- Beranda
- Stories from the Heart
ASU AJAG PEGUNUNGAN TEPUS
...
TS
breaking182
ASU AJAG PEGUNUNGAN TEPUS
ASU AJAG PEGUNUNGAN TEPUS
Quote:

SINOPSIS
Quote:
Sekelompok anak muda dari universitas di Jogja yang sedang melaksanakan KKN di desa Telaga Muncar salah satu desa terpencil di kawasan Tepus Gunung Kidul. Tiga sosok anjing misterius mencegat salah satu dari mahasiswa itu yang bernama Zulham. Misteri berlanjut lagi tatkala sesampainya di base camp. Zulham harus dihadapkan dengan ketua kelompok KKN tersebut yang diterror oleh mahkluk –mahkluk asing yang memperlihatkan diri di mimpi –mimpi. Bahkan, bulu –bulu berwarna kelabu kehitaman ditemukan di ranjang Ida. Hingga pada akhirnya misteri ini berlanjut kedalam pertunjukan maut. Nyawa Zulham dan seluruh anggota KKN terancam oleh orang –orang pengabdi setan yang tidak segan –segan mengorbankan nyawa sesama manusia. Bahkan, nyawa darah dagingnya sendiri!
INDEX
Diubah oleh breaking182 22-02-2021 10:13
sukhhoi dan 35 lainnya memberi reputasi
32
110.5K
Kutip
378
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
breaking182
#167
KORBAN PERTAMA
Quote:
PAGI ITU masih buta benar. Semburat merah belum juga nampak di ufuk timur. Udara dingin masih terasa mencucuk tulang. Kabut tipis turun dari puncak perbukitan kapur di sekeliling desa Telaga Muncar. Kelelawar - kelelawar terbang berkelompok-kelompok berpacu dengan waktu sepertinya kawanan binatang itu enggan tubuhnya disengat cahaya matahari.
Satu pedati yang ditarik oleh dua ekor sapi terlihat terseok –seok membelah jalan tepi desa yang masih terasa sunyi. Bunyi keretak roda yang berbenturan dengan jalan berbatu sesekali ditimpali oleh suara kokok ayam yang sedari tadi mulai bersahut –sahutan.
Di tepi perbatasan desa, terlihat beberapa orag berjalan telanjang kaki sambil memanggul cangkul di pundak. Saat itu tiba-tiba terdengar suara orang keluarkan pekik ketakutan dari kejauhan, serta merta sais pedati menghentikan laju gerobaknya. Orang –orang yang tadi hendak ke sawah sontak menoleh ke belakang. Tidak berapa lama, dari balik rerimbunan semak belukar muncul seorang lelaki dengan muka pucat dan nafasnya memburu.
"Ada apa Surya?!" bertanya seorang petani yang dipinggangnya terlilit kain sarung berwarna hitam.
"Ada.... ada rajapati " pemuda bernama Surya menunjuk dengan muka masih pucat dan tangan gemetar ke arah rerimbunan pohon singkong yang menghampar luas. Semua orang memandang ke jurusan yang ditunjuk.
"Rajapati?! Dimana?! Siapa yang terbunuh??" tanya seorang yang lain.
Sais pedati yang dari tadi sudah turun ikut bicara, "Tenangkan diri mu. Dimana rajapati itu? Tunjukkan pada kita semua "
" Betul! Surya katakan lekas!"
"Ada seseorang.... ada seseorang mati diterkam binatang buas," menerangkan Surya.
"Tubuhnya tercabik – cabik dengan mengerikan. Tubuhnya bergelimang darah.... Saya takut ...."
"Anak ini tidak dusta! Sesuatu telah terjadi!"
"Lebih baik kita ketempat kejadian itu. Jangan lupa berhati –hatilah, siapa tahu binatang itu masih berkeliaran di tempat itu!”
Tanpa diberi aba-aba lagi, semua petani dan si sais pedati yang ada di tepi desa serta merta lari berhamburan ke arah tempat yang ditunjukkan oleh Surya. Sementara Surya hanya bisa berdiri terpaku dan gemetaran sembari pandangannya melihat ke arah empat orang yang tengah berlarian menerobos kerapatan semak belukar.
