pernah juga di pentaskan dalam sebuah pertunjukan teater di Jogja, dan tak lama lagi akan di angkat sebagai film layar lebar.

Spoiler for Novel:


Spoiler for Teater:


Semoga cerita tersebut dapat menginspirasi dan di ambil hikmahnya oleh seluruh mata dan hati agan serta aganwati.


Dalam cerita ini saya berusaha memperbaiki cara penulisan yang begitu acakadutdi 100TSAM, semoga lebih nyaman untuk di baca.

Saya juga menulis cerita dengan judul CERMIN di SFTH , namun mohon maaf belum mampu saya lanjutkan karena beberapa sebab. Doakan nanti bisa kembali saya lanjutkan.

Oke, kembali ke topik.


Kali ini sesuai permintaan si empu cerita, saya akan kembali membahasakan kisah mereka yang sudah kalian kenal pada cerita lalu. Kisah ini merupakan jawaban atas pertanyaan kalian yang mungkin sudah ada sejak setahun lalu.

untukmu yang belum membaca kisah sebelum ini, silahkan klik


100 Tahun Setelah Aku Mati
untuk informasi Novel dan Film via ig @wn_naufal

 
“Cerita kemarin mengenai romantika maut, tapi sungguh jangan kalian sesali. Karena sejatinya perpisahan dan kematian merupakan akibat dari pertemuan dan kelahiran. Akan kuajak kalian bertualang, ke kehidupan mereka, dan kisahnya di mulai!”
--------------------




SEBUAH PROLOG
 
 Aku akan menceritakan padamu sebuah cerita, kugunakan bahasa dan tutur kata yang tertulis dalam aksara. Aku adalah orang baru yang tidak tercantum dalam cerita sebelum  ini. Namun demikian, namaku tersirat oleh suamiku yang menyebut nama lainku beberapa kali.



Seperti yang kalian duga aku adalah istri dari orang yang kalian kenal bernama Rizal, nama tengahnya adalah Markus, MUNGKIN namanya adalah Markus Horizon, atau Markus Fadillah, bisa juga dengan nama Markus Notonegoro, atau juga Markus-Markus lain, pokoknya banyak. Emmm tapi aku membayangkan sebuah nama “Rizal Markus Hartono”Terdengar keren kan? Nama belakanya seperti nama Almarhum Bapaknya.


Tapi sebenarnya Hartono bukanlah nama belakangnya, ataupun nama Bapaknya. Aku juga tidak menjamin nama Markus adalah nama tengahnya yang asli, dan nama Rizal tentunya hanya bisa kamu gunakan di dalam tulisan ini, tapi sebaiknya kita pakai nama terakhir tadi. Yaa walaupun nama itu hanya berlaku sampai lembar terakhir cerita.


Oke oke, aku minta maaf karena aku benar-benar tidak bisa memberitahumu, karena sssstttt ini adalah cerita rahasia, dan kalian sudah diperbolehkan menyimak sebuah rahasia. Makanya jangan tanyakan lagi, setuju?
Ahhh Great... Kalian memang sahabatku, baiklah kita lanjutkan perkenalan kita.
 Aku adalah istri keduanya, kalian tau? Aku adalah bunga kertas miliknya, milik mas Rizal dan juga milik Abima. Dalam cerita ini akan kuceritakan padamu mengenai sebuah mimpi miliku yang kebanyakan dari kalian sudah raih begitu mata kalian terbuka.


Akan kuceritakan lagi sebuah kisah bagaimana aku menemukan dan ditemukan olehnya, atau bisa juga ini kisah tentang bagaimana kami saling dipertemukan. Kepada dua orang itu, Risa dan Rizal, orang yang bahkan tidak kuduga akan mengukir sebuah takdir yang tidak bisa kutolak.


