- Beranda
- Stories from the Heart
A Born Beauty (The Sequel)
...
TS
yohanaekky
A Born Beauty (The Sequel)

Bukanlah sesuatu yang tidak mungkin bagi gadis yang berpenampilan tomboy ini untuk meraih segala impiannya. Pasalnya, dia adalah pejuang keras. Apapun yang ia inginkan selalu dikejarnya sampai dapat. Tidak heran, banyak prestasi yang ia raih di sepanjang perjalanan hidupnya, baik secara akademis maupun secara bakat.
Charice Patricia Lee, namanya. Jika remaja seusianya tidak pernah melepaskan gadgetdari tangannya, Charice justru seringkali melupakannya dan bahkan meninggalkannya di rumah. Hanya ada satu hal yang tak pernah ia lepaskan dari tangannya. Gitar yang sejak umur tujuh tahun dibelikan oleh Jackson, papanya.
Kecintaannya bermusik diturunkan dari kedua orang tuanya. Sejak pertama kali menyentuh gitar, tidak pernah satu hari pun ia melepaskannya. Setiap waktu senggang yang ia miliki selalu ia isi dengan bermain gitar. Bahkan ketika ia sibuk pun, sebisa mungkin ia menyediakan waktu luang setidaknya lima sampai sepuluh menit untuk sekedar memetik gitar. Itulah mengapa Charice sangat mahir memainkan gitar, bahkan melebihi pemuda yang lebih tua darinya.
Namun, kedua orang tuanya tidak lantas membiarkannya bergelut di dunia musik tanpa menyeimbangkan dengan sekolahnya. Charice dididik untuk mengerti prioritasnya dengan baik. Sekolah adalah yang utama, bakat adalah...
"Sama-sama utama." Begitulah jawab Charice ketika Ifone menanyainya mengenai prioritas yang benar untuk kesekian kalinya. Sudah bertahun-tahun lamanya ia tidak pernah merubah pendapatnya mengenai hal ini.
Mendengarnya, Ifone hanya menggeleng-geleng heran.
"Anak papa ini memang keras kepala." Jackson yang sekilas mendengar percakapan istri dan anaknya di ruang keluarga, melewati Charice lalu mengacak-acak rambutnya.
Charice mengerucutkan bibirnya. "Siapa yang bikin coba? Bukannya papa juga gitu?" Ia tak mau kalah begitu saja.
Jackson menertawai tanggapan putrinya itu. "Bukan cuma papa yang keras kepala, tapi mamamu juga."
Lantas, sebuah bantal dilemparkan pada Jackson dari tangan Ifone, mengenai tepat di lengan kanannya.
"Nah, mulai deh. Papa sama mama nunjukin kemesraannya lagi." Brandon menyeletuk saat masuk ke dalam ruang keluarga, bergabung dengan keluarganya untuk bersenda gurau selepas belajar.
"Iya ih, papa mama." Charice ikut tidak terima. "Kak Brandon nanti jadi kepingin punya pacar lho, pa, ma. Tahu nggak sih? Dia juga udah suka sama cewek loh."
Brandon kemudian mencubit pelan pipi adiknya. "Apaan sih, dek?"
Yang dicubit pun mengerang lalu memukul lengan kakaknya hingga dengan cepat Brandon melepaskannya.
"Tapi kan aku udah dua puluh tahun. Udah boleh pacaran, ya kan, pa, ma?" Brandon meminta persetujuan yang kemudian ditanggapi dengan anggukan oleh kedua orang tuanya. "Cuma aku emang mau fokus sama sekolah sambil kerja-kerja dikit. Biar kalo nanti waktunya punya calon istri tuh udah siap segala materi yang diperluin. Kaya papa dulu. Ya nggak, pa?"
"Cakep," Jakcson yang kini sudah duduk menyebelahi istrinya itu mengacungkan jempol.
Charice mengangkat sebelah alisnya. "So what? Emangnya aku buru-buru mau punya pacar apa?" Ia memprotes ucapan kakaknya yang seakan sedang menyindirnya.
"Nah itu sih masalahnya. Kamu tuh terlalu cuek tahu nggak jadi cewek? Tar cowok-cowok pada pergi ninggalin kamu karena takut loh. Kamu udah kelas dua belas juga. Berubah dong." Brandon mengomentari balik. Ia menggerak-gerakkan kedua alisnya kepada papa mamanya seakan sedang saling berkomunikasi dalam pikiran.
Charice menunjukkan ekspresi khas-nya; ditariknya lidahnya keluar dan bibirnya membentuk persegi. "Apaan sih kak? 'Serah lah mau bilang apa."
"Udah, udah." Ifone menengahi sebelum suasana berubah menjadi tidak enak. Pasalnya kedua anaknya itu pernah bertikai hanya karena hal yang sepele. "Gimana kalo kita nge-jam sekarang?"
"Ayo." Brandon dan Charice menyahut bersamaan.
Momen bermain musik dan bernyanyi bersama adalah hal yang paling keluarga ini sukai. Terlebih karena ini hari Jumat dimana Charice dan Brandon sama-sama terbebas dari tugas sekolah atau kuliah.
Segera masing-masing mengambil bagian mereka. Jackson dengan bass, Ifone dengan piano, Brandon dengan drum dan Charice dengan gitar. Sama-sama memiliki suara yang bagus, mereka bernyanyi ria sampai larut malam.
~ ABB2
Hai! Sekuel dari A Born Beauty akhirnya hadir buat kamu yang udah setia baca buku pertamanya. Belum baca yang pertama? Baca disini 》A Born Beauty (Berkat atau Kutukan)
Kali ini karakter yang sempat disebut di ending cerita buku pertama jadi pemeran utamanya disini. Penasaran sama ceritanya? Ikutin terus ya. Jangan lupa komen ya! Thanks a lot!