Ketika keempat orang itu berhasil menuju ke tempat yang ditunjukkan oleh pemuda desa yang bernama Surya , tampaklah pemandangan yang mengerikan. Seperti yang sebelumnya dilihat oleh Surya. Di tengah kebun singkong yang telah porak poranda dahan dan daunnya patah dan berceceran tergeletak satu sosok tubuh bersimbah luka dan darah mulai dari kepala hingga ke tubuh. Wajah orang itu rusak mengerikan hampir sudah pasti tidak dapat dikenali lagi.
Pakaiannya yang berwana kelabu tampak merah dan basah oleh darah. Pakaian itu robek-robek di beberapa tempat menyingkapkan luka-luka mengerikan. Muka orang itu seperti dicincang. Hancur mengerikan. Hidungnya hampir sumplung dan salah sebuah dari matanya tak ada lagi di rongganya! Sementara lehernya miring ke samping hampir putus dari badan. Seperti dikoyak dengan mata pisau yang sangat tajam.
Satu pedati yang ditarik oleh dua ekor sapi terlihat terseok –seok membelah jalan tepi desa yang masih terasa sunyi. Bunyi keretak roda yang berbenturan dengan jalan berbatu sesekali ditimpali oleh suara kokok ayam yang sedari tadi mulai bersahut –sahutan.
Di tepi perbatasan desa, terlihat beberapa orag berjalan telanjang kaki sambil memanggul cangkul di pundak. Saat itu tiba-tiba terdengar suara orang keluarkan pekik ketakutan dari kejauhan, serta merta sais pedati menghentikan laju gerobaknya. Orang –orang yang tadi hendak ke sawah sontak menoleh ke belakang. Tidak berapa lama, dari balik rerimbunan semak belukar muncul seorang lelaki dengan muka pucat dan nafasnya memburu.
"Ada apa Surya?!" bertanya seorang petani yang dipinggangnya terlilit kain sarung berwarna hitam.
"Ada.... ada rajapati " pemuda bernama Surya menunjuk dengan muka masih pucat dan tangan gemetar ke arah rerimbunan pohon singkong yang menghampar luas. Semua orang memandang ke jurusan yang ditunjuk.
"Rajapati?! Dimana?! Siapa yang terbunuh??" tanya seorang yang lain.
Sais pedati yang dari tadi sudah turun ikut bicara, "Tenangkan diri mu. Dimana rajapati itu? Tunjukkan pada kita semua "
" Betul! Surya katakan lekas!"
"Ada seseorang.... ada seseorang mati diterkam binatang buas," menerangkan Surya.
"Tubuhnya tercabik – cabik dengan mengerikan. Tubuhnya bergelimang darah.... Saya takut ...."
"Anak ini tidak dusta! Sesuatu telah terjadi!"
"Lebih baik kita ketempat kejadian itu. Jangan lupa berhati –hatilah, siapa tahu binatang itu masih berkeliaran di tempat itu!”
Tanpa diberi aba-aba lagi, semua petani dan si sais pedati yang ada di tepi desa serta merta lari berhamburan ke arah tempat yang ditunjukkan oleh Surya. Sementara Surya hanya bisa berdiri terpaku dan gemetaran sembari pandangannya melihat ke arah empat orang yang tengah berlarian menerobos kerapatan semak belukar.
Ketika keempat orang itu berhasil menuju ke tempat yang ditunjukkan oleh pemuda desa yang bernama Surya , tampaklah pemandangan yang mengerikan. Seperti yang sebelumnya dilihat oleh Surya. Di tengah kebun singkong yang telah porak poranda dahan dan daunnya patah dan berceceran tergeletak satu sosok tubuh bersimbah luka dan darah mulai dari kepala hingga ke tubuh. Wajah orang itu rusak mengerikan hampir sudah pasti tidak dapat dikenali lagi.
