- Beranda
- Stories from the Heart
This is Why I Need You (mbak Adele)
...
TS
Shootgun
This is Why I Need You (mbak Adele)
.
.
.
Spoiler for Baru 2 post, udah Top Threads lagi.:
Spoiler for Baru 10 post, belum 2 bulan, udah masuk Hot Threads lagi.:
Permisi bapak ibu sekalian. Udah lama juga baca-baca di thread ini dari semenjak SK2H, akhirnya baru sekarang nyoba bikin cerita. Monggo silakan duduk, silakan mendirikan tenda.
Cerita yang akan saya share kali ini menceritakan tentang cowok yang tinggal di kostan cewek.
Dibaca kalau kalian lagi nggak ada kerjaan aja.
Cerita ini cocok untuk semua umur.
Remaja, Dewasa, Anak SMA, bahkan baik juga untuk pertumbuhan janin.
Dari sini, kalian akan belajar beberapa hal penting mengenai sisi lain dunia perkuliahan dan anak-anak kost yang mungkin tidak pernah kalian tau sebelumnya. Hanya karena kalian tidak pernah lihat, bukan berarti hal itu tidak ada.
Monggo~
Selamat mendirikan tenda di sini.
Rulesnya ya ngikutin yang sudah ada saja. Diupdate tiap hari Jumat malem ya selepas akika beres kerja.
Akhir kata,
Wabillahi Taufiq Wal Hidayah,
Wassalamualaikum
*qomat*
Index Cerita
.
Diubah oleh Shootgun 06-12-2018 14:01
hllowrld23 dan 29 lainnya memberi reputasi
18
246.9K
Kutip
998
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.6KThread•43KAnggota
Tampilkan semua post
TS
Shootgun
#374
Quote:
Paginya harinya, gue full ada kelas dari pagi hingga malam. Jam tujuh pagi gue sudah bangun dan Mbak Adele masih tidur munggungin gue menghadap tembok. Enggak, gue nggak tidur sekasur. Dia tidur di kasur dan gue tidur di lantai dengan alas sajadah doang. Udah kaya mayat aja ya Robb. Gue males berurusan sama dia pagi-pagi gini. Jadi daripada ada drama dan minta yang macem-macem, baiknya gue tinggalkan notes saja di atas meja komputer,
“Gue ada kuliah dari pagi sampe malem. Malemnya gue ada kerjaan sampai subuh. Kalau mau pulang, kunci kamarnya terus taruh kuncinya di atas ventilasi atau kasiin ke Budi.”
Lalu kemudian gue tinggalkan dia begitu saja tanpa membangunkannya sama sekali. Tak ada yang menarik dengan kegiatan di kampus, gue baru beres kelas jam sembilan malam. Gue sempatkan mampir dulu di kantin kampus buat makan malem. Ditotal-total, jam 11 gue baru sampai di toko. Itu pun gue harus banyak neduh karena hujan besar masih mengguyur Bandung dari pagi tadi. Pakaian gue semuanya basah kuyup dan terpaksa harus masuk ke dalam toko melalui pintu belakang agar tidak mengotori daerah pelanggan.
“Loh, udah di sini dari kapan, Mas?” Tanya Jessica yang sedikit terkejut ketika membawa piring kotor ke belakang dan melihat ada gue di sana.
“Baru kok, Jess. Gila hujannya nggak pake otak. Masa dari pagi nggak beres-beres!” Gue ngedumel sendirian.
“Hahahaha hujan kok disalahin.”
“Jess, gimana kabar toko?” Tanya gue sambil mencari baju ganti di laci karyawan.
“Aman. Karena belakangan ini sering hujan jadi toko selalu sepi, mas. Apalagi menjelang bulan puasa kaya gini yang cuma sisa beberapa minggu doang. Semua pada tobat kali.” Jawabnya sambil mencuci piring.
“Ada masalah ga selama gue pergi?” Tanya gue lagi.
“Nope. Aman tentram pak boss!” Katanya, “Tapi mas, pas bulan puasa toko libur kan?”
Gue angguk-angguk, “Iya. Lo selama libur bakal ke mana?”
“Hmm..” Jessica terlihat berpikir, “Ke rumah nenek kayaknya, Mas. Aku nggak mau tinggal di rumah kalau lagi libur begini ah, Mas, nggak kondusif. Kalau mas sendiri? Tahun ini pulang?” Dia balik bertanya.