Satu hal yang kudapati dari kisah yang kulakukan sendiri ini adalah betapa aku dan mungkin kita semua, hidup dalam sebuah garis yang dibuat sang pencipta, kadang garis itu lurus, namun juga kadang berkelok, beberapa kali kualami garis yang kulalui harus saling bersimpang siur seperti benang kusut yang harus kuurai sendiri, jangan sombong dan mengatakan bahwa “aku menggambar sendiri garisku” karena kalian sebenarnya tidak menggambar garis, kalian hanya mewarnainya. Membuat semburat berona agar garis yang kalian lalui itu bercorak, kadang gelap seperti hitam, kadang terang seperti putih dan kuning, kadang dalam seperti biru, kadang juga sejuk seperti hijau, kadang berkobar seperti merah, atau bahkan sendu seperti abu-abu. Seperti hidup ini, kita hanya bisa merubah nasib, namun tidak bisa kita melawan Takdir.


Satu saranku kepadamu sebelum melanjutkan lembar demi lembar tulisan ini adalah, jangan menebak endingnya. Karena sama seperti cerita 100 Tahun Setelah Aku Mati, cerita ini adalah tentang proses, dari peristiwa satu ke peristiwa lain yang berkaitan, endingnya ada di kepala dan hati kalian. Tentang bagaimana cara kalian menerjemahkan isi tulisan ini...
 
Cerita ini kami persembahkan untuk semua tokoh dalam cerita, dan semua mata hati para pembaca...
Teramat khusus untuk Risa..
 
-Asterina Afet Nebia


-----------------------------------





SEBUAH PROLOG LAGI

 

Sebenarnya kalian sudah tidak asing denganku….. bukan, aku bukan Sari. Saat cerita ini ditulis Sari sudah tidak disini lagi, maksudku tidak berada di dunia dimana aku dan kalian hidup.Lalu siapa aku?  tentunya aku adalah Rizal, teman dari Sari, suami dari Risa dan Asterina, dan juga Ayah dari Abima. Yaa memang benar sih, hampir dari kesemua nama itu telah kurubah susunan huruf baik vokal dan konsonannya serta bunyi pelafalnya tapi setidaknya kalian jadi mengenal kami dari nama-nama itu.

Nama Istri keduaku adalah Asterina Afet Nebia, hhmmm, nama yang unik, nama itu memang bukan berasal dari kosakata endemik daerah sini.  Itu aku sadur dari bahasa tanah leluhurnya, dan lagi nama itu hanya nama yang kusematkan padanya dalam cerita ini, nama aslinya sungguh tak bisa kusebutkan.Yaa karena seperti kata dia tadi, ini adalah cerita rahasiaaa.

Sssstttt... sebaiknya kupelankan suaraku. Dan kita harus kongkalikong  untuk menjaga rahasia  ini tetap terjaga. Kalian setuju? Naahhh kalian memang benar temanku, sekarang aku tidak akan ragu membagi kisah dwilogi ini.

Dalam cerita kali ini kalian akan bertemu denganku lagi, mengenal lebih dalam tentang kami, bahkan jauh lebih dalam dari pada cerita sebelumnya. Kali ini akan dibagikan sebuah judul tentang perpisahan, dan sebuah pertemuan. Kisah mengenai derita dan bahagia yang saling bersanding berbatas sekat setipis lidi. Kisah mengenai janji tak tertagih, kepada hati yang tak terganti.

 Tak akan aku bersapa lama dengan kalian di halaman awal ini, tentunya kalian sudah mengenalku sangat baik lewat 740 halaman cerita sebelumnya, kali ini kugunakan nama yang lebih lengkap.. sesuai yang sudah diberikan istriku pada prolog pertama.

 

Cerita ini kami persembahkan untuk semua tokoh dalam cerita, dan semua mata hati para pembaca...

Jika cerita pertama untuk Sari, maka cerita ini untukmu Nduk.


-Rizal Markus Hartono


INDEKS:
1. PART 1 RINDU!
2. PART 2 PENUNGGU MAKAM
3. PART 3 AWAL MULA
4. PART 4 GADIS BIJAK
5. PART 5 BERTEMU BAPAK
6. PART 6 WANITA SELAIN RISA? (Bagian 1 )
7. PART 7 WANITA SELAIN RISA? (Bagian 2 )
8. PART 8 WANITA SELAIN RISA? (Bagian 3 )
9. PART 9 APAKAH AKU MEMBUNUHNYA?
ATTENTION PLEASE !
Diubah oleh kulon.kali 16-05-2022 08:20
JabLai cOY
alcipea
drajadgalih
drajadgalih dan 188 lainnya memberi reputasi
173
205.6K
768
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread43KAnggota
Tampilkan semua post
kulon.kaliAvatar border
TS
kulon.kali
#17
GADIS BIJAK
Kami masih berada di green house itu sambil menemani Risa yang sedang heboh menawar beberapa pot anggrek bulan dengan harga yang dia tawar sadis dan seporadis.