Spoiler for INDEX:
Diubah oleh yohanaekky 30-08-2018 08:00
anasabila memberi reputasi
1
4.8K
36
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
yohanaekky
#33
A Born Beauty (The Sequel) - Chapter 10
'Aku bakalan ngelindungin kamu, dan sebisa mungkin nggak akan terkalahkan.'
'Kalo saranku ya, mendingan kamu pacaran sama Angga. Biar ada yang ngelindungin.'
Perkataan Angga dan Natalia mendengung terus di pikiran Charice. Namun ia benar-benar tidak tahu apa yang harus diperbuatnya. Saat ini Angga sama seperti pemuda lainnya baginya. Sedangkan di sisi lain, ia merasa bahwa situasi akan terasa janggal jika bertemu dengan pemuda itu lagi, terlebih jika ia berkata jujur mengenai apa yang dirasakannya terhadap Angga.
"Sayang, itu wajah kenapa kelipet-lipet kaya anjing bulldog tetangga kita?" Ifone, yang biasa masuk ke kamar putrinya sekedar untuk menanyakan apa yang terjadi seharian, duduk di sisi ranjang. Ia menyentuh kaki Charice dan mengguncang-guncangkannya pelan.
Charice hanya menggeleng.
"Bohong ih. Kelihatan kamu lagi ada yang dipikirin," ucap Ifone yakin. Ia mengenal benar putrinya itu karena kemiripan sifat keduanya.
"Ah, mama. Nggak ada apa-apa," sahut Charice malas. Dimiringkannya tubuhnya ke arah Ifone.
Ifone pun bergerak lebih dekat dengan putrinya sehingga tangannya dapat menjangkau kepala Charice. "Ya kalo nanti udah mau cerita tinggal bilang mama, ya. Pokoknya jangan disimpen sendiri. Nanti kalo sampe kepikiran, bisa bikin jerawat."
Secepat kilat Charice menyentuh kedua sisi pipinya dengan dua telapak tangannya. "Ah," ia mengeluh dengan peringatan mamanya. Ia paling tidak suka memiliki jerawat di wajahnya. "Nggak bakalan ada jerawat. Orang ini cuman masalah Angga." Keceplosan, giliran mulutnya yang ditutupnya dengan kedua tangannya.
Ifone terkikik. "Oh, Angga. Angga, temen band kamu itu?" tanyanya.
Charice berdecak kesal pada dirinya sendiri karena tidak mampu menjaga mulutnya sehingga berkata jujur. "Ya itu," ucapnya singkat.
"Kamu suka sama dia?"
"Ah! Enggak, enggak. Bukan gitu," cepat-cepat diluruskannya pemikiran mamanya mengenai Angga.
"Terus?"
Charice menghela nafas, bersiap menceritakan seluruhnya pada mamanya. "Ada cowok namanya Stanley di sekolah. Ngeselin. Gangguin, godain aku terus. Terus hari ini entah kenapa si Angga nyatain perasaan sama aku. Terus Natalia malah bilang supaya pacaran sama Angga biar bisa ngelindungin dari Stanley."
Ifone mengangguk-angguk. "Terus kamunya gimana?" ia menyelidik.
"Aku nggak ada perasaan sama Angga, ma. Makanya aku bingung," Charice menggaruk-garuk kepalanya. Ia kemudian bangkit dari posisi berbaringnya, lalu duduk menyandar pada papan ranjang. "Ya walopun tadi Angga bilangnya nggak perlu dijawab sih. Tapi nggak enak juga kan jadinya, ma."
Ifone tersenyum lalu tertawa pelan.
"Lah, malah ketawa. Mama nih," gerutu Charice. Kedua tangannya terlipat di depan dada. "Kasi solusi kek, malah anaknya diketawain."
Ifone berangsur-angsur berhenti tertawa. "Ya gini sih, sayang. Angga nya kan nggak maksa, ya jalanin aja sebagai teman kaya biasa. Nggak usah terlalu dipikirin. Terus, Stanley dijauhin aja. Anggap angin lalu. So take it easy, princess." Begitulah wejangan yang diberikannya pada putrinya.
Charice berpikir bahwa mamanya benar. Ia mengangguk setuju.
"Ya udah. Mama turun dulu ya. Kamu mandi segera. Udah jam tiga. Jangan kesorean mandinya. Nanti rheumatik." Ifone beranjak dari ranjang Charice, membelai kepala putrinya, lalu berpaling pergi meninggalkan ruangan itu.
Selama ini memang Charice tidak pernah begitu memikirkan mengenai hubungan dengan lawan jenis, karena belum ada satupun yang menyatakan perasaan padanya sebelumnya seperti yang Angga lakukan siang ini walaupun jelas banyak yang menyukainya. Beruntung, segala ujian sekolah telah selesai sehingga pikiran semacam ini tidak mengganggunya.
Trrrt. Trrrt. Trrrt
Charice lupa mengubah mode profil suara handphone-nya dari getar menjadi dering. Untungnya posisi handphone-nya sudah tidak ada di dalam tas tetapi di meja dekat ranjangnya. Karena jika tidak, ia pasti melewatkan kesempatan yang didapatkannya melalui telepon dari James.
//ABB2//
Malam ini ada festival musik terbuka yang dihadiri oleh banyak band Indie dari Semarang dan kota sekitarnya. Pendaftarannya sudah seharusnya sejak dari tiga hari lalu, tetapi James baru mendapatkan kabarnya hari ini. Itulah kenapa ia mendaftarkan band-nya di detik-detik terakhir dengan persetujuan Charice dan teman-teman band-nya yang lain saat melakukan group call sore tadi.
Sekitar hampir pukul enam Charice sampai di jalan Pandanaran, dimana festival musik itu diadakan. Ia bertemu dengan teman-teman band-nya di suatu titik dekat panggung. Disana sudah terdapat James, Jerry dan... Angga.
