- Beranda
- Stories from the Heart
Gunung Hutan Dan Puisi
...
TS
arga.mahendraa
Gunung Hutan Dan Puisi
Pada pekat kabut yang menjalar di hamparan tanahtanah tinggi
Kulantunkan katakata sebagai penggalan doa
Untukmu yang kini telah sempurna hadir..
Pada peluh yang telah mengalir
Ketika kita ayunkan langkahlangkah
Menuju tempattempat teduh
Untuk menyemayamkan rasamu dan rasaku
Kini telah menyatu sudah
dan beku udara ini akan semakin kuat mengikatnya
Kita memang sering berbeda dalam banyak Hal
Namun Gunung, Hutan Dan Puisi selalu mampu menyatukannya..
***
Kulantunkan katakata sebagai penggalan doa
Untukmu yang kini telah sempurna hadir..
Pada peluh yang telah mengalir
Ketika kita ayunkan langkahlangkah
Menuju tempattempat teduh
Untuk menyemayamkan rasamu dan rasaku
Kini telah menyatu sudah
dan beku udara ini akan semakin kuat mengikatnya
Kita memang sering berbeda dalam banyak Hal
Namun Gunung, Hutan Dan Puisi selalu mampu menyatukannya..
***

Sebelumnya ijinkan saya untuk ikut berbagi cerita di forum ini. Forum yang sudah lumayan lama saya ikuti sebagai SR.. Salam kenal, saya Arga..
Cerita saya mungkin tidak terlalu menarik dan membahana seperti cerita-cerita fenomenal di SFTH ini. Hanya cerita biasa dari bagian kisah hidup saya. Semoga masih bisa dibaca dan dinikmati.
Seperti biasa, seluruh nama tokoh, dan tempat kejadian disamarkan demi kebaikan semuanya. Boleh kepo, tapi seperlunya saja ya.. seperti juga akan seperlunya pula saya menanggapinya..
Update cerita tidak akan saya jadwalkan karena saya juga punya banyak kesibukan. Tapi akan selalu saya usakan update sesering mungkin sampai cerita inI tamat, jadi jangan ditagih-tagih updetannya yaa..
Baiklah, tidak perlu terlalu berpanjang lebar, kita mulai saja...
****
Medio 2005...
Hari itu sore hari di sela kegiatan pendidikan untuk para calon anggota baru organisasi pencinta alam dan penempuh rimba gunung yang aku rintis tujuh tahun yang lalu sekaligus sekarang aku bina. Aku sedang santai sambil merokok ketika salah satu partnerku mendatangiku.
"Ga, tuh ada salah satu peserta cewek yg ikut pendidikan cuma karena Ada pacarnya yang ikut, kayaknya dia ga beneran mau ikut organisasi deh, tapi cuma ngikut pacarnya"
"Masak sih? Yang mana? Kok aku ga perhatiin ya" jawabku
"Kamu terlalu serius mikirin gimana nanti teknis di lapangan sih Ga, malah jadi ga merhatiin pesertamu sendiri" lanjutnya
"Coba deh nanti kamu panggil aja trus tanyain bener apa ga, namanya Ganis.. aku ke bagian logistik dulu" Kata temanku sambil meninggalkanku
"OK, nanti coba aku tanya" jawabku
"Pulangin aja kalo emang bener Ga.. ga bener itu ikut organisasi cuma buat pacaran" sahutnya lagi dari kejauhan sambil teriak
Dan aku pun cuma menjawab dengan acungan jempol saja
***
Pada malam harinya aku mengumpulkan seluruh peserta pendidikan di lapangan. Malam itu ada sesi pengecekan logistik peserta sekaligus persiapan untuk perjalanan ke gunung besok pagi untuk pendidikan lapangan.
Kurang lebih 2 jam selesai juga pengecekan logistik seluruh peserta pendidikan. Dan aku pun memulai aksiku.
"Yang merasa bernama Ganis keluar dari barisan dan maju menghadap saya sekarang..!!!" Teriakku di depan mereka
Tak lama keluarlah seorang cewek dari barisan dan menghadapku. Aku tidak terlalu memperhatikan wajahnya, entah cantik atau biasa saja aku tak terlalu peduli karena aku sudah sedikit emosi sejak sore tadi temanku mengatakan kalau dia ikut kegiatan ini cuma karena pacarnya ikut.
"Benar kamu yang bernama Ganis?"
"Ya benar, Kak"
"Kamu ngapain ikut kegiatan ini!?"
"Karena saya ingin jadi anggota Kak"
"Dasar pembohong..!!!" Bentakku seketika
Dan dia pun langsung menunduk
"Hey, siapa suruh nunduk?? Kalau ada yang ngomong dilihat!! Kamu tidak menghargai seniormu!!"
"Siap, maaf Kak" jawabnya sambil langsung melihatku
"Saya dengar kamu ikut kegiatan ini karena pacar kamu ikut juga!! Benar begitu? Jawab!!"
