Kaskus

Story

chrishanaAvatar border
TS
chrishana
[MATURE / 21+] Burung Kertas Merah Muda 2
[MATURE / 21+] Burung Kertas Merah Muda 2



Quote:


Cerita ini adalah kisah lanjutan dari Burung Kertas Merah Muda. Kalian boleh membaca dari awal atau memulai membaca dari kisah ini. Dengan catatan, kisah ini berkaitan dengan kisah pertama. Saya sangat merekomendasikan untuk membaca dari awal.


Silahkan klik link untuk menuju ke kisah pertama.


Terima kasih.



Spoiler for Perkenalan:


Quote:

Polling
0 suara
Siapakah sosok perempuan yang akan menjadi pendamping setia Rendy?
Diubah oleh chrishana 02-04-2020 09:31
japraha47Avatar border
aripinastiko612Avatar border
jalakhideungAvatar border
jalakhideung dan 59 lainnya memberi reputasi
54
274.3K
981
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.8KAnggota
Tampilkan semua post
chrishanaAvatar border
TS
chrishana
#504
Chapter 34
Seorang gadis cantik berambut panjang kini sudah bangkit dari perjalanan mimpi yang panjang. Malam yang telah berlalu dan berganti menjadi pagi. Namun sayangnya, matahari masih enggan menampakkan diri. Pukul 04.00 WIB, Rheva sudah bangun dan bersiap menuju kantornya. Tak seperti biasanya dia bangun lebih pagi.

Pukul 05.00 WIB, dia sudah siap. Tak lupa dia membawa hidden cam dan voice recorder untuk ia taruh di ruang kerja milih Gavin Ramaditya, atasan dari Rheva Rahmadhani. Ditemani oleh gemerlap lampu sepanjang jalan, Rheva melangkahkan kakinya hingga ke jalan besar untuk naik kendaraan umum yang akan mengantarkannya menuju tempat di mana dia bekerja.

Hanya butuh waktu kurang dari satu jam, Rheva sudah sampai di kantornya. Suasana masih sepi, hanya ada seorang petugas keamanan yang kebetulan sedang berjaga dari malam hingga pagi hari, serta petugas kebersihan yang sehari-hari menginap di sana.
“Pagi, Bu Rheva! Tumben pagi banget.” sapa petugas keamanan.

“Pagi, Pak! Iya nih ada urusan yang harus saya selesaikan pagi ini.” ujar Rheva. “

Rheva berjalan cepat menuju meja kerjanya. Mengambil sebuah gunting dan perekat lalu melanjutkan langkah kakinya menuju ruangan milik Gavin Ramaditya. Rheva menyalakan voice recorder dan menaruhnya di bawah meja dengan menggunakan perekat, lalu dia juga menyalakan hidden cam yang ditaruh di tempat pena yang terletak di atas meja menghadap ke kursi pengunjung ruangan, tempat biasa Rheva duduk dan digoda oleh Gavin.

Gavin biasa datang sebelum para pegawai masuk. Sekitar pukul 06.30 WIB. Untung saja Rheva berhasil mempersiapkan semua sebelum Gavin datang. Sepuluh menit sebelum kedatangan Gavin, Rheva sudah selesai menaruh peralatan miliknya dan kembali ke meja kerjanya.
****

“Vin...” panggil Ramaditya Aslam, ayah dari Gavin di balik pintu.

“Iya, masuk Pa!” jawab Gavin.

“Gimana hubunganmu sama Anna? Bisa dipercepat gak pernikahan kamu?” tanya ayahanda Gavin.

“Belum jelas jawaban dari Anna, Pa...” Gavin menghela napas panjang, “Pa, kalau aku cari perempuan lain aja gimana?”

“Kamu ini gimana sih! Kita itu kan sepakat untuk menghancurkan hidup keluarga si Nugroho itu termasuk anak-anaknya!” ayahanda Gavin mulai emosi.

“...”

“Si keparat itu pasti mewariskan perusahaannya pada anaknya itu. Kalau suasana hati dan mental si anak itu kacau, mudah buat kita jadi raja kontraktor. Setelah itu, terserah kamu mau ceraikan Anna dan menikah dengan yang lain.” ujar Ramaditya.

“Terus, gimana caranya supaya Anna nerima aku dan nikah sama aku?” tanya Gavin.

