- Beranda
- Stories from the Heart
This is Why I Need You (mbak Adele)
...
TS
Shootgun
This is Why I Need You (mbak Adele)

.
.
.
Spoiler for Baru 2 post, udah Top Threads lagi.:
Spoiler for Baru 10 post, belum 2 bulan, udah masuk Hot Threads lagi.:

Permisi bapak ibu sekalian. Udah lama juga baca-baca di thread ini dari semenjak SK2H, akhirnya baru sekarang nyoba bikin cerita. Monggo silakan duduk, silakan mendirikan tenda.
Cerita yang akan saya share kali ini menceritakan tentang cowok yang tinggal di kostan cewek.
Dibaca kalau kalian lagi nggak ada kerjaan aja.
Cerita ini cocok untuk semua umur.
Remaja, Dewasa, Anak SMA, bahkan baik juga untuk pertumbuhan janin.
Dari sini, kalian akan belajar beberapa hal penting mengenai sisi lain dunia perkuliahan dan anak-anak kost yang mungkin tidak pernah kalian tau sebelumnya. Hanya karena kalian tidak pernah lihat, bukan berarti hal itu tidak ada.
Monggo~
Selamat mendirikan tenda di sini.
Rulesnya ya ngikutin yang sudah ada saja. Diupdate tiap hari Jumat malem ya selepas akika beres kerja.
Akhir kata,
Wabillahi Taufiq Wal Hidayah,
Wassalamualaikum
*qomat*
Index Cerita
.
Diubah oleh Shootgun 06-12-2018 21:01
hllowrld23 dan 29 lainnya memberi reputasi
18
247.9K
Kutip
998
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
Shootgun
#373
This is Why I Need You
Quote:

Gelap. Tiba-tiba langit makin menggelap. Tak ada satupun benda angkasa yang dapat terlihat dari bawah sini. Dan seperti yang gue duga, hujan tiba-tiba menggelegar turun malam ini. Angin badai mulai menggoyangkan pohon-pohon di sepanjang komplek depan kost-kostan. Benar-benar menyeramkan cuaca malam ini, untung gue udah pulang. Kebayang apa jadinya motor gue kalau dibawa hujan-hujan begini. Berubah jadi jetski langsung.
Cuaca seperti ini sebenarnya menjadi cuaca yang paling tepat buat tidur sambil selimutan. Buat kelon, atau buat berkembang biak bersama pasangan. Niatnya malam ini gue mau istirahat lantaran capek baru pulang kemping, tapi sekarang gue justru punya kerjaan lain. Ngurus anak orang.
Terdengar bunyi pintu yang dikunci dari dalam. Gue melirik diam-diam ke arah mbak Adele yang masih terpaku di sana. Tatapannya kosong. Gue takut dia kesambet setan hujan-hujan begini. Apa jadinya kalau dia kesurupan siluman ketumbar.
“Duduk dulu.” Perintah gue, dan dia sedikit tersentak dari lamunannya lalu mulai menggeser kursi meja komputer.
“Jangan di situ, di kasur aja.”
Dia menoleh, lalu perlahan duduk di pinggir kasur dan menaruh tasnya di lantai. Gue pun begitu, menaruh tas ransel yang dari tadi gue bawa di pojokkan kamar, mengeluarkan pakaian-pakaian kotor sama peralatan bersih-bersih lalu menaruhnya di kamar mandi. Membiarkan dia duduk sendirian di atas kasur tanpa gue perhatikan sama sekali. Maklum, kebiasaan. Gue nggak suka kalau liat ada yang nggak rapih di kamar gue, apalagi kalau ada baju kotor penuh lumpur bekas beresin tenda kemping.
Gue buka lemari pakaian dan mengambil sekotak P3K lalu kemudian jongkok di depannya. Gue menatapnya, dan ia masih saja menatap kosong ke arah antah berantah. Tampak seperti pikirannya sedang berada di dunia lain, apa dia mengalami trauma ya? Sebagai anak psikologi, hal seperti ini sudah tentu jadi hal-hal yang harus gue perhatikan. Gue taruh kotak P3K itu di depannya,
“Nih..” Kata gue seraya berdiri lalu mengambil anduk dan masuk ke kamar mandi ninggalin dia sendirian.