"Hai," Charice menyapa sambil menatap James, Jerry dan terakhir Angga yang cepat-cepat dilalukannya pandangannya dari pemuda itu, alih-alih mencari Mila. "Mila mana ya?"
"Bentar lagi dateng," ucap Jerry. "Itu anak kalo dandan emang lama."
"Eh, kok tahu sih? Hayo? Kamu suka ya sama Mila sampe merhatiin segitunya?" canda Charice.
Jerry, yang digoda, tidak tampak canggung tetapi justru bersikap santai. "Lah, bukannya cewek kalo dandan lama ya?" celetuknya.
"Kecuali cewek satu ini," James menyikut lengan Charice.
Dijulurkannya lidah pada James. "Iya, iya. Yang tahu aku sampe segitunya," Charice mengomentari ucapan pemuda itu. "Tapi aku kan juga udah lebih berubah. Nih rambutku rapi. Aku udah pake bandana."
James mengacungkan kedua jempolnya pada Charice yang tampak manis dengan bandana polkadot warna biru menghiasi kepalanya.
"Kalian kok keliatan kaya pasangan gitu sih? Pacaran diem-diem ya?" lagi-lagi Jerry berceletuk seenaknya.
Glek.
Charice tidak bisa berkomentar apapun. Terlebih ketika ia tidak sengaja sekilas melirik pada Angga yang tampak tersenyum.
"Pacaran? Kalo aku begini sama Charice apa bukannya lebih keliatan pacaran?" Angga tiba-tiba merangkul Charice.
"Wah, wah. Kamu berani ya sama ketua band," seru Jerry sambil bertepuk tangan.
Angga kemudian menoyor kepala Jerry. Ia melepaskan rangkulannya dari Charice "Maksudnya, nggak semua yang kamu lihat kaya orang pacaran itu bisa dibilang pacaran. Sebagai temen nggak salah kalo kita saling merhatiin. Huu," ia menjelaskan panjang lebar. "Setuju nggak, James?"
"Setuju," ucap James yang kemudian memberi high five pada Angga.
Charice yang menjadi objek pembicaraan hanya tersenyum dalam diam. Ia berharap bahwa semuanya tetap baik-baik saja.
"Sori, sori," terengah-engah, Mila datang menghampiri. Rambutnya tampak berantakan dan di wajahnya tampak keringat bercucuran.
"Kamu kenapa, Mil, sampe kelihatan capek gitu?" tanya Charice.
"Udah terlambat belum?" Bukannya menjawab pertanyaan Charice, Mila justru balik melontarkan pertanyaan.
Charice menepuk-nepuk pelan lengan Mila. "Bernafas dulu deh. Tenangin diri. Lagian acara juga belum mulai." Ia memberitahu. Diberikannya air mineral botolan baru yang ia bawa di dalam tasnya.
Tanpa berpikir, Mila mengambil botol itu, membukanya lalu meneguk hampir setengahnya. "Ah, lega. Makasih ya, Rice."
Charice mengangguk.
"Tadi pertanyaan Charice belum dijawab tuh. Kamu terlambat kenapa?" tanya Jerry yang kemudian disanggah oleh Charice karena bukan seperti itu pertanyaan yang diberikannya. "Ya maksudnya kok kamu ngos-ngosan gitu?"
Mila menghela nafas, masih berusaha mengatur irama nafasnya yang berantakan. "Tadi aku bangunnya telat. Terus mandi cepet-cepet kan. Eh mana macet tadi di jalan Veteran. Muter balik deh lewat Simpang Lima. Nyatanya malah nggak telat ya disini."
"Kirain karena kamu dandannya lama," tukas Jerry mengangkat opininya yang sebelumnya mengenai Mila.
Mila menjitak kepala Jerry. Tubuhnya berukuran setinggi pemuda itu sehingga ia dengan mudah melakukannya. "Aku emang cewek feminim, tapi nggak segitunya kali kalo dandan. Dasar. Punya cewek hobi dandan baru tahu rasa."
Mendengar ucapan Mila, yang lainnya tertawa. Ketika sudah mengamuk, ia terdengar lucu bukannya menakutkan.
"Betewe, ini pendaftaran udah beres kan, James? Jadi kita tinggal nunggu aja?" Angga mengalihkan topik pembicaraan.
James mengangguk. "Kita dapet urutan tujuh kok. Enggak lama," ucapnya. "Acara baru mulai lima belas menit lagi. Mendingan kita cari tempat duduk aja disana." Ia menunjuk pada suatu trotoar yang belum dipenuhi dengan kumpulan anak-anak muda.
Kelimanya berjalan bersamaan menuju ke lokasi yang dimaksud James. Mereka duduk disana menunggu acara mulai dan giliran mereka tiba.
Jumlah peserta yang ikut adalah dua puluh. Masing-masing grup band berasal dari berbagai macam daerah. Mereka semua bersaing untuk mendapatkan hadiah utama yaitu dua puluh juta rupiah. Itulah yang James ceritakan sembari menunggu giliran mereka untuk tampil.
Selain itu, Charice dan grup band-nya juga mempelajari performa grup band yang tampil sebelum mereka. Ada yang terdengar seperti pemula dan bahkan ada yang sudah sangat profesional.
"Kalian band Oxygen ya?" Dalam suasana yang sangat ribut akibat lantunan musik yang menggelegar, seorang gadis datang mendekat.
Baik Charice dan keempat temannya langsung berpaling kepada gadis yang sungguh tampak mempesona itu.
Gadis itu berambut panjang sedikit kecoklatan. Matanya bulat dan hidungnya mungil. Ia memakai snapback hitam di kepalanya.
"Iya." James yang menjawab. "Ada apa ya?"