“Nduk, dari pada kamu nawarnya ngawur gitu, mending kamu minta gratis aja” kataku dengan sewot kepada Risa, kali ini aku memihak ibu itu yang kurasa sedang dizolimi oleh Risa.

“Iih mas, apaan sih bukannya belain aku” katanya sambil berbisik dan mencubit lenganku.

“Gimana mau belain kamu, lha wong kamu ngaco begitu. Harga 100 ribu kok ditawar 30ribu, bikin malu aja” balasku dengan tidak kalah ketus.

“Yauwis aku gak usah nawar, harganya 100ribu, aku mau beli sepuluh biji, bayarin yakk” jawabnya lagi dengan lebih rese.

“Weett, sepuluh biji? Buat apaan??. Sepuluh biji jadi sejuta dong” kataku sambil bergidik.

“Iya, mau enggak beliin segitu?”

“Hiii.. nehi lah ya, keluar duit sejuta Cuma buat beli kembang” jawabku membela diri.

“Yaudah gausah bawel, cintamu tuh berat diongkos Mas” ujarnya sambil memonyongkan bibir mengejeku.
Aku tau dia bercanda, tapi dari pada cari perkara dengan cewek cerewet ini lebih baik aku diam dan pasrah, aku mengedipkan mata kepada ibu itu untuk mengisyaratkan aku sudah menyerah menghadapi anak ini, sekaligus sebagai isyarat maaf kalau ini anak kebangeten banget dan memilih memperhatikan bagaimana ibu itu sedang bertahan memperjuangkan dagangannya agar tidak bangkrut digulung inflasi yang disebabkan oleh Risa.

“Risa!! Kamu kok sampe sini?” terdengar teriakan memanggil nama Risa, yang membuat kami menoleh keasal suara.

“Jasmine!! Loh ini rumahmu?” pekik Risa sambil menghampiri seorang cewek yang berjalan kearah kami. Kedua cewek itu ngobrol dengan suara tinggi, seperti mereka itu sedan bicara dari jarak jauh, padahal saling berhadapan.
Kayaknya ini satu type kayak risa. Sama-sama bawel, sama-sama rempong. Kalo ibarat kenalpot motor mungkin mereka ini buatan pabrikan yang sama. Batinku sambil memperhaikan gadis yang di panggil Jasmine oleh Risa itu.

“Mas, kenalin ini temen sekalasku. Namanya Jasmine. Min ini yang sering aku ceriatain kekamu itu lho” kata Risa dengan sangat semangat.

“Waaah ini to yang jadi topik omongan Risa, hehe. Saya Jasmine mas” kata cewek yang berparas arab itu.

“Ehh bentar deh min, jangan bilang ini greenhouse punya keluargamu?” tanya risa menyelidik.

“Lha emang iya, kenapa emang ris?”

“Ehh.. hehe gapapa” kata Risa dengan gesture tubuh yang kikuk. Risa kemudian memutar badan dan menuju kearah Ibu dari Jasmine Tadi.

“Hehe bu, saya jadinya ambil satu aja ya bu. Pake harga awal” kata Risa dengan wajah merah menahan malu.
Ibu itu tersenyum lembut sambil bicara.

“Mbak ini tadi mbok bilang kalau temennya Jasmine, kan nanti saya bawain gratis buat mbak” ucap ibu itu.

“Ehhh hehe enggak bu, gak usah repot-repot. Hehe maaf bu, saya nawarnya ngaco tadi”

“Sssstt.. mas, bantuin napa sih? Malu aku, gak enak sama ibunya jasmine ini lho” kata Risa yang menyenggol lenganku meminta bantuan agar rasa malunya sedikit berkurang.

