- Beranda
- Stories from the Heart
Gunung Hutan Dan Puisi
...
TS
arga.mahendraa
Gunung Hutan Dan Puisi
Pada pekat kabut yang menjalar di hamparan tanahtanah tinggi
Kulantunkan katakata sebagai penggalan doa
Untukmu yang kini telah sempurna hadir..
Pada peluh yang telah mengalir
Ketika kita ayunkan langkahlangkah
Menuju tempattempat teduh
Untuk menyemayamkan rasamu dan rasaku
Kini telah menyatu sudah
dan beku udara ini akan semakin kuat mengikatnya
Kita memang sering berbeda dalam banyak Hal
Namun Gunung, Hutan Dan Puisi selalu mampu menyatukannya..
***
Kulantunkan katakata sebagai penggalan doa
Untukmu yang kini telah sempurna hadir..
Pada peluh yang telah mengalir
Ketika kita ayunkan langkahlangkah
Menuju tempattempat teduh
Untuk menyemayamkan rasamu dan rasaku
Kini telah menyatu sudah
dan beku udara ini akan semakin kuat mengikatnya
Kita memang sering berbeda dalam banyak Hal
Namun Gunung, Hutan Dan Puisi selalu mampu menyatukannya..
***

Sebelumnya ijinkan saya untuk ikut berbagi cerita di forum ini. Forum yang sudah lumayan lama saya ikuti sebagai SR.. Salam kenal, saya Arga..
Cerita saya mungkin tidak terlalu menarik dan membahana seperti cerita-cerita fenomenal di SFTH ini. Hanya cerita biasa dari bagian kisah hidup saya. Semoga masih bisa dibaca dan dinikmati.
Seperti biasa, seluruh nama tokoh, dan tempat kejadian disamarkan demi kebaikan semuanya. Boleh kepo, tapi seperlunya saja ya.. seperti juga akan seperlunya pula saya menanggapinya..
Update cerita tidak akan saya jadwalkan karena saya juga punya banyak kesibukan. Tapi akan selalu saya usakan update sesering mungkin sampai cerita inI tamat, jadi jangan ditagih-tagih updetannya yaa..
Baiklah, tidak perlu terlalu berpanjang lebar, kita mulai saja...
****
Medio 2005...
Hari itu sore hari di sela kegiatan pendidikan untuk para calon anggota baru organisasi pencinta alam dan penempuh rimba gunung yang aku rintis tujuh tahun yang lalu sekaligus sekarang aku bina. Aku sedang santai sambil merokok ketika salah satu partnerku mendatangiku.
"Ga, tuh ada salah satu peserta cewek yg ikut pendidikan cuma karena Ada pacarnya yang ikut, kayaknya dia ga beneran mau ikut organisasi deh, tapi cuma ngikut pacarnya"
"Masak sih? Yang mana? Kok aku ga perhatiin ya" jawabku
"Kamu terlalu serius mikirin gimana nanti teknis di lapangan sih Ga, malah jadi ga merhatiin pesertamu sendiri" lanjutnya
"Coba deh nanti kamu panggil aja trus tanyain bener apa ga, namanya Ganis.. aku ke bagian logistik dulu" Kata temanku sambil meninggalkanku
"OK, nanti coba aku tanya" jawabku
"Pulangin aja kalo emang bener Ga.. ga bener itu ikut organisasi cuma buat pacaran" sahutnya lagi dari kejauhan sambil teriak
Dan aku pun cuma menjawab dengan acungan jempol saja
***
Pada malam harinya aku mengumpulkan seluruh peserta pendidikan di lapangan. Malam itu ada sesi pengecekan logistik peserta sekaligus persiapan untuk perjalanan ke gunung besok pagi untuk pendidikan lapangan.
Kurang lebih 2 jam selesai juga pengecekan logistik seluruh peserta pendidikan. Dan aku pun memulai aksiku.
"Yang merasa bernama Ganis keluar dari barisan dan maju menghadap saya sekarang..!!!" Teriakku di depan mereka
Tak lama keluarlah seorang cewek dari barisan dan menghadapku. Aku tidak terlalu memperhatikan wajahnya, entah cantik atau biasa saja aku tak terlalu peduli karena aku sudah sedikit emosi sejak sore tadi temanku mengatakan kalau dia ikut kegiatan ini cuma karena pacarnya ikut.
"Benar kamu yang bernama Ganis?"
"Ya benar, Kak"
"Kamu ngapain ikut kegiatan ini!?"