"Siap, tidak Kak, saya ikut karena saya sendiri ingin ikut, tidak ada hubungannya dengan pacar!" Jawabnya tegas
"Tapi pacar kamu juga ikut kan!?"
"Siap benar"
"Siapa namanya!?"
"Alan Kak"
"Yang merasa bernama Alan, maju ke depan" teriakku di depan peserta lainnya
Kemudian datanglah cowok bernama Alan itu di depanku
"Benar kamu yang bernama Alan?" Tanyaku pada cowok itu
"Siap, benar Kak" jawabnya
"Benar kamu pacarnya Ganis?"
"Siap benar Kak"
"Kamu ikut kegiatan ini cuma buat ajang pacaran!!?? Kamu cuma mau cari tempat buat pacaran??"
"Tidak Kak"
"Kalian berdua masih mau jadi anggota organisasi ga!!?"
"Siap, masih mau Kak" jawab mereka berdua
"Baik, saya berikan pilihan, kalian berdua saat ini juga putus dan lanjut ikut pendidikan, atau tetap pacaran tapi sekarang juga pulang tidak usah lanjut ikut pendidikan dan jadi anggota organisasi.. silahkan tentukan pilihan sekarang!!"
***
Spoiler for INDEX:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 10 suara
Siapakah yang bakal jadi istri TS?
Rika
30%
Winda
20%
Dita
0%
Ganis
40%
Tokoh Yang Belum Muncul
10%
Diubah oleh arga.mahendraa 20-10-2018 13:37
kimpoijahat dan anasabila memberi reputasi
3
31.4K
264
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
arga.mahendraa
#180
39. Mendaki Gunung Bersama Ganis
Usai makan siang dengan menu garang asem ayam buatan mamaku feat Ganis yang sangat nikmat, aku dan Ganis pun bersiap untuk pergi mendaki gunung. Catatan, masakan mamaku terkenal sangat enak. Bahkan tetangga-tetanggaku pun mengakuinya. Dulu mama selalu mamasak sendiri (dibantu kerabat dan tetangga) kalau dirumah ada acara seperti selamatan atau hajatan kecil. Dan orang-orang yang datang pasti mengakui kalau masakan mamaku enak banget. Sayangnya sejak mama jatuh sakit 3 tahun lalu, mama sudah tidak pernah masak lagi, dan bahkan sekarang sampai seterusnya aku tidak akan pernah bisa lagi merasakan masakan mama, karena mama sudah meninggal setahun yang lalu. Semoga mama dilapangkan kuburnya, diterima amal ibadahnya dan diampuni segala dosanya. Aamiin.
"Mah, aku berangkat dulu ya" ucapku sambil mencium tangannya dan diikuti Ganis juga berpamitan dan mencium tangan mamaku.
"Hati-hati kalian. Arga, kamu jagain Ganis bener-bener lho ya.. jangan meleng, jangan sampai lecet ini calon mantu mama yang paling cantik" ucap mamaku diikuti rona tersipu wajah Ganis.
"Iya, Ma" jawabku.
Aku dan Ganis pun segera berangkat menggunakan motor bututku. Motorku memang motor tua, tapi performa mesinnya masih sangat bagus karena perawatannya yang rutin. Untuk melibas tanjakan jalan pegunungan masih sangat mampu meskipun berboncengan dan membawa beban tas ransel yang cukup berat. Aku dan Ganis membawa dua tas ransel yang berbeda ukuran. Satu tas ransel kecil kapasitas 25 lt dan satu ransel carrier kapasitas 70 lt. Ganis memboncengku sambil menggendong tas ransel carrier, sedangkan ransel yang kecil aku taruh di depan.
Butuh waktu sekitar 3 jam menggunakan motor untuk sampai di basecamp gunung yang hendak kudaki bersama Ganis. Sesampainya di basecamp aku melapor kepada petugas dan membayar retribusi. Usai urusan administrasi basecamp, aku langsung memulai perjalanan. Mumpung hari masih sore jadi nanti bisa sampai di lokasi camp belum terlalu malam. Aku dan Ganis berjalan beriringan menyusuri jalur setapak gunung yang belum terlalu terjal. Sesekali kami bertemu pendaki lain dan menyapa mereka. Sesama pendaki gunung memang harus ramah, saling sapa dan saling bantu jika ada yang memerlukan bantuan. Hari ini Ganis menggunakan setelan kaos oblong pendek, celana pendek selutut dan rambutnya diikat menggunakan slayer. Simpel dan cantik banget. Tak jarang pendaki-pendaki lain yang cowok, baik yang jomblo maupun yang berpasangan memandangi Ganis tertarik akan kecantikannya. Di saat seperti itu kadar percaya diri ku otomatis meningkat karena merasa bangga mempunyai pacar cantik dan menarik perhatian banyak orang. Huahahahahaha.