Kalau di film cinta-cintaan, saat-saat seperti ini biasanya si cowok akan jadi so-so gentle dan terlihat begitu romantis sambil membasuh luka si cewek dengan memasang wajah sok keren. Tapi tidak di cerita ini. Gue bukan cowok baik. Dan gue tidak terlalu peduli dengan masalah apa yang menimpa wanita yang sekarang sedang duduk di kasur gue tersebut. Buat gue, urusan dia ya urusan dia, apalagi di sini yang kuliah di fakultas Kedokteran kan dia, bukan gue. Jadi kalau mau bersihin luka sih seharusnya dia sendiri juga bisa. Gue sudah cukup baik ngasih fasilitas tempat bernaung, pun obat-obatan malam ini. Jadi segitu saja sudah cukup menurut gue.
Ada hal yang lebih penting yang harus gue kerjakan sekarang. Bersih-bersih badan setelah pulang dari gunung contohnya.
****
Hujan bukannya berhenti malah semakin deras. Sekarang sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Ketika gue keluar dari kamar mandi, gue melihat mbak Adele masih dalam posisi yang sama, tidak bergerak sama sekali. Bahkan gelas berisikan teh hangat yang gue kasih tetap ia genggam tak ia lepaskan. Juga kotak P3K masih dalam keadaan tertutup.
Gue berjalan melewatinya sambil masih mengeringkan rambut. Sumpah deh, ini orang kaya kesurupan. Serem juga kalau misal gue lagi main komputer terus tiba-tiba dia nerkam gue dari belakang kaya macan. Gue lirik mbak Adele, dia masih diam di sana. Gue terdiam beberapa saat sebelum kemudian menghampirinya dan jongkok di depannya seperti semula. Gue menatapnya, dan ia masih menatap ke arah antah berantah. Sebelum kemudian selang bergerak menit, pupil matanya mulai bergerak dan perlahan menatap gue. Bisa gue lihat ada beberapa air mata yang jatuh dan bermuara di pipinya yang lebam. Membasahi luka yang tak kunjung kering. Gue baru sadar kalau ternyata sedari tadi dia nangis, tapi anehnya tidak ada suaranya sama sekali.
Kami masih saling bertatapan meski gue tau tatapannya begitu kosong. Gue membuka kotak P3K, mengambil sedikit kapas dan menumpahkan alkohol ke atasnya. Gue kembali menatapnya yang masih saja menatap gue dengan tatapan itu. Gue sibahkan rambut-rambut yang menghalang di wajahnya dan menyangkutkannya di kedua telinga.
Kapas basah itu gue tempelkan pelan-pelan ke arah bibirnya yang lebam. Mungkin karena lukanya masih sedikit terbuka, ketika kapas ini menyentuh bibirnya, ia agak tersentak kaget dan kini pandangannya tak lagi kosong. Wajahnya mundur sedikit lantaran terkejut, namun gue tetap mencoba membersihkan luka-lukanya.
“Aduh!” Tiba-tiba ia berbicara.
Gue melihatnya sebentar, lalu kembali mengarahkan kapas basah itu ke luka di bagian belakang pipinya. Namun bukannya diam, dia malah berontak dengan menjauhkan wajahnya lagi. Gue bete, gue menatap dia dengan tatapan kesal, dan ia membalas menatap gue dengan tatapan kesal juga. Gue ulangi sekali lagi untuk menempelkan kapas basah itu, tapi dia kembali menjauhkan kepalanya.
Gue bete. Gue kesel. Gue mendengus keras lalu melemparkan kapas itu ke kotak P3K dan berdiri meninggalkannya. Dasar cewek nggak tau diuntung, udah baek gue mau ngobatin malah sok jual mahal. Nyesel deh gue, emang bener seharusnya dari awal gue nggak pernah ikut campur urusan orang. Ngerepotin aja.