“Sukurin! Salah siapa ngawur gitu. Kena batunya sendiri kan” kataku sambil menahan tawa.
Yaa dan akhirnya kalian tau?, entah apa semua cewek itu bertabiat sama soal barang gratis atau memang Risanya aja yang urat malunya udah putus, jadi dia menerima bujukan dari Ibunya Jasmine untuk dua pot anggrek bulan gratis tanpa biaya.

“Hehe, makasih banyak lho bu. Jadi enggak enak lho saya” katanya dengan tengil sambil menggaruk kepalanya yang jelas tidak gatal itu.

“Hadehh dasar, apanya yang gak enak” batinku dalam hati sambil mengurut jidat
--
Kami masih berada disana untuk beberapa lama, sambil menungggu Risa menuntaskan hasrat bawelnya itu dengan ngobrol secara heboh bersama Jasmine. Sampai tiba-tiba Risa berbalik badan dan setengah berteriak kearahku.

“Mas, abis ini makan yuk” ajaknya semangat.

“Makan lagi makan lagi..” jawabku dengan malas.

“Iiihhh, sekalian nraktir Jasmine sama si Rina adiknya tadi, kan aku uda di kasih bunga gratis”

“Eh?, Rina tadi adiknya Jasmine?”

“Ho’oh mas. Yaaa mau ya”


“Ayok deh” jawabku mengiyakan ajakan Risa.
Perlu beberapa lama sampai Jasmine mampu menggandeng adiknya keluar dari rumah. Dugaanku Rina ini memang butuh sedikit dibujuk kalau berpergian, aku dapat memahaminya.
Kupacu kendaraanku, menyusuri jalanan yang menanjak dan berkelok hingga kami sampai di sebuah rumah makan yang kami tuju, sebuah makan di lereng merapi, menyuguhkan pemandangan dataran tinggi yang memanjakan mata.

“Mas, foto yuk” ajak Risa mulai merajuk setelah kami selesai makan.

“Gak mau, males” jawabku sekenanya.

“Yaudah fotoin aja ya” katanya dengan tengil

“Di ajak foto aja gak mau apalagi suruh motoin sih duk” balasku dengan sewot.

“Diihhh diihh, kepedean.sapa yang ngajak foto sih mas? Kan tadi tak tanyain mau foto nggak? Bukan ayo foto bareng. Salah siapa mukanya bonyok gitu” katanya dengan tertawa mengejek, kujawab ledekanya barusan dengan ngedumel saja tidak jelas, sambil sesekali melirik Rina yang sedang tertawa tertahan.

“Yaudah, mas disitu aja.. jagain tuh si rina, awas aja ya kalo rina sampe kenapa-napa. Anak orang dijagain!”

“Iya wel bawel”
--
“Ada apa Rin?” tanyaku kepada gadis itu.

“Ehh, emm enggak mas. Lucu aja curi denger obrolan mas Rizal sama Mbak Risa, maaf ya gak sopan”.

“Ahh, gak perlu minta maaf. Gak perlu curi denger juga suara kayak Toa si Risa bakal kedenger sampe tempat parkir” balasku sambil menggaruk kepala yang tak gatal.

“Hehe mas rizal ini tipe cowok dibawah kuasa pasangan ya?” tanya dia untuk membuat obrolan.

“Waahh tau aja kamu rin.” Jawabku lagi...
Kulihat gadis itu, dia gadis yang memiliki wajah ala-ala timur tengah entah kebetulan atau memang dia ini seorang keturunan, sejenak kucoba menerka kehidupannya kehidupan di dalam kegelapan, di masa kecil sering kubayangkan itu dengan inderaku yang seperti ini, mungkin akan lebih mudah hidupku jika aku tidak bisa melihat sama sekali.

“Rin kamu tau gak?, kadang kita lebih baik gak melihat sama sekali dari pada melihat apa yang gak ingin orang lain lihat” kataku dengan pelan, kalimat itu terucap begitu saja.
Rina sedikit terkesiap saat mendengar pertanyaanku, digerakanya kepalanya untuk menoleh kearahku dan memasang wajah heran,seolah bertanya kenapa aku bertanya seperti itu?

“Eh maaf, sebelumnya apa kamu tersinggung?” tanyaku dengan lebih hati-hati.
Dia menggeleng.