Gadis itu tersenyum. Ia mengulurkan tangannya, "Aku Violet," lalu menjabat tangan kelima anggota band Oxygen. "Sebenernya aku dateng kesini dengan alasan konyol. Jadi pertama-tama aku minta maaf ya."
Charice dan teman-temannya saling berpandangan, bertanya-tanya alasan konyol apa yang dimaksud oleh Violet. Namun kemudian gadis itu diminta oleh Charice duduk di dekat mereka.
"Aku salah satu anggota band yang juga ikut kompetisi ini," ucapnya. "Aku dan teman-temanku sudah beberapa kali melihat kalian tampil di beberapa kompetisi musik sebelumnya. Salah satu dari kami benar-benar mengagumi kalian. Terutama dengan yang bernama James."
Charice yang duduk di sebelah James menyikutnya dan memberikan senyuman serta gerakan alis naik turun.
"Jadi, uh," Violet tertawa, "ini konyol banget. Duh."
"Konyol gimana sih? Jadinya penasaran." Mila menyeletuk dan beranjak dari tempatnya semula, mendekat kepada Violet.
Violet menyeringai. "Kami tadi main, yah challenge konyol gitu lah. Terus yang kalah suruh datengin James untuk minta selfie bareng dan tanya sesuatu," pada akhirnya ia menjelaskan.
"Ah nggak adil," protes Jerry yang kali ini giliran mendekat pada Violet. "James belum lama ini gabungnya ke band kita kok dia yang punya fans duluan?"
Kami semua tertawa mendengar ucapan Jerry.
"Mungkin temen kamu salah tuh, Vi. Dia pasti ngirain James itu aku. Soalnya James baru ikut kompetisi sama kita kali ini." Jerry menjelaskan maksudnya yang cukup diterima oleh teman-teman band-nya.
Violet mengangkat kedua bahunya. "Temenku sih bilang namanya James. Dia bilang lihat James tampil di pensi-nya SMA 3."
"Ah, kalo udah sebut nama nggak mungkin dong salah, " Mila menyimpulkan. "Dan emang jelas James ikut tampil di sekolahannya Charice beberapa hari lalu."
"Jadi? Boleh nggak selfie bareng?" Violet yang sudah tahu mana James dan Jerry walaupun mereka kembar, memberitahukan kembali tujuannya mendatangi band Oxygen.
"Ya udah. Terima aja, James. Kali aja jodoh," tukas Jerry asal-asalan.
Keempat temannya pun mendorong tubuh Jerry sehingga ia yang tadinya dalam posisi jongkok menjadi terduduk karena tubuhnya oleng.
"Wah nggak adil aku dikeroyok," protes Jerry.
"Kamu tuh ngomong asal," Mila sekali lagi mendorong tubuh pemuda itu.
"Ya udah, ayo." Pada akhirnya James mengiyakan permintaan Violet.
Dengan senang Violet mengeluarkan handphone-nya mengambil gambarnya bersama dengan James. "Makasih ya, James. Walaupun mungkin habis ini aku bakalan delete. Hehe."
James terkikik. "Iya nggak papa sih. Lagian kalo pacar kamu ngeliat nanti kan salah paham."
Violet menggeleng malu. "Enggak juga sih. Bukan itu. Aku belum punya pacar juga."
Bersamaan dengan Angga, Jerry berdehem. "Kode keras," sindirnya.
James hanya tertawa. "Tapi aku udah nggak available. Jadi itu dihapus aja enggak masalah. Enggak enak juga sih sama pacar aku."
"Oh, kamu udah punya pacar? Yah temenku pasti patah hati dengernya," ucap Violet sedikit menoleh ke suatu arah dimana teman-temannya berkumpul. "Soalnya memang itu juga yang jadi pertanyaan titipan dia yang aku mau tanyain tadi."
"Vi, itu bohong. James belum punya pacar." Jerry membuka kebenaran. "Aku saudaranya. Jadi aku tahu banget."
James menoyor kepala kembarannya itu. "Kamu kan enggak tahu aja," ucapnya.
"Siapa? Mana?" Jerry masih tidak percaya.
James menunjuk pada Charice. "Nih sebelah aku."
"Yeee, asal. Enak aja bilang gitu," sergah Charice. "Enggak, Vi. Aku bukan pacarnya. Dasar James nih. Bilangin temen kamu, James jomblo."
James kemudian merangkul Charice. "Oh, berani ya?"
"Tapi kalian emang kaya pacaran sih dari gerak-gerik kalian," Mila menyimpulkan. Sorotan matanya tampak tajam ketika mengamati kedua subyek utama dalam topik kali ini.
Charice segera melepaskan rangkulan James darinya. "Ini tangan jangan asal ditaro di atas pundak cewek ya," ia memperingatkan dalam gurauan, "terutama aku. Aku suci tahu."
Mereka yang mendengarnya serta merta tertawa mendengar ucapan Charice.
"Oke deh, aku balik dulu ya. Siap-siap. Bentar lagi mau tampil." Violet beranjak dari tempatnya.
"Sukses ya, Vi." Charice menyemangati.
Violet mengangguk. "Nice to meet you all. You guys are great!" Ia kemudian melambai sebelum akhirnya berpaling pergi.
"Dasar James. Kesempatan emas dilewatin gitu aja. Mana nggak dapet kontaknga dia lagi. Cantik banget tuh si Violet." Jerry terdengar kecewa. "Kalo aku jadi kamu udah aku minta dia jadi pacarku."
James hanya tersenyum. "Bukan tipeku." Datar sekali ia menyanggah ucapan saudaranya.
"Tipe? Emang tipemu kaya gimana sih? Dasar. Emang dari dulu sampe sekarang kamu tuh emang ribet soal tipe. Makanya nggak pernah pacaran. Hidup tuh santai aja, bro. Harus dinikmatin." Jerry menambahkan pendapatnya.
"Paling yang cantik, suka pake rok, terus dandan tiap hari, terus pake high heels gitu kan?" Mila dengan asal menebak.