"Karena saya ingin jadi anggota Kak"
"Dasar pembohong..!!!" Bentakku seketika
Dan dia pun langsung menunduk
"Hey, siapa suruh nunduk?? Kalau ada yang ngomong dilihat!! Kamu tidak menghargai seniormu!!"
"Siap, maaf Kak" jawabnya sambil langsung melihatku
"Saya dengar kamu ikut kegiatan ini karena pacar kamu ikut juga!! Benar begitu? Jawab!!"
"Siap, tidak Kak, saya ikut karena saya sendiri ingin ikut, tidak ada hubungannya dengan pacar!" Jawabnya tegas
"Tapi pacar kamu juga ikut kan!?"
"Siap benar"
"Siapa namanya!?"
"Alan Kak"
"Yang merasa bernama Alan, maju ke depan" teriakku di depan peserta lainnya
Kemudian datanglah cowok bernama Alan itu di depanku
"Benar kamu yang bernama Alan?" Tanyaku pada cowok itu
"Siap, benar Kak" jawabnya
"Benar kamu pacarnya Ganis?"
"Siap benar Kak"
"Kamu ikut kegiatan ini cuma buat ajang pacaran!!?? Kamu cuma mau cari tempat buat pacaran??"
"Tidak Kak"
"Kalian berdua masih mau jadi anggota organisasi ga!!?"
"Siap, masih mau Kak" jawab mereka berdua
"Baik, saya berikan pilihan, kalian berdua saat ini juga putus dan lanjut ikut pendidikan, atau tetap pacaran tapi sekarang juga pulang tidak usah lanjut ikut pendidikan dan jadi anggota organisasi.. silahkan tentukan pilihan sekarang!!"
***
Spoiler for INDEX:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 10 suara
Siapakah yang bakal jadi istri TS?
Rika
30%
Winda
20%
Dita
0%
Ganis
40%
Tokoh Yang Belum Muncul
10%
Diubah oleh arga.mahendraa 20-10-2018 13:37
kimpoijahat dan anasabila memberi reputasi
3
31.4K
264
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
arga.mahendraa
#213
46. Puncak
Awal pendakian kami harus melalui lahan pertanian penduduk. Karakter gunung di Indonesia, terutama di Pulau Jawa memang hampir sama. Di awal pendakian biasanya memang melalui lahan pertanian penduduk. Di setiap gunung, lahan pertaniannya berbeda-beda luasnya dan semua itu sudah diatur oleh pihak-pihak tertentu seperti perhutani atau taman nasional. Memang sudah seharusnya seperti itu. Jika tidak diatur, maka perluasan lahan tidak bisa dikendalikan dan akibatnya akan merusak ekosistem gunung tersebut dan lebih jauh beresiko mendatangkan bencana seperti tanah longsor atau banjir.
Berdasarkan informasi yang kudapat dari Paijo dan Paijan yang mengantar kami, waktu tempuh yang harus kami lalui untuk sampai di puncak dari jalur Guci ini kurang lebih 6 jam perjalanan normal. Artinya, jika kami memulai perjalanan jam 9 malam, kurang lebih jam 3 dinihari sudah sampai di puncak. Itu jika ingin langsung ke puncak. Tapi rencana kami adalah nanti berhenti dulu di wilayah batas vegetasi atau pelawangan. Istirahat di situ hingga pagi. Baru sekitar jam 7 an kami akan menuju ke puncak. Sepanjang perjalanan kami selalu mengikuti instruksi dari Paijo dan Paijan selaku pemandu kami. Beruntung mereka termasuk pemandu yang baik menurut penilaianku. Mereka bisa menilai kapan kami harus break, kapan harus jalan lagi setelah break dan kapan harus mengisi persediaan air. Jadi kami merasa ritme perjalanan kami cukup baik dan tidak merasa kelelahan yang berlebihan. Mereka juga sangat ramah dan selalu bisa membawa suasana menjadi menyenangkan sepanjang perjalanan. Jadi kami benar-benar bisa menikmati perjalanan pendakian ini.
Sesampainya entah di pos berapa, karena di jalur ini belum terdapat tanda pos, mungkin karena tergolong jalur baru, yang jelas jam sudah menunjukkan pukul 23.30, kami mulai sedikit keletihan. Mungkin ini efek pendakian sebelumnya yang gagal dan kami belum sepenuhnya memulihkan stamina. Paijo dan Paijan nampaknya juga menyadari kondisi kami. Mereka menghentikan sementara perjalanan ini dan menyuruh kami beristirahat sedikit lebih lama. Sambil beristirahat, kami berinisiatif memasak air untuk menyeduh minuman hangat supaya badan kami sedikit lebih segar. Ketika kami hendak memasak, ternyata persediaan air kami sudah menipis yang menurut perkiraanku tidak akan cukup sampai perjalanan pulang besok. Kalau untuk sampai di puncak mungkin cukup. Tapi untuk turun sudah tidak ada air lagi.