Pakaiannya yang berwana kelabu tampak merah dan basah oleh darah. Pakaian itu robek-robek di beberapa tempat menyingkapkan luka-luka mengerikan. Muka orang itu seperti dicincang. Hancur mengerikan. Hidungnya hampir sumplung dan salah sebuah dari matanya tak ada lagi di rongganya! Sementara lehernya miring ke samping hampir putus dari badan. Seperti dikoyak dengan mata pisau yang sangat tajam.
Quote:
Desa Telaga Muncar yang pagi itu sebelumnya tenggelam dalam udara sejuk dan kesunyian mendadak saja berubah menjadi hingar bingar. Terdengar suara kentongan bersahutan beberapa kali disudut –sudut desa. Dibarengi suara langkah –langkah penduduk desa berlarian ke arah tepi desa.
“ Ada rajapati Ada rajapati! Cepat laporkan pada kepala desa…!”
Jampadi , kepala desa Telaga Muncar yang tengah mencuci wajahnya di pancuran belakang rumah, dengan kaget dan terburu –buru kepala desa berumur separuh abad itu menghentikan kegiatannya. Dua orang warga desa datang tergopoh –gopoh memberi tahu apa yang terjadi.
“Ada yang mati di kebun singkong dengan luka cabikan binatang buas…..,” berucap Jampadi sambil mengusap wajahnya berkali –kali.
“ Kau kenal orang itu? Apakah dia salah satu warga desa ini? “
Dua orang yang didepan kepala desa itu serempak menggeleng.
“ Mukanya sangat hancur dan sulit untuk dikenali Pak. Saya kira bukan warga Telaga Muncar “
Jampadi menggumam lirih, “Sudah lama sekali tidak ada kejadian seperti ini di desa ini... Ternyata dia akhirnya tidak bisa menahan gelora iblis itu …!”
Salah seorang warga yang memakai topi kupluk berwarna hitam dengan kain sarung berwarna kumal yang melilit di pinggangnya sempat mendengar suara lirih Jampadi.
“ Maksud Pak Lurah apa? Siapa yang dimaksud dengan dia?!”
Jampadi tergagap sebentar. Serta merta ia kuasai dirinya. Sembari menarik nafas panjang lelaki ini berkata,“ Bukan apa –apa Marwan “
“ Ayo lekas tunjukkan kepadaku dimana diketemukannya mayat itu? “
Jampadi terus melangkah ke arah pagar belakang. Walaupun saat itu tiba –tiba tubuhnya terasa mengigil, tapi kepala desa ini mendadak merasakan ada satu kekuatan di dalam dirinya yang memberinya semangat untuk melakukan niatnya.
Dua orang warga desa itu segera menyusul kepala desa mereka yang telah berjalan mendahului beberapa langkah di depannya.
“ Ada rajapati Ada rajapati! Cepat laporkan pada kepala desa…!”
Jampadi , kepala desa Telaga Muncar yang tengah mencuci wajahnya di pancuran belakang rumah, dengan kaget dan terburu –buru kepala desa berumur separuh abad itu menghentikan kegiatannya. Dua orang warga desa datang tergopoh –gopoh memberi tahu apa yang terjadi.
“Ada yang mati di kebun singkong dengan luka cabikan binatang buas…..,” berucap Jampadi sambil mengusap wajahnya berkali –kali.
“ Kau kenal orang itu? Apakah dia salah satu warga desa ini? “
Dua orang yang didepan kepala desa itu serempak menggeleng.
“ Mukanya sangat hancur dan sulit untuk dikenali Pak. Saya kira bukan warga Telaga Muncar “
Jampadi menggumam lirih, “Sudah lama sekali tidak ada kejadian seperti ini di desa ini... Ternyata dia akhirnya tidak bisa menahan gelora iblis itu …!”
Salah seorang warga yang memakai topi kupluk berwarna hitam dengan kain sarung berwarna kumal yang melilit di pinggangnya sempat mendengar suara lirih Jampadi.
“ Maksud Pak Lurah apa? Siapa yang dimaksud dengan dia?!”