Sekitar jam 7 malam kami sudah sampai di lokasi camp. Rencananya malam ini kami menginap di sini. Besok pagi baru menuju ke puncak dan menginap lagi semalam di puncak. Lokasi camp ini sudah cukup dekat dengan puncak. Butuh waktu sekitar 2 jam perjalanan dari camp menuju ke puncak. Sengaja aku memilih lokasi ini karena lokasi ini adalah terakhir medan jalur landai. Setelah dari sini, medan perjalanan relatif lebih terjal.
Usai mendirikan tenda bersama Ganis, kami pun memasak untuk makan malam. Menu makan malam kami tergolong cukup mewah untuk ukuran pendaki gunung. Kami memasak nasi putih, memanaskan garang asem ayam yang kubawa dari rumah dan membuat gorengan bakwan. Sudah sejak lama aku meminimalisir konsumsi mie instan ketika mendaki gunung. Bukan masalah apa-apa, tapi bagiku belum puas makan kalau hanya sekedar mie instan. Walaupun makan 2 bungkus sekalipun, meskipun kenyang, tapi tak lama sudah lapar lagi. Maklum, mendaki gunung kan membutuhkan banyak kalori. Biarpun begitu, aku masih tetap membawa mie instan untuk cadangan logistik jika terjadi hal yang tidak diinginkan.
Usai makan malam, aku dan Ganis membereskan semua peralatan dan menyimpannya di vestibule (ruang teras tenda), termasuk tas ransel dan barang lainnya lalu masuk ke dalam tenda dan menutup rapat resleting pintu tenda supaya angin gunung tidak menerobos masuk sehingga tidak terlalu dingin. Di dalam tenda aku sudah menyiapkan perlengkapan tidur berupa sleeping bag, 1 set baju dan celana panjang serta jaket. Aku juga sudah menyiapkan untuk Ganis.
"Mau langsung tidur, Om?" Tanya Ganis.
"Terserah kamu sih. Mau ngobrol dulu juga gpp. Baru jam 9 malam ini" jawabku.
"Putar lagu, Om"
"Pakai apa?"
"Pakai HP ku nih" ucapnya sambil menyerahkan hp nokia 7610 miliknya.
"Nanti batrenya cepet habis, Til" ucapku.
"Gpp biarin aja" ucapnya.
"Lagu apa til?" Ucapku sambil membuka pemutar lagu di hpnya.
"Dream theater aja om. Tapi yang kalem-kalem aja" ucapnya.
Oh iya, sejak dekat denganku, Ganis jadi ikut-ikutan suka dengan lagu-lagu dream theater. Tapi khusus yang kalem-kalem. Katanya musiknya bagus dan liriknya punya makna yang dalam. Jelas saja, skill bermusik personil dream theater memang luar biasa. Aku pun memilih beberapa lagu dream theater seperti spirit cariies on, Anna Lee, space-dye vest dan lain-lain khusus yang kalem untuk menemani malam syahdu kami di gunung ini.
"Jadinya kamu mau nerusin kuliah di mana, Til?" Ucapku membuka obrolan.
"Aku pengen kuliah kebidanan, om. Kalo gak di Stikes A ya di Stikes B. Mau coba daftar di Stikes A dulu soalnya di sana kan ada Janet" ucapnya. Janet adalah kakak kelas Ganis sekaligus alumni organisasiku juga.
"Ooh Janet kuliah di situ ya. Ya udah coba aja daftar. Nanti minta info dari Janet" ucapku
"Udah dikabarin sih, Om. Pendaftarannya masih lama sih bukanya. Paling 2 bulanan lagi" ucapnya.
"Gak ikut daftar seleksi PTN juga?" Ucapku.
"Males, Om. Aku udah yakin mau ambil itu aja. Biar gak buang-buang duit buat pendaftaran dan ujian" ucapnya.
"Tapi kan lumayan bisa buat cadangan, siapa tau lolos seleksi PTN" ucapku.
"Gak usah lah, Om. Langsung cari kampus kebidanan aja lah.. kalo di Stikes A gak keterima, bisa coba di Stikes B, kalo gak keterima juga ya cari Stikes lainnya. Masih banyak kok kampus kesehatan yang lain" ucapnya
"Ya udah terserah kamu deh, Til. Aku dukung aja apapun cita-cita kamu" ucapku.
"Mana Om kadonya? Katanya mau kasih kado?" Ucapnya dengan nada manja sekaligus merangsek ke dalam pelukanku.
"Kan belum pengumuman kelulusan. Gampang itu, nanti kejutan aja ya.. hehehe" ucapku sambil membelai lembut rambutnya.
"Jadi penasaran, Om" ucapnya sambil mengeratkan pelukannya.
"Nanti juga kamu tau sendiri. Aku udah siapin kado istimewa buat kamu kok" ucapku.
