- Beranda
- Stories from the Heart
ASU AJAG PEGUNUNGAN TEPUS
...
TS
breaking182
ASU AJAG PEGUNUNGAN TEPUS
ASU AJAG PEGUNUNGAN TEPUS
Quote:

SINOPSIS
Quote:
Sekelompok anak muda dari universitas di Jogja yang sedang melaksanakan KKN di desa Telaga Muncar salah satu desa terpencil di kawasan Tepus Gunung Kidul. Tiga sosok anjing misterius mencegat salah satu dari mahasiswa itu yang bernama Zulham. Misteri berlanjut lagi tatkala sesampainya di base camp. Zulham harus dihadapkan dengan ketua kelompok KKN tersebut yang diterror oleh mahkluk –mahkluk asing yang memperlihatkan diri di mimpi –mimpi. Bahkan, bulu –bulu berwarna kelabu kehitaman ditemukan di ranjang Ida. Hingga pada akhirnya misteri ini berlanjut kedalam pertunjukan maut. Nyawa Zulham dan seluruh anggota KKN terancam oleh orang –orang pengabdi setan yang tidak segan –segan mengorbankan nyawa sesama manusia. Bahkan, nyawa darah dagingnya sendiri!
INDEX
Diubah oleh breaking182 22-02-2021 10:13
sukhhoi dan 35 lainnya memberi reputasi
32
110.6K
Kutip
378
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
breaking182
#178
PERUNDINGAN DI TENGAH MALAM
Quote:
Rumah kayu itu berlantai kayu hitam dan sangat bersih. Di sebelah kiri ada sebuah meja diapit dua buah kursi berukiran gambar naga. Di atas meja terdapat seperangkat tempat minum. Satu teko besar dengan empat cangkir menelungkup mengelilinginya. Lalu dibagian tengah ruangan terletak sebuah permadani berwarna hijau dan bantal-bantal yang empuk. Jampadi sesaat tertegun ketika melihat seorang lelaki berdiri membelakanginya.
Lelaki itu berbalik badan, terlihatlah seorang lelaki berusia hampir tujuh puluh tahun. Meskipun sudah lanjut usia begitu orang ini masih kelihatan gagah dan kukuh. Tubuhnya yang tinggi tidak kelihatan bungkuk walaupun kalau berjalan dia selalu dibantu oleh sebuah tongkat berhulu gading putih kekuningan berukirkan kepala ukar naga. Rambutnya telah memutih seperti kapas. Orang ini tidak lain adalah Dargo.
"Di dalam kamar samping ada seperangkat pakaian. Ganti pakaianmu yang basah. Jika sudah selesai, aku tunggu kau di ruangan ini..."
Jampadi melangkahkan kakinya dan ke arah bilik yang ditunjukkan, tidak berapa lama kemudian Jampadi keluar dari dalam kamar. Dilihatnya tuan Dargo masih berdiri setengah bersandar di tembok kayu sembari menghisap tembakau di dalam pipa rokoknya.
“ Silahkan duduk Jampadi “
Dargo mempersilahkan tamunya untuk duduk. Jampadi lalu menggeser kursi kemudian meletakkan badannya disana. Tidak lama kemudian Dargo pun duduk di depan Jampadi.
“ Sudah lama kita tidak bertemu Jampadi “
“ Iya Tuan “
“ Sepuluh tahun yang silam tatkala kau masih muda dan aku masih tetap seperti ini, tidak juga bertambah tua “
Dargo tertawa getir, kemudian orang tua itu melanjutkan perkataannya.
“ Tentu kau sudah tahu maksudku mengundang mu di tempat ini yang hampir sudah sepuluh tahun tidak kita pakai untuk mengadakan pertemuan “
Jampadi menarik nafas panjang. Lalu serta merta membetulkan posisi duduknya sembari berucap,
“ Tentu erat kaitannya dengan rajapati tadi pagi Tuan, itu yang bisa saya duga “
Tuan Dargo tersenyum tipis, lalu ia meraih cangkir yang masih tertelungkup di atas meja. Perlahan ia mengisi cangkir kosong itu dengan cairan tuak yang berada di dalam teko. Aroma tuak yang wangi serentak menyeruak menggelitik indera penciuman.