Ada hening sebentar, “Enggak kayaknya.” Jawab gue pelan.
Mendengar jawaban gue, Jessica langsung menghentikan aktifitas mencuci piringnya dan mendatangi gue. Lalu secara tiba-tiba dia memeluk dari belakang begitu saja.
“Mas.. Ini udah tahun ketiga mas nggak pulang loh..” Katanya sambil membenamkan kepalanya di punggung gue, “Setidaknya telepon Ibu ya, Mas.” Kata Jessica.
Gue mengelus kepalanya, “iya, sebelum bulan puasa datang, nanti Mas telepon Ibu dulu kok.” Kata gue pelan.
Iya, ini sudah tahun ketiga di mana gue nggak pulang kampung ke Cianjur. Entah, rasa-rasanya masih enggan buat gue balik ke tempat itu. Tahun lalu pun Ibu sempat memohon agar gue pulang, begitu juga dengan Rara yang berkali-kali mendatangi gue dan memaksa agar gue pulang bersamanya kala Lebaran tiba. Tapi gue tetap menolak dengan alasan harus jaga kost karena Budi pulang kampung. Dan kayaknya tahun ini gue harus cari alasan lain lagi biar tidak kentara bohongnya.
“Btw di depan masih banyak tamu?” Tanya gue sambil duduk di kursi.
“Cuma satu, tapi lumayan pesennya banyak dari tadi sore.”
“Oooh.. Yaudah deh kalau gitu, tutup aja sehabis ini. Percuma hujan-hujan begini nggak akan ada yang dateng lagi.” Kata gue sambil memijat kening.
“Mas, aku pulang duluan boleh ya?” Kata Jessica tiba-tiba.
“Loh tumben? Lagian masih hujan, Jes.” Sanggah gue.
“Aku dijemput mas pake mobil.”
“EH?! Sama siapa?!” Gue kaget.
“Ini..” Dia mengacungkan jari kelingking.
“Pacar?”
“Bukan hahaha masih pdktan.”
“Kok lu gak cerita sih sama gue?”
“Hey Hellooooo yang jarang ke toko siapa yaaaaa tolong..” Kata dia sambil pake logat anak jkt48.
“Hahaha yaudah, lagian lo dah kerja banyak. Sisanya biar gue yang beresin nanti.”
“Oke deh, cuss dulu yak, Mas..” Jessica langsung bergegas mengenakan jas hujan kecilnya, namun sebelum keluar pintu dia memanggil gue lagi, “Mas!” Teriaknya.
“Paan?” Kata gue tanpa nengok.
“Tamu terakhir nungguin elo dari tadi.” Ucapnya sebelum kemudian pintu ditutup begitu saja.
****
Gue berjalan ke dalam Bar yang sudah tidak ada siapa-siapa lagi kecuali satu orang itu. Dan benar saja, di ujung sana, di tempat yang selalu saja sama di situ-situ aja, ada seonggok orang lagi tiduran dengan berbantalkan lengannya sendiri. Gue datangi dia diam-diam tanpa bersuara, di sekitarnya gue lihat ada beberapa gelas berceceran. Gue cium gelasnya satu persatu buat ngecek apa pesanan cewek ini.
Hmm.. Gin tonic segelas. Oke deh ini nggak seberapa. Gue ambil lagi gelas yang lain, gue colek lalu gue icipi. Buset ini kan Caol Ila, kok bisa-bisanya cewek beginian pesen minuman mahal, segelas kecil aja harganya 120rb rupiah. Gue cek gelas ketiga yang masih ada sisanya, rasanya manis, Rum coke. Campuran rum dan coca-cola. Dan yang terakhir yang paling ludes sampai gelasnya dalam posisi tengkurep gue yakin ini Tequilla Sunrise.
Mati dah gue, kemarin dia ngicipin Tequilla Sunrise dua gelas aja langsung hangover, ini gimana kalau minum sebanyak ini?! Apalagi Caol Ila. Pasti ini cewek tadi sembarangan asal pesen terus malah pilih whisky yang satu itu. Aduh Jessica gimana sih, kok ya dibiarin dia pesen beginian.
Gue bereskan gelas-gelas itu lalu gue coba membangungkannya,
“Hei.. Mbak Adele! Bangun.” Gue goyang-goyangin badannya.
“Hei! Bangun!” Gue berkata lebih kencang dan dia masih tidak bangun juga.