Ganis tidak menjawab lagi, tapi dia semakin mendekatkan wajahnya ke wajahku. Perlahan tanganku meraih headlamp yang kugunakan sebagai penerangan dalam tenda dan mematikannya. Lagu dream theater dari hp Ganis masih mengalun pelan mengiringi hembusan nafas kami yang kini sudah sedikit memburu. Pelan namun pasti aku mulai mendekatkan bibirku ke bibirnya dan kami pun berciuman. Mungkin ini efek kejadian tadi pagi, sehingga kami jadi ketagihan dan seolah menjadi candu yang sedikit demi sedikit kami semakin menikmatinya.
"Ciuman aja ya, Til. Jangan yang lain" ucapku.
"Hhhmmmmmm" hanya itu yang diucapkannya sambil terus melumat bibirku.
Cukup lama kami berciuman. Meski nafsu terus berusaha menguasaiku, tapi aku masih terus menahannya. Sehingga tanganku tidak bergerak kemana-mana. Hanya memegang erat kepalanya yang masih menempel ketat padaku. Selain masih takut melakukan hal lebih, aku juga takut terjadi hal yang tidak diinginkan karena kami sekarang berada di gunung. Kami tidak boleh berbuat hal yang tidak senonoh supaya para penghuni gunung tidak marah pada kami. Kalau sekedar ciuman mungkin tak masalah. Buktinya sampai saat ini tidak ada hal aneh di sekitar kami. Toh kami melakukannya murni dengan dasar cinta, bukan sekedar nafsu. Mungkin ada sekitar satu jam kami berciuman, lalu perlahan kami melepaskannya.
"Keterusan ya Til? Efek tadi pagi. Hehehehe" ucapku.
"Kamu yang mulai sih, Om" ucapnya sedikit tersipu.
"Gak tau kenapa, Til. Tadi pagi tiba-tiba aku gitu. Efek bangun tidur kali ya. Kamu sendiri kenapa gak marah?" ucapku.
"Awalnya aku kaget, Om. Tapi aku suka juga sih. Hehehe. Aku kan sayang sama kamu om. Aku pikir kamu masih belum sayang sama aku, Om. Kita pacaran hampir 2 tahun tapi kamu belum pernah cium aku" ucapnya.
"Kan udah sering sium pipi sama kening" jawabku.
"Beda lah Om"
"Jujur, Til. Tadi pagi adalah ciuman bibir pertamaku" ucapku.
"Masak sih Om? Gak percaya aku" ucapnya.
"Serius. Aku belum pernah sama sekali ciuman bibir. Meskipun udah beberapa kali pacaran" ucapku.
"Sama Kak Dita dulu?" Tanyanya.
"Gak pernah. Aku berani sumpah. Bukan buat nutup-nutupi, Til. Tapi kenyataannya gak pernah. Kalo cium pipi sama kening sih sering. Bahkan cium pipi Rika juga pernah" ucapku.
"Waah berarti aku dapat perjakanya bibir kamu ya Om. Hahahahaha" ucapnya.
"Husst.. jangan kenceng-kenceng ketawanya" ucapku.
"Ngomong-ngomong, kabar Kak Rika gimana ya, Om? Aku udah lama gak ketemu. Smsan juga jarang sekarang" ucapnya.
"Baik kok dia. Sekarang dia udah kerja. Kayaknya sih masih jomblo. Kadang aku smsan sama dia. Tapi dia gak pernah cerita kalo punya pacar" ucapku.
"Kangen aku sama Kak Rika, Om"
"Kapan-kapan kita main ke rumahnya kalo ada waktu. Sekarang kita tidur dulu yuk. Besok masih perjalanan ke puncak" ucapku.
Kami pun bersiap tidur. Memakai pakaian serba panjang, lalu masuk ke dalam sleeping bag dan benar-benar tidur pulas hingga pagi.
***
Pagi harinya cuaca sangat cerah. Matahari bersinar indah menghangatkan jiwa-jiwa yang sedang dilanda asmara. Seperti jiwaku dan jiwa Ganis saat ini. Huahahahahaha..
Aku dan Ganis sudah bangun sejak matahari belum terbit tadi. Lalu kami keluar tenda untuk menikmati indahnya matahari terbit. Setelah puas, kami kembali ke tenda dan memasak untuk sarapan. Usai sarapan, kami masih santai-santai di lokasi camp. Kami memang tidak terburu-buru untuk segera naik ke puncak. Jarak puncak dari sini cukup dekat, jadi kami rencananya naik agak siang saja dan malamnya menginap lagi di puncak.
Siang sekitar jam 2 kami baru mulai bersiap untuk ke puncak. Usai packing seluruh barang yang kami bawa, kami pun melanjutkan perjalanan menuju ke puncak. Tidak ada barang yang kami tinggalkan di camp karena semua peralatan akan dibutuhkan nanti di puncak.