“ Ambil cangkirmu, kita lawan dinginnya udara dingin dengan minum tuak legen yang harum dan hangat ini Jampadi “
Jampadi mengangguk, lalu tangannya meraih satu cangkir. Tuan Dargo serta merta menuang cairan berwarna kecoklatan itu ke dalam cangkir Jampadi.
“ Kutukan ratusan tahun yang lalu tampaknya akan mencapai puncaknya. Beberapa kali aku memergoki sosok –sosok misterius seperti mengawasi desa Telaga Muncar “
“ Aku tidak ingin warga desa yang tidak tahu apa –apa ikut kena getahnya dan menjadi korban "
“ Aku minta pertolongan mu Jampadi “
Jampadi hanya mengangguk.
“ Tolong ungsikan penduduk Telaga Muncar jauh dari tempat ini dan kau juga larilah sejauh –jauhnya”
Jampadi meletakkan cangkir yang sudah tandas ke atas meja. Mukanya sedikit memerah. Hawa dingin yang sedari tadi menggerogoti sekujur badannya berangsur sirna.
“ Tapi Tuan, saya ingin ikut serta dalam pertempuran ini. Mendiang kakek buyut saya dan leluhur –leluhur saya sangat setia pada Raden Randu Alas. Jika saya sebagai anak keturunannya tinggal gelanggang colong playu. Trah Dipo Kusuma akan kehilangan wibawanya “
Dargo menggeleng –gelengkan kepalanya.
“ Aku hanya tidak ingin kalian menjadi korban dari kesalahan yang dilakukan oleh keluarga ku “
“ Saya siap mati untuk membela Tuan, beberapa orang kepercayaan saya juga akan siap membela sampai titik darah penghabisan. Itu sudah menjadi tanggung jawab turun temurun di keluarga Dipo Kusuma. Sejak leluhur saya ikut hijrah bersama Raden Randu Alas dari Mataram dan membangun sebuah desa di lereng pegunungan kapur ini maka, sampai kapan pun kami penerus – peerusnya juga akan bersumpah setia “
“ Aku sebenarnya tidak ingin kau ikut bersamaku menyongsong maut Jampadi. Tapi, kalau itu keinginanmu, keikhlasan mu. Aku tidak bisa berbuat apa –apa. Mari kita hadapi semua ini bersama –sama “
“ Maaf Tuan, ada satu yang ingin saya ketahui perihal Raden Randu Alas? “
“ Apakah beliau masih ada di sanggar pengasingannya? “
Dargo kembali menuang isi teko ke dalam cangkirnya yang sudah kosong.
“ Itulah, yang mengganggu pikiran ku. Sudah dua hari ini kakek leluhurku itu hilang atau bisa dikatakan telah pergi meninggalkan sanggar “
“ Saya takut, rajapati itu Raden Randu pelakunya...” ,Jampadi menunduk tidak berani melihat wajah Dargo.
Dargo kembali menghela nafas panjang.
“ Aku harap itu tidak pernah terjadi. Kakek ku itu sudah sangat terlatih untuk mengendalikan dirinya tatkala berubah wujud. Akan tetapi, semua bisa saja terjadi kadang nafsu itu lebih besar dan sulit dikendalikan oleh manusia “
“ Kemarin aku sudah menyuruh Danny untuk melacak keberadaan Eyang Randu Alas “
“ Den Danny? Apakah anak muda itu juga bisa berubah wujud? “
Dargo terdiam sejenak, keningnya terlihat mengernyit seperti mengingat –ingat sesuatu.
