Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

c4punk1950...Avatar border
TS
c4punk1950...
Majapahit Menguasai Nusantara ? Ngawur Sampean !!


Siapa sih yang tak mengenal kisah tentang kejayaan kerajaan Majapahit, tentu saja semua orang di dongengkan tentang bagaimana kuat kerajaan tersebut hingga akhirnya ingin menguasai nusantara dengan hal yang sering kita dengar yaitu "Sumpah Palapa".



Sumpah yang terkenal namun saat ini jarang ada yang tahu isinya, nah untuk itu sebagai pengetahuan saya kutip sumpah ini yang awalnya terdapat pada teks Jawa Pertengahan di kitab Pararaton, yang berbunyi,

Sira Gajah Madapatih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: “Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tañjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa”.

Terjemahannya,

Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Ia Gajah Mada, “Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa”.



Terlihat disini sumpah yang ingin menguasai seluruh tanah kerajaan lain, ketika sumpah itu dilontarkan Majapahit belum menguasai apa-apa ? Dan faktanya sumpah ini tak pernah terlaksana Majapahit tak pernah bisa menguasai kerajaan lain bahkan di tanah sunda saja pun Majapahit tidak berdaya, itu terjadi pada kisah perang bubat walau ada orang yang bilang perang bubat tak pernah terjadi karena kitab pararaton merupakan sumber yang lemah dan penuh kepalsuan karena ada campur tangan voc di dalamnya. Namun pada Peristiwa Bubat dapat agan lihat juga di kitab Carita Parahyangan. Di situ diceritakan peristiwa ini walaupun hanya satu kalimat saja. Jadi kalau menganggap Perisitiwa Bubat adalah satu kebohongan, berarti menganggap Naskah Carita Parahyangan juga naskah palsu, namun kidung sunda memang harus dikaji lebih dalam, karena terlalu detil mengisahkan bubat menjadi tanda tanya tersendiri.

Hingga saat ini kitab Pararaton pun sering menjadi ajang debat yang tidak menemukan titik akhir, maklum saja kitab itu memang anonim pembuatnya setidaknya ada sisi sejarah yang bisa kita kulik untuk hari ini. Seperti kisah sumpah palapa yang ternyata tak sesuai dengan sikap politik Majapahit terhadap kerajaan lain yang mempunyai hubungan yang harmonis.



Hal ini di yakinkan dengan adanya hubungan yang harmonis antara Majapahit dan kerajaan lainnya, karena hubungan Majapahit dengan daerah-daerah sekitarnya sebenarnya bersifat "mitra satata" alias sahabat setara atau mitra dalam kedudukan yang sama tinggi jadi tidak ada mereka ingin menguasai daerah lain alias menjajah.

Dan ini terlihat mengapa Majapahit membuat pelabuhan-pelabuhan di sepanjang pantai utara Jawa, seperti Lasem, Tuban, Gresik, dan Jepara jelas terlihat Majapahit menyediakan tempat bagi berkumpulnya para pedagang dari segala penjuru Nusantara.

Untuk kata Nusantara sendiri sebenarnya berasal dari "nusa" ialah 'pulau-pulau atau daerah', kemudian "antara" artinya adalah 'yang lain'. Jadi Nusantara di masa Majapahit bisa juga diartikan sebagai "daerah-daerah yang lain" memang faktanya kerajaan yang berniaga berasal dari kerajaan di luar wilayah Majapahit alias Majapahit tidak menguasai mereka.



Seperti sudah diketahui banyak orang Majapahit itu berlokasi di Trowulan, dekat Sungai Brantas, dan merupakan kerajaan yang bercorak agraris, hingga akhirnya Majapahit membutuhkan barang dari wilayah lain seperti Sumatera ada hasil hutan, dari Kalimantan ada logam, dari Cina ada sutra. Dan juga para pedagang Arab yang mencari kapur barus dan rempah-rempahnya di tanah nusantara.