“Oke,gini, sebenarnya banyak yang bisa kita syukuri dari kegelapan rin.. kamu gak perlu melihat ketidak adilan, kamu gak perlu lihat betapa orang itu gak semuanya baik, kamu gak perlu lihat bagaimana sebuah kenyataan itu kadang gak sesuai dengan apa yang kita harapkan, kadang aku ingin kayak kamu.gelap aku gak harus peduli dengan semua ini karena aku gak lihat semua ini” kataku dengan penuh arti.
Rina tidak langsung menjawab, dia tersenyum dan berdiri sambil meraih tongkatnya dan berjalan sedikit kedepan,melawan arah angin, membuat kerudung berwarna jingga yang dia kenakan berkibar terkena angin membuatnya sedikit tersingkap dan memperlihatkan rambutnya yang berwarna gelap.

“Rin, maaf.. apa kamu tersinggung?” tanyaku dengan menyesal karena pertanyaan dan pernyataan aneh yang seharusnya tidak aku ucapkan kepadanya.

“Sama sekali enggak mas, aku Cuma mau ngrasain angin aja. Sejuk, adem... dan kata-kata mas rizal tadi aku kurang setuju... mungkin memang aku juga bakal nyesel kalau bisa melihat kenyataan kalau gak semuanya adil, kalau semua orang itu gak selalu baik, kalau kenyataan itu gak selalu sama dengan doa kita dan apapun itu mas.... aku tau dan aku paham,ada satu hal yang terlewat dari kemungkinan yang mas rizal bilang tadi. adalah mas rizal gak perlu melihat buat merasakanya, mas rizal gak perlu melihat buat tau kalau kadang dunia tidak adil, kadang gak semua orang baik, dan kadang doa kita dijawab dengan cara lain oleh Tuhan.. aku buta. Tapi aku bisa merasakan apa yang dikatakan mas rizal tadi. Tapi bukankah indah mas bisa melihat? Karena dengan melihat mas rizal tau bagaimana harus bersikap atas itu semua tadi, tidak sepertiku yang hanya bisa merasakan aja, tanpa bisa melihat dan bersikap, dan berujung pada kata aku gak harus peduli”
Diakhirinya ucapan lembut itu dengan terpejam, tutur katanya tenang seolah enteng saja dia mengucapkan kalimatny yang mungkin juga berisi pengharapan untuk dapat melihat dunia.
Aku tertegun mendengarnya, jawabanya membuatku malu dimana malah pertanyaanku tadi menunjukan betapa lemahnya aku, betapa aku kembali tidak bersuyukur dengan nikmat Tuhan.

“Mas ?” rina memanggilku pelan, karena sedari tadi aku hanya diam saja.

“Sebenarnya aku mau kasih nasihat, tapi ternyata aku kalah bijak sama kamu...maaf ya Rin, aku paham. Omonganmu tadi bener... gak sepantasnya aku bicara kayak gitu” kataku sambil menggaruk leher.
Rina tersenyum lagi, dan mengangguk kecil dan kepalanya bergerak, seolah sedang melihat pemandangan didepanya.

“Kamu tau rin?, ketika kamu bisa melihat lagi.. kamu mungkin akan jadi salah satu orang paling bersyukur didunia” kataku

“Kenapa begitu mas?”

“Ya seperti katamu tadi Rin, setelah matamu bisa melihat lagi, bukankah indah? Kamu bisa mengambil sikap dari apa yang kamu lihat, bersyukur? Atau malah mengeluh sepertiku tadi?, tapi aku harap kamu pilih pilihan pertama. Aku jadi belajar dari kamu, terimakasih” ucapku dengan lembut kepada gadis bijak itu.
Dia sekali lagi tersenyum, dan berjalan melawan angin, kulihat perbedaan di senyumya, kali ini dia sedikit lebih lepas tersenyum, merayakan kemenangan argumennya.
---
“Rin, kamu benar-benar gadis yang bijak.” Gumamku sambil menekan pedal gas untuk pulang kerumah.
dewisuzanna
yayasakhi201022
itkgid
itkgid dan 26 lainnya memberi reputasi
25
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.