"Waduh air tinggal dikit ini" ucapku.
"Wah iya, Ga. Apa gak usah ngopi dulu?" Ucap Supri.
"Iya sayang airnya. Harus dihemat supaya cukup untuk perjalanan turun" ucapku.
"Gpp, mas. Dimasak saja. Nanti ke atas dikit ada sumber air kok. Tempatnya memang agak tersembunyi, nanti saya antar untuk ambil" ucap Paijan.
"Yang bener, mas?" Ucapku.
"Iya bener. Tenang aja. Lagian ini kemarin habis hujan. Pasti air ada banyak" ucap Paijo.
"Sip lah.. berarti tetep ngopi kita" ucapku.
Sambil menunggu air mendidih, kami ngobrol-ngobrol sambil menikmati hisapan linting tembakau yang kami bawa dan memakan cemilan. Paijo dan Paijan juga banyak bercerita tentang kesehariannya. Selain sesekali jadi pemandu untuk pendaki yang ingin ke puncak melalui jalur ini, mereka juga berprofesi sebagai petani meneruskan profesi orang tuanya. Aku cukup salut dengan mereka berdua karena masih mau memegang cangkul dan kerabatnya untuk menggarap sawah, mengingat jaman sekarang sudah mulai jarang pemuda seperti mereka yang mau berkotor-kotor di sawah. Kebanyakan pemuda sekarang orientasinya adalah bekerja di kota, entah menjadi buruh pabrik atau apapun. Yang penting tidak bekerja di sawah karena sekarang banyak yang menganggap pekerjaan sebagai petani adalah pekerjaan rendahan atau hina. Padahal pekerjaan seorang petani adalah salah satu pekerjaan paling mulia di dunia. Tanpa petani kita tidak akan bisa menikmati nasi, sayur, buah dan lain-lain. Mereka juga memiliki tekad yang besar untuk menjadikan jalur pendakian via Guci ini terkenal dan menjadi salah satu alternatif utama pendaki yang akan menggapai puncak 3428 mdpl ini. Aku sedikit memberi saran supaya mereka bekerjasama dengan beberapa pihak terkait untuk membantu mereka mewujudkan apa yang mereka impikan, seperti perhutani, Tim Sar, Kepolisian, TNI, dan Dinas Pariwisata setempat. Tak terasa sudah hampir satu jam kami beristirahat di sini. Kopi kami juga sudah habis dan stamina kami sudah lumayan pulih. Kami pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanan.
Mendekati wilayah batas vegetasi, Paijan kembali menghentikan perjalanan dan hendak mengantar kami mengambil persediaan air. Budi, Amar, Saeful dan Sholihin mengikuti Paijan menuju ke sumber air yang dimaksud. Mereka membawa semua wadah air yang telah kosong untuk di isi kembali. Sedankan aku, Supri, Pak Wahyu, Azis dan Paijo menunggu di jalur pemdakian. Beberapa saat setelah mereka menghilang di balik gelapnya malam, aku mendengar teriakan salah satu dari mereka kemudian diikuti gelak tawa semuanya. Aku yang cukup penasaran dengan apa yang terjadi menanyakannya pada Paijo.
"Kenapa itu mereka, Mas?" Tanyaku pada Paijo.
"Paling ketemu Kemin" ucapnya santai.
"Kemin? Apaan tuh mas?" Tanyaku lagi.
"Hahaha.. masak gak tau Kemin, mas?" Ucapnya.
"Serius gak tau aku mas" ucapku.
"Anak celeng, mas.. alias babi hutan" ucapnya.
"Hah?? Babi hutan? Berarti di sini masih banyak yang liar mas?" Ucapku.
"Masih mas. Kalau mereka ketemu anaknya, bisa dipastikan didekat situ juga ada induknya. Biasanya sih induknya gak terlalu agresif, kecuali merasa terancam" ucapnya.
"Wah bahaya kalo mereka merasa terancam bisa nyeruduk mas" ucapku.
"Iya mas.. tapi tenang aja.. celeng kalo pas ngamuk gampang kok dihindari. Dia kan agak susah belok kalo lari" ucapnya.