Dari keadaan demikian bisa disimpulkan abad ke-14, perdagangan Majapahit sudah berciri globalisasi. Sementara konsep Nusantara sendiri, yang diyakini para peneliti yang melemahkan kitab pararaton bahwa saat itu terjadi koalisi antara kerajaan-kerajaan yang turut bekerja sama untuk mencapai kepentingan bersama baik itu keamanan dan perdagangan yang berada di wilayah mereka.



Mengapa Majapahit dianggap menguasai Nusantara ? Ini karena Moh.Yamin ingin memberikan sugesti pada para pemuda tentang Nation Building. Dimana Indonesia saat itu masih terkotak-kotak maka diberikan konsep Nusantara dengan artian berbeda dan dianggap hal itu sudah ada pada zaman Singasari dengan nama Dipantara lantas diperkuat pada zaman Majapahit.




Tapi setidaknya hal ini hanya untuk pengetahuan tambahan agar di zaman modern ini kita tidak di bohongi lagi tentang kerajaan Majapahit yang seakan superior menguasai Nusantara, bahkan yang sanggup menyatukan nusantara plus papua adalah Sukarno. Majapahit menguasai nusantara ??? Husshh ngawurr itu....!!

Seruupuuutt ahhh




Referensi

https://m.liputan6.com/regional/read...sai-nusantara#



Diubah oleh c4punk1950... 06-09-2018 03:27
anasabila
pabloo
Kutuloncat373
Kutuloncat373 dan 12 lainnya memberi reputasi
5
67K
489
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.1KThread83.3KAnggota
Tampilkan semua post
c4punk1950...Avatar border
TS
c4punk1950...
#100
Quote:


Yup ada dua tafsir ...yg satunya lagi dalam Negarakertagama tidak bicara tentang upeti emoticon-Big Grin melainkan hadiah seperti yang disebutkan oleh Hasan Djafar, seorang ahli arkeologi, epigrafi, dan sejarah kuno.

Mengapa demikian ?

naskah Negara Krtagama karya Mpu Prapanca, seorang pujangga Jawa abad ke-14 M. Sewindu kemudian, naskah berbahasa Jawa Kuno diterbitkan dalam huruf Bali dan Bahasa Belanda oleh Dr JLA Brandes (1902), namun hanya sebagian. Disusul upaya penerjemahan oleh Dr JHC Kern tahun 1905-1914, dilengkapi dengan komentar-komentarnya.

Baru pada tahun 1919, Dr NJ Krom menerbitkan utuh isi lontar Negara Krtagama. Krom juga melengkapinya dengan catatan historis. Naskah Negara Krtagama ini akhirnya diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia oleh Prof Dr Slametmuljana dan disertai tafsir sejarahnya. Menyusul kemudian, Dr Th Pigeud yang menerjemahkan Negara Krtagama ke dalam Bahasa Inggris.

Bukti sejarah yang berkaitan dengan kerajaan ini tak banyak ditemukan, mengingat tradisi literasi waktu itu juga masih rendah. Sumber primer yang ditemukan diantaranya adalah prasasti-prasasti berbahasa Jawa kuno, naskah Negarakertagama dan Pararaton, serta beberapa catatan berbahasa Cina. Sebagai historiografi tradisional Negarakertagama dan Pararaton mengandung kebenaran historis yang bercampur dengan kebenaran mistis. Artinya, kedua naskah kuno ini selain berisi rekaman sejarah juga mengandung unsur-unsur mitos, legenda, dongeng, dan sebagainya. Dalam hal ini tidak dibedakan antara fakta peristiwa yang sesungguhnya dengan fakta rekaan pengarangnya.

Oleh karena itu, beberapa sejarawan mensanksikan kredibilitas Negarakertagama dan Praraton. Prof. C.C. Berg misalnya, memandang kedua naskah itu sebagai dokumen dongeng politik-religius, bukan sebuah dokumen sejarah. Menurutnya, naskah-naskah itu tidak dimaksudkan untuk mencatat masa yang sudah lampau, tetapi lebih dimaksudkan untuk menentukan kejadian-kejadian di masa mendatang dengan sarana gaib. Sementara itu, Hasan Djafar mengingatkan kalau kitab-kitab klasik seperti Negarakertagama dan Pararaton bila dijadikan sebagai rujukan untuk merekonstruksi suatu cerita sejarah haruslah melalui verifikasi dan penelaahan secara mendalam, mengingat unsur religio-magis yang dikandung cukup kental.