“Astaga! Kayak gitu aja masih nanya. Ya kamu hamilin aja duluan!” jawab Rama.

“...”

“Anna cantik loh, Vin... Yakin kamu gak mau ngerasain badannya duluan? Hahahahaha!” ujar Ramaditya.

“Iya iya, Pa... Aku mah tau itu... Duh, ngebayanginnya aja udah bikin aku sakit kepala. Hahahahaha!” jawab Gavin.

Mereka melanjutkan obrolan tanpa sadar bahwa mereka sedang terekam oleh voice recorderyang ada di bawah meja kerja milik Gavin. Memberikan sebuah bukti bahwa memang ini semua adalah rencana jahat dari Ramaditya Aslam. Sebuah persaingan bisnis yang saling menjatuhkan, membuat mereka gelap mata menghalalkan segala macam cara.

Tapi, nasib baik menghampiri mereka. Sang ayahanda Gavin melihat sebuah pena yang bentuknya familiar. Seperti mengetahui bentuk dari pena tersebut adalah sebuah hidden cam. Sontak saja, ayahanda dari Gavin mengambil pena tersebut.
“Pulpen kamu, Vin?” tanya Ramaditya pada anaknya.

“Ya kalau ada di situ pasti punyaku, Pa... Eh, tapi gak tau juga...” jawab Gavin.

“Nah, kan! Ini kamera tersembunyi!” ujar Ramaditya seraya menemukan SD Carddi dalamnya.

“Yang bener, Pa?” Gavin terkejut. “Kurang ajar! Siapa yang berani taruh di sini!”

“Yang punya akses ke ruanganmu siapa selain kamu dan Papa?” tanya Ramaditya.

“Rheva... Oh iya, Rheva Pa!” jawab Gavin.

“Cih! Perempuan jalang!” Ramaditya menghela napas panjang. “Kamu urus dia! Simpan benda ini baik-baik! Kasih dia pelajaran!” perintah Rama pada anaknya.

“Matematika apa Bahasa Indonesia, Pa?” tanya Gavin bercanda.

“Bercanda aja kamu!” Rama memukul kepala anaknya menggunakan map. “Kasih dia pelajaran biologi... Reproduksi manusia... Hahahahaha!”

“Duh, Pa! Jangan bikin aku tambah sakit kepala dong... Hahahahaha!”

****

Waktu sudah menunjukkan pukul 14.00 WIB tepat. Di mana semua pegawai melanjutkan aktifitasnya setelah beristirahat makan siang. Tak terkecuali Rheva, sang sekretaris dari Gavin yang bekerja di perusahaan kontraktor kompetitor dari Nugroho Groups. Rheva sedang fokus mengerjakan pekerjaannya namun konsentrasinya terpecah karena telepon genggam miliknya berdering.
“Halo, Pak...”

“Hai, cantik! Ke ruanganku sekarang ya...”

“Oh, ada apa ya, Pak?”

“Sudahlah jangan banyak tanya... Aku tunggu ya sayang...”

“Iya, Pak... Saya ke sana...”

Rheva menghela napas panjang. Jantungnya berdebar kencang disertai oleh perasaan yang tak karuan. Cemas, takut, dan gundah bercampur menjadi satu. Bukan karena takut disentuh oleh Gavin, namun dia takut juga rencananya diketahui oleh Gavin karena sudah memasang kamera tersembunyi dan perekam suara.
“Permisi, Pak...” Rheva membuka pintu ruangan Gavin.

“Hai, cantik! Sini masuk...”

“Ada apa ya, Pak?” tanya Rheva terbata-bata.

“Jadi begini...” Gavin bangkit dari duduknya dan berjalan memutar di belakang Rheva. “Aku mau tanya...” Gavin memeluk Rheva.

“...” Rheva diam ketakutan.

“Kamu tau nggak ini pulpen siapa ya?” tanya Gavin seraya menunjukkan hidden cam tersebut.

“Sa... Saya... Gak tau... Pak...” jawab Rheva.

“Pulpennya bagus ya. Ada micro SD-nya.” ujar Gavin.

“...”

“Heh, ini punyamu, kan! Ayo ngaku!” bentak Gavin sambil menjambak rambut Rheva yang panjang tergerai.