Sesaat kemudian, “Aku juga kurang tahu soal itu, untuk dia tanda –tanda itu belum juga muncul. Mustinya tanda –tanda itu akan terlihat tatkala ia memasuki usia tujuh belas tahun. Tapi sampai sekarang usia dia sudah hampir duapuluh tahun dan belum terlihat tanda –tanda itu “
Malam merambat semakin larut, kabut pekat berangsur –angsur turun menutupi tanah bebatuan di sekitar pegunungan Tepus. Dua orang itu masih terlibat dalam pembicaraan yang serius, hingga akhirnya.
“ Baiklah Tuan, saya mohon diri waktu sudah terlalu larut dan menjelang dini hari. Saya sudah sangat perlu untuk memepersiapkan segalanya sampai saat bulan purnama penuh dua hari ke depan. Mengungsikan penduduk desa “
Dargo mengangguk pelan. Lalu orang tua itu beranjak dari tempat duudknya dna menghampiri Jampadi.
“ Hati –hati di jalan Jampadi, jalanan sangat licin dan gelap “
“ Iya Tuan...”
Lelaki itu berbalik badan, terlihatlah seorang lelaki berusia hampir tujuh puluh tahun. Meskipun sudah lanjut usia begitu orang ini masih kelihatan gagah dan kukuh. Tubuhnya yang tinggi tidak kelihatan bungkuk walaupun kalau berjalan dia selalu dibantu oleh sebuah tongkat berhulu gading putih kekuningan berukirkan kepala ukar naga. Rambutnya telah memutih seperti kapas. Orang ini tidak lain adalah Dargo.
"Di dalam kamar samping ada seperangkat pakaian. Ganti pakaianmu yang basah. Jika sudah selesai, aku tunggu kau di ruangan ini..."
Jampadi melangkahkan kakinya dan ke arah bilik yang ditunjukkan, tidak berapa lama kemudian Jampadi keluar dari dalam kamar. Dilihatnya tuan Dargo masih berdiri setengah bersandar di tembok kayu sembari menghisap tembakau di dalam pipa rokoknya.
“ Silahkan duduk Jampadi “
Dargo mempersilahkan tamunya untuk duduk. Jampadi lalu menggeser kursi kemudian meletakkan badannya disana. Tidak lama kemudian Dargo pun duduk di depan Jampadi.
“ Sudah lama kita tidak bertemu Jampadi “
“ Iya Tuan “
“ Sepuluh tahun yang silam tatkala kau masih muda dan aku masih tetap seperti ini, tidak juga bertambah tua “
Dargo tertawa getir, kemudian orang tua itu melanjutkan perkataannya.
“ Tentu kau sudah tahu maksudku mengundang mu di tempat ini yang hampir sudah sepuluh tahun tidak kita pakai untuk mengadakan pertemuan “
Jampadi menarik nafas panjang. Lalu serta merta membetulkan posisi duduknya sembari berucap,
“ Tentu erat kaitannya dengan rajapati tadi pagi Tuan, itu yang bisa saya duga “
Tuan Dargo tersenyum tipis, lalu ia meraih cangkir yang masih tertelungkup di atas meja. Perlahan ia mengisi cangkir kosong itu dengan cairan tuak yang berada di dalam teko. Aroma tuak yang wangi serentak menyeruak menggelitik indera penciuman.
“ Ambil cangkirmu, kita lawan dinginnya udara dingin dengan minum tuak legen yang harum dan hangat ini Jampadi “
Jampadi mengangguk, lalu tangannya meraih satu cangkir. Tuan Dargo serta merta menuang cairan berwarna kecoklatan itu ke dalam cangkir Jampadi.
“ Kutukan ratusan tahun yang lalu tampaknya akan mencapai puncaknya. Beberapa kali aku memergoki sosok –sosok misterius seperti mengawasi desa Telaga Muncar “
“ Aku tidak ingin warga desa yang tidak tahu apa –apa ikut kena getahnya dan menjadi korban "
“ Aku minta pertolongan mu Jampadi “
Jampadi hanya mengangguk.