Meskipun Paijo bilang aman, tetap saja kami merasa was-was kalau sewaktu-waktu bertemu dengan induk Kemin. Biasanya si Kemin lebih agresif. Kalau si Kemin merasa terancam, otomatis induknya juga ngamuk. Kami harus waspada. Setelah Paijan dan beberapa anggotaku kembali, mereka cerita kalau tadi bertemu anak celeng. Tepatnya Budi yang bertemu dan berhadapan muka langsung dengan si Kemin tadi. Ketika dia hendak mengisi jerigen air, dia merasa ada sesuatu di depannya. Dia terus memperhatikan semak-semak di depannya. Tak lama berselang munculah wajah si Kemin dari balik semak-semak dan hendak langsung menyeruduk Budi. Karena kaget, Budi langsung teriak dan lompat ke akar gantung di sebelahnya dan bergelantungan di situ. Amar, Saeful, Sholihin dan Paijan pun seketika tertawa melihat tingkah Budi. Karena masih syok dan takut, akhirnya Budi tidak mau mengisi air dan menyuruh Amar, Sholihin dan Saeful yang mengisinya. Kami semua juga tertawa ketika mendengar cerita Budi tadi.
Setelah persediaan air sudah dipastikan cukup dan cerita Budi yang bertemu Kemin juga berakhir, kami pun kembali melanjutkan perjalanan. Tak lebih dari setengah jam kami sudah sampai di batas vegetasi karena memang jaraknya sudah dekat dari lokasi pengambilan air tadi. Di lokasi ini kami mendirikan tenda untuk beristirahat hingga pagi nanti.
"Sebelum tidur, ngumpul dulu, Ga. Kita bahas persiapan ke puncak besok" ucap Pak Wahyu.
"Siap, Pak. Kita makan dulu biar nanti tidurnya enak" ucapku sambil ikut mempersiapkan makan bersama yang lainnya.
Setelah makanan siap, kami pun menyantapnya bersama-sama dengan cara menuang semua makanan di atas alas plastik lebar kemudian kami semua jongkok mengeliling makanan itu dan memakannya bersama-sama. Usai makan kami pun berkumpul sejenak untuk berkoordinasi.
"Sebelum kita bahas teknis perjalanan, kita cek persediaan logistik dulu untuk besok" ucapku ketika kami sudah berkumpul.
"Siap Kak" ucap Amar kemudian langsung memeriksa seluruh persediaan logistik dibantu Budi dan Azis.
"Kita masih punya 2 liter beras, 1 papan tempe, 10 buah ikan asin, 10 bungkus mie instan, 4 butir telur asin, 2 bungkus utuh biskuit r*ma kelapa, 1 bungkus utuh wafer t*ngo, 5 buah apel, sekitar 1/4 kg gula jawa, sekitar 1/2 kg gula pasir, kopi masih, teh masih, susu coklat 6 sachet, coffem*x 5 sachet, madur*s* 10 sachet, margarine 1 sachet besar, garam masih banyak, air banyak, sambal juga masih ada cukup banyak" ucap Amar memeberikan data persediaan logistik.
"OK.. besok pagi-pagi kita sarapan mie instan saja ditambah telur asin. Untuk ke puncak, kita bawa sebungkus biskuit, sebungkus wafer, buah apel bawa semua, madu bawa semua, gula pasir, kopi, teh, coffem*x, dan susu coklat juga dibawa. Jangan lupa cairkan gula jawa dengan air panas ± 500 ml untuk kita bawa juga ke puncak. Siangnya kita masak nasi, tempe, dan ikan asin untuk makan siang ditambah sambel" ucapku.
"Untuk perjalanan pendakian, prinsipnya seperti perjalanan pendakian biasa, cuma jalurnya kan nanti kombinasi batu dengan pasir, yang terpenting kita waspada saja supaya tidak terpeleset. Selebihnya kita ikuti instruksi dari Mas Paijo dan Mas Paijan yang lebih paham medan menuju ke puncak. Jangan lupa bawa webbing untuk berjaga-jaga" sambungku.
"Siap Mas. Jalurnya gak susah kok. Yang penting hati-hati saja" ucap Paijo.
"Oke kalau semua sudah jelas, kita langsung istirahat saja supaya stamina kita kembali prima untuk pendakian besok" ucap Pak Wahyu.
Kami pun langsung membubarkan diri dan segera beristirahat untuk memberikan hak kepada tubuh kami untuk memulihkan stamina yang telah kami kuras untuk bisa sampai di tempat ini.
Keesokan harinya kami sudah mulai bersiap sejak matahari belum terbit. Kami membagi tugas, ada yang memasak untuk sarapan, ada yang mempersiapkan keperluan untuk dibawa ke puncak. Kami memang tidak membawa seluruh barang kami. Kami hanya membawa beberapa peralatan yang dibutuhkan dan logistik saja. Sedangkan sebagian peralatan lainnya kami tinggalkan di sini.