Jampadi tergagap sebentar. Serta merta ia kuasai dirinya. Sembari menarik nafas panjang lelaki ini berkata,“ Bukan apa –apa Marwan “
“ Ayo lekas tunjukkan kepadaku dimana diketemukannya mayat itu? “
Jampadi terus melangkah ke arah pagar belakang. Walaupun saat itu tiba –tiba tubuhnya terasa mengigil, tapi kepala desa ini mendadak merasakan ada satu kekuatan di dalam dirinya yang memberinya semangat untuk melakukan niatnya.
Dua orang warga desa itu segera menyusul kepala desa mereka yang telah berjalan mendahului beberapa langkah di depannya.
Quote:
“ Zul...Bangun Zul...!”
Suara keras dibarengi dengan goncangan di bahuku mau tak mau membuat aku dengan berat hati membuka mata. Sesaat pandanganku kabur karena mataku belum terbuka dengan sempurna. Sesaat ku kucek mataku berkali –kali. Tampak di depanku Nathan duduk di tepi pembaringan. Wajahnya nampak tegang, matanya terlihat ada kepanikan disana. Sementara lamat –lamat aku mendengar suara riuh di luar.
“ Ada apa, masih pagi benar kau bangunkan aku “
“Gawat Zul..gawat ! “
“ Gawat apanya?! Katakan padaku dengan gamblang ! “
Aku setengah kesal mendengar penjelasan dari Nathan yang terkesan berbelit –belit.
“ Ada orang mati “
“ Sialan kau, Cuma ada orang mati kau teriak –teriak di telingaku dan mengguncang –guncang badanku?!”
“ Bukan itu Zul, ini matinya tidak normal. Kata orang –orang desa ada orang mati dicabik –cabik. Seperti dibunuh oleh binatang buas ! “
Binatang buas. Kalimat terakhir tanpa penekanan itu membuatku sontak terdiam. Rasa jengkel dan marahku tadi sirna dengan cepat. Seperti ada suatu kekuatan yang mendorongku dengan sigap aku segera turun dari ranjang meninggalkan Nathan yang masih di cekam ketegangan. Hanya satu di dalam pikiran ku. Ida, ya Ida. Aku harus tahu bagaimana keadaan gadis itu. Pastilah ia tergoncang jika mendengar hal itu. Pembunuhan oleh binatang buas. Apakah mahkluk itu? Anjing besar itukah pelakunya?!
Aku hampir menabrak pintu kamar, setengah terhuyung aku keluar dari kamar. Di ruang tengah aku lihat Ida nampak menahan tangis. Mima dan Ajeng berusaha untuk menenangkan hatiya. Perlahan aku duduk di samping Ida yang masih menangis. Beberapa saat aku hanya bisa terdiam. Membiarkannya larut dalam isak tangis. Tangisan ketakutan dan cemas.
Akhirnya mulutku bergerak.
“ Ida tenang ada aku, ada teman –teman kita disini. Tidak ada apa –apa. Kau tidak perlu ketakutan dan tegang seperti itu “
Aku coba menghibur diri. Jujur saja, aku juga merasa cemas dan takut. Aku sangat yakin kasus kematian itu berkaitan erat dengan anjing –anjing besar yang mencegatku tempo hari tatkala aku akan memasuki desa Telaga Muncar. Selang beberapa saat Ida tampak sudah dapat menguasai dirinya. Ia menoleh ke arah ku. Merapatkan duduknya ke aarhku, lalu menyandarkan kepalanya pelan di pundakku.
Mima dan Ajeng yang melihat hal itu. Lalu buru –buru pergi sembari melirik ke arahku sebelumnya. Tubuh keduanya menghilang di balik pintu kamar. Meninggalkan suara berkereketan pintu yang ditutup dari dalam.
“ Zul, aku takut. Aku takut sekali. Entah mengapa, kejadian itu seperti terekam di pikiran ku “
“ Kejadian apa? “
Ida terdiam sekejap. Lalu suara setengah berbisik keluar dari sela –sela bibirnya.