Sore sekitar jam 5 kami sudah sampai di puncak. Kami pun segera mendirikan tenda di lokasi yang nyaman sekitar puncak. Kami memastikan tenda yang kami dirikan benar-benar kokoh karena kondisi puncak gunung yang lebih terbuka memungkinkan hembusan angin menerpa lebih kencang. Malamnya tidak banyak yang kami lakukan. Hanya masak, makan malam, lalu masuk tenda, ngobrol sambil mendengarkan lagu dan mengulang kembali adegan ciuman. Kami sudah benar-benar kecanduan dengan adegan ini. Semoga saja tidak akan lebih di kemudian hari. Meskipun harapan itu pada akhirnya runtuh juga nantinya. Hehehehe.
Ketika sudah lewat tengah malam, entah jam berapa, aku terbangun karena mendengar suara gaduh. Ternyata itu suara kain tenda yang dihantam angin besar. Badai angin bercampur gerimis sedang melanda puncak. Untung saja tadi sore aku sudah memasang pasak tenda dengan sempurna, jadi angin kencang sekalipun tidak akan membuat tenda kami jebol. Ganis sedikit ketakutan karena kondisi ini. Tapi setelah aku menenangkannya dan memastikan aman, dia pun kembali tidur. Aku juga kembali tidur.
Subuh aku sudah terbangun. Kali ini angin sudah lebih tenang meskipun masih kencang. Badai sudah berlalu. Aku pun keluar tenda dengan mengenakan jaket tebal karena suhu di puncak saat pagi hari seperti ini dinginnya luar biasa. Ganis tadi masih tidur ketika aku keluar. Aku sengaja tidak membangunkannya karena kasihan. Aku berjalan sedikit ke atas, ke tanah paling tinggi di puncak gunung ini lalu berdiri menghadap ke timur. Terlihat semburat warna jingga di langit timur itu mengawali matahari yang perlahan hendak terbit menghangatkan puncak gunung ini. Sendiri aku menikmati suasana ini dan mulai terlarut dengan keindahannya. Beberapa saat kemudian aku merasakan sentuhan tangan pada pinggangku. Perlahan tangan itu melingkar dan memelukku dari belakang. Ketika aku menoleh, ternyata Ganis yang memelukku.
"Indah banget ya Om" ucapnya.
"Iya, Til. Kamu tau gak, jika pada malam hari turun hujan atau bahkan badai, pagi harinya biasanya cerah dan matahari terbit akan terlihat lebih indah. Seperti pagi ini. Ini adalah hadiah sempurna dari badai tadi malam" ucapku.
"Iya Om. Indah banget. Beda sama kemarin" ucapnya.
"Dan kamu tau? Ketika kita sedang berada di puncak, badai akan terasa jauh lebih besar. Tapi pemandangan indah matahari terbit juga akan jauh lebih indah" ucapku lagi.
"Semoga kita bisa melalui badai dalam hubungan kita dan mendapatkan keindahan pada akhirnya ya, Om" ucapnya.
Aku tidak menjawab. Aku hanya tersenyum padanya dan memeluknya lebih erat untuk menikmati pemandangan indah ini. Ganis memang cerdas. Dia bisa langsung mengerti perkataanku meski hanya kata-kata kiasan. Iya, Til.. Semoga saja.. semoga kita berdua akan bahagia pada akhirnya nanti, batinku.
Setelah puas bermesraan sambil menikmati matahari terbit, kami pun kembali ke tenda untuk membuat sarapan. Setelah sarapan kami hanya santai-santai saja di tenda sambil menunggu waktu untuk perjalanan turun nanti. Sekitar jam 10 pagi kami pun membereskan semua perlengkapan, membersihkan lokasi camp dan turun menuju ke basecamp. Sesampainya di basecamp, kami bersih-bersih badan di kamar mandi basecamp kemudian istirahat sebentar lalu melanjutkan perjalanan pulang ke rumah.
"Mah, aku berangkat dulu ya" ucapku sambil mencium tangannya dan diikuti Ganis juga berpamitan dan mencium tangan mamaku.
"Hati-hati kalian. Arga, kamu jagain Ganis bener-bener lho ya.. jangan meleng, jangan sampai lecet ini calon mantu mama yang paling cantik" ucap mamaku diikuti rona tersipu wajah Ganis.
"Iya, Ma" jawabku.
Aku dan Ganis pun segera berangkat menggunakan motor bututku. Motorku memang motor tua, tapi performa mesinnya masih sangat bagus karena perawatannya yang rutin. Untuk melibas tanjakan jalan pegunungan masih sangat mampu meskipun berboncengan dan membawa beban tas ransel yang cukup berat. Aku dan Ganis membawa dua tas ransel yang berbeda ukuran. Satu tas ransel kecil kapasitas 25 lt dan satu ransel carrier kapasitas 70 lt. Ganis memboncengku sambil menggendong tas ransel carrier, sedangkan ransel yang kecil aku taruh di depan.