“ Tolong ungsikan penduduk Telaga Muncar jauh dari tempat ini dan kau juga larilah sejauh –jauhnya”
Jampadi meletakkan cangkir yang sudah tandas ke atas meja. Mukanya sedikit memerah. Hawa dingin yang sedari tadi menggerogoti sekujur badannya berangsur sirna.
“ Tapi Tuan, saya ingin ikut serta dalam pertempuran ini. Mendiang kakek buyut saya dan leluhur –leluhur saya sangat setia pada Raden Randu Alas. Jika saya sebagai anak keturunannya tinggal gelanggang colong playu. Trah Dipo Kusuma akan kehilangan wibawanya “
Dargo menggeleng –gelengkan kepalanya.
“ Aku hanya tidak ingin kalian menjadi korban dari kesalahan yang dilakukan oleh keluarga ku “
“ Saya siap mati untuk membela Tuan, beberapa orang kepercayaan saya juga akan siap membela sampai titik darah penghabisan. Itu sudah menjadi tanggung jawab turun temurun di keluarga Dipo Kusuma. Sejak leluhur saya ikut hijrah bersama Raden Randu Alas dari Mataram dan membangun sebuah desa di lereng pegunungan kapur ini maka, sampai kapan pun kami penerus – peerusnya juga akan bersumpah setia “
“ Aku sebenarnya tidak ingin kau ikut bersamaku menyongsong maut Jampadi. Tapi, kalau itu keinginanmu, keikhlasan mu. Aku tidak bisa berbuat apa –apa. Mari kita hadapi semua ini bersama –sama “
“ Maaf Tuan, ada satu yang ingin saya ketahui perihal Raden Randu Alas? “
“ Apakah beliau masih ada di sanggar pengasingannya? “
Dargo kembali menuang isi teko ke dalam cangkirnya yang sudah kosong.
“ Itulah, yang mengganggu pikiran ku. Sudah dua hari ini kakek leluhurku itu hilang atau bisa dikatakan telah pergi meninggalkan sanggar “
“ Saya takut, rajapati itu Raden Randu pelakunya...” ,Jampadi menunduk tidak berani melihat wajah Dargo.
Dargo kembali menghela nafas panjang.
“ Aku harap itu tidak pernah terjadi. Kakek ku itu sudah sangat terlatih untuk mengendalikan dirinya tatkala berubah wujud. Akan tetapi, semua bisa saja terjadi kadang nafsu itu lebih besar dan sulit dikendalikan oleh manusia “
“ Kemarin aku sudah menyuruh Danny untuk melacak keberadaan Eyang Randu Alas “
“ Den Danny? Apakah anak muda itu juga bisa berubah wujud? “
Dargo terdiam sejenak, keningnya terlihat mengernyit seperti mengingat –ingat sesuatu.
Sesaat kemudian, “Aku juga kurang tahu soal itu, untuk dia tanda –tanda itu belum juga muncul. Mustinya tanda –tanda itu akan terlihat tatkala ia memasuki usia tujuh belas tahun. Tapi sampai sekarang usia dia sudah hampir duapuluh tahun dan belum terlihat tanda –tanda itu “
Malam merambat semakin larut, kabut pekat berangsur –angsur turun menutupi tanah bebatuan di sekitar pegunungan Tepus. Dua orang itu masih terlibat dalam pembicaraan yang serius, hingga akhirnya.
“ Baiklah Tuan, saya mohon diri waktu sudah terlalu larut dan menjelang dini hari. Saya sudah sangat perlu untuk memepersiapkan segalanya sampai saat bulan purnama penuh dua hari ke depan. Mengungsikan penduduk desa “
Dargo mengangguk pelan. Lalu orang tua itu beranjak dari tempat duudknya dna menghampiri Jampadi.
“ Hati –hati di jalan Jampadi, jalanan sangat licin dan gelap “
“ Iya Tuan...”