Awal perjalanan menuju puncak, kami harus melewati jalur berbatu bercampur kerikil dan pasir kasar. Cukup berbahaya jika kita tidak waspada karena resikonya terpeleset dan jatuh. Sepanjang perjalanan dari camp hampir tidak ditemui lagi adanya tumbuhan karena memang karakteristik gunung yang masih aktif adalah seperti ini. Mirip dengan Semeru, Merapi, Rinjani dan gunung aktif lainnya. Kondisi medan seperti ini sangat beresiko datang badai secara tiba-tiba karena sama sekali tidak ada penghalang angin dari pepohonan, apalagi jika cuaca tiba-tiba berubah. Oleh sebab itu kami harus ekstra waspada dan saling senjaga satu sama lain. Semakin ke atas, medan perjalanan semakin didominasi oleh pasir yang lebih halus, tapi masih terdapat bebatuan juga di sekitarnya. Kurang lebih 2 jam kami menempuh medan seperti ini hingga akhirnya kami sampai juga di puncak. Gambaran tentang puncak gunung ini adalah sebuah tempat terbuka yang lumayan lebar berisi bebatuan, pasir, dan belerang. Di beberapa dinding tebing puncak terdapat beberapa celah yang menyemburkan gas dari perut gunung ini. Dan di sisi yang lain terdapat kawah aktif yang sewaktu-waktu bisa menyemburkan material vulkanik.
Setelah sampai di puncak, kami pun saling memberi selamat satu sama lain dengan bersalaman dan berpelukan sebagai tanda rasa syukur atas kesuksesan kami mencapai puncak. Tak lupa, kami pun mengucapkan terima kasih kepada Paijo dan Paijan yang telah mengantar kami sampai di puncak. Satu hal lagi yang menarik di puncak ini adalah kami bisa mendapatkan sinyal seluler dari operator tertentu. Padahal pada jaman itu (2008) sinyal seluler di wilayah gunung adalah hal langka dan mewah. Aku pun segera menelpon Ganis untuk mengabarkan bahwa aku telah sampai di puncak dengan selamat. Pak Wahyu menelpon istrinya di rumah. Yang lainnya juga terlihat asyik bertelfon ria, entah dengan siapa. Sedangkan yang tidak tertarik menggunakan HP mungkin bisa dipastikan jomblo. Usai beberapa waktu menikmati suasana di puncak dengan ngopi, nyemil, foto-foto, telponan dan ngobrol, kami pun memutuskan turun kembali ke lokasi camp untuk packing dan melanjutkan perjalanan turun. Kami memang tidak bisa berlama-lama di puncak karena semakin siang, arah angin akan berbalik menuju ke puncak dari arah kawah dengan membawa gas beracun. Sangat berbahaya.
Usai packing, kami langsung melanjutkan perjalanan turun. Perjalanan turun kami relatif lebih cepat karena mungkin kami jadi lebih bersemangat setelah sukses sampai di puncak. Kami tak banyak break. Hanya satu kali istirahat lama saat tengah hari untuk masak dan makan siang. Sebelum sore, kami sudah sampai di bawah, di rumah Paijo. Kami mandi-mandi dulu sekaligus ganti pakaian kemudian segera berpamitan untuk pulang ke rumah sore itu juga.
Alhamdulillah pendakian puncak 3428 mdpl sukses meskipun harus mengalami ujian berupa tersesat terlebih dahulu. Beruntung kami selamat dan masih bisa mengulangi pendakian dari jalur lain hingga akhirnya sukses sampai di puncak. Pendakian ini merupakan salah satu pendakian yang tak pernah terlupakan olehku.
Berdasarkan informasi yang kudapat dari Paijo dan Paijan yang mengantar kami, waktu tempuh yang harus kami lalui untuk sampai di puncak dari jalur Guci ini kurang lebih 6 jam perjalanan normal. Artinya, jika kami memulai perjalanan jam 9 malam, kurang lebih jam 3 dinihari sudah sampai di puncak. Itu jika ingin langsung ke puncak. Tapi rencana kami adalah nanti berhenti dulu di wilayah batas vegetasi atau pelawangan. Istirahat di situ hingga pagi. Baru sekitar jam 7 an kami akan menuju ke puncak. Sepanjang perjalanan kami selalu mengikuti instruksi dari Paijo dan Paijan selaku pemandu kami. Beruntung mereka termasuk pemandu yang baik menurut penilaianku. Mereka bisa menilai kapan kami harus break, kapan harus jalan lagi setelah break dan kapan harus mengisi persediaan air. Jadi kami merasa ritme perjalanan kami cukup baik dan tidak merasa kelelahan yang berlebihan. Mereka juga sangat ramah dan selalu bisa membawa suasana menjadi menyenangkan sepanjang perjalanan. Jadi kami benar-benar bisa menikmati perjalanan pendakian ini.