Butuh waktu sekitar 3 jam menggunakan motor untuk sampai di basecamp gunung yang hendak kudaki bersama Ganis. Sesampainya di basecamp aku melapor kepada petugas dan membayar retribusi. Usai urusan administrasi basecamp, aku langsung memulai perjalanan. Mumpung hari masih sore jadi nanti bisa sampai di lokasi camp belum terlalu malam. Aku dan Ganis berjalan beriringan menyusuri jalur setapak gunung yang belum terlalu terjal. Sesekali kami bertemu pendaki lain dan menyapa mereka. Sesama pendaki gunung memang harus ramah, saling sapa dan saling bantu jika ada yang memerlukan bantuan. Hari ini Ganis menggunakan setelan kaos oblong pendek, celana pendek selutut dan rambutnya diikat menggunakan slayer. Simpel dan cantik banget. Tak jarang pendaki-pendaki lain yang cowok, baik yang jomblo maupun yang berpasangan memandangi Ganis tertarik akan kecantikannya. Di saat seperti itu kadar percaya diri ku otomatis meningkat karena merasa bangga mempunyai pacar cantik dan menarik perhatian banyak orang. Huahahahahaha.
Sekitar jam 7 malam kami sudah sampai di lokasi camp. Rencananya malam ini kami menginap di sini. Besok pagi baru menuju ke puncak dan menginap lagi semalam di puncak. Lokasi camp ini sudah cukup dekat dengan puncak. Butuh waktu sekitar 2 jam perjalanan dari camp menuju ke puncak. Sengaja aku memilih lokasi ini karena lokasi ini adalah terakhir medan jalur landai. Setelah dari sini, medan perjalanan relatif lebih terjal.
Usai mendirikan tenda bersama Ganis, kami pun memasak untuk makan malam. Menu makan malam kami tergolong cukup mewah untuk ukuran pendaki gunung. Kami memasak nasi putih, memanaskan garang asem ayam yang kubawa dari rumah dan membuat gorengan bakwan. Sudah sejak lama aku meminimalisir konsumsi mie instan ketika mendaki gunung. Bukan masalah apa-apa, tapi bagiku belum puas makan kalau hanya sekedar mie instan. Walaupun makan 2 bungkus sekalipun, meskipun kenyang, tapi tak lama sudah lapar lagi. Maklum, mendaki gunung kan membutuhkan banyak kalori. Biarpun begitu, aku masih tetap membawa mie instan untuk cadangan logistik jika terjadi hal yang tidak diinginkan.
Usai makan malam, aku dan Ganis membereskan semua peralatan dan menyimpannya di vestibule (ruang teras tenda), termasuk tas ransel dan barang lainnya lalu masuk ke dalam tenda dan menutup rapat resleting pintu tenda supaya angin gunung tidak menerobos masuk sehingga tidak terlalu dingin. Di dalam tenda aku sudah menyiapkan perlengkapan tidur berupa sleeping bag, 1 set baju dan celana panjang serta jaket. Aku juga sudah menyiapkan untuk Ganis.
"Mau langsung tidur, Om?" Tanya Ganis.
"Terserah kamu sih. Mau ngobrol dulu juga gpp. Baru jam 9 malam ini" jawabku.
"Putar lagu, Om"
"Pakai apa?"
"Pakai HP ku nih" ucapnya sambil menyerahkan hp nokia 7610 miliknya.
"Nanti batrenya cepet habis, Til" ucapku.
"Gpp biarin aja" ucapnya.
"Lagu apa til?" Ucapku sambil membuka pemutar lagu di hpnya.
"Dream theater aja om. Tapi yang kalem-kalem aja" ucapnya.
Oh iya, sejak dekat denganku, Ganis jadi ikut-ikutan suka dengan lagu-lagu dream theater. Tapi khusus yang kalem-kalem. Katanya musiknya bagus dan liriknya punya makna yang dalam. Jelas saja, skill bermusik personil dream theater memang luar biasa. Aku pun memilih beberapa lagu dream theater seperti spirit cariies on, Anna Lee, space-dye vest dan lain-lain khusus yang kalem untuk menemani malam syahdu kami di gunung ini.
"Jadinya kamu mau nerusin kuliah di mana, Til?" Ucapku membuka obrolan.
"Aku pengen kuliah kebidanan, om. Kalo gak di Stikes A ya di Stikes B. Mau coba daftar di Stikes A dulu soalnya di sana kan ada Janet" ucapnya. Janet adalah kakak kelas Ganis sekaligus alumni organisasiku juga.
"Ooh Janet kuliah di situ ya. Ya udah coba aja daftar. Nanti minta info dari Janet" ucapku
"Udah dikabarin sih, Om. Pendaftarannya masih lama sih bukanya. Paling 2 bulanan lagi" ucapnya.
"Gak ikut daftar seleksi PTN juga?" Ucapku.
"Males, Om. Aku udah yakin mau ambil itu aja. Biar gak buang-buang duit buat pendaftaran dan ujian" ucapnya.