Wah bahaya nih, jangan sampai ini cewek muntah di dalem toko. Males gue beresin muntahan orang yang abis minum, bau alkoholnya jadi meningkat lebih pesat dan bikin mual.
“LIFANA!!” Gue goyangkan badannya, dan kali ini gue memanggil namanya untuk yang pertama kalinya.
Matanya mulai sedikit terbuka, sesekali matanya berkedip mencoba mencari fokus melihat ke arah gue yang ada di depannya. Perlahan ia mulai menguatkan diri untuk bangkit sebelum tiba-tiba gue melihat ada gelagat mau muntah. Sontak melihat hal itu gue langsung terkejut, gue loncati meja bar ini dan langsung menuntunnya ke luar agar muntah di luar. Lagian kebetulan sekarang lagi hujan jadi kalau dia muntah tidak akan meninggalkan jejak karena tersapu hujan. Dan benar kata gue, sesampainya di teras luar, dia langsung muntah banyak sekali. Ya beginilah yang namanya kehidupan malam, kalian beli minuman dengan harga di atas 70 ribu, lalu kalian muntahkan lagi minuman itu setelahnya. Alkohol hanya akan menunda masalah kalian sehari doang, sesudah itu ketika kalian bangun besok pagi, kalian tetap harus menyelesaikan masalah itu lagi.
Mendingan juga solad lah kemana-mana~
Subhanallah, jadi cerita religi.
Gue bantu memijat belakang lehernya agar muntahannya keluar semua, cukup lama mbak Adele tertunduk di depan toko sebelum pada akhirnya muntahnya tidak keluar lagi. Dia masih dalam keadaan mabuk, sekarang dia tengah masuk dalam fase sobber, alias fase meracau seenak jidatnya sendiri. Fase sobber ini adalah fase paling jujur yang dipunyai manusia. Jarang ada manusia yang bisa bohong waktu dalam keadaan pasca mabuk. Maka dari itu, kalau kalian punya gebetan, buat dia mabuk aja. Pasti nanti dia bakal ngomong jujur sama elo tentang apa yang dia rasa.
“Sudah?” Tanya gue sambil mengangkatnya agar bisa bangkit dan berdiri.
PLAK!!
Tiba-tiba pipi gue ditampar. Gue kaget. Ada apaan nih kok gue tiba-tiba ditampar dah?! Salah gue apaan?! Mbak Adele hanya menatap gue dengan mata sayunya, dia terlihat masih linglung dan gontai, bahkan gue rasa untuk berdiri saja dia tidak akan kuat.
“Leeeee paaaas siiiin!” Kata dia sambil oleng.
“Udah gue bilang, Lepasiiiiiiiiiiiiiin brengsek!”
Oke.. Gue sudah biasa dibilang brengsek sama orang mabok. Tapi melihat dia ngomong begitu entah kenapa rasa-rasanya kok jadi lucu juga.
“Nggak usah sok ganteng ya hihihihi..”
“....”
“Nama apaan tuh Ryan! Jelek banget, huhu..”
“....”
“SEMUA INI GARA-GARA ELO, ANJING!!”
PLAK!!
Pipi gue ditampar lagi. Kali ini tamparannya lebih keras daripada tamparannya yang pertama. Gue terkejut dan secara otomatis tangan gue tanpa sengaja melepaskan tubuhnya hingga mbak Adele langsung oleng kebelakang dan terjatuh di bawah guyuran hujan. Maka sudah dipastikan bajunya langsung basah semua. Dengan keadaan yang sudah terlanjur basah kuyup itu, dia mencoba untuk terbangun meski dengan gontai dan pikiran yang masih dipenuhi oleh sisa alkohol. Ia berdiri secara limbung lalu perlahan menatap ke atas. Atau lebih tepatnya ke arah langit malam.
“NGGAK ADIL!!! TUHAN NGGAK ADIL!!!” Tiba-tiba dia teriak begitu kencang di bawah guyuran hujan. Dan saat itu gue hanya berdiri melihatnya dari dalam teras toko.
“Ini semua gara-gara elo, RYAN BRENGSEK!!! Liat ini! Liat muka gue!! Liat badan gue!! Kalau gue nggak pernah ketemu lo, gue nggak akan kaya gini RYAN!! LO BIKIN GUE BERANTAKAN!! TANGGUNG JAWAB LO BRENGSEK!!”