“ Aku seperti melihat kejadian itu. Seekor anjing yang sangat besar berjalan mengendap –endap di rerimbunan pohon. Cahaya bulan purnama yang di angkasa seperti menerangi setiap langkah kakinya. Kaki berbulu dengan kuku – kuku tajam seperti pisau “
“ Bahkan suara geramannya seperti masih terngiang –ngiang di telingaku. Lalu......”
Ida tidak melanjutkan perkataanya. Gadis itu menangis tersedu –sedu. Aku tarik kepalanya di atas dadaku. Lalu Ida menagis terisak –isak disana. Aku eratkan pelukan ku berharap gadis pujaan ku ini bisa sedikit tenang.
“ Lalu..anjing besar itu menerkam seseorang yang sedang berjalan di tepi desa itu. Mencakar, menggigit, mengoyak dengan gigi dan kuku –kuku tajamnya. Darah seketika berhamburan. Menggenang, muncrat kemana –mana menggenangi pucuk –pucuk pohon singkong dan mengalir di tanah. Moncong anjing itu berlumuran darah segar”
“ Aku berteriak melihat hal itu. Anjing besar itu menoleh ke arahku. Matanya menyala merah seperti bara api. Lalu ia menerkam ku....aku takut Zul”
“ Sudah Ida, itu hanya mimpi atau mungkin khayalan mu saja. Hanya kebetulan. Kau masih belum bisa melupakan soal mimpi –mimpi tempo hari “
Ida serentak melepaskan pelukan ku. Matanya yang tergenang air menatapku dengan tajam.
“ Mimpi yang sangat kebetulan Zul. Mimpi yang sangat kebetulan. Aku bermimpi tadi malam dan tiba –tiba ada kejadian di pagi ini. Apakah ini hanya kebetulan?! “
Aku hanya terdiam. Tidak mampu berkata apa –apa lagi, memang benar sangat kebetulan kalau tiba –tiba ada kejadian yang sangat mirip dengan mimpi yang dialami oleh Ida. Aku tidak berani berpikiran terlalu jauh. Kubiarkan saja tatkala Ida melangkah pergi dan masuk ke kamarnya. Sementara aku hanya duduk terdiam di kursi rotan di ruang tengah. Entah apa yang harus aku lakukan. Aku tidak tahu.
Suara keras dibarengi dengan goncangan di bahuku mau tak mau membuat aku dengan berat hati membuka mata. Sesaat pandanganku kabur karena mataku belum terbuka dengan sempurna. Sesaat ku kucek mataku berkali –kali. Tampak di depanku Nathan duduk di tepi pembaringan. Wajahnya nampak tegang, matanya terlihat ada kepanikan disana. Sementara lamat –lamat aku mendengar suara riuh di luar.
“ Ada apa, masih pagi benar kau bangunkan aku “
“Gawat Zul..gawat ! “
“ Gawat apanya?! Katakan padaku dengan gamblang ! “
Aku setengah kesal mendengar penjelasan dari Nathan yang terkesan berbelit –belit.
“ Ada orang mati “
“ Sialan kau, Cuma ada orang mati kau teriak –teriak di telingaku dan mengguncang –guncang badanku?!”
“ Bukan itu Zul, ini matinya tidak normal. Kata orang –orang desa ada orang mati dicabik –cabik. Seperti dibunuh oleh binatang buas ! “
Binatang buas. Kalimat terakhir tanpa penekanan itu membuatku sontak terdiam. Rasa jengkel dan marahku tadi sirna dengan cepat. Seperti ada suatu kekuatan yang mendorongku dengan sigap aku segera turun dari ranjang meninggalkan Nathan yang masih di cekam ketegangan. Hanya satu di dalam pikiran ku. Ida, ya Ida. Aku harus tahu bagaimana keadaan gadis itu. Pastilah ia tergoncang jika mendengar hal itu. Pembunuhan oleh binatang buas. Apakah mahkluk itu? Anjing besar itukah pelakunya?!