Gue berjalan menuju meja komputer untuk main game sebelum tiba-tiba ada kata terlontar dari mulut mbak Adele.
“Maaf.” Katanya pelan.
Gue langsung berbalik dan melihatnya dengan tatapan jengkel. Pengen deh rasanya gue tidur di kamar Budi terus ninggalin ini cewek sendirian, tapi brengseknya gue nggak bisa. Entah kenapa. Gue kembali berjalan menghampirinya.
“Diem!” Kata gue sambil memasang wajah serius di depannya.
Gue ambil botol betadine dan menumpahkannya sedikit di atas kain kasa.
“Ini sakit, tapi sebisa mungkin diem. Kalau bisa pingsan sekalian.” Kata gue kesel.
Gue pegang rahangnya dengan tangan kiri, dan otomatis pipinya keteken sama jari-jari gue, alhasil dia jadi sedikit manyun. Gue puter tangan gue ke kiri dan mukanya ikut ke kiri, lalu gue tempelkan kain kasa itu langsung ke arah lukanya yang terbuka. Tidak dengan pelan-pelan seperti di awal tadi.
Sontak mbak Adele kaget, dia langsung berontak karena kesakitan tapi nggak bisa ngapa-ngapain karena mukanya lagi gue pegang. Tenaganya yang mirip kaya tonggeret itu benar-benar tak berdaya di hadapan tangan gue. Mau protes pun tidak bisa karena mulutnya tertekan sama pipinya sendiri. Bukannya berhenti, gue malah jadi semakin gregetan karena dia berontak terus nggak karuan.
Gue ambil kapas yang ada alkoholnya tadi di kotak P3K lalu menempelkannya di luka barusan. Dan mbak Adele langsung ngejerit kesakitan. Sukurin!
“SAKIT TAU NGGAK?!” Kata dia sambil nempeleng tangan kanan gue yang saat itu sedang memegang kapas.
“Kan udah gue bilang kalau ini bakal sakit.”
“YA NGGAK HARUS LANGSUNG GITU KAN?! PELAN-PELAN KAN BISA!!” Kini dia marah-marah. Dengan luka di bibir kaya gitu dia bisa marah-marah. Hebat. Ternyata gue cocok jadi dokter. Bisa bikin pasien langsung sembuh.
“LAGIAN HARUSNYA ALKOHOL DULU BARU BETADINE! KALAU GITU KAN BAHAYA!” Tambahnya lagi.
“Yaudah kalau gitu lo mending urus diri send...”
Trrrtt... Trrrtt...
Belum sempat gue merampungkan kalimat, HP mbak Adele yang ada di dalam tas bergetar. Kami berdua langsung melihat ke arah tas itu. Dengan gegas, mbak Adele mengambil hp tersebut, melihatnya sebentar, lalu kemudian melemparkannya ke atas kasur. Gue melirik karena penasaran, dan gue lihat di layar ponsel tersebut ada sebuah nama yang sudah tak asing lagi buat gue; nama pacarnya. Dering telepon itu cukup lama hingga pada akhirnya mati setelah didiamkan oleh kami berdua. Gue lihat ada tangis lagi turun dari matanya setelah melihat nama yang muncul di ponselnya tadi.
“Kamu bawa baju ganti?” Gue mencoba membuka topik lain.
Dia tidak menjawab.
“Kalau gitu, kebetulan di lemari gue ada baj...”
Trrttt... Trrttt...
Lagi-lagi ada dering telepon yang memotong perkataan gue. Dan itu adalah dering telepon dari orang yang sama. Kali ini lebih dari sekali telepon itu berdering. Bahkan hampir berkali-kali. Untuk kali ini gue tidak akan iseng mengangkat telepon itu seperti waktu di toko dulu, karena gue rasa bakal bahaya banget kalau misal cowok gila itu tau pacarnya lagi ada sama gue malam-malam begini. Bisa-bisa mbak Adele makin dihajar kalau gini caranya.