Sesampainya entah di pos berapa, karena di jalur ini belum terdapat tanda pos, mungkin karena tergolong jalur baru, yang jelas jam sudah menunjukkan pukul 23.30, kami mulai sedikit keletihan. Mungkin ini efek pendakian sebelumnya yang gagal dan kami belum sepenuhnya memulihkan stamina. Paijo dan Paijan nampaknya juga menyadari kondisi kami. Mereka menghentikan sementara perjalanan ini dan menyuruh kami beristirahat sedikit lebih lama. Sambil beristirahat, kami berinisiatif memasak air untuk menyeduh minuman hangat supaya badan kami sedikit lebih segar. Ketika kami hendak memasak, ternyata persediaan air kami sudah menipis yang menurut perkiraanku tidak akan cukup sampai perjalanan pulang besok. Kalau untuk sampai di puncak mungkin cukup. Tapi untuk turun sudah tidak ada air lagi.
"Waduh air tinggal dikit ini" ucapku.
"Wah iya, Ga. Apa gak usah ngopi dulu?" Ucap Supri.
"Iya sayang airnya. Harus dihemat supaya cukup untuk perjalanan turun" ucapku.
"Gpp, mas. Dimasak saja. Nanti ke atas dikit ada sumber air kok. Tempatnya memang agak tersembunyi, nanti saya antar untuk ambil" ucap Paijan.
"Yang bener, mas?" Ucapku.
"Iya bener. Tenang aja. Lagian ini kemarin habis hujan. Pasti air ada banyak" ucap Paijo.
"Sip lah.. berarti tetep ngopi kita" ucapku.
Sambil menunggu air mendidih, kami ngobrol-ngobrol sambil menikmati hisapan linting tembakau yang kami bawa dan memakan cemilan. Paijo dan Paijan juga banyak bercerita tentang kesehariannya. Selain sesekali jadi pemandu untuk pendaki yang ingin ke puncak melalui jalur ini, mereka juga berprofesi sebagai petani meneruskan profesi orang tuanya. Aku cukup salut dengan mereka berdua karena masih mau memegang cangkul dan kerabatnya untuk menggarap sawah, mengingat jaman sekarang sudah mulai jarang pemuda seperti mereka yang mau berkotor-kotor di sawah. Kebanyakan pemuda sekarang orientasinya adalah bekerja di kota, entah menjadi buruh pabrik atau apapun. Yang penting tidak bekerja di sawah karena sekarang banyak yang menganggap pekerjaan sebagai petani adalah pekerjaan rendahan atau hina. Padahal pekerjaan seorang petani adalah salah satu pekerjaan paling mulia di dunia. Tanpa petani kita tidak akan bisa menikmati nasi, sayur, buah dan lain-lain. Mereka juga memiliki tekad yang besar untuk menjadikan jalur pendakian via Guci ini terkenal dan menjadi salah satu alternatif utama pendaki yang akan menggapai puncak 3428 mdpl ini. Aku sedikit memberi saran supaya mereka bekerjasama dengan beberapa pihak terkait untuk membantu mereka mewujudkan apa yang mereka impikan, seperti perhutani, Tim Sar, Kepolisian, TNI, dan Dinas Pariwisata setempat. Tak terasa sudah hampir satu jam kami beristirahat di sini. Kopi kami juga sudah habis dan stamina kami sudah lumayan pulih. Kami pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanan.
Mendekati wilayah batas vegetasi, Paijan kembali menghentikan perjalanan dan hendak mengantar kami mengambil persediaan air. Budi, Amar, Saeful dan Sholihin mengikuti Paijan menuju ke sumber air yang dimaksud. Mereka membawa semua wadah air yang telah kosong untuk di isi kembali. Sedankan aku, Supri, Pak Wahyu, Azis dan Paijo menunggu di jalur pemdakian. Beberapa saat setelah mereka menghilang di balik gelapnya malam, aku mendengar teriakan salah satu dari mereka kemudian diikuti gelak tawa semuanya. Aku yang cukup penasaran dengan apa yang terjadi menanyakannya pada Paijo.
"Kenapa itu mereka, Mas?" Tanyaku pada Paijo.
"Paling ketemu Kemin" ucapnya santai.
"Kemin? Apaan tuh mas?" Tanyaku lagi.
"Hahaha.. masak gak tau Kemin, mas?" Ucapnya.