Negarakertagama di tulis oleh penyair keraton yang bernama Prapanca pada tahun 1365, yang tentunya ditulis dengan tendensius istanasentris. Dalam tulisannya tersebut, Prapanca gemar melebih-lebihkan hal-hal yang dapat mempertinggi kehormatan raja serta keluarganya yang melindungi penyair keraton. Adapun kitab Pararaton di tulis beberapa abad kemudian (sekitar 1613 M) yang sifatnya tak jauh berbeda dengan Negarakertagama, namun belum diketahui siapa gerangan yang menulis.

sampai hari ini masih saja ada tafsir bahwa kerajaan-kerajaan itu memberikan upetinya setiap tahun kepada Majapahit. Hal ini seolah membuktikan ketundukkan kerajaan-kerajaan Nusantara dibawah supremasi Majapahit. “Ini sering ditafsirkan sebagai upeti,” ujar Hasan. “Padahal, tidak ada satu kata pun dalam Nagarakertagama yang bisa diartikan sebagai upeti, apalagi upeti tanda tunduk seolah menjadi negara jajahan Majapahit.



kuasaan Majapahit yang diakui orang biasanya hanya di sekitar daerah pantai. Di daerah yang letaknya lebih ke pedalaman merupakan daerah yang merdeka dan tidak merasa terikat kewajiban membayar upeti dengan Majapahit. Bahkan, daerah Sunda, yang letaknya masih satu pulau dengan Majapahit, tidak pernah takluk dan menjadi wilayah bawahan kerajaan itu. Semua ini menunjukkan bahwa penaklukan yang dilakukan Majapahit adalah penaklukan semu. Banyak daerah yang tidak benar-benar takluk dan tunduk kepada Majapahit.

Bernard H. M. Vlekke dalam Nusantara: A History of Indonesia menyatakan, sebagian besar penguasa kecil di kerajaan-kerajaan pantai merasa bahwa hubungan mereka dengan Jawa (Majapahit) patut dibanggakan dan sekaligus menguntungkan. Para penguasa, misalnya kepala-kepala suku di pulau-pulau kecil Maluku, mungkin saja berusaha tampak penting di mata pejabat-pejabat Jawa dengan mendaftarkan banyak tempat yang lebih jauh dan terpencil sebagai daerah bawahan mereka, karena semakin panjang daftarnya semakin besar pula kejayaan mereka. Omong kosong mereka mungkin akan mengakibatkan biaya yang lebih besar dalam jumlah rempah yang harus dibayarkan sebagai upeti. Akan tetapi, hal ini juga bisa meningkatkan penghargaan yang akan mereka terima dalam bentuk barang-barang dari Jawa yang mereka butuhkan sendiri atau untuk dijual di antara orang-orang di pulau-pulau di timur yang tidak terbilang banyaknya itu.

Klaim bahwa Majapahit berhasil mempersatukan seluruh wilayah Nusantara agaknya menjadi sesuatu yang kontradiktif jika kita mencermati keadaan intern dari Majapahit itu sendiri. Majapahit selalu dilanda pemberontakan dan konflik intern. Sebut saja pemberontakan Rangga Lawe (1309), pemberontakan Sora (1311), pemberontakan Juru Demung (1313), pemberontakan Gajah Biru (1314), pemberontakan Nambi (1316), pemberontakan Semi dan Kuti (1319), pemberontakan Sadeng (1331), dan perang Paregreg (1401-1406). Yang terakhir ini bahkan melemahkan kekuasaan Majapahit dengan drastis. Jika mempersatukan intern kerajaan saja tidak bisa, apalagi mempersatukan Nusantara yang jauh lebih luas ?
-1
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.