James hanya tersenyum.
"Sok misterius," ucap Jerry.
"Oxygen band," seorang pemuda berbaju hitam bertuliskan panitia mendatangi, "kalian maju habis ini ya. Silakan siap-siap di samping panggung." Kemudian ia pergi meninggalkan kelima orang itu yang segera bangkit dari tempat mereka duduk.
Charice menepuk-nepuk, membersihkan debu dan pasir yang menempel di celananya sebelum akhirnya ia melangkah berjalan bersama dengan teman-temannya. Namun karena tidak fokus berjalan, kakinya terantuk pada gundukan di trotoar sehingga tubuhnya oleng.
Beruntung, saat ia hampir terjatuh, ada yang memeganginya dan kemudian bertanya, "Kamu nggak papa?" Itulah Angga dan James, yang melakukan hal yang sama.
Charice menarik kedua tangan kanan dan kirinya yang dipegangi oleh Angga dan James. "Iya. Makasih ya," ucapnya.
"Wah, cinta segitiga," di tengah suasana yang sudah canggung, Jerry justru memperburuknya lebih lagi.
Mila mencubit pipi pemuda itu karenanya. "Dasar mulut ini asal banget sih ngomongnya? Kaya emak-emak tukang gosip," tegurnya.
Mendengar ucapan Jerry, Charice merasa tidak nyaman. Ia tidak berkomentar apapun. Dalam diam, ia hanya lanjut berjalan bersama teman-temannya mendekati samping panggung.
Di panggung, Violet dan teman-temannya sedang tampil. Mereka sungguh tampak menarik baik dalam penampilan fisik maupun keahlian bermusik. Semua orang memberikan tepuk tangan saat mereka selesai tampil.
Turun dari panggung, Violet ganti memberikan semangat pada band Oxygen. Salah satu gadis yang merupakan anggota band Violet -- yang jelas merupakan gadis yang dimaksud Violet sebelumnya dengan pertanyaan mengenai status James -- mengedipkan mata pada pemuda yang dikaguminya itu.
Melihatnya, James hanya menunjukkan ekspresi datar.
Ketika pembawa acara memanggil nama band Oxygen, kelima orang itu naik ke atas panggung memposisikan diri masing-masing dengan alat musik yang dikuasai. Dalam kurang dari satu menit mereka memulai aksi.
Ada tiga lagu yang mereka bawakan sebagai kompilasi dalam festival musik ini. Setiap orang yang menonton ikut menggerakkan badan dan bernyanyi ketika menikmati penampilan dari band Oxygen. Pasalnya ketiga lagu yang dibawakan dan aransemennya terdengar menarik hati. Sampai akhirnya ketika mereka selesai tampil, gemuruh sorakan dan tepuk tangan menyambut.
~ ABB 2
Angga sama Charice, atau James sama Charice? Menurut kamu bagusan sama siapa? Udah bisa nebak akhirnya Charice melabuhkan hati sama siapa? Ikutin terus ya ceritanya.
Jangan lupa vomment oke? Makasih! 😊😄
'Kalo saranku ya, mendingan kamu pacaran sama Angga. Biar ada yang ngelindungin.'
Perkataan Angga dan Natalia mendengung terus di pikiran Charice. Namun ia benar-benar tidak tahu apa yang harus diperbuatnya. Saat ini Angga sama seperti pemuda lainnya baginya. Sedangkan di sisi lain, ia merasa bahwa situasi akan terasa janggal jika bertemu dengan pemuda itu lagi, terlebih jika ia berkata jujur mengenai apa yang dirasakannya terhadap Angga.
"Sayang, itu wajah kenapa kelipet-lipet kaya anjing bulldog tetangga kita?" Ifone, yang biasa masuk ke kamar putrinya sekedar untuk menanyakan apa yang terjadi seharian, duduk di sisi ranjang. Ia menyentuh kaki Charice dan mengguncang-guncangkannya pelan.
Charice hanya menggeleng.
"Bohong ih. Kelihatan kamu lagi ada yang dipikirin," ucap Ifone yakin. Ia mengenal benar putrinya itu karena kemiripan sifat keduanya.
"Ah, mama. Nggak ada apa-apa," sahut Charice malas. Dimiringkannya tubuhnya ke arah Ifone.
Ifone pun bergerak lebih dekat dengan putrinya sehingga tangannya dapat menjangkau kepala Charice. "Ya kalo nanti udah mau cerita tinggal bilang mama, ya. Pokoknya jangan disimpen sendiri. Nanti kalo sampe kepikiran, bisa bikin jerawat."
Secepat kilat Charice menyentuh kedua sisi pipinya dengan dua telapak tangannya. "Ah," ia mengeluh dengan peringatan mamanya. Ia paling tidak suka memiliki jerawat di wajahnya. "Nggak bakalan ada jerawat. Orang ini cuman masalah Angga." Keceplosan, giliran mulutnya yang ditutupnya dengan kedua tangannya.
Ifone terkikik. "Oh, Angga. Angga, temen band kamu itu?" tanyanya.
Charice berdecak kesal pada dirinya sendiri karena tidak mampu menjaga mulutnya sehingga berkata jujur. "Ya itu," ucapnya singkat.
"Kamu suka sama dia?"
"Ah! Enggak, enggak. Bukan gitu," cepat-cepat diluruskannya pemikiran mamanya mengenai Angga.
"Terus?"
Charice menghela nafas, bersiap menceritakan seluruhnya pada mamanya. "Ada cowok namanya Stanley di sekolah. Ngeselin. Gangguin, godain aku terus. Terus hari ini entah kenapa si Angga nyatain perasaan sama aku. Terus Natalia malah bilang supaya pacaran sama Angga biar bisa ngelindungin dari Stanley."