Quote:
Hujan deras yang tadi mengguyur sudah reda. Bulan tanggal tiga belas menyeruak dari balik awan kelabu. Memendarkan cahayanya yang pucat di atas bumi. Sesosok tubuh Jampadi berjalan dengan cepat dalam ke¬gelapan. Gerakan kedua kakinya enteng dan hampir tidak terdengar. Beberapa musang tampak berlari menjauh tatkala mendengar gerakan langkah kaki orang ini. Di samping rumpun pohon jati Jampadi hentikan langkahnya.
Telinganya dipasang tajam-tajam. Kedua matanya memandang tak berkedip ke muka. Di depannya dalam kegelapan dia melihat, ada mata air kecil jernih, yang mem¬bentuk sebuah parit dangkal. Dia mengikuti parit itu ke arah seberang sana hingga pandangan matanya tertumbuk pada akar sebuah pohon yang sangat besar. Lama orang ini menatap pohon besar yang tegak menyeramkan sejarak dua puluh langkah dari tempatnya berdiri. Matanya memandang ke arah batang pohon yang besarnya lebih dari tiga pemelukan tangan manusia itu. Lalu dia menyeringai dan gelengkan kepala.
Dari mulutnya terdengar ucapan perlahan.
"Ada yang menguntitku rupanya."
Jampadi meraba gagang golok yang terselip di pinggangnya. Hatinya berdesir –desir tegang.
Tiba –tiba dari balik kegelapan pohon besar di depannya muncul sesosok binatang besar. Seekor anjing hutan atau ajak raksasa berwarna kelabu kehitaman, berjalan dengan gontai. Kepalanya mendongak, mulutnya terbuka lebar memperlihatkan gigi dan taring-taringnya yang besar runcing mengerikan disusul dengan geramannya yang menggetarkan tanah. Yang membuat detak jantung Jampadi sesaat berhenti adalah saat ia menyaksikan moncong binatang itu berselomotan cairan merah. Ketika binatang ini menggereng kelihatan gigi-gigi dan taring -taringnya yang besar runcing juga tertutup cairan merah.
Jampadi memperhatikan sepasang kaki depan binatang. Seluruh kuku-kuku srigala liar ini panjang runcing berkeluk juga diselimuti cairan merah. Lalu pada beberapa bagian bulu tubuhnya yang berwarna kelabu kehitaman tampak ada percikan-percikan cairan berwarna sama. Ketika lidahnya dijulurkan jelas kelihatan cairan merah bercampur dengan ludahnya.
“Darah…” desis Jampadi dalam hati. “Mungkin binatang ini baru saja menyantap seekor kelinci hutan atau anak menjangan?!”
“ Akan tetapi sosok ajag itu sangat aneh, tubuhnya sangat besar sekali. Jangan – jangan binatang ini yang membunuh Rukmana?!” Pikirnya lebih jauh. Yang membuat Jampadi bertindak waspada bukan saja karena melihat darah itu namun menyaksikan adanya kilapan sinar aneh pada sepasang mata anjing hutan yang berwarna merah itu! “Ajag biasa tidak memiliki dua mata merah bersinar seperti itu. Makhluk apa sebenarnya yang ada di depanku ini?” Apakah ini asu ajag pegunungan Tepus yang dulu menjadi legenda? Atau jangan –jangan ini penjelmaan Raden Randu Alas?”
Perwujudan Ajag reksasa bermata merah itu membuka mulutnya. Gigi-gigi dan taringnya yang runcing kemerahan mencuat mengerikan. Lidahnya yang basah merah terjulur keluar. Kepalanya merunduk dan kedua kakinya diluruskan panjang-panjang ke depan tanda siap menerkam.
“Binatang ini hendak menyerangku,” kata Jampadi dalam hati. Tangan kanannya cepat bergerak ke pinggang. Sebilah golok tajam yang memancarkan cahaya putih berkilau kini tergenggam di tangan lelaki ini. Entah mengapa srigala bermata aneh angker itu perlahan-lahan bergerak mundur. Kedua kaki depannya ditarik, kepalanya yang merunduk ditegakkannya kembali. Setelah menggereng sekali lagi binatang ini lalu memutar diri, melompat masuk ke dalam serumpunan semak belukar dan lenyap sembari meninggalkan lolongan yang menyayat hati!