"Tapi kan lumayan bisa buat cadangan, siapa tau lolos seleksi PTN" ucapku.
"Gak usah lah, Om. Langsung cari kampus kebidanan aja lah.. kalo di Stikes A gak keterima, bisa coba di Stikes B, kalo gak keterima juga ya cari Stikes lainnya. Masih banyak kok kampus kesehatan yang lain" ucapnya
"Ya udah terserah kamu deh, Til. Aku dukung aja apapun cita-cita kamu" ucapku.
"Mana Om kadonya? Katanya mau kasih kado?" Ucapnya dengan nada manja sekaligus merangsek ke dalam pelukanku.
"Kan belum pengumuman kelulusan. Gampang itu, nanti kejutan aja ya.. hehehe" ucapku sambil membelai lembut rambutnya.
"Jadi penasaran, Om" ucapnya sambil mengeratkan pelukannya.
"Nanti juga kamu tau sendiri. Aku udah siapin kado istimewa buat kamu kok" ucapku.
Ganis tidak menjawab lagi, tapi dia semakin mendekatkan wajahnya ke wajahku. Perlahan tanganku meraih headlamp yang kugunakan sebagai penerangan dalam tenda dan mematikannya. Lagu dream theater dari hp Ganis masih mengalun pelan mengiringi hembusan nafas kami yang kini sudah sedikit memburu. Pelan namun pasti aku mulai mendekatkan bibirku ke bibirnya dan kami pun berciuman. Mungkin ini efek kejadian tadi pagi, sehingga kami jadi ketagihan dan seolah menjadi candu yang sedikit demi sedikit kami semakin menikmatinya.
"Ciuman aja ya, Til. Jangan yang lain" ucapku.
"Hhhmmmmmm" hanya itu yang diucapkannya sambil terus melumat bibirku.
Cukup lama kami berciuman. Meski nafsu terus berusaha menguasaiku, tapi aku masih terus menahannya. Sehingga tanganku tidak bergerak kemana-mana. Hanya memegang erat kepalanya yang masih menempel ketat padaku. Selain masih takut melakukan hal lebih, aku juga takut terjadi hal yang tidak diinginkan karena kami sekarang berada di gunung. Kami tidak boleh berbuat hal yang tidak senonoh supaya para penghuni gunung tidak marah pada kami. Kalau sekedar ciuman mungkin tak masalah. Buktinya sampai saat ini tidak ada hal aneh di sekitar kami. Toh kami melakukannya murni dengan dasar cinta, bukan sekedar nafsu. Mungkin ada sekitar satu jam kami berciuman, lalu perlahan kami melepaskannya.
"Keterusan ya Til? Efek tadi pagi. Hehehehe" ucapku.
"Kamu yang mulai sih, Om" ucapnya sedikit tersipu.
"Gak tau kenapa, Til. Tadi pagi tiba-tiba aku gitu. Efek bangun tidur kali ya. Kamu sendiri kenapa gak marah?" ucapku.
"Awalnya aku kaget, Om. Tapi aku suka juga sih. Hehehe. Aku kan sayang sama kamu om. Aku pikir kamu masih belum sayang sama aku, Om. Kita pacaran hampir 2 tahun tapi kamu belum pernah cium aku" ucapnya.
"Kan udah sering sium pipi sama kening" jawabku.
"Beda lah Om"
"Jujur, Til. Tadi pagi adalah ciuman bibir pertamaku" ucapku.
"Masak sih Om? Gak percaya aku" ucapnya.
"Serius. Aku belum pernah sama sekali ciuman bibir. Meskipun udah beberapa kali pacaran" ucapku.
"Sama Kak Dita dulu?" Tanyanya.
"Gak pernah. Aku berani sumpah. Bukan buat nutup-nutupi, Til. Tapi kenyataannya gak pernah. Kalo cium pipi sama kening sih sering. Bahkan cium pipi Rika juga pernah" ucapku.
"Waah berarti aku dapat perjakanya bibir kamu ya Om. Hahahahaha" ucapnya.
"Husst.. jangan kenceng-kenceng ketawanya" ucapku.
"Ngomong-ngomong, kabar Kak Rika gimana ya, Om? Aku udah lama gak ketemu. Smsan juga jarang sekarang" ucapnya.
"Baik kok dia. Sekarang dia udah kerja. Kayaknya sih masih jomblo. Kadang aku smsan sama dia. Tapi dia gak pernah cerita kalo punya pacar" ucapku.
"Kangen aku sama Kak Rika, Om"
"Kapan-kapan kita main ke rumahnya kalo ada waktu. Sekarang kita tidur dulu yuk. Besok masih perjalanan ke puncak" ucapku.
Kami pun bersiap tidur. Memakai pakaian serba panjang, lalu masuk ke dalam sleeping bag dan benar-benar tidur pulas hingga pagi.