Ifone mengangguk-angguk. "Terus kamunya gimana?" ia menyelidik.
"Aku nggak ada perasaan sama Angga, ma. Makanya aku bingung," Charice menggaruk-garuk kepalanya. Ia kemudian bangkit dari posisi berbaringnya, lalu duduk menyandar pada papan ranjang. "Ya walopun tadi Angga bilangnya nggak perlu dijawab sih. Tapi nggak enak juga kan jadinya, ma."
Ifone tersenyum lalu tertawa pelan.
"Lah, malah ketawa. Mama nih," gerutu Charice. Kedua tangannya terlipat di depan dada. "Kasi solusi kek, malah anaknya diketawain."
Ifone berangsur-angsur berhenti tertawa. "Ya gini sih, sayang. Angga nya kan nggak maksa, ya jalanin aja sebagai teman kaya biasa. Nggak usah terlalu dipikirin. Terus, Stanley dijauhin aja. Anggap angin lalu. So take it easy, princess." Begitulah wejangan yang diberikannya pada putrinya.
Charice berpikir bahwa mamanya benar. Ia mengangguk setuju.
"Ya udah. Mama turun dulu ya. Kamu mandi segera. Udah jam tiga. Jangan kesorean mandinya. Nanti rheumatik." Ifone beranjak dari ranjang Charice, membelai kepala putrinya, lalu berpaling pergi meninggalkan ruangan itu.
Selama ini memang Charice tidak pernah begitu memikirkan mengenai hubungan dengan lawan jenis, karena belum ada satupun yang menyatakan perasaan padanya sebelumnya seperti yang Angga lakukan siang ini walaupun jelas banyak yang menyukainya. Beruntung, segala ujian sekolah telah selesai sehingga pikiran semacam ini tidak mengganggunya.
Trrrt. Trrrt. Trrrt
Charice lupa mengubah mode profil suara handphone-nya dari getar menjadi dering. Untungnya posisi handphone-nya sudah tidak ada di dalam tas tetapi di meja dekat ranjangnya. Karena jika tidak, ia pasti melewatkan kesempatan yang didapatkannya melalui telepon dari James.
//ABB2//
Malam ini ada festival musik terbuka yang dihadiri oleh banyak band Indie dari Semarang dan kota sekitarnya. Pendaftarannya sudah seharusnya sejak dari tiga hari lalu, tetapi James baru mendapatkan kabarnya hari ini. Itulah kenapa ia mendaftarkan band-nya di detik-detik terakhir dengan persetujuan Charice dan teman-teman band-nya yang lain saat melakukan group call sore tadi.
Sekitar hampir pukul enam Charice sampai di jalan Pandanaran, dimana festival musik itu diadakan. Ia bertemu dengan teman-teman band-nya di suatu titik dekat panggung. Disana sudah terdapat James, Jerry dan... Angga.
"Hai," Charice menyapa sambil menatap James, Jerry dan terakhir Angga yang cepat-cepat dilalukannya pandangannya dari pemuda itu, alih-alih mencari Mila. "Mila mana ya?"
"Bentar lagi dateng," ucap Jerry. "Itu anak kalo dandan emang lama."
"Eh, kok tahu sih? Hayo? Kamu suka ya sama Mila sampe merhatiin segitunya?" canda Charice.
Jerry, yang digoda, tidak tampak canggung tetapi justru bersikap santai. "Lah, bukannya cewek kalo dandan lama ya?" celetuknya.
"Kecuali cewek satu ini," James menyikut lengan Charice.
Dijulurkannya lidah pada James. "Iya, iya. Yang tahu aku sampe segitunya," Charice mengomentari ucapan pemuda itu. "Tapi aku kan juga udah lebih berubah. Nih rambutku rapi. Aku udah pake bandana."
James mengacungkan kedua jempolnya pada Charice yang tampak manis dengan bandana polkadot warna biru menghiasi kepalanya.
"Kalian kok keliatan kaya pasangan gitu sih? Pacaran diem-diem ya?" lagi-lagi Jerry berceletuk seenaknya.
Glek.
Charice tidak bisa berkomentar apapun. Terlebih ketika ia tidak sengaja sekilas melirik pada Angga yang tampak tersenyum.
"Pacaran? Kalo aku begini sama Charice apa bukannya lebih keliatan pacaran?" Angga tiba-tiba merangkul Charice.
"Wah, wah. Kamu berani ya sama ketua band," seru Jerry sambil bertepuk tangan.
Angga kemudian menoyor kepala Jerry. Ia melepaskan rangkulannya dari Charice "Maksudnya, nggak semua yang kamu lihat kaya orang pacaran itu bisa dibilang pacaran. Sebagai temen nggak salah kalo kita saling merhatiin. Huu," ia menjelaskan panjang lebar. "Setuju nggak, James?"
"Setuju," ucap James yang kemudian memberi high five pada Angga.
Charice yang menjadi objek pembicaraan hanya tersenyum dalam diam. Ia berharap bahwa semuanya tetap baik-baik saja.
"Sori, sori," terengah-engah, Mila datang menghampiri. Rambutnya tampak berantakan dan di wajahnya tampak keringat bercucuran.
"Kamu kenapa, Mil, sampe kelihatan capek gitu?" tanya Charice.
"Udah terlambat belum?" Bukannya menjawab pertanyaan Charice, Mila justru balik melontarkan pertanyaan.
Charice menepuk-nepuk pelan lengan Mila. "Bernafas dulu deh. Tenangin diri. Lagian acara juga belum mulai." Ia memberitahu. Diberikannya air mineral botolan baru yang ia bawa di dalam tasnya.
Tanpa berpikir, Mila mengambil botol itu, membukanya lalu meneguk hampir setengahnya. "Ah, lega. Makasih ya, Rice."
Charice mengangguk.