Aku hampir menabrak pintu kamar, setengah terhuyung aku keluar dari kamar. Di ruang tengah aku lihat Ida nampak menahan tangis. Mima dan Ajeng berusaha untuk menenangkan hatiya. Perlahan aku duduk di samping Ida yang masih menangis. Beberapa saat aku hanya bisa terdiam. Membiarkannya larut dalam isak tangis. Tangisan ketakutan dan cemas.
Akhirnya mulutku bergerak.
“ Ida tenang ada aku, ada teman –teman kita disini. Tidak ada apa –apa. Kau tidak perlu ketakutan dan tegang seperti itu “
Aku coba menghibur diri. Jujur saja, aku juga merasa cemas dan takut. Aku sangat yakin kasus kematian itu berkaitan erat dengan anjing –anjing besar yang mencegatku tempo hari tatkala aku akan memasuki desa Telaga Muncar. Selang beberapa saat Ida tampak sudah dapat menguasai dirinya. Ia menoleh ke arah ku. Merapatkan duduknya ke aarhku, lalu menyandarkan kepalanya pelan di pundakku.
Mima dan Ajeng yang melihat hal itu. Lalu buru –buru pergi sembari melirik ke arahku sebelumnya. Tubuh keduanya menghilang di balik pintu kamar. Meninggalkan suara berkereketan pintu yang ditutup dari dalam.
“ Zul, aku takut. Aku takut sekali. Entah mengapa, kejadian itu seperti terekam di pikiran ku “
“ Kejadian apa? “
Ida terdiam sekejap. Lalu suara setengah berbisik keluar dari sela –sela bibirnya.
“ Aku seperti melihat kejadian itu. Seekor anjing yang sangat besar berjalan mengendap –endap di rerimbunan pohon. Cahaya bulan purnama yang di angkasa seperti menerangi setiap langkah kakinya. Kaki berbulu dengan kuku – kuku tajam seperti pisau “
“ Bahkan suara geramannya seperti masih terngiang –ngiang di telingaku. Lalu......”
Ida tidak melanjutkan perkataanya. Gadis itu menangis tersedu –sedu. Aku tarik kepalanya di atas dadaku. Lalu Ida menagis terisak –isak disana. Aku eratkan pelukan ku berharap gadis pujaan ku ini bisa sedikit tenang.
“ Lalu..anjing besar itu menerkam seseorang yang sedang berjalan di tepi desa itu. Mencakar, menggigit, mengoyak dengan gigi dan kuku –kuku tajamnya. Darah seketika berhamburan. Menggenang, muncrat kemana –mana menggenangi pucuk –pucuk pohon singkong dan mengalir di tanah. Moncong anjing itu berlumuran darah segar”
“ Aku berteriak melihat hal itu. Anjing besar itu menoleh ke arahku. Matanya menyala merah seperti bara api. Lalu ia menerkam ku....aku takut Zul”
“ Sudah Ida, itu hanya mimpi atau mungkin khayalan mu saja. Hanya kebetulan. Kau masih belum bisa melupakan soal mimpi –mimpi tempo hari “
Ida serentak melepaskan pelukan ku. Matanya yang tergenang air menatapku dengan tajam.
“ Mimpi yang sangat kebetulan Zul. Mimpi yang sangat kebetulan. Aku bermimpi tadi malam dan tiba –tiba ada kejadian di pagi ini. Apakah ini hanya kebetulan?! “
Aku hanya terdiam. Tidak mampu berkata apa –apa lagi, memang benar sangat kebetulan kalau tiba –tiba ada kejadian yang sangat mirip dengan mimpi yang dialami oleh Ida. Aku tidak berani berpikiran terlalu jauh. Kubiarkan saja tatkala Ida melangkah pergi dan masuk ke kamarnya. Sementara aku hanya duduk terdiam di kursi rotan di ruang tengah. Entah apa yang harus aku lakukan. Aku tidak tahu.
Diubah oleh breaking182 05-09-2018 11:01
User telah dihapus dan 7 lainnya memberi reputasi
8
Kutip
Balas