"Serius gak tau aku mas" ucapku.
"Anak celeng, mas.. alias babi hutan" ucapnya.
"Hah?? Babi hutan? Berarti di sini masih banyak yang liar mas?" Ucapku.
"Masih mas. Kalau mereka ketemu anaknya, bisa dipastikan didekat situ juga ada induknya. Biasanya sih induknya gak terlalu agresif, kecuali merasa terancam" ucapnya.
"Wah bahaya kalo mereka merasa terancam bisa nyeruduk mas" ucapku.
"Iya mas.. tapi tenang aja.. celeng kalo pas ngamuk gampang kok dihindari. Dia kan agak susah belok kalo lari" ucapnya.
Meskipun Paijo bilang aman, tetap saja kami merasa was-was kalau sewaktu-waktu bertemu dengan induk Kemin. Biasanya si Kemin lebih agresif. Kalau si Kemin merasa terancam, otomatis induknya juga ngamuk. Kami harus waspada. Setelah Paijan dan beberapa anggotaku kembali, mereka cerita kalau tadi bertemu anak celeng. Tepatnya Budi yang bertemu dan berhadapan muka langsung dengan si Kemin tadi. Ketika dia hendak mengisi jerigen air, dia merasa ada sesuatu di depannya. Dia terus memperhatikan semak-semak di depannya. Tak lama berselang munculah wajah si Kemin dari balik semak-semak dan hendak langsung menyeruduk Budi. Karena kaget, Budi langsung teriak dan lompat ke akar gantung di sebelahnya dan bergelantungan di situ. Amar, Saeful, Sholihin dan Paijan pun seketika tertawa melihat tingkah Budi. Karena masih syok dan takut, akhirnya Budi tidak mau mengisi air dan menyuruh Amar, Sholihin dan Saeful yang mengisinya. Kami semua juga tertawa ketika mendengar cerita Budi tadi.
Setelah persediaan air sudah dipastikan cukup dan cerita Budi yang bertemu Kemin juga berakhir, kami pun kembali melanjutkan perjalanan. Tak lebih dari setengah jam kami sudah sampai di batas vegetasi karena memang jaraknya sudah dekat dari lokasi pengambilan air tadi. Di lokasi ini kami mendirikan tenda untuk beristirahat hingga pagi nanti.
"Sebelum tidur, ngumpul dulu, Ga. Kita bahas persiapan ke puncak besok" ucap Pak Wahyu.
"Siap, Pak. Kita makan dulu biar nanti tidurnya enak" ucapku sambil ikut mempersiapkan makan bersama yang lainnya.
Setelah makanan siap, kami pun menyantapnya bersama-sama dengan cara menuang semua makanan di atas alas plastik lebar kemudian kami semua jongkok mengeliling makanan itu dan memakannya bersama-sama. Usai makan kami pun berkumpul sejenak untuk berkoordinasi.
"Sebelum kita bahas teknis perjalanan, kita cek persediaan logistik dulu untuk besok" ucapku ketika kami sudah berkumpul.
"Siap Kak" ucap Amar kemudian langsung memeriksa seluruh persediaan logistik dibantu Budi dan Azis.
"Kita masih punya 2 liter beras, 1 papan tempe, 10 buah ikan asin, 10 bungkus mie instan, 4 butir telur asin, 2 bungkus utuh biskuit r*ma kelapa, 1 bungkus utuh wafer t*ngo, 5 buah apel, sekitar 1/4 kg gula jawa, sekitar 1/2 kg gula pasir, kopi masih, teh masih, susu coklat 6 sachet, coffem*x 5 sachet, madur*s* 10 sachet, margarine 1 sachet besar, garam masih banyak, air banyak, sambal juga masih ada cukup banyak" ucap Amar memeberikan data persediaan logistik.
"OK.. besok pagi-pagi kita sarapan mie instan saja ditambah telur asin. Untuk ke puncak, kita bawa sebungkus biskuit, sebungkus wafer, buah apel bawa semua, madu bawa semua, gula pasir, kopi, teh, coffem*x, dan susu coklat juga dibawa. Jangan lupa cairkan gula jawa dengan air panas ± 500 ml untuk kita bawa juga ke puncak. Siangnya kita masak nasi, tempe, dan ikan asin untuk makan siang ditambah sambel" ucapku.
"Untuk perjalanan pendakian, prinsipnya seperti perjalanan pendakian biasa, cuma jalurnya kan nanti kombinasi batu dengan pasir, yang terpenting kita waspada saja supaya tidak terpeleset. Selebihnya kita ikuti instruksi dari Mas Paijo dan Mas Paijan yang lebih paham medan menuju ke puncak. Jangan lupa bawa webbing untuk berjaga-jaga" sambungku.