Telinganya dipasang tajam-tajam. Kedua matanya memandang tak berkedip ke muka. Di depannya dalam kegelapan dia melihat, ada mata air kecil jernih, yang mem¬bentuk sebuah parit dangkal. Dia mengikuti parit itu ke arah seberang sana hingga pandangan matanya tertumbuk pada akar sebuah pohon yang sangat besar. Lama orang ini menatap pohon besar yang tegak menyeramkan sejarak dua puluh langkah dari tempatnya berdiri. Matanya memandang ke arah batang pohon yang besarnya lebih dari tiga pemelukan tangan manusia itu. Lalu dia menyeringai dan gelengkan kepala.
Dari mulutnya terdengar ucapan perlahan.
"Ada yang menguntitku rupanya."
Jampadi meraba gagang golok yang terselip di pinggangnya. Hatinya berdesir –desir tegang.
Tiba –tiba dari balik kegelapan pohon besar di depannya muncul sesosok binatang besar. Seekor anjing hutan atau ajak raksasa berwarna kelabu kehitaman, berjalan dengan gontai. Kepalanya mendongak, mulutnya terbuka lebar memperlihatkan gigi dan taring-taringnya yang besar runcing mengerikan disusul dengan geramannya yang menggetarkan tanah. Yang membuat detak jantung Jampadi sesaat berhenti adalah saat ia menyaksikan moncong binatang itu berselomotan cairan merah. Ketika binatang ini menggereng kelihatan gigi-gigi dan taring -taringnya yang besar runcing juga tertutup cairan merah.
Jampadi memperhatikan sepasang kaki depan binatang. Seluruh kuku-kuku srigala liar ini panjang runcing berkeluk juga diselimuti cairan merah. Lalu pada beberapa bagian bulu tubuhnya yang berwarna kelabu kehitaman tampak ada percikan-percikan cairan berwarna sama. Ketika lidahnya dijulurkan jelas kelihatan cairan merah bercampur dengan ludahnya.
“Darah…” desis Jampadi dalam hati. “Mungkin binatang ini baru saja menyantap seekor kelinci hutan atau anak menjangan?!”
“ Akan tetapi sosok ajag itu sangat aneh, tubuhnya sangat besar sekali. Jangan – jangan binatang ini yang membunuh Rukmana?!” Pikirnya lebih jauh. Yang membuat Jampadi bertindak waspada bukan saja karena melihat darah itu namun menyaksikan adanya kilapan sinar aneh pada sepasang mata anjing hutan yang berwarna merah itu! “Ajag biasa tidak memiliki dua mata merah bersinar seperti itu. Makhluk apa sebenarnya yang ada di depanku ini?” Apakah ini asu ajag pegunungan Tepus yang dulu menjadi legenda? Atau jangan –jangan ini penjelmaan Raden Randu Alas?”
Perwujudan Ajag reksasa bermata merah itu membuka mulutnya. Gigi-gigi dan taringnya yang runcing kemerahan mencuat mengerikan. Lidahnya yang basah merah terjulur keluar. Kepalanya merunduk dan kedua kakinya diluruskan panjang-panjang ke depan tanda siap menerkam.
“Binatang ini hendak menyerangku,” kata Jampadi dalam hati. Tangan kanannya cepat bergerak ke pinggang. Sebilah golok tajam yang memancarkan cahaya putih berkilau kini tergenggam di tangan lelaki ini. Entah mengapa srigala bermata aneh angker itu perlahan-lahan bergerak mundur. Kedua kaki depannya ditarik, kepalanya yang merunduk ditegakkannya kembali. Setelah menggereng sekali lagi binatang ini lalu memutar diri, melompat masuk ke dalam serumpunan semak belukar dan lenyap sembari meninggalkan lolongan yang menyayat hati!
Diubah oleh breaking182 10-09-2018 20:39
User telah dihapus dan 6 lainnya memberi reputasi
7
Kutip
Balas