“Ah!” Rheva memegang tangan Gavin yang menjambaknya dan merintih kesakitan.

“Siapa lagi yang punya akses ke ruangkanku kalau bukan kamu... Ini punyamu kan!” Gavin menjambak lebih keras.

“Ah! Pak... Sakit...”

“Vin!” tiba-tiba saja Ramaditya masuk ke ruangan Gavin.

“Ini nih orangnya, Pa!” ujar Gavin yang menjambak Rheva.

“Jadi, kamu sudah tau rencana saya dan Gavin?” tanya Rama pada Rheva.

“...” Rheva hanya diam kesakitan.

“Jadi, gimana Pa?” tanya Gavin.

“Ya singkirkan perempuan ini! Jangan sampai dia bocor ke mana-mana!” Rama memberi perintah.

“Sini kamu!” Gavin menarik rambut Rheva.

“Ah! Sakit Pak! Sudah...” Rheva merintih hingga mengeluarkan air mata.

Rencana Rheva sudah diketahui oleh Ramaditya dan anaknya, Gavin. Rheva hanya bisa pasrah tak bisa berbuat apa-apa. Apa lagi, Gavin kini sedang menjambak rambutnya dan Rheva tak punya keberanian untuk melawan.
“Kacamata kamu bagus ya...” Gavin mengambil kacamata Rheva.

“Ah! Jangan, Pak!”

“Kenapa? Buta ya? Gak bisa liat? Kasian...”

“Ini...” Rama memberikan seutas tali pada Gavin. “Ikat dia!”

“Pak! Jangan! Iya itu punya saya... Tolong lepasin saya...”

“Ah, diam kamu!” bentak Rama.

Ramaditya, ayah dari Gavin menarik kedua tangan Rheva hingga menyiku dan menyilang di punggung. Lalu, Gavin mengikat tangan Rheva dengan erat dan kencang. Rheva terus meronta tetapi tenaga mereka berdua lebih kuat. Rheva hanya bisa menangis meminta ampun dan merintih. Tapi, itu semua tak digubris sedikitpun oleh Rama dan Gavin. Setelah mengikat kedua tangannya, Gavin mengikat kedua kaki Rheva.
“Pak... Lepasin saya... Saya gak ngapa-ngapain...” ujar Rheva dalam keadaan terikat.

“Vin...” ayahanda Gavin melempar sebuah perekat. “Tutup mulutnya! Jangan sampai orang luar tau!”

“Oke!” jawab Gavin.

“Pak! Jangan! Lepasin aku!” teriak Rheva.

“Kamu itu... Kalau disuruh diam... Ya diam dong...” ujar Gavin seraya merekatkan perekat di mulut Rheva hingga berlapis-lapis. “Nah, bebas deh kamu mau nangis sepuasmu di sini...” ujar Gavin.

Tidak sampai di situ saja, Gavin juga membuka beberapa kancing kemeja milik Rheva hingga bagian dadanya terlihat. Lalu, tangannya masuk dan mulai meraba tubuh Rheva. Rheva hanya bisa pasrah tak berdaya.
“Akhirnya, aku bisa megang badan kamu juga ya, cantik...” ujar Gavin seraya tangannya menggerayangi.

“Mmmppphh! Mmmppphhh!”

“Vin! Astaga! Meeting siang ini lebih penting! Mau menang tender gak sih! Nanti malam, kita ke sini lagi... Terserah kamu mau apakan dia, setelah itu kita singkirkan dia dari sini!” ujar Ramaditya.

“Oke, Pa! Dah Rheva...”

Gavin dan Rama keluar dari ruangan. Ruangan tersebut terkunci dan hanya bisa dibuka menggunakan fingerprintmilik Gavin, Rama, atau Rheva. Hanya ketiga orang itu yang mempunyai akses menuju ruangan Gavin. Bahkan, pihak keamanan pun tak mendapatkan otorisasi untuk memasuki ruangan tersebut.

Rheva hanya bisa menangis dan ketakutan sepanjang sisa hari. Mencoba melepaskan ikatan namun dia tidak bisa. Matanya tak bisa melihat karena kacamata miliknya diambil oleh Gavin dan ditaruh di dalam lemari kaca.
dany.agus
fakhrie...
itkgid
itkgid dan 5 lainnya memberi reputasi
6
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.