"Tadi pertanyaan Charice belum dijawab tuh. Kamu terlambat kenapa?" tanya Jerry yang kemudian disanggah oleh Charice karena bukan seperti itu pertanyaan yang diberikannya. "Ya maksudnya kok kamu ngos-ngosan gitu?"
Mila menghela nafas, masih berusaha mengatur irama nafasnya yang berantakan. "Tadi aku bangunnya telat. Terus mandi cepet-cepet kan. Eh mana macet tadi di jalan Veteran. Muter balik deh lewat Simpang Lima. Nyatanya malah nggak telat ya disini."
"Kirain karena kamu dandannya lama," tukas Jerry mengangkat opininya yang sebelumnya mengenai Mila.
Mila menjitak kepala Jerry. Tubuhnya berukuran setinggi pemuda itu sehingga ia dengan mudah melakukannya. "Aku emang cewek feminim, tapi nggak segitunya kali kalo dandan. Dasar. Punya cewek hobi dandan baru tahu rasa."
Mendengar ucapan Mila, yang lainnya tertawa. Ketika sudah mengamuk, ia terdengar lucu bukannya menakutkan.
"Betewe, ini pendaftaran udah beres kan, James? Jadi kita tinggal nunggu aja?" Angga mengalihkan topik pembicaraan.
James mengangguk. "Kita dapet urutan tujuh kok. Enggak lama," ucapnya. "Acara baru mulai lima belas menit lagi. Mendingan kita cari tempat duduk aja disana." Ia menunjuk pada suatu trotoar yang belum dipenuhi dengan kumpulan anak-anak muda.
Kelimanya berjalan bersamaan menuju ke lokasi yang dimaksud James. Mereka duduk disana menunggu acara mulai dan giliran mereka tiba.
Jumlah peserta yang ikut adalah dua puluh. Masing-masing grup band berasal dari berbagai macam daerah. Mereka semua bersaing untuk mendapatkan hadiah utama yaitu dua puluh juta rupiah. Itulah yang James ceritakan sembari menunggu giliran mereka untuk tampil.
Selain itu, Charice dan grup band-nya juga mempelajari performa grup band yang tampil sebelum mereka. Ada yang terdengar seperti pemula dan bahkan ada yang sudah sangat profesional.
"Kalian band Oxygen ya?" Dalam suasana yang sangat ribut akibat lantunan musik yang menggelegar, seorang gadis datang mendekat.
Baik Charice dan keempat temannya langsung berpaling kepada gadis yang sungguh tampak mempesona itu.
Gadis itu berambut panjang sedikit kecoklatan. Matanya bulat dan hidungnya mungil. Ia memakai snapback hitam di kepalanya.
"Iya." James yang menjawab. "Ada apa ya?"
Gadis itu tersenyum. Ia mengulurkan tangannya, "Aku Violet," lalu menjabat tangan kelima anggota band Oxygen. "Sebenernya aku dateng kesini dengan alasan konyol. Jadi pertama-tama aku minta maaf ya."
Charice dan teman-temannya saling berpandangan, bertanya-tanya alasan konyol apa yang dimaksud oleh Violet. Namun kemudian gadis itu diminta oleh Charice duduk di dekat mereka.
"Aku salah satu anggota band yang juga ikut kompetisi ini," ucapnya. "Aku dan teman-temanku sudah beberapa kali melihat kalian tampil di beberapa kompetisi musik sebelumnya. Salah satu dari kami benar-benar mengagumi kalian. Terutama dengan yang bernama James."
Charice yang duduk di sebelah James menyikutnya dan memberikan senyuman serta gerakan alis naik turun.
"Jadi, uh," Violet tertawa, "ini konyol banget. Duh."
"Konyol gimana sih? Jadinya penasaran." Mila menyeletuk dan beranjak dari tempatnya semula, mendekat kepada Violet.
Violet menyeringai. "Kami tadi main, yah challenge konyol gitu lah. Terus yang kalah suruh datengin James untuk minta selfie bareng dan tanya sesuatu," pada akhirnya ia menjelaskan.
"Ah nggak adil," protes Jerry yang kali ini giliran mendekat pada Violet. "James belum lama ini gabungnya ke band kita kok dia yang punya fans duluan?"
Kami semua tertawa mendengar ucapan Jerry.
"Mungkin temen kamu salah tuh, Vi. Dia pasti ngirain James itu aku. Soalnya James baru ikut kompetisi sama kita kali ini." Jerry menjelaskan maksudnya yang cukup diterima oleh teman-teman band-nya.
Violet mengangkat kedua bahunya. "Temenku sih bilang namanya James. Dia bilang lihat James tampil di pensi-nya SMA 3."
"Ah, kalo udah sebut nama nggak mungkin dong salah, " Mila menyimpulkan. "Dan emang jelas James ikut tampil di sekolahannya Charice beberapa hari lalu."
"Jadi? Boleh nggak selfie bareng?" Violet yang sudah tahu mana James dan Jerry walaupun mereka kembar, memberitahukan kembali tujuannya mendatangi band Oxygen.
"Ya udah. Terima aja, James. Kali aja jodoh," tukas Jerry asal-asalan.
Keempat temannya pun mendorong tubuh Jerry sehingga ia yang tadinya dalam posisi jongkok menjadi terduduk karena tubuhnya oleng.
"Wah nggak adil aku dikeroyok," protes Jerry.
"Kamu tuh ngomong asal," Mila sekali lagi mendorong tubuh pemuda itu.
"Ya udah, ayo." Pada akhirnya James mengiyakan permintaan Violet.
Dengan senang Violet mengeluarkan handphone-nya mengambil gambarnya bersama dengan James. "Makasih ya, James. Walaupun mungkin habis ini aku bakalan delete. Hehe."
James terkikik. "Iya nggak papa sih. Lagian kalo pacar kamu ngeliat nanti kan salah paham."