Namun lama-lama gue gondok juga, gue sambar hp itu lalu mematikannya, gue ambil sebuah peniti yang ada di dalam kotak P3K untuk mengeluarkan SIMCARD dari ponsel gambar apel kegigit codot itu. Mbak Adele di sana hanya diam melihat semua yang sedang gue kerjakan. Setelah SIMCARD-nya keluar, tanpa pikir panjang langsung gue patahin jadi dua dan melemparkannya ke tong sampah. Sontak Mbak Adele terkejut melihat tingkah laku arogan gue barusan, dia mau protes tapi keburu ketahan sama gue yang mengambil baju ganti di dalam lemari dan menaruh baju itu di pangkuannya.
“Nggak usah banyak protes. Gue paling nggak suka kalau kasur gue ditidurin sama orang yang bajunya kotor. Sekarang sebisa mungkin lo harus ganti baju atau lebih baik mandi. Kalau bisa mandi junub sekalian! Gue tinggal dulu sebentar ke bawah. Awas aja kalau waktu gue balik lo belum ganti baju. Gue suruh tidur sama kowala!" Kata gue dengan nada yang begitu ketus.
"Siapa Kowala?" Tanya mbak Adele heran.
"Kucing gue!" Balas gue lagi sambil pergi menutup pintu dari luar dan meninggalkannya sendirian di kamar.
"…"
****
Lima belas menit kemudian gue kembali dengan keadaan basah kuyup total. Mbak Adele kaget banget waktu melihat keadaan gue saat itu. Ada banyak tanya yang mau ia keluarkan tapi terhenti di mulutnya. Gue lihat dia sudah ganti baju, bagus deh setidaknya dia nurut sama perkataan gue sebelumnya. Gue masuk ke dalam kamar dengan keadaan tidak memakai baju lantaran gue lepas di luar tadi karena takut mengotori lantai kamar. Gue merogoh kantong celana gue dan mengeluarkan sesuatu dari sana.
“Ini SIMCARD baru. Udah gue registrasi tadi di tukang pulsa. Dan inget!” Gue menatap galak ke arahnya, ia sedikit ketakutkan, “Awas aja kalau sampai lo ngasih tau nomer baru ini ke cowok yang tadi. Gue sobek lubang idung lo! Ngerti?!” Sambung gue kasar sambil melempar SIMCARD itu ke atas kasur. Dan mbak Adele cuma angguk-angguk doang tanpa banyak protes.
Setelah semuanya sedikit tenang dan gue sudah ganti baju, tidak ada pembicaraan lagi di antara kami berdua malam itu. Gue duduk di meja komputer sambil online, sedangkan mbak Adele hanya duduk di sisi kasur sembari memainkan hpnya. Sesekali gue memainkan lagu This is Why I Need You dengan gitar berulang-ulang kali lantaran gue suka sama petikannya.
Lebih dari sejam kami berdua sibuk dengan kehidupan masing-masing, sebelum tiba-tiba,
“Ry.. An..” Panggil Mbak Adele yang terlihat awkward banget buat manggil gue pake nama itu.
“Apa?” Jawab gue tanpa menengok dan masih asik gitaran di atas kursi komputer.
“Aku laper.” Katanya lagi.
Gue menghela napas panjang lalu memberhentikan permainan gitar gue dan membuka laci meja komputer. Gue ambil satu buah popmie lalu melemparkannya ke atas kasur.
“Adanya cuma itu. Hujan-hujan begini nggak bisa pesen makanan. Air panasnya ambil di dispenser.” Kata gue, dan ia hanya melihat ke arah Popmie yang udah nyungsep di sisi kasur barusan.
“Abis makan tidur ya. Gue capek baru pulang dari gunung. Dan gue nggak bisa tidur kalau ada cahaya sama sekali. Jadi otomatis lampu kamar bakal gue matiin, termasuk lampu hp lo itu. Jangan dimainin atau gue bakal marah.” Tukas gue ketus dan ia hanya terdiam tidak menjawab.
Bersambung ke bawah.
Kata kaskusnya kepanjangan

Diubah oleh Shootgun 14-08-2018 21:16
JabLai cOY dan 10 lainnya memberi reputasi
9
Kutip
Balas