- Beranda
- Stories from the Heart
Misteri Mawar Hitam
...
TS
c4punk1950...
Misteri Mawar Hitam
Cerita ini hanya fiktif, untuk menghibur gansis semua. Bila ada salah kata dan alur cerita yang berupa tidak masuk logika mohon dimaafkan.


Prolog
"Kringggg ... kringgggg ... kringggg" jam weker tua berdering membangunkan siapa saja yang mendengarnya. Suasana gelap temaram hanya ditemani sebuah lampu kecil menyambutku setelah ku terbangun dari alam mimpi, nampak beberapa poster superhero terpampang di dinding, mataku masih menerawang antara sadar dan tidak sadar, diam terpaku menunggu jiwaku kembali berkumpul dari petualangannya di alam mimpi.
" huffff, sudah jam 5 pagi saja," gerutuku.
Aku pun lekas bersiap mandi, seperti hari-hari biasa aku pergi untuk mendapatkan rezeki dari kerjaku menjadi seorang wartawan lepas, untuk berita-berita kriminal yang ada di ibukota ini.
Aku segera berangkat ketika segalanya sudah siap, tak lupa kacamata hitam mirip tukang pijit tunanetra, namun lebih berwibawa. Kuambil jaket kulitku dari lemari khas anak muda yang penuh poster wanita, kuambil kunci sepeda motorku dengan segera, tak lupa juga untuk mengunci pintu agar tikus tak masuk.
Kulihat motor dengan style anak muda masa kini, telah siap untuk kunaiki, warna hitam doff selaras dengan pakaianku yang serba hitam, jaket hitam, sepatu hitam, kacamata hitam dan helm dengan eksterior yang serba hitam juga.
Kudekati kendaraan itu dan kustarter dengan penuh gaya, tampak seorang paruh baya senyum kepadaku, aku pun membalas dengan senyuman yang tak kalah manisnya.
Lalu kulajukan motor ini dengan perlahan, motor tua peninggalan ayahku GL 100, yang sangat keren dan menggoda para penggemar besi tua.
Akhirnya dengan motto biar pelan asal selamat, sampailah aku disebuah kantor polisi bagian kriminal, seperti biasa aku pun mulai mencari berita untuk dihadirkan di Media tempatku bernaung.
Sampailah aku disebuah ruangan, tapi tak ada orang, kembali aku keluar dan duduk di depan ruangan itu sambil memainkan Hp yang menjadi temanku, aku melihat mesin pembuat kopi, dan secangkir kopi hangat di sudut meja.
Perlahan aku menghampiri meja itu, kubuat hidangan kopi robusta gratis di ruangan pengabdi masyarakat ini, kopi gratis yang alami memang mengunggah selera, nikmatnya kopi membuat dudukku tenang menanti seseorang.
"Siang mas," ucap seorang pemuda menyapaku.
"Siang," balasku, kepada pemuda itu walau rasanya umurnya tak terpaut jauh denganku.
"Mau cari Pak Komisaris ya mas?" tanya seseorang dengan seragam dinas coklatnya.
"Iya mas, ehh mas orang baru ya? Saya baru lihat?"
"Iya mas, saya baru! Mas ini wartawan ya?"
"Iya mas, biasa kasus-kasus kriminal saya harus ijin dolo sama Bapak Komisaris"
"Ohhh, ya sudah ditunggu sebentar ya mas,"
"Iya, mas," aku pun kembali duduk sambil tersenyum kepadanya.
Serupuut kopi perlahan membuat diri ini seperti tenang dan terasa badan lebih segar, perlahan namun pasti waktupun bergerak sudah 15 menit aku menunggu di depan ruangan pak Bagas sebagai komisaris.
Kemudian terlihat sosok gagah yang sudah kutunggu datang dengan raut wajah yang tak seperti biasa.
"Om Bagas!" ucapku kemudian.
"Eh, kamu toh ndra! Sudah lama kamu nunggu disini?" ucapnya memaksakan senyumnya.
"Lumayanlah om," ujarku malu-malu.
Om Bagas lebih banyak terdiam beda dengan hari biasanya, sepertinya analisisku saat ini ada sesuatu yang ditutupinya hingga akupun tak langsung diberitahu. Maklum saja sebagai Komisaris Polisi membuat om Bagas pastinya diliputi banyak masalah.
"Om sepertinya ada kasus besar ya om? Muka om terlihat murung dari biasanya," Aku menyela dirinya yang hendak beranjak duduk dikursinya.
"Kamu tutup pintu dolo, ada yang ingin kubicarakan agak rahasia,"
Kembali aku menutup pintu ruangan om Bagas, dan segera duduk dihadapannya karena penasaran.
"Ada kasus apa om? Sepertinya beda dengan yang biasa,"
"Ya ndra, ini susah untuk diselidiki bahkan detektif handal saja analisisnya terbukti gagal. Tapi kamu jangan tulis kasus ini ke media massa, karena kita sama sekali tak memegang bukti. Bisa membahayakan dirimu sendiri, kita belum tahu siapa yang ada dibalik ini semuanya bersih hanya ada satu tanda, ini .." Om Bagas memberikan seperti kartu mungil yang bergambar sebuah mawar yang berwarna hitam.
"Mawar hitam, apakah ini kasus pembunuhan?" ucapku.
"Itu yang belum kita tahu ndra, tak banyak kejanggalan semua bersih seorang pria meninggal di dalam mobilnya, di pinggir pantai pelabuhan ratu, ia tanpa busana tergeletak bersama wanita panggilan yang sudah setengah telanjang. Dan keduanya mati, menurut forensik keduanya mati karena keracunan karbon dioksida dari kendaraannya sendiri. Semua bersih tak ada sidik jari orang lain kecuali keduanya, andaikan yang meninggal ini orang biasa mungkin kasus ini ditutup, tapi yang meninggal adalah hakim yang sedang menyidangkan korupsi dari orang penting di negeri ini ndra," om Bagas menerangkan kasus yang rumit dimatanya.
"Jadi petunjuk satu-satunya hanya ini? Gambar mawar hitam" ucapku kemudian.
"Ya ndra itu dahulu sewaktu om masih menjadi polisi lapangan pernah menangani kasus besar juga, ternyata lambang yang sama persis om lihat, waktu itu om sedang investigasi tentang pembunuhan bos besar pengusaha ternama, ia ditemukan hanyut di pinggir sungai dekat villanya. Di sakunya tersimpan lambang ini, hingga kini kasus tersebut tak pernah diketahui pelakunya, bahkan analisis dan hasil otopsi memberikan fakta korban meninggal karena gagal jantung, tak ada sama sekali kekerasan yang terjadi. Namun aku yakin ini adalah pembunuhan ketika mendapatkan lambang yang sama dengan kematian pengusaha itu ndra, jadi om mohon kamu lebih baik jangan mencari tahu berita akan hal ini pelakunya profesional, om takut kamu mendapatkan teror yang berbahaya," matanya nampak nanar berbicara kepadaku.
"Menarik om, nampaknya ini memang berita yang bisa bikin heboh, tapi saya akan ikuti saran om. Bolehkah saya mengikuti perkembangan kasus ini langsung, ketika kasus ini sudah mulai terbuka jadi Indra bisa membuat berita yang valid om," ujarku harap-harap cemas.
"Nampaknya kamu memang berjiwa adventure ya, padahal jangan sampai kamu masuk terlalu dalam di kasus ini, kita tidak tahu siapa lawan dan kawan" ujarnya kemudian.
"Tapi om? Indra ingin tahu kasus besar seperti ini, karena menurutku ini jarang terjadi dan saya siap menerima konsekuensinya om" ucapku mantap menatap matanya.
"Nampaknya om sia-sia menyuruhmu menghindar dari masalah, ya sudahlah esok kamu temui sersan Hilda di sini," om Bagas mencatat sebuah nama lokasi, dimana aku harus menemui anak buahnya.
"Ohh! Makasih om," akupun sungkem dengan memegang tangannya, kemudian hendak pamit pulang.
Sampai di depan pintu, om Bagas kembali bersuara.
"Ingat kamu jangan pernah jauh darinya, dan pastikan kamu hanya mencatat jangan ikut campur urusan investigasi kepolisian. Satu lagi semoga kamu bisa belajar darinya ndra," ucapnya sedikit tertahan.
"Siappp om," pintu pun terbuka dan aku keluar sambil menutupnya kembali.
Pikiranku tergiang dengan kata terakhir om Bagas ( "Belajar" memang untuk apa aku belajar lagi, "aku ini hanya wartawan media kriminal. Bukan seorang polisi untuk apa aku harus belajar kembali") pikiranku berkecamuk, entahlah yang jelas aku ingin pulang dan menenangkan diri.
Tak terasa langkah kakiku sudah berada di tangga pelataran luar dari gedung ini, akupun mencari parkiran motorku. Sambil kulangkahkan kaki secara perlahan, kulihat seorang gadis muda berdiri diantara kawannya dengan seragam dinas yang serupa, namun warnanya berbeda dengan polisi pada umumnya, pakaiannya berwarna hitam, dan celana hitam khas dari pasukan khusus kepolisian. Dan tak lama beberapa perwira tampak keluar dari mobil sedan luxury yang baru saja tiba, para petinggi itu terlihat tergesa-gesa memasuki gedung. Kemudian mereka yang tadi berjaga mengikutinya dari belakang. Gadis itu menoleh dan tersenyum kepadaku, akupun membalasnya tak sengaja kulihat nama didadanya yang bertuliskan "Hilda".
INDEX
Spoiler for ilustrasi karakter:
Bingung
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Red Rose
Part 1
Part 2
Part 3
Diubah oleh c4punk1950... 26-06-2022 20:44
User telah dihapus dan 11 lainnya memberi reputasi
12
13.2K
155
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
c4punk1950...
#83
Part 6
"Duarrrrr.....booommm....bruakkkk.... "
Letusan terjadi di kamar sebelah kanan TKP. Aku dan Hilda baru saja keluar kamar sebelah kiri terpental menghindari api yang memporak porandakan pintu kamar tersebut, kemudian air pemadam otomatis yang bernama sprinkler menyala. Api yang membesar perlahan mulai mengecil, walau baju kami berdua terlihat basah kami tak perduli dan segera bangkit kemudian berlari menuju kamar sebelah kanan.
"Dean! Mas Jon!" Hilda berteriak.
Debu dan kamar yang hancur membuat pandangan kami terbatas, aku segera memecahkan kaca yang berisi tabung pemadam, kemudian kumatikan api yang masih membakar dengan alat semprot itu, beruntunglah api kecil tersebut segera padam.
Lalu tak lama debu-debu pun berangsur menghilang, hingga akhirnya kami melihat potongan tubuh manusia yang habis terkena ledakan, dialah dua agen profesional yang menjadi korban ledakan tersebut.
"Mas Jon! Dean," Hilda semakin histeris dengan kematian mereka ia menangis di samping potongan tubuh yang sudah gosong terbakar.
"Akan kubalas orang itu, aku janji Mas Jon! Dean, huu...huu...." ia tak bisa menahan air matanya agar berhenti menangis.
Aku yang melihat kejadian itu hanya bisa terdiam, diam saat ini lebih baik karena aku secara tak sadar sudah masuk dalam permainan sang pembunuh mawar hitam terlalu dalam.
Tak lama petugas kepolisian yang bersiaga di bawah datang serta bagian pemadam pun siap siaga, terlihat banyak orang berhamburan keluar gedung ini, wajah ketakutan sangat terlihat di antara mereka. Yang jelas takut mati terkena ledakkan bom adalah sesuatu hal yang lumrah bagi mereka mahluk bernyawa.
Hilda masih menangisi kepergian dua sahabatnya, hingga mereka di masukkan ke dalam kantong mayat Hilda masih tak percaya kedua rekannya telah tiada.
Aku teringat sesuatu, ada yang janggal sang pembunuh itu terasa sedang mengawasi dan jaraknya tak begitu jauh, seperti ada yang terlewat, kembali ku ingat dengan seksama ruangan tempat sang lelaki yang meninggal terserang jantung itu. Ketika ku berdiri di balkon aku melihat jendela kamar di atas kamar VIP terbuka, ya deretan kamar VIP ada di lantai 8 - 12, kamar ini mempunyai balkon untuk bersantai tapi kamar yang lainnya tidak, paling hanya sebuah jendela saja. Inilah teka-teki itu, ternyata sang pembunuh selama ini ada diatas kamar TKP.
Aku sudah tak ragu lagi, dia pasti disana aku kemudian mencari Hilda yang masih menunduk sedih dengan pakaian yang basah sama dengan diriku, ia menatap ambulance yang membawa rekannya menjauh dari hotel sentosa.
"Hilda," ujarku perlahan.
"Ya,ndra!" ucapannya lemah.
"Sang Pembunuh ada di kamar atas, aku serius," ucapku
"Aku lelah ndra, lebih baik kau pulanglah ini semua sudah berakhir" Hilda mengusirku dengan wajahnya yang memang tak bersemangat.
"Apakah lo sudah nyerah gitu aja Da? Inikah mental dari seorang agen?" sergahku.
"Dia kawanku ndra, lo ga pernah ngerasain kalau temen lo mati bagaimana rasanya, sudahlah lo pulang aja ndra! Lo hanya buang-buang waktu disini," Hilda bicara dengan mengeluarkan amarahnya.
Aku hanya diam tak menjawab, kulihat ke atas tepat di atas kamar TKP, ada gerakan dari jendela. Tapi bagaimana aku membuktikannya, aku benar-benar bingung satu langkah lagi aku bisa membongkar kedok si mawar hitam.
"Ya satu langkah lagi," aku menghibur diri, namun langkahku mendekati sang kuda besi yang sudah uzur umurnya, entahlah aku terlalu takut untuk melangkah sendiri.
Kunyalakan sang kuda besi itu, aku pun segera mengendarainya dan membelah jalanan menuju rumah tercinta. Sementara dari balik jendela di kamar tepat di atas kamar VIP TKP, seraut wajah nampak tersenyum.
"Kau sangat luar biasa nak," ucapnya.
#Bersambung
Quote:
"Duarrrrr.....booommm....bruakkkk.... "
Letusan terjadi di kamar sebelah kanan TKP. Aku dan Hilda baru saja keluar kamar sebelah kiri terpental menghindari api yang memporak porandakan pintu kamar tersebut, kemudian air pemadam otomatis yang bernama sprinkler menyala. Api yang membesar perlahan mulai mengecil, walau baju kami berdua terlihat basah kami tak perduli dan segera bangkit kemudian berlari menuju kamar sebelah kanan.
"Dean! Mas Jon!" Hilda berteriak.
Debu dan kamar yang hancur membuat pandangan kami terbatas, aku segera memecahkan kaca yang berisi tabung pemadam, kemudian kumatikan api yang masih membakar dengan alat semprot itu, beruntunglah api kecil tersebut segera padam.
Lalu tak lama debu-debu pun berangsur menghilang, hingga akhirnya kami melihat potongan tubuh manusia yang habis terkena ledakan, dialah dua agen profesional yang menjadi korban ledakan tersebut.
"Mas Jon! Dean," Hilda semakin histeris dengan kematian mereka ia menangis di samping potongan tubuh yang sudah gosong terbakar.
"Akan kubalas orang itu, aku janji Mas Jon! Dean, huu...huu...." ia tak bisa menahan air matanya agar berhenti menangis.
Aku yang melihat kejadian itu hanya bisa terdiam, diam saat ini lebih baik karena aku secara tak sadar sudah masuk dalam permainan sang pembunuh mawar hitam terlalu dalam.
Tak lama petugas kepolisian yang bersiaga di bawah datang serta bagian pemadam pun siap siaga, terlihat banyak orang berhamburan keluar gedung ini, wajah ketakutan sangat terlihat di antara mereka. Yang jelas takut mati terkena ledakkan bom adalah sesuatu hal yang lumrah bagi mereka mahluk bernyawa.
Hilda masih menangisi kepergian dua sahabatnya, hingga mereka di masukkan ke dalam kantong mayat Hilda masih tak percaya kedua rekannya telah tiada.
Aku teringat sesuatu, ada yang janggal sang pembunuh itu terasa sedang mengawasi dan jaraknya tak begitu jauh, seperti ada yang terlewat, kembali ku ingat dengan seksama ruangan tempat sang lelaki yang meninggal terserang jantung itu. Ketika ku berdiri di balkon aku melihat jendela kamar di atas kamar VIP terbuka, ya deretan kamar VIP ada di lantai 8 - 12, kamar ini mempunyai balkon untuk bersantai tapi kamar yang lainnya tidak, paling hanya sebuah jendela saja. Inilah teka-teki itu, ternyata sang pembunuh selama ini ada diatas kamar TKP.
Aku sudah tak ragu lagi, dia pasti disana aku kemudian mencari Hilda yang masih menunduk sedih dengan pakaian yang basah sama dengan diriku, ia menatap ambulance yang membawa rekannya menjauh dari hotel sentosa.
"Hilda," ujarku perlahan.
"Ya,ndra!" ucapannya lemah.
"Sang Pembunuh ada di kamar atas, aku serius," ucapku
"Aku lelah ndra, lebih baik kau pulanglah ini semua sudah berakhir" Hilda mengusirku dengan wajahnya yang memang tak bersemangat.
"Apakah lo sudah nyerah gitu aja Da? Inikah mental dari seorang agen?" sergahku.
"Dia kawanku ndra, lo ga pernah ngerasain kalau temen lo mati bagaimana rasanya, sudahlah lo pulang aja ndra! Lo hanya buang-buang waktu disini," Hilda bicara dengan mengeluarkan amarahnya.
Aku hanya diam tak menjawab, kulihat ke atas tepat di atas kamar TKP, ada gerakan dari jendela. Tapi bagaimana aku membuktikannya, aku benar-benar bingung satu langkah lagi aku bisa membongkar kedok si mawar hitam.
"Ya satu langkah lagi," aku menghibur diri, namun langkahku mendekati sang kuda besi yang sudah uzur umurnya, entahlah aku terlalu takut untuk melangkah sendiri.
Kunyalakan sang kuda besi itu, aku pun segera mengendarainya dan membelah jalanan menuju rumah tercinta. Sementara dari balik jendela di kamar tepat di atas kamar VIP TKP, seraut wajah nampak tersenyum.
"Kau sangat luar biasa nak," ucapnya.
#Bersambung
Diubah oleh c4punk1950... 08-09-2021 06:50
disya1628 dan 8 lainnya memberi reputasi
9
Tutup