Violet menggeleng malu. "Enggak juga sih. Bukan itu. Aku belum punya pacar juga."
Bersamaan dengan Angga, Jerry berdehem. "Kode keras," sindirnya.
James hanya tertawa. "Tapi aku udah nggak available. Jadi itu dihapus aja enggak masalah. Enggak enak juga sih sama pacar aku."
"Oh, kamu udah punya pacar? Yah temenku pasti patah hati dengernya," ucap Violet sedikit menoleh ke suatu arah dimana teman-temannya berkumpul. "Soalnya memang itu juga yang jadi pertanyaan titipan dia yang aku mau tanyain tadi."
"Vi, itu bohong. James belum punya pacar." Jerry membuka kebenaran. "Aku saudaranya. Jadi aku tahu banget."
James menoyor kepala kembarannya itu. "Kamu kan enggak tahu aja," ucapnya.
"Siapa? Mana?" Jerry masih tidak percaya.
James menunjuk pada Charice. "Nih sebelah aku."
"Yeee, asal. Enak aja bilang gitu," sergah Charice. "Enggak, Vi. Aku bukan pacarnya. Dasar James nih. Bilangin temen kamu, James jomblo."
James kemudian merangkul Charice. "Oh, berani ya?"
"Tapi kalian emang kaya pacaran sih dari gerak-gerik kalian," Mila menyimpulkan. Sorotan matanya tampak tajam ketika mengamati kedua subyek utama dalam topik kali ini.
Charice segera melepaskan rangkulan James darinya. "Ini tangan jangan asal ditaro di atas pundak cewek ya," ia memperingatkan dalam gurauan, "terutama aku. Aku suci tahu."
Mereka yang mendengarnya serta merta tertawa mendengar ucapan Charice.
"Oke deh, aku balik dulu ya. Siap-siap. Bentar lagi mau tampil." Violet beranjak dari tempatnya.
"Sukses ya, Vi." Charice menyemangati.
Violet mengangguk. "Nice to meet you all. You guys are great!" Ia kemudian melambai sebelum akhirnya berpaling pergi.
"Dasar James. Kesempatan emas dilewatin gitu aja. Mana nggak dapet kontaknga dia lagi. Cantik banget tuh si Violet." Jerry terdengar kecewa. "Kalo aku jadi kamu udah aku minta dia jadi pacarku."
James hanya tersenyum. "Bukan tipeku." Datar sekali ia menyanggah ucapan saudaranya.
"Tipe? Emang tipemu kaya gimana sih? Dasar. Emang dari dulu sampe sekarang kamu tuh emang ribet soal tipe. Makanya nggak pernah pacaran. Hidup tuh santai aja, bro. Harus dinikmatin." Jerry menambahkan pendapatnya.
"Paling yang cantik, suka pake rok, terus dandan tiap hari, terus pake high heels gitu kan?" Mila dengan asal menebak.
James hanya tersenyum.
"Sok misterius," ucap Jerry.
"Oxygen band," seorang pemuda berbaju hitam bertuliskan panitia mendatangi, "kalian maju habis ini ya. Silakan siap-siap di samping panggung." Kemudian ia pergi meninggalkan kelima orang itu yang segera bangkit dari tempat mereka duduk.
Charice menepuk-nepuk, membersihkan debu dan pasir yang menempel di celananya sebelum akhirnya ia melangkah berjalan bersama dengan teman-temannya. Namun karena tidak fokus berjalan, kakinya terantuk pada gundukan di trotoar sehingga tubuhnya oleng.
Beruntung, saat ia hampir terjatuh, ada yang memeganginya dan kemudian bertanya, "Kamu nggak papa?" Itulah Angga dan James, yang melakukan hal yang sama.
Charice menarik kedua tangan kanan dan kirinya yang dipegangi oleh Angga dan James. "Iya. Makasih ya," ucapnya.
"Wah, cinta segitiga," di tengah suasana yang sudah canggung, Jerry justru memperburuknya lebih lagi.
Mila mencubit pipi pemuda itu karenanya. "Dasar mulut ini asal banget sih ngomongnya? Kaya emak-emak tukang gosip," tegurnya.
Mendengar ucapan Jerry, Charice merasa tidak nyaman. Ia tidak berkomentar apapun. Dalam diam, ia hanya lanjut berjalan bersama teman-temannya mendekati samping panggung.
Di panggung, Violet dan teman-temannya sedang tampil. Mereka sungguh tampak menarik baik dalam penampilan fisik maupun keahlian bermusik. Semua orang memberikan tepuk tangan saat mereka selesai tampil.
Turun dari panggung, Violet ganti memberikan semangat pada band Oxygen. Salah satu gadis yang merupakan anggota band Violet -- yang jelas merupakan gadis yang dimaksud Violet sebelumnya dengan pertanyaan mengenai status James -- mengedipkan mata pada pemuda yang dikaguminya itu.
Melihatnya, James hanya menunjukkan ekspresi datar.
Ketika pembawa acara memanggil nama band Oxygen, kelima orang itu naik ke atas panggung memposisikan diri masing-masing dengan alat musik yang dikuasai. Dalam kurang dari satu menit mereka memulai aksi.
Ada tiga lagu yang mereka bawakan sebagai kompilasi dalam festival musik ini. Setiap orang yang menonton ikut menggerakkan badan dan bernyanyi ketika menikmati penampilan dari band Oxygen. Pasalnya ketiga lagu yang dibawakan dan aransemennya terdengar menarik hati. Sampai akhirnya ketika mereka selesai tampil, gemuruh sorakan dan tepuk tangan menyambut.
~ ABB 2
Angga sama Charice, atau James sama Charice? Menurut kamu bagusan sama siapa? Udah bisa nebak akhirnya Charice melabuhkan hati sama siapa? Ikutin terus ya ceritanya.
Jangan lupa vomment oke? Makasih! 😊😄
0