"Siap Mas. Jalurnya gak susah kok. Yang penting hati-hati saja" ucap Paijo.
"Oke kalau semua sudah jelas, kita langsung istirahat saja supaya stamina kita kembali prima untuk pendakian besok" ucap Pak Wahyu.
Kami pun langsung membubarkan diri dan segera beristirahat untuk memberikan hak kepada tubuh kami untuk memulihkan stamina yang telah kami kuras untuk bisa sampai di tempat ini.
Keesokan harinya kami sudah mulai bersiap sejak matahari belum terbit. Kami membagi tugas, ada yang memasak untuk sarapan, ada yang mempersiapkan keperluan untuk dibawa ke puncak. Kami memang tidak membawa seluruh barang kami. Kami hanya membawa beberapa peralatan yang dibutuhkan dan logistik saja. Sedangkan sebagian peralatan lainnya kami tinggalkan di sini.
Awal perjalanan menuju puncak, kami harus melewati jalur berbatu bercampur kerikil dan pasir kasar. Cukup berbahaya jika kita tidak waspada karena resikonya terpeleset dan jatuh. Sepanjang perjalanan dari camp hampir tidak ditemui lagi adanya tumbuhan karena memang karakteristik gunung yang masih aktif adalah seperti ini. Mirip dengan Semeru, Merapi, Rinjani dan gunung aktif lainnya. Kondisi medan seperti ini sangat beresiko datang badai secara tiba-tiba karena sama sekali tidak ada penghalang angin dari pepohonan, apalagi jika cuaca tiba-tiba berubah. Oleh sebab itu kami harus ekstra waspada dan saling senjaga satu sama lain. Semakin ke atas, medan perjalanan semakin didominasi oleh pasir yang lebih halus, tapi masih terdapat bebatuan juga di sekitarnya. Kurang lebih 2 jam kami menempuh medan seperti ini hingga akhirnya kami sampai juga di puncak. Gambaran tentang puncak gunung ini adalah sebuah tempat terbuka yang lumayan lebar berisi bebatuan, pasir, dan belerang. Di beberapa dinding tebing puncak terdapat beberapa celah yang menyemburkan gas dari perut gunung ini. Dan di sisi yang lain terdapat kawah aktif yang sewaktu-waktu bisa menyemburkan material vulkanik.
Setelah sampai di puncak, kami pun saling memberi selamat satu sama lain dengan bersalaman dan berpelukan sebagai tanda rasa syukur atas kesuksesan kami mencapai puncak. Tak lupa, kami pun mengucapkan terima kasih kepada Paijo dan Paijan yang telah mengantar kami sampai di puncak. Satu hal lagi yang menarik di puncak ini adalah kami bisa mendapatkan sinyal seluler dari operator tertentu. Padahal pada jaman itu (2008) sinyal seluler di wilayah gunung adalah hal langka dan mewah. Aku pun segera menelpon Ganis untuk mengabarkan bahwa aku telah sampai di puncak dengan selamat. Pak Wahyu menelpon istrinya di rumah. Yang lainnya juga terlihat asyik bertelfon ria, entah dengan siapa. Sedangkan yang tidak tertarik menggunakan HP mungkin bisa dipastikan jomblo. Usai beberapa waktu menikmati suasana di puncak dengan ngopi, nyemil, foto-foto, telponan dan ngobrol, kami pun memutuskan turun kembali ke lokasi camp untuk packing dan melanjutkan perjalanan turun. Kami memang tidak bisa berlama-lama di puncak karena semakin siang, arah angin akan berbalik menuju ke puncak dari arah kawah dengan membawa gas beracun. Sangat berbahaya.
Usai packing, kami langsung melanjutkan perjalanan turun. Perjalanan turun kami relatif lebih cepat karena mungkin kami jadi lebih bersemangat setelah sukses sampai di puncak. Kami tak banyak break. Hanya satu kali istirahat lama saat tengah hari untuk masak dan makan siang. Sebelum sore, kami sudah sampai di bawah, di rumah Paijo. Kami mandi-mandi dulu sekaligus ganti pakaian kemudian segera berpamitan untuk pulang ke rumah sore itu juga.
Alhamdulillah pendakian puncak 3428 mdpl sukses meskipun harus mengalami ujian berupa tersesat terlebih dahulu. Beruntung kami selamat dan masih bisa mengulangi pendakian dari jalur lain hingga akhirnya sukses sampai di puncak. Pendakian ini merupakan salah satu pendakian yang tak pernah terlupakan olehku.
0