***
Pagi harinya cuaca sangat cerah. Matahari bersinar indah menghangatkan jiwa-jiwa yang sedang dilanda asmara. Seperti jiwaku dan jiwa Ganis saat ini. Huahahahahaha..
Aku dan Ganis sudah bangun sejak matahari belum terbit tadi. Lalu kami keluar tenda untuk menikmati indahnya matahari terbit. Setelah puas, kami kembali ke tenda dan memasak untuk sarapan. Usai sarapan, kami masih santai-santai di lokasi camp. Kami memang tidak terburu-buru untuk segera naik ke puncak. Jarak puncak dari sini cukup dekat, jadi kami rencananya naik agak siang saja dan malamnya menginap lagi di puncak.
Siang sekitar jam 2 kami baru mulai bersiap untuk ke puncak. Usai packing seluruh barang yang kami bawa, kami pun melanjutkan perjalanan menuju ke puncak. Tidak ada barang yang kami tinggalkan di camp karena semua peralatan akan dibutuhkan nanti di puncak.
Sore sekitar jam 5 kami sudah sampai di puncak. Kami pun segera mendirikan tenda di lokasi yang nyaman sekitar puncak. Kami memastikan tenda yang kami dirikan benar-benar kokoh karena kondisi puncak gunung yang lebih terbuka memungkinkan hembusan angin menerpa lebih kencang. Malamnya tidak banyak yang kami lakukan. Hanya masak, makan malam, lalu masuk tenda, ngobrol sambil mendengarkan lagu dan mengulang kembali adegan ciuman. Kami sudah benar-benar kecanduan dengan adegan ini. Semoga saja tidak akan lebih di kemudian hari. Meskipun harapan itu pada akhirnya runtuh juga nantinya. Hehehehe.
Ketika sudah lewat tengah malam, entah jam berapa, aku terbangun karena mendengar suara gaduh. Ternyata itu suara kain tenda yang dihantam angin besar. Badai angin bercampur gerimis sedang melanda puncak. Untung saja tadi sore aku sudah memasang pasak tenda dengan sempurna, jadi angin kencang sekalipun tidak akan membuat tenda kami jebol. Ganis sedikit ketakutan karena kondisi ini. Tapi setelah aku menenangkannya dan memastikan aman, dia pun kembali tidur. Aku juga kembali tidur.
Subuh aku sudah terbangun. Kali ini angin sudah lebih tenang meskipun masih kencang. Badai sudah berlalu. Aku pun keluar tenda dengan mengenakan jaket tebal karena suhu di puncak saat pagi hari seperti ini dinginnya luar biasa. Ganis tadi masih tidur ketika aku keluar. Aku sengaja tidak membangunkannya karena kasihan. Aku berjalan sedikit ke atas, ke tanah paling tinggi di puncak gunung ini lalu berdiri menghadap ke timur. Terlihat semburat warna jingga di langit timur itu mengawali matahari yang perlahan hendak terbit menghangatkan puncak gunung ini. Sendiri aku menikmati suasana ini dan mulai terlarut dengan keindahannya. Beberapa saat kemudian aku merasakan sentuhan tangan pada pinggangku. Perlahan tangan itu melingkar dan memelukku dari belakang. Ketika aku menoleh, ternyata Ganis yang memelukku.
"Indah banget ya Om" ucapnya.
"Iya, Til. Kamu tau gak, jika pada malam hari turun hujan atau bahkan badai, pagi harinya biasanya cerah dan matahari terbit akan terlihat lebih indah. Seperti pagi ini. Ini adalah hadiah sempurna dari badai tadi malam" ucapku.
"Iya Om. Indah banget. Beda sama kemarin" ucapnya.
"Dan kamu tau? Ketika kita sedang berada di puncak, badai akan terasa jauh lebih besar. Tapi pemandangan indah matahari terbit juga akan jauh lebih indah" ucapku lagi.
"Semoga kita bisa melalui badai dalam hubungan kita dan mendapatkan keindahan pada akhirnya ya, Om" ucapnya.
Aku tidak menjawab. Aku hanya tersenyum padanya dan memeluknya lebih erat untuk menikmati pemandangan indah ini. Ganis memang cerdas. Dia bisa langsung mengerti perkataanku meski hanya kata-kata kiasan. Iya, Til.. Semoga saja.. semoga kita berdua akan bahagia pada akhirnya nanti, batinku.
Setelah puas bermesraan sambil menikmati matahari terbit, kami pun kembali ke tenda untuk membuat sarapan. Setelah sarapan kami hanya santai-santai saja di tenda sambil menunggu waktu untuk perjalanan turun nanti. Sekitar jam 10 pagi kami pun membereskan semua perlengkapan, membersihkan lokasi camp dan turun menuju ke basecamp. Sesampainya di basecamp, kami bersih-bersih badan di kamar mandi basecamp kemudian istirahat sebentar lalu melanjutkan perjalanan pulang ke rumah.
0