Tubuh mbak Adele yang memang sudah tak kuat berdiri itu kembali oleng lalu langsung terjatuh dengan posisi duduk. Dia berkali-kali memukul tanah di depannya lalu menunjuk ke arah gue.
“SEMUA COWOK EMANG ANJING!!! Lo pikir, lo pikir enak jadi gue hah?! Liat gue sekarang, LIAT GUE SEKARANG!! Setelah lo gunain, setelah lo pakai, lo buang gue gitu aja.” Dia makin meracau nggak jelas, “Kuliah gue, nilai gue, reputasi gue, lo pikir gue nggak tau apa kalau mereka semua ngomongin gue di belakang?!” Tangisnya turun meski langsung terhapus oleh air hujan yang deras malam itu.
“Lo.. Lo..” Dia nunjuk ke arah gue, “LO PIKIR GUE NGGAK PUNYA HATI, HAH?! LO PIKIR GUE NGGAK SAKIT HATI APA KALAU ORANG-ORANG BILANG GUE PEREK, HAH?! BRENGSEEEEEEEEEEEEEKKKK!!!!”
Tangan kanannya sesekali menggaruk area mukanya sendiri, seperti sedang membenci dirinya sendiri, “Lo pikir nyokap bokap gue mau liat anaknya kotor seperti ini?!”
“Gue.. Gue.. Gue juga mau hidup normal..” Tangisnya pecah malam itu. Di keheningan malam yang berisik oleh guyuran air hujan, tangisnya pecah dan seakan tertelan oleh keganasan malam.
“Perek, pramuria, pramuria, cewek nakal, cewek pakai, jablay, silakan! Lo mau bilang gue apa juga silakan! Toh gue mati pun nggak akan ada orang yang peduli, kan?!?! Paling kalian bakal ketawa puas kalau gue mati!” Kini dia berusaha berdiri meski topangan kakinya sudah tidak kuat sama sekali.
Gue mengambil payung dari belakang pintu toko lalu berjalan menghampirinya yang sedang berdiri sambil goyang-goyang mirip kaya zombie itu. Begitu gue sudah ada di depannya dan payung yang gue bawa menghalau rintik-rintik hujan di atas kepalanya, ia pelan-pelan menatap gue.
“R... Ry... Ryaaannnn...” Katanya parau, terlihat air matanya begitu gahar keluar dari kedua kelopak matanya. Jatuh di pipi, membasahi bibir.
Gue masih menatapnya.
Dia sesenggukkan, seperti sedang kehabisan udara. Wanita di depan gue ini seperti ikan yang dipaksa hidup di daratan, tercekik oleh keadaan yang tak ia inginkan. Dipaksa bertahan di depan tertawaan semua orang. Sambil masih mencoba berbicara dengan sesenggukkan, air mata mbak Adele terus mengalir deras layaknya sedang berusaha membasuh segala masa lalu buruknya namun tetap saja itu tak bisa,
“Ry.. Ryaaan.” Kata-kata itu keluar lagi dari mulutnya.
“Gue juga masih pengen hidup normal, Ryaaan..” Ucapnya sambil menangis kencang sekali.
Tangisnya memecah keramaian hujan. Seakan hujan mendadak berhenti dan kini tangisnya adalah satu-satunya suara yang terdengar malam itu. Memaksa tangan gue yang sedari tadi terdiam secara pelan-pelan menarik tubuhnya dan membenamkan seluruh tubuh itu dalam peluk yang seerat-eratnya peluk. Tangisnya kembali pecah, dan gue mendekapnya erat. Kemeja yang sedang gue kenakan saat itu seakan menjadi sebuah saksi bisu atas basahnya hujan dan hangatnya air mata dari wanita yang sebenarnya tanpa semua orang ketehaui; masa depannya masih begitu suci. A woman with past still deserves to be loved.
“Lo ke.. ke mana? Gue nu-nunggu lo dari sore, Yan.” Bisiknya pelan lalu kemudian terlelap hilang dan tak bersuara lagi.
Malam ini,
Anehnya,
Di tengah guyuran hujan.
Bandung terasa lebih hangat ketimbang biasanya.
Anehnya,
Di tengah guyuran hujan.
Bandung terasa lebih hangat ketimbang biasanya.
JabLai cOY dan 18 lainnya memberi reputasi
17
Kutip
